Friday, October 30, 2015

Sinode : Beberapa pelanggaran disiplin telah dilakukan

Sinode : Beberapa pelanggaran disiplin telah dilakukan demi alasan ‘belas kasihan’ pastoral yang relativ





Declaration Concerning the Synod on the Family

Deklarasi mengenai Sinode tentang Keluarga

Dari  SSPX (Society of Saint Pius X)

Laporan Akhir  dari sesi kedua Sinode tentang Keluarga, yang diterbitkan pada tanggal 24 Oktober 2015, jauh dari menunjukkan konsensus para Bapa Sinode, karena ia merupakan ekspresi dari kompromi antara berbagai posisi yang sangat berbeda. Memang kami dapat membaca di dalamnya adanya beberapa pengingat doktrinal tentang pernikahan dan keluarga Katolik, tetapi kami perhatikan juga adanya beberapa ambiguitas dan kelalaian yang patut disesalkan, dan yang paling penting beberapa pelanggaran di bidang disiplin telah dilakukan dengan alasan "belas kasihan" pastoral yang relativ. Kesan umum yang diberikan oleh dokumen ini adalah kebingungan, yang akan dengan mudah untuk dieksploitasi melalui penafsiran yang bertentangan dengan pengajaran Gereja yang menetap.

Itulah sebabnya kami merasa perlu untuk menegaskan kembali kebenaran yang telah kita terima dari Kristus (1) tentang peranan paus serta uskup-uskuo dan (2) tentang perkawinan dan keluarga. Kami melakukan hal ini dengan semangat yang sama yang telah mendorong kami untuk mengirimkan petisi kepada paus Francis sebelum sesi ke dua dari Sinode ini dimulai.

1. Peranan Paus dan uskup-uskup

Sebagai anak-anak dari Gereja Katolik kami percaya bahwa Uskup Roma, Penerus St.Petrus, adalah Wakil Kristus, dan pada saat yang sama dia adalah kepala dari seluruh Gereja. Kuasanya adalah merupakan sebuah wilayah hukum dalam arti yang wajar. Kepada kuasa ini, para imam, umat awan serta Gereja-gereja, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, terutama dalam sebuah Konsili, sebuah Sinode, atau pada wali gereja lokal, diwajibkan oleh sebuah tugas untuk tunduk secara hirarkis dan taat secara tulus.

Allah telah mengatur hal-hal sedemikian rupa, agar dengan mempertahankan kesatuan persekutuan dengan Uskup Roma dan dengan mengakui iman yang sama, Gereja Kristus menjadi satu kawanan di bawah satu Gembala. Gereja Kudus Allah dibentuk secara ilahiah menjadi sebuah masyarakat yang hirarkis, di mana otoritas yang mengatur umat berasal dari Allah, melalui Paus dan para uskup yang tunduk kepadanya. (2)

Ketika Magisterium kepausan tertinggi mengeluarkan pernyataan otentik tentang kebenaran yang terungkap, dalam masalah dogmatis serta dalam hal disiplin, maka hal itu tidak akan bisa beralih atau berada dalam kuasa organ gerejawi dengan tingkat otoritas yang lebih rendah - seperti misalnya konferensi wali gereja lokal, untuk melakukan perubahan atas putusan itu.

Makna dari dogma-dogma suci yang harus dipertahankan selamanya adalah merupakan salah satu yang harus diajarkan oleh Magisterium Paus dan para uskup, sekali dan untuk semuanya, dan tidak pernah diijinkan untuk menyimpang dari ajaran itu. Oleh karena itu pelayanan pastoral Gereja, ketika ia melaksanakan ajaran belas kasih, haruslah dimulai dengan menanggulangi kemiskinan-kebodohan, dengan memberikan kepada jiwa-jiwa pernyataan kebenaran yang akan menyelamatkan mereka.
Dalam hirarki yang dibentuk oleh Allah, dalam hal iman dan ajaran magisterial, kebenaran-kebenaran itu dipercayakan sebagai sebuah Deposit Suci kepada para rasul dan penerus mereka, paus dan para uskup, sehingga mereka akan menjaganya dengan setia dan mengajarkannya secara berwibawa. Sumber yang mengandung Deposit ini adalah Kitab Suci dan tradisi non-tertulis, yang setelah diterima oleh para rasul dari Kristus sendiri atau diserahkan oleh para rasul di bawah tuntunan dari Roh Kudus, telah sampai kepada kita.

Ketika Gereja menyatakan makna dari kebenaran yang terkandung dalam Kitab Suci dan Tradisi ini, ia menyampaikannya dengan otoritas kepada umat beriman, sehingga mereka mempercayainya seperti seperti yang diungkapkan oleh Allah. Adalah salah jika mengatakan bahwa tugas dari Paus dan para uskup adalah untuk meratifikasi atau merubah sensus fidei atau berdasarkan pengalaman bersama dari 'Umat Allah' yang disarankan kepada mereka.

Seperti sudah kami tulis dalam petisi kami kepada Bapa Suci: "Kegelisahan kami disebabkan oleh sesuatu yang dikutuk oleh Saint Pius X dalam bukunya Encyclical Pascendi: sebuah ikatan antara dogma dengan tuntutan kontemporer. Pius X dan anda, Bapa Suci, menerima kepenuhan otoritas untuk mengajar, menguduskan dan memerintah dalam ketaatan kepada Kristus, yang adalah merupakan Kepala dan Gembala kawanan di setiap zaman dan di setiap tempat, dimana wakilNya yang setia adalah Paus di dunia ini. Sasaran dari kecaman dogmatis itu, dengan berlalunya waktu, tidak mungkin bisa menjadi praktek pastoral resmi.”

Inilah yang telah mendorong Uskup Agung Marcel Lefebvre untuk menulis dalam Deklarasinya tanggal 21 November, 1974: "Tidak ada otoritas, bahkan dari hirarki yang paling tinggi sekalipun, dapat memaksa kita untuk meninggalkan atau mengurangi Iman Katolik kita, yang dinyatakan dengan jelas dan dianut oleh Magisterium Gereja selama sembilan belas abad sebelum ini. “Tetapi sekalipun kami,” kata St.Paulus, “atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.”

2. Perkawinan dan Keluarga Katolik

Adapun pernikahan, Allah menyediakan bagi peningkatan jumlah bangsa manusia dengan melembagakan pernikahan, yang merupakan serikat persekutuan yang stabil dan abadi antara seorang pria dan seorang wanita. Pernikahan dari orang yang dibaptis adalah sakramen, karena Kristus meninggikan martabat dari tindakan itu; karena itu perkawinan dan keluarga adalah merupakan institusi yang ilahiah dan alami.

Tujuan utama dari pernikahan adalah prokreasi (menghasilkan keturunan) dan pendidikan terhadap anak-anak, dimana tidak boleh ada niatan manusia yang mencegahnya dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan itu. Tujuan sekunder dari  perkawinan adalah saling membantu kepada satu sama lain yang diberikan oleh masing-masing sebagai pemenuhan bagi nafsu mereka.

Kristus menetapkan bahwa kesatuan pernikahan hendaknya bersifat definitif, baik bagi orang Kristen maupun bagi seluruh umat manusia. Kesatuan ini memiliki sebuah karakteristik yang tak terpisahkan, sehingga ikatan suami-istri tidak pernah bisa dirusak, baik oleh kehendak kedua belah pihak maupun oleh otoritas manusia: “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Mt. 19:6. Dalam kasus pernikahan sakramental dari orang yang telah dibaptis, kesatuan dan keadaan yang tak dapat diceraikan ini dijelaskan lebih lanjut oleh fakta bahwa itu adalah tanda persatuan Kristus dengan Mempelai-Nya.
Apa pun yang mungkin dilakukan oleh manusia yang bertentangann dengan kesatuan atau tak terceraikannya pernikahan itu tidaklah sesuai dengan persyaratan alami atau dengan kebaikan masyarakat manusia. Selain itu, umat Katolik yang setia memiliki kewajiban yang serius untuk tidak menikah hanya melalui ikatan pernikahan sipil, tanpa melakukan pernikahan agama seperti yang ditentukan oleh Gereja.

Penerimaan Ekaristi (atau disebut Komuni sakramental) membutuhkan keadaan rahmat pengudusan dan persekutuan dengan Kristus melalui perbuatan kemurahan hati; Komuni itu akan meningkatkan kemurahan hati ini dan pada saat yang sama menandakan kasih Kristus bagi Gereja, yang bersatu dengan-Nya sebagai satu-satunya PasanganNya. Akibatnya, mereka yang secara sengaja berhubungan seks atau bahkan hidup bersama dalam zinah, tindakan mereka bertentangan dengan hukum Allah dan Gereja, dan mereka tidak dapat menerima Ekaristi atau Komuni, karena mereka memberikan contoh buruk karena tidak adanya keadilan dan kemurahan hati, dan mereka dianggap berdosa secara publik: (Mat. 19:9) :”Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."

Untuk menerima absolusi atas dosa-dosa seseorang dalam kerangka Sakramen Tobat, perlu sekali yang bersangkutan untuk memiliki niatan yang tegas untuk tidak berbuat dosa lagi, dan akibatnya mereka yang menolak untuk mengakhiri situasi yang tidak biasa (dosa) mereka, tidak dapat menerima absolusi yang valid.

Agar sesuai dengan hukum alam, manusia memiliki hak untuk melaksanakan seksualitas hanya dalam naungan perkawinan yang sah, sambil menghormati batas-batas yang ditetapkan oleh moralitas. Inilah sebabnya mengapa homoseksualitas bertentangan dengan hukum alam dan Ilahi. Hubungan yang tidak sesuai dengan pernikahan yang benar (kumpul kebo, berzinah, atau bahkan homoseksual) adalah sebuah ketidak-wajaran yang bertentangan dengan persyaratan hukum ilahi yang alami dan oleh karenanya itu adalah dosa; adalah mustahil untuk mengakui bahwa didalam hubungan seperti itu adanya moral yang benar, apapun juga bentuknya, bahkan semakin menurun saja moral mereka.
Mengingat kesalahan yang ada saat ini serta undang-undang perdata yang bertentangan dengan kesucian perkawinan dan kemurnian moral, hukum alam tetap tidak memberi kemungkinkan adanya pengecualian bagi mereka, karena Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas, ketika Dia memberikan hukum-Nya, telah bisa melihat sebelumnya adanya segala kasus dan semua keadaan saat ini, tidak seperti para pembuat undang-undang manusia. Oleh karena itu apa yang disebut sebagai ‘etika situasi’ (nilai etika yang disesuaikan dengan situasi yang ada saat itu), dimana ada beberapa orang yang mengusulkan untuk merubah aturan perilaku yang ditentukan oleh hukum alam agar disesuaikan dengan keadaan variabel budaya yang berbeda, tidaklah dapat diterima. 

Solusi bagi masalah di bidang tatanan moral ini tidak boleh diputuskan sendiri oleh hati nurani dari pasangan atau pastor mereka, dan hukum alam diterapkan pada hati nurani sebagai sebuah aturan bagi suatu tindakan.

Perawatan yang dilakukan oleh orang Samaria yang baik hati bagi orang berdosa itu dimanifestasikan oleh sikap kemurahan hati yang tidak berkompromi dengan, atau tidak memperhatikan dosanya, sama seperti dokter yang ingin membantu menyembuhkan orang yang sakit secara efektif dan tidak berkompromi dengan penyakitnya, tapi semata-mata hanya mau membantu dia untuk menyingkirkan rasa sakitnya. Seseorang tidak dapat membebaskan dirinya dari ajaran Injil demi nama pendekatan pastoral subyektiv yang, sementara mengingat kasus itu secara umum, akan menghapuskan dosanya dalam kasus-per kasus. Seseorang tidak bisa memberikan kepada para uskup kemampuan untuk menangguhkan atau membatalkan hukum tak terceraikannya pernikahan ad casum, tanpa berisiko melemahkan ajaran Injil dan memecah-belah otoritas Gereja. Sebab, dalam pandangan yang sesat ini, apa yang ditegaskan secara doktrinal bisa dipungkiri secara pastoral, dan apa yang dilarang secara de jure dapat disahkan secara de facto.

Dalam kebingungan yang meluas sekarang ini, kini tergantung kepada paus, sesuai dengan tanggung jawabnya, dan dalam batas-batas yang ditetapkan atas dirinya oleh Kristus – untuk menyatakan kembali dengan jelas dan tegas kebenaran Katolik quod sempre, quod ubique, quod ab omnibus, dan untuk menjaga kebenaran universal ini agar tidak dilanggar oleh praktek-praktek lokal.

Dengan mengikuti nasihat Kristus: vigilate et orate, kami berdoa bagi paus: oremus pro pontifice nostro Francisco, dan kami tetap waspada: non Tradat Eum di manus inimicorum ejus, agar Tuhan tidak menyerahkan dia kepada kekuatan musuh-musuhnya. Kami memohon kepada Maria, Bunda Gereja, untuk mendapatkan baginya rahmat yang memungkinkan dia untuk menjadi pelayan setia yang menjaga harta dari Putra Ilahinya.

Menzingen, October 27, 2015

† Bernard FELLAY
Superior General of the Society of Saint Pius X

Wednesday, October 28, 2015

Sosiologi yang sama yang menyelimuti ‘lobby gay’di APA ....

Sosiologi yang sama yang menyelimuti ‘lobby gay’di APA pada awal 70an, kini telah mendorong perdebatan mengenai kebaikan dari tindakan homosex didalam Sinode.

by Remnant Clergy

Membuat tindakan gay menjadi oke-oke aja didalam Sinode Vatikan

Kutipan dari Huffington Post

Sementara komentar dari kaum konservatif didalam Sinode Vatikan tentang Keluarga telah memberikan informasi bahwa lobi untuk mengadakan perubahan dalam ajaran Katolik tentang homoseksualitas kemungkinan adalah hasil dari beberapa dekade perbedaan pendapat teologis yang terjadi sejak Konsili Vatikan II pada tahun 1962, dan kemungkinan besar bahwa pertempuran yang terjadi saat ini lebih kepada "memodifikasi bahasa" yang menggambarkan homoseksualitas yang ada didalam Katekismus agar lebih mengarah kepada masalah sosiologis dari pada masalah teologis.

Menurut komentator Vatikan, Robert Royal, pernyataan ngacau dari Uskup Agung Chaput yang mengungkapkan bahwa "unsur-unsur tertentu dalam Vatikan telah mendesak maju dengan segera" terhadap proses penghalusan bahasa pada tindakan homoseksualitas. Tapi, dia juga menambahkan bahwa "tidak ada penghalusan bahasa berapapun besarnya yang akan bisa memuaskan orang-orang yang tujuannya adalah mempertahankan pendapat bahwa Gereja Katolik menganggap homoseksualitas adalah tindakan yang secara intrinsik tidak wajar, seperti yang dikatakan didalam Katekismus."

Sementara itu Pastor Rosica, wakil kelompok yang berbahasa Inggris dari Kantor Pers Vatikan memberi harapan bagi mereka yang ingin melihat Gereja menghapus kata "tidak wajar" dari tindakan homoseksualitas dalam Katekismus Katolik ketika dia menge-twit bahwa para delegasi Sinode terus bergerak maju menuju sebuah praktek "Merangkul orang-orang dimanapun mereka berada," maka Kardinal Napier dari Afrika menanggapi Pastor Rosica melalui twitter dengan mengatakan bahwa: "Temuilah orang-orang di tempat mana mereka merasa nyaman, bukankah itu yang dilakukan oleh Yesus? Bukankah Dia lebih cenderung memanggil mereka untuk menjauhi tempat mereka berada sebelumnya?" Pastor Rosica telah diberitahu banyak mengenai media Katolik yang setia sebagai "mempromosikan kisah tentang gay."

Dan, hal itu mencerminkan perdebatan yang terjadi didalam Sinode - antara mereka yang melihat Sinode secara sosiologis sebagai cara untuk merekonstruksi ajaran Katolik tentang homoseksualitas, dengan mereka yang ingin mempertahankan dengan ajaran Injil dan ajaran resmi Gereja seperti yang dijelaskan di Bagian 2357-2359 Katekismus Gereja Katolik sebagai "gangguan" pada kecenderungan untuk tertarik kepada sesama jenis. Dengan berbagai cara, adanya lobi untuk pelunakan definisi atas kata ‘tidak wajar’ dari tindakan homoseksualitas oleh para pendukung gay pada Sinode ini mengingatkan kita pada lobi yang dilakukan pada tahun 1973 ketika para pendukung komunitas gay berhasil meyakinkan komunitas psikiatri yang skeptis untuk mengatakan bahwa tindakan homoseksualitas adalah normal. Sampai tahun 1973, tindakan homoseksualitas termasuk sebagai penyakit mental di dalam daftar Diagnostik dan Statistik Manual (DSM) dari American Psychiatric Association. Kenyataannya, perilaku homoseksual dipandang sebagai tindakan yang sangat menyimpang pada tahun 1953, hingga tindakan itu dimasukkan pada edisi pertama dari DSM sebagai "gangguan kepribadian sosiopat."
...

Sosiologi yang sama yang menyelimuti ‘lobby gay’di APA pada awal 70an, kini telah mendorong perdebatan mengenai ‘kebaikan’ dari tindakan homosex didalam Sinode ini. 

Ajaran-ajaran itu mungkin tidak berubah tahun ini - tetapi komunitas gay telah belajar untuk bersikap sabar. Mereka didanai cukup banyak dan sangat termotivasi dan mereka akan kembali lagi tahun depan - dan tahun depannya lagi - dan mereka akan terus memanfaatkan pandangan sosiologi, daripada pemikiran teologis, untuk menguatkan klaim mereka. Para pendukung perubahan ini memiliki para pemimpin Gereja yang kuat - seperti misalnya Kardinal Kasper dan sejumlah orang dalam Vatikan berada di pihak mereka (dan Francis termasuk disini juga). Tetapi, tidak ada yang boleh meremehkan kekuatan dari apa yang dipercaya oleh umat beriman yang setia sebagai kebenaran ajaran Katolik.

Konperensi Uskup-uskup Polandia....

Konperensi Uskup-uskup Polandia berkata ‘Tidak’ bagi Komuni kepada umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi 



Pastor mereka akan menolong pasangan itu untuk memeriksa keadaan diri mereka, melalui mata Yesus, Tuhan, seturut ajaran Gereja yang tak bisa dirubah


by Ryan Fitzgerald  •   October 27, 2015

WARSAWA, Polandia, October 27, 2015 (ChurchMilitant.com) - Setelah Sinode Biasa tentang Keluarga, Konferensi Waligereja Polandia 'mengundang pasangan Katolik yang bercerai dan menikah lagi secara sipil utkm kembali ke Gereja, tetapi hanya seturut ajaran Gereja, yaitu tanpa menerima Komuni.
Dalam komunike yang ditulis oleh tiga Bapa Sinode yang mewakili Polandia – Uskup Agung Stanisław Gądecki, presiden uskup-uskup Polandia; Uskup Agung Henryk Hoser; dan Uskup Jan Wątroba - pernyataan konperensi itu mengatakan bahwa pasangan yang bercerai dan menikah lagi secara sipil, meskipun mereka tidak menerima Komuni, tetapi mereka tidak dikecualikan dari Gereja".
Komunike itu dikeluarkan sebagai sebuah jalan guna ‘mencerminkan pelaksanaan pesan Sinode dalam kehidupan kita.’
Para Uskup Polandia mendorong umat Katolik yang terikat kepada hubungan yang tidak wajar ini untuk mendiskusikan keadaan mereka dengan pastor yang akan membantu memeriksa keadaan mereka melalui mata Kristus, Tuhan, seturut ajaran Gereja yang tak bisa dirubah.


Pernyataan itu mencakup contoh cara-cara untuk berpartisipasi didalam Gereja, seperti misalnya "partisipasi reguler dalam Misa Kudus," "eksplorasi Firman Allah" dan mewartakan kepada anak-anak.

Sunday, October 25, 2015

Kiriman dari bu Lucy : Hasil Sinode

Kiriman dari bu Lucy :
Hasil Sinode

Dear All,

Sinode telah berakhir dan menurut laporan LifeSiteNews, secara umum para uskup kita yang setia telah "memenangkan pertandingan/pertempuran". Kita boleh menarik nafas lega membaca kemenangan ini, yang kita percayai sebagai hasil/jawaban atas doa-doa seluruh umat beriman di seluruh dunia. Support kita melalui doa (dan puasa) telah berhasil membuat "lawan" tidak bisa begitu saja mendapatkan apa yang mereka inginkan.. Puji Tuhan..!

Namun, kemenangan ini tampaknya belum berarti bahwa pertempuran telah usai. Dokumen hasil akhir Sinode masih membuka banyak kemungkinan bagi para progresif untuk terus berjuang memperoleh apa yang mereka inginkan, dikemudian hari. Mereka belum menyerah !

Di bawah ini pesan dari editor LifeSiteNews, Steve Jalsevac, yang isinya kurang lebih sbb :

Tiga laporan penting dari Sinode Keluarga telah diterbitkan oleh LifeSite hari ini. Dokumen akhir Sinode telah disetujui dan disahkan oleh para Bapa Sinode, dan masih banyak laporan penting yang akan hadir dalam beberapa hari ke depan. Dengan disetujuinya dan diterbitkannya dokumen akhir, maka Sinode tentang Keluarga ini akhirnya berakhir. Sinode ini telah menjadi tantangan yang melelahkan bagi semua pihak.

Dokumen yang panjang itu, yang saat ini hanya tersedia dalam bahasa Italia, berisi banyak paragraf mengejutkan dan menggembirakan sebagai indikasi dari kegigihan dan kekuatan para uskup ortodok dalam diskusi Sinode tersebut. Para "progresif" telah banyak dikalahkan oleh para uskup setia yang berjuang melawan upaya mereka untuk menurunkan standar ajaran Katolik tentang pernikahan, homoseksualitas dan moralitas pada umumnya.

Damian Thompson dari Catholic Herald menulis hari ini bahwa, "Aku akan mempertaruhkan diriku sendiri dan berkata bahwa konservatif pada dasarnya 'memenangkan' sinode ini - mereka sukses berjuang di belakang layar dan di dalam perdebatan untuk memblokir perubahan praktek pastoral yang (a) mereka percaya sebagai melawan ajaran yang "sangat anti-perceraian" dari Yesus dari Nazaret dan (b) yang akan menyakiti hati gereja-gereja Afrika yang semakin kuat."

Namun, masih ada item-item dalam dokumen tersebut yang memerlukan perhatian serius, dimana para progresif bersikeras "membiarkan pintu terbuka" bagi apa yang mereka inginkan. Rorate Caeli telah menterjemahkan dan membuat list "enam bagian paling kontroversial" atau "bom waktu" yang bisa dimanfaatkan untuk menyebabkan banyak kesedihan bagi kehidupan iman dan keluarga. Gereja progresif berharap bahwa Francis akan menang pada akhirnya dan memaksakan liberalisasi yang mereka dan Francis begitu bertekad untuk bisa dapatkan dari Sinode.

Dikatakan bahwa Paus Francis kelihatan jelas tidak menyukai hasil akhir tersebut. Pidato penutupannya tampak menyiratkan kata-kata kasar yang ditujukan kepada mereka yang telah bekerja keras untuk mempertahankan pemahaman-pemahaman tradisional dari ajaran-ajaran Katolik, dalam isu-isu yang dibahas dalam sinode.

Austen Ivereigh dari Washington Post menyimpulkan bahwa hasil akhir Sinode "tampak membuka ruang bagi hati nurani. Kedua belah pihak bisa happy."  Karenanya harus banyak berhati-hati (waspada) terhadap begitu banyaknya optimisme atas banyak bagian yang sangat baik dalam dokumen tersebut. Pertempuran masih jauh dari selesai..!


Sinode : Dosa menurut Card. Caffarra di Bologna, tetapi belas kasih menurut Card. Marx di Munich!
(Seperti ketika membangun menara Babel)
Pastor Alain Lorans

Babel
23-10-2015

Sinode kedua tentang masalah Keluarga akan berakhir hari Minggu ini, 25 Oktober, dan semua pengamat bertanya-tanya apa yang mungkin dihasilkan dari situ .... Sebuah komisi ahli yang akan mempelajari pertanyaan tentang ‘bercerai dan menikah lagi secara sipil’ bagi seorang Katolik? Sebuah anjuran Apostolik Pasca-Sinode oleh Paus Francis? Sebuah dokumen magisterial tentang pernikahan dan keluarga? Setelah lebih dari dua minggu bekerja, masih tidak ada yang tahu. Namun kesan umum adalah berupa kebingungan doktrinal yang besar serta perpecahan besar dan mendalam antar para Bapa Sinde.

Tentu saja, mereka akan berbicara tentang "sinode polifoni" (sinode dengan banyak suara) atau "simfoni kolegial" untuk menyembunyikan adanya hiruk pikuk yang sebenarnya terjadi. Dan untuk menutupi risiko yang sebenarnya dari adanya perpecahan (de facto), mereka akan mengatakan bahwa mereka telah tiba pada sebuah "konsensus yang berbeda", menggunakan pernyataan dengan kalimat yang kabur atau ambigu dari Kasper yang terkenal itu. Kemudian para ahli akan bertemu untuk menunjukkan bahwa semua orang, sekali lagi, masih terus mencari ....

Namun di balik semua retorika dan sikap seperti ini, sebuah kolegialitas yang semakin luntur akan memungkinkan setiap konferensi uskup (lokal) bisa melakukan apapun yang diinginkannya : apa yang merupakan kesalahan doktrinal bagi beberapa orang uskup akan menjadi kebenaran pastoral bagi uskup yang lain. Begitulah : Dosa menurut Kard. Caffarra di Bologna, tetapi belas kasih menurut Kard. Marx di Munich!

Aggiornamento, keterbukaan terhadap modernitas dan kultus manusia .... Ketika mereka mulai mendengarkan kepada dunia ini, mereka tidak lagi setuju tentang apa pun yang ada didalam Gereja. Untuk ini, Yesus bersabda: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya."(Lukas 11:28)


Fr. Alain Lorans - DICI

Friday, October 23, 2015

Pelajaran sex di sekolah

Sekolah Katolik mengundang aktivis aborsi (bidang sex) dan anti-Katolik, untuk memberi ceramah, dimana pembicara itu menyatakan persetujuannya bagi anak-anak sekolah itu untuk  mengirimkan foto telanjang diri mereka





KINGSTON, Ontario, October 23, 2015 (LifeSiteNews) -- Sebuah sekolah Katolik di Kingston, Ontario, mengundang aktivis aborsi dan anti-Katolik awal pekan ini dalam retret "Relasi / Hubungan Sex yang Sehat," di mana dia mengatakan kepada para siswa senior bahwa adalah bisa diterima (diperbolehkan) bagi seorang gadis untuk mengirim foto telanjang dirinya kepada pacarnya selama ada "persetujuan." Presentasi itu adalah wajib diikuti oleh semua siswa kelas 10. Ada satu orang ayah yang mengaku bahwa sekolah itu tidak memberitahu sebelumnya kepadanya tentang adanya acara seperti itu.

Beberapa orang kudus berbicara tentang homosex

Saint John Chrysostom (347–407)

Saint John Chrysostom dianggap sebagai yang terbesar diantara Bapa Gereja dari Yunani dan diproklamirkan sebagai Pujangga Gereja. Dia adalah Uskup Agung dan patriark Konstantinopel, dan revisinya terhadap liturgi Yunani digunakan hingga saat ini. Dalam khotbahnya tentang Surat St. Paulus kepada umat di Roma, dia berbicara tentang beratnya dosa homoseksualitas:

Tetapi ketika engkau mencemooh jika mendengar tentang neraka dan tidak percaya akan api yang ada didalamnya, maka ingatlah akan Sodom. Kita telah melihat, ya pasti kita telah melihat, bahkan dalam kehidupan sekarang ini, ada kemiripannya dengan neraka. Sebab banyak orang yang benar-benar tidak percaya akan hal-hal yang akan datang setelah kebangkitan tubuh, dan kini jika mendengar tentang api yang tak terpadamkan, maka Tuhan akan membawa mereka kepada pikiran yang waras melalui hal-hal yang ada saat ini. Seperti itulah pembakaran atas Sodom, dan kobaran api itu!

Ingatlah betapa besarnya dosa itu, yang telah memaksa Neraka untuk datang bahkan sebelum waktunya! ... Karena hujan api yang tak dikehendaki itu, karena hubungan sex yang bertentangan dengan alam... hingga airpun membanjiri tanah, karena nafsu telah mengundangnya dengan jiwa mereka. Oleh karena itu hujan saat itu tidak seperti hujan yang biasanya. Sekarang hujan itu tidak hanya gagal untuk membangkitkan rahim bumi untuk memproduksi buah-buahan, tetapi juga membuatnya bahkan tidak berguna dalam menerima benih. Seperti itulah hubungan seksual antara laki dengan laki, membuat tubuh semacam ini lebih tidak berharga daripada tanah Sodom. Dan tidak ada yang lebih menjijikkan daripada pria yang hanya memuaskan nafsu dirinya, atau adakah yang lebih menjijikkan lagi?

Saint Augustine (354–430)

Bapa Gereja yang terbesar dari Barat dan salah satu Pujangga besar Gereja, St Agustinus meletakkan dasar-dasar teologi Katolik. Dalam bukunya Confessions yang terkenal, dia demikian besarnya mengutuk homoseksualitas:

Pelanggaran yang bertentangan dengan alam terjadi di mana-mana dan setiap saat ia akan dibenci dan dihukum; seperti orang-orang dari Sodom, yang dilakukan oleh seluruh bangsa, maka mereka semua harus dinyatakan bersalah akan kejahatan yang sama oleh hukum ilahi, yang membuat manusia menyalah-gunakan satu sama lain. Bahkan persekutuan yang seharusnya terjadi antara Allah dengan kita juga dilanggar, ketika alam yang sama itu yang diciptakan olehNya, dicemari oleh kejahatan nafsu.

Saint Gregory the Great (540–604)

Paus St. Gregorius I disebut "Agung." Dia adalah Bapa dan Pujangga Gereja. Dia memperkenalkan lagu Gregorian ke dalam Gereja. Dia mengorganisir pertobatan Inggris, mengirim St Agustinus dari Canterbury dan banyak biarawan Benediktin ke sana.

Kitab Suci sendiri menegaskan bahwa belerang membangkitkan bau daging yang terbakar, ketika Kitab Suci berbicara tentang hujan api dan belerang yang dituangkan atas Sodom oleh Tuhan. Dia telah memutuskan untuk menghukum Sodom bagi kejahatan daging warganya, dan hukuman itu dipilih Tuhan untuk menekankan rasa malu atas kejahatan itu. Karena belerang berbau, dan api membakar. Karena itu sudah adil jika orang Sodom yang terbakar oleh keinginan sesat yang timbul dari daging yang menimbulkan bau, mereka binasa oleh api dan belerang sehingga melalui hukuman yang adil ini mereka akan menyadari kejahatan yang telah mereka lakukan, yang dituntun oleh keinginan sesat.

Saint Peter Damian (1007–1072)

Doktor Gereja, kardinal dan pembaharu besar klerus, St. Peter Damian menulis dalam bukunya yang terkenal tentang ‘Book of Gomorrah’ untuk menghadapi kesesatan yang dibuat oleh tindakan homoseksualitas di kalangan klerus. Dia menjelaskan bukan hanya kejahatan homoseksualitas saja, tetapi juga konsekuensi psikologis dan moralnya :

Sesungguhnya kejahatan ini tidak pernah bisa dibandingkan dengan kejahatan lainnya karena melampaui besarnya semua kejahatan.... Tindakan itu mencemarkan segala sesuatu, menodai segalanya, mencemari segalanya. Dan bagi dirinya sendiri, ia hanya memungkinkan terjadinya ketidak-murnian saja, tidak ada yang bersih, kecuali hanya berupa kotoran saja.....

Daging yang menyedihkan terbakar oleh panasnya nafsu; pikiran yang beku gemetar dengan dendam kecurigaan; dan didalam hati orang yang menyedihkan itu kekacauan pikiran menggelegak laksana Tartarus (neraka). ... Kenyataannya, setelah ular paling beracun ini sekali menancapkan taringnya ke dalam jiwa yang tidak bahagia itu, rasa akan direnggut, ingatan dimusnahkan, ketajaman pikiran dikaburkan. Dia menjadi lengah dan tak peduli terhadap Allah dan bahkan melupakan dirinya sendiri. Wabah penyakit ini merongrong fondasi iman, melemahkan kekuatan pengharapan, menghancurkan ikatan cinta kasih; ia menjauhan rasa keadilan, merongrong ketabahan, mengusir kesederhanaan, menumpulkan sikap kehati-hatian.

Dan apa lagi yang harus saya katakan karena ia mengusir seluruh kebajikan dari ruang hati manusia dan memperkenalkan segala jenis kejahatan biadab seperti sekrup dari pintu ditarik keluar.

Saint Thomas Aquinas (1225–1274)

Mengomentari Surat St. Paulus kepada umat di Roma (1: 26-27), St Thomas Aquinas, Doktor Angelic, menjelaskan mengapa dosa homoseksualitas adalah sangat serius:

Mengingat dosa kelaliman, di mana mereka (umat di Roma) berdosa terhadap sifat ilahiah (oleh penyembahan berhala), maka hukuman karena mereka berbuat dosa terhadap alam segera dilaksanakan. ... Saya katakan, karena mereka merubah kebenaran tentang Allah menjadi kebohongan (oleh penyembahan berhala), maka Allah membiarkan mereka larut didalam hawa nafsu yang memalukan, yaitu, berdosa melawan alam – tetapi hal ini bukan berarti bahwa Tuhan menuntun mereka kepada kejahatan, tetapi Dia membiarkan mereka untuk ditundukkan oleh kejahatan. ...

Jika semua dosa daging layak mendapatkan kecaman karena dengan itu manusia membiarkan dirinya didominasi oleh sifat binatang, maka jauh lebih layak untuk menerima kecaman adalah dosa terhadap alam dimana manusia semakin merendahkan sifat binatangnya sendiri. ...

Manusia dapat berbuat dosa terhadap alam dalam dua cara. Pertama, ketika dia berbuat dosa terhadap sifat rasionalnya yang khusus, bertindak bertentangan dengan penalaran. Dalam hal ini, kita dapat mengatakan bahwa setiap dosa adalah dosa terhadap kodrat manusia, karena ia bertentangan dengan penalaran yang benar dari manusia. ...

Kedua, manusia berdosa terhadap alam ketika dia bertindak melawan sifat generiknya,  sifat binatangnya. Sekarang, jelas bahwa, sesuai dengan tatanan alam, hubungan sex pada hewan diperintahkan untuk menghasilkan konsepsi atau pembuahan. Dari sini jelaslah bahwa setiap hubungan seksual yang tidak dapat menghasilkan konsepsi atau pembuahan adalah bertentangan dengan sifat binatang dari manusia.

Saint Catherine of Siena (1347–1380)

St. Catherine, mistikus besar dan Doktor Gereja, hidup di masa yang sulit. Kepausan berada di pengasingan di Avignon, Prancis. Dia berperan penting dalam membawa para paus kembali ke Roma. Dalam bukunya yang terkenal ‘Dialogues’ buku itu seolah dia tuliskan seolah-olah didiktekan oleh Tuhan sendiri:

Tetapi mereka bertindak dengan cara yang bertentangan, karena mereka datang penuh dengan ketidak-murnian terhadap misteri ini, dan tidak hanya dari ketidak-murnian itu yang mana, melalui kerapuhan alami yang lemah dari kamu semua, kamu semua secara alami cenderung melakukannya (meskipun penalaran, ketika kehendak bebas mengijinkan, dapat menenangkan pemberontakan alami itu), tetapi orang-orang malang ini bukan hanya tidak mau mengekang kerapuhan ini, tetapi melakukan yang lebih buruk lagi, mereka melakukan dosa yang terkutuk melawan alam, dan sebagai orang yang buta dan bodoh, dimana cahaya kecerdasan mereka menjadi gelap, mereka tidak menyadari bau busuk dan kesengsaraan di mana mereka berada. Hal ini bukan saja bahwa dosa ini berbau busuk di hadapanKu, yang merupakan Kebenaran Agung dan Abadi, tetapi ia juga sangat tidak menyenangkan Aku dan Aku terus menganggapnya sebagai kekejian besar sehingga untuk kejahatan itu saja Aku mengubur lima buah kota melalui penghakiman ilahi, penghakiman ilahiKu tidak lagi mampu menanggungnya. Dosa ini bukan hanya memuakkan Aku seperti yang telah Kukatakan, tetapi juga setan, dimana para penjahat ini telah membuat setan sebagai tuan mereka. Bukan berarti bahwa kejahatan itu tidak menyenangkan setan karena mereka suka dengan sesuatu yang baik, tetapi karena sifat awali mereka sebagai malaikat, dan sifat malaikat mereka menyebabkan mereka membenci penglihatan atas dosa yang sangat besar ini.

Saint Bernardine of Siena (1380–1444)

St. Bernardine dari Siena adalah seorang pengkhotbah terkenal, terkenal karena ajaran dan kekudusannya. Mengenai homoseksualitas, dia menyatakan:

Tidak ada dosa di dunia ini yang mencengkeram jiwa sebagaimana sodomi yang terkutuk itu; dosa ini selalu dibenci oleh semua orang yang hidup menurut Sabda Allah. Gairah yang menyimpang adalah dekat dengan kegilaan; kejahatan ini mengganggu intelek, menghancurkan peninggian jiwa dan kemurahan hati dari jiwa, membawa pikiran merosot turun dari pikiran-pikiran yang besar hingga kepada ide-ide yang paling rendah, membuat orang menjadi malas, mudah marah, keras kepala dan bandel, menjadi budak dan lemah dan tidak mampu berbuat apa-apa; Selanjutnya, gelisah oleh keinginan yang tak terpuaskan akan kenikmatan, orang itu bukannya mengikuti penalaran, tetapi larut kedalam hiruk-pikuk.... Mereka menjadi buta dan, ketika pikiran mereka harus melambung kepada hal-hal yang mulia dan besar, pikiran itu dipecah dan dijerumuskan kepada hal-hal yang keji dan tidak berguna serta busuk, yang tidak pernah bisa membuat mereka bahagia. Sama seperti orang yang berpartisipasi dalam kemuliaan Allah dalam berbagai tingkatannya, demikian juga didalam neraka beberapa jiwa menderita lebih besar dari pada jiwa yang lain. Dan dia yang hidupnya dulu didalam kejahatan sodomi akan menderita lebih dari yang lain, karena ini adalah dosa terbesar.

Saint Peter Canisius (1521–1597)

St. Petrus Kanisius, Jesuit dan Doktor Gereja, berjasa membantu sepertiga dari Jerman meninggalkan Lutheranisme dan kembali kedalam Gereja Katolik. Dari kecaman Alkitab tentang homoseksualitas, dia menambahkan sendiri:


Seperti dikatakan oleh Kitab Suci, warga Sodom sangat jahat dan sangat berdosa. St. Peter dan St. Paul mengutuk dosa yang keji dan bejat ini. Bahkan, Kitab Suci mencela ketidak-senonohan besar ini demikian: "Skandal Sodom dan Gomorrah telah berlipat ganda dan dosa-dosa mereka telah menjadi kuburan tak terkira besarnya." Maka para malaikat berkata kepada Lot yang bijaksana itu, yang benar-benar membenci kebobrokan warga Sodom: "Mari kita meninggalkan kota ini ...." Kitab Suci tidak lupa menyebutkan penyebab yang membuat Sodom seperti itu, dan penyebab yang sama juga bisa menuntun orang-orang lain juga, menuju kepada dosa yang paling menyedihkan ini. Bahkan dalam Kitab Ezechiel kita membaca: Lihat, inilah kesalahan Sodom, kakakmu yang termuda itu: kecongkakan, makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup ada padanya dan pada anak-anaknya perempuan, tetapi ia tidak menolong orang-orang sengsara dan miskin. Mereka menjadi tinggi hati dan melakukan kekejian di hadapan-Ku; maka Aku menjauhkan mereka sesudah Aku melihat itu. (Yeh 16:49-50). Mereka yang tidak merasa malu melanggar hukum Tuhan dan alam, adalah budak dari kebobrokan yang tak pernah berhenti menimbulkan rasa jijik ini.”

Eusebius of Caesarea (260–341) berbicara tentang homosex

Eusebius of Caesarea (260–341)

Eusebius Pamphili, Uskup Kaisarea di Palestina dan "Bapak Sejarah Gereja," menulis dalam bukunya, Demonstratio Evangelica: "(Allah dalam Hukum yang diberikan kepada Musa) telah melarang semua pernikahan yang tidak sah, dan semua praktek yang tidak pantas, dan penyatuan wanita dengan wanita dan pria dengan laki-laki. "


Saint Jerome (340–420)


Saint Jerome adalah Bapa dan Pujangga Gereja. Ia juga seorang penafsir terkenal dan polemicist besar. Dalam bukunya Against Jovinianus, dia menjelaskan betapa pelaku sodomi memerlukan pertobatan dan penebusan dosa untuk bisa diselamatkan: "Dan Sodom dan Gomorah mungkin akan bisa meredakan (murka Allah), seandainya mereka mau bertobat, dan melalui bantuan puasa bagi diri mereka sendiri untuk mendapatkan air mata pertobatan."

Tertullian (160–225) berbicara tentang homosex

Tertullian (160–225)

Tertullian adalah seorang jenius besar dan apologis dari gereja awali. Sayangnya, setelah awal dari periode yang penuh semangat, dia tunduk kepada kebencian dan kesombongan, meninggalkan Gereja dan berpegang kepada ajaran sesat Montanist. Karena karya yang ditulisnya saat ini masih ada didalam Gereja, maka dia dianggap sebagai penulis gerejawi dan, dengan demikian, umumnya tulisannya dikutip oleh para paus dan para teolog. Risalahnya ‘On Modesty’ (Tentang Kesederhanaan) adalah sebuah apologi dari kesucian Kristiani. Dia jelas menunjukkan kengerian Gereja atas dosa-dosa yang melawan alam. Setelah mengutuk perzinahan, ia berseru:


Tapi semua kegilaan lain dari nafsu – yang bersifat fasik terhadap tubuh dan ke arah sex - di luar hukum alam, kita mengusir mereka tidak hanya dari ambang pintu, tapi dari semua tempat penampungan Gereja, karena semua itu bukan sekedar dosa, tetapi keganjilan.

Thursday, October 22, 2015

Bishop Białasik : Para kardinal dan uskup telah berencana....

Masalah-masalah yang ‘secara sengaja dirancang untuk menghancurkan keluarga’ – ‘sungguh mengejutkan karena hal itu telah bisa mempengaruhi beberapa uskup’
by Remnant Clergy



BREAKING: Bishop Białasik : Para kardinal dan uskup telah berencana untuk merubah doktrin sebagai bagian dari sebuah konspirasi organisasi-organisasi anti-Katolik internasional



The Polish Bishops' Episcopal Conference website, published today the following words of the utmost gravity from Bishop Krzysztof Białasik, that there is a possible group of cardinals and bishops who have been scheming - under the influence of international organizations - to undermine the doctrine of the Church. Just recently His Excellency denounced abortion as a"holocaust on a global scale", and that it was a "third world war" on the unborn. Who is this extraordinary man? A true Pastor of Souls, who has also banned the distribution of Holy Communion on the hand in his diocese.
(translation: Toronto Catholic WitnessYou may use, but you must credit us).
21.10.2015

Bishop Białasik: At the Synod there were certain topics that should not have been discussed
The Synod of Bishops was a wonderful experience of the universality of the Church, but it also had its weak side. Many important family matters were not taken up, said Polish bishop missionary from Bolivia, Krzysztof Białasik. He claimed that many beautiful words were expressed at the Synod, it was a valuable witness, but family issues were not exhausted. In the opinion of Bishop Białasik, there was an unnecessary preoccupation with issues not associated with the gathering.

Bishop Białasik:
"In my opinion it is sad that we consumed so much time on issues that the Synod should not have been touching, because those issues are of a different nature. It surprised me that there is a particular group of cardinals and bishops who have spoken out not always properly on issues of the family, interjecting issues that should be considered in another situation; especially Communion for the divorced and homosexualism. These are other problems, problems that are either doctrinal, or [problems] that have been artificially conceived to destroy the family. These are exactly the matters promoted by various international organizations, in the first place from the USA and Western Europe.But it is surprising that they also have an influence on certain bishops. I do not know what is behind all this; but, if there is such a group of cardinals or bishops, and there is, it means that something is standing behind all of this. This is what pains me the most, that there can exist such people amongst the bishops".

Selengkapnya ada disini :


Krisis pertama PF

Francis “gets an A-plus on public relations, but an F on all the rest”


Pope Francis’s First Crisis



From the New Yorker
Bulan madu bagi Paus Francis telah usai - setidaknya di Roma. Dua minggu pertama dari pelaksanaan Sinode mengenai Keluarga telah ditandai dengan pemberontakan terbuka, intrik-intrik didalam koridor, dokumen yang bocor, tuduhan kurangnya transparansi, dan perpecahan tajam di antara para uskup dan kardinal. Dalam krisis nyata pertama dari kepausannya, Francis mendapati dirinya dalam posisi menikmati popularitas yang langka di kalangan masyarakat tetapi menghadapi gelar yang tidak biasa dari perbedaan pendapat yang muncul dalam sebuah institusi yang pada umumnya sangat menghormati hirarki.
Ada beberapa firasat dari hal ini selama kunjungan kemenangan Paus ke AS "Jika konklaf harus diadakan hari ini, maka Francis akan beruntung mendapatkan dukungan sepuluh orang," kata seorang sumber Vatikan saya pada saat itu. "Dia mendapatkan nilai A-plus dalam hal ‘hubungan masyarakat’, tetapi nilai F dalam semua hal lainnya." Pernyataan ini tentu berlebihan, tetapi itu merupakan cerminan dari kegelisahan yang ada didalam Kuria Romawi. Sebuah tanda yang jelas dari adanya masalah, datang ketika duta besar kepausan di Washington mengatur pertemuan Paus dengan Kim Davis, petugas negara Kentucky yang menolak untuk memberikan (atau mendelegasikan orang lain untuk memberikan) surat nikah untuk pasangan gay. Langkah dari seorang Monsignor yang tidak asing dengan adanya intrik dan kekuasaan politik di Vatikan – membuat malu Paus dan mencetak beberapa poin kemenangan bagi kaum konservatif Gereja pada hari-hari menjelang sinode.
Kelompok Tradisionalis dalam Gereja khawatir dengan beberapa perkembangan pada sesi pertama dari Sinode, yang diadakan musim gugur yang lalu (2014). Para kardinal dan uskup yang progresif - menggambarkan karya teolog Jerman Walter Kasper -- mendorong sebuah agenda yang termasuk kemungkinan mengijinkan umat Katolik yang bercerai dan telah menikah lagi untuk menerima komuni, dan sikap yang lebih terbuka terhadap pasangan homoseksual dan pasangan yang tinggal bersama tanpa menikah. Mereka memperkenalkan kembali konsep "graduality/kebertahapan," sehingga pasangan yang tidak menikah (kumpul kebo), pasangan yang bercerai sebelumnya, dan pasangan gay, jika mereka menunjukkan kasih dan kesetiaan terhadap satu sama lain, hal itu bisa dilihat sebagai sedang bergerak menuju ajaran Injil, bukan hanya sebagai "hidup dalam dosa." Seperti yang dikatakan oleh kardinal Jerman Reinhard Marx, "Ambillah kasus dua orang homoseksual yang telah hidup bersama selama tiga puluh lima tahun dan mereka telah saling merawat satu sama lain, bahkan dalam fase terakhir dari hidup mereka ... Bagaimana saya bisa mengatakan bahwa relasi ini tidak memiliki nilai?"
Lengkapnya silakan klik disini :

Uskup Agung Denver, USA, Samuel Aquila....

Uskup Agung Denver, USA, Samuel Aquila : ‘Usulan Kasper’ akan menggerogoti pengorbanan St.Thomas More dan St.John Fisher

Gereja Katolik selalu mengajarkan bahwa orang yang bercerai dan menikah lagi adalah (nama lain dari) perzinahan

DENVER, October 21, 2015 (ChurchMilitant.com) - Usulan didalam Sinode yang mengatakan bahwa orang yang bercerai dan kemudian menikah lagi secara sipil, agar bisa menerima Komuni, adalah menggerogoti pengorbanan dari St.Thomas More dan St.John Fisher
Itulah isi dari tulisan Uskup Agung Denver, USA, Samuel Aquila, yang diterbitkan di website keuskupannya dengan judul "Did Thomas More and John Fisher die for nothing?".
Kedua orang kudus itu meninggal pada 1535 karena menolak mengakui perakwinan Raja Henry VIII sebagai perkawinan yang sah. Kedua orang kudus itu mengatakan perkawinan raja itu sebagai ‘perkawinan zinah’. Uskup Agung Aquila menunjukkan kejadian raja Henry dulu sebagai kejahatan yang paralel dengan ‘usulan Kasper’ (Komuni bagi pezinah perceraian) dalam Sinode kali ini. Saat dulu itu raja Henry mendapatkan pembatalan perkawinannya dari Uskup Inggris dan hal itu merupakan pembatalan perkawinan yang salah, menurut kedua orang kudus itu.