Wednesday, May 30, 2018

INTERCOMMUNION TELAH MEMBUKA BENTURAN ANTARA USKUP MELAWAN USKUP


INTERCOMMUNION telah membuka benturan antara uskup melawan uskup

 (Intercommunion  - Komuni silang – pemberian Komuni kepada umat non-Katolik)
NEWS: WORLD NEWS

by Stephen Wynne  •  ChurchMilitant.com  •  May 16, 2018    


Garis telah ditentukan oleh uskup-uskup Jerman mengenai Komuni (Katolik) bagi umat Protestan


MÜNSTER, Jerman (ChurchMilitant.com) - Bentrokan atas masalah intercommunion nampak jelas pada konferensi Katolik baru-baru ini di Jerman.

Minggu lalu, ribuan umat Katolik dari negara-negara berbahasa Jerman - dan beberapa orang  Protestan yang vokal – datang ke kota Münster untuk mengikuti acara Katholikentag, di mana beberapa orang menegaskan kembali bahwa Ekaristi adalah Tubuh, Darah, Jiwa dan Keilahian Yesus Kristus, sementara yang lain-lainnya menganggapnya sebagai "wafer."

Kardinal Reinhard Marx, yang menjadi ujung tombak usul dari uskup-uskup Jerman yang mau memberikan Komuni Kudus kepada umat non-Katolik, semakin menguatkan posisinya.

"Ketika seseorang merasa lapar dan dia memiliki iman, maka mereka harus diberi akses untuk menerima Ekaristi Kudus," demikian kata uskup agung Munich. "Itulah gairah kami, dan saya tidak akan menyerah pada masalah ini."

Presiden Jerman, seorang Protestan, Frank-Walter Steinmeier, mendukung usulan kardinal Marx.

Berbicara sebagai "seorang Kristen Evangelis, yang hidup dalam pernikahan antar agama," Steinmeier meminta Gereja Katolik untuk mengizinkan umat Protestan menerima Ekaristi.
"Mari kita mencari cara untuk mengekspresikan ‘iman Kristiani bersama’ dengan cara berbagi dalam Perjamuan Terakhir dan Komuni," katanya. "Saya yakin: Ribuan orang Kristen dalam pernikahan antar agama sangat mengharapkan hal ini."

Seorang Protestan Jerman lainnya, artis kabaret Eckart von Hirschhausen, menegaskan posisinya secara diplomatis.

Berdiri bersama diatas panggung dengan kardinal Rainer Woelki dari Koln, yang adalah seorang pembela ajaran Gereja tentang Ekaristi, von Hirschhausen mengatakan kepada hadirin, "Saya tidak melihat adanya masalah yang perlu diperdebatkan secara publik tentang masalah ‘wafer’ itu." Masalah perubahan iklim, katanya, adalah topik yang "jauh lebih serius untuk dibicarakan".

Von Hirschhausen menambahkan bahwa, sebagai seorang pria Protestan yang menikah dengan seorang wanita Katolik, ia tunduk untuk membayar pajak Gereja. Karena itu, katanya, Gereja "lebih baik dengan gembira membagikan ‘wafer’ itu untuknya, atau mengembalikan uang pajak saya!" (Perhatikanlah: Von Hirschhausen menyebut Komuni Kudus sebagai ‘wafer’).

Ucapannya itu mengundang tepuk tangan meriah dari penonton yang kebanyakan adalah umat Katolik.

Namun Kardinal Woelki menentang penghujatan itu.

"Sebagai seorang Katolik, saya tidak akan pernah berbicara tentang wafer," katanya. Dengan menggunakan konsep ini saja menunjukkan bahwa kita memiliki pemahaman yang sangat berbeda (tentang Ekaristi). ... Di dalam Ekaristi, umat Katolik berhadapan dengan Kristus sendiri."

Siapa yang berkata ‘ya’ terhadap Ekaristi, haruslah berkata ‘ya’ terhadap Kehadiran Nyata dari Yesus Kristus di dalam Hosti. Karena itu bukanlah wafer.

Berbicara kemudian untuk EWTN, Kardinal Woelki mengingatkan pemirsa, "Di dalam Ekaristi, Kristus menyerahkan diri-Nya," dan mengatakan bahwa dalam menerima Dia maka Dia menjadikan kita sebagai "anggota Tubuh-Nya dan anggota-anggota Gereja-Nya."

Uskup agung Cologne mengatakan bahwa dia memahami, dalam perkawinan campuran, pasangan yang beragama Protestan mungkin menderita karena mereka tidak dapat menerima Ekaristi.

Namun, dia menambahkan, "sangatlah penting bahwa kita membuat masalahnya menjadi jelas: Siapa yang berkata ya kepada Ekaristi, maka dia juga harus berkata ya terhadap kepada Kehadiran Nyata." Penegasan ini, menurut Woelki, juga terkait dengan jawaban "ya" bagi Gereja Katolik, bagi Paus dan bagi Magisterium.

Saat acara Katholikentag menjelang berakhir di Münster selama akhir pekan, Cdl. Walter Kasper, mantan kepala Dewan Kepausan yang Mempromosikan Kesatuan Kristen, menegaskan dalam wawancara dengan media Vatican Insider bahwa semangat Vatikan II mendukung Komuni bersama dengan umat Protestan. Klaim Kasper ini kemudian dijawab pada hari Senin oleh Msgr. Nicola Bux, mantan penasihat Kongregasi untuk Ajaran Iman.

Dalam sebuah artikel untuk media La Nuova Bussola Quotidiana, Msgr. Nicola Bux menegaskan kembali ajaran Gereja bahwa untuk menerima Ekaristi, seseorang "harus mematuhi ... kepada iman yang diakui oleh Gereja Katolik." Nicola Bux menambahkan: “Kasper sendiri mengakui bahwa di Jerman masalahnya adalah banyaknya ketidakpedulian umat terhadap agama, sementara minat dalam masalah-masalah keagamaan sangat minim."

"Jadi, mengapa Konferensi Waligereja Jerman memberi begitu banyak dorongan untuk memberikan Komuni silang? Mengapa mereka tidak menghadapi sekularisasi ini dengan cara mempromosikan evangelisasi baru?" demikian tanya Nicola Bux.

"Dengan cara evangelisasi baru ini, bahkan mereka yang bukan Katolik, akan memiliki keinginan untuk menerima Ekaristi, dan mereka akan lebih dahulu dibantu untuk belajar tentang iman Katolik terutama mengenai Ekaristi," katanya. "Begitulah hambatan yang ada saat ini akan bisa diatasi."

Jadi, dengan membiarkan umat Protestan untuk menerima Komuni Kudus, Nicola Bux memperingatkan, bahwa uskup-uskup Jerman itu akan "menentang ajaran Kristus dan Magisterium," yang menyebabkan umat Kristiani "melakukan penghujatan dan penistaan."

Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/

CARDINAL EIJK: INTERCOMMUNION ADALAH TIDAK DAPAT DIMENGERTI !


Cardinal EIJK: INTERCOMMUNION ADALAH TIDAK DAPAT DIMENGERTI !

(Intercommunion  - Komuni silang – pemberian Komuni kepada umat non-Katolik)

NEWS: WORLD NEWS



by Stephen Wynne  •  ChurchMilitant.com  •  May 14, 2018   

 

Uskup Belanda menegur rencana uskup-uskup Jerman yang mau memberikan Komuni Kudus kepada umat Protestan.

Seorang uskup Belanda mengingatkan Paus Francis akan tugasnya untuk memperjelas doktrin Katolik.

Menulis dalam the National Catholic Register minggu lalu, Kardinal Willem Eijk dari Belanda mengecam kegagalan paus Francis untuk menolak rencana uskup-uskup Jerman untuk memberikan Komuni Kudus kepada umat non-Katolik.

Pada bulan Februari, para uskup Jerman mengajukan proposal untuk mengizinkan pasangan Katolik-Protestan untuk menerima Ekaristi Kudus tanpa dibaptis menjadi Katolik – ini adalah pelanggaran yang besar terhadap ajaran Gereja.

Bukanya menolak rencana tersebut, tetapi paus Francis justru menyerahkan masalah itu kepada para uskup Jerman untuk menemukan solusinya sendiri - sebuah langkah paus yang oleh Kardinal Eijk disebut "sepenuhnya tidak bisa dimengerti."

Namun sikap ambiguitas paus Francis dalam masalah komuni silang dengan Protestan ini bukanlah hal baru.

Berbicara di Gereja Lutheran Roma pada November 2015, Francis berkata, "Pertanyaan (mengenai umat Lutheran dan Katolik) untuk berbagi Perjamuan Tuhan (Komuni Kudus) tidaklah mudah bagi saya untuk menanggapinya, terutama di depan seorang teolog seperti kardinal Kasper."

Memperingatkan adanya pergeseran menuju kemurtadan, uskup agung Utrecht mengutip Pasal 675 katekismus, yang meramalkan adanya "ujian terakhir" di masa mendatang bagi Gereja: "Sebelum Kedatangan Kristus yang Kedua, Gereja harus melewati ujian terakhir yang akan mengungkapkan misteri ‘kedurhakaan '... dalam bentuk penipuan agama yang menawarkan kepada manusia solusi nyata terhadap masalah mereka dengan harga: kemurtadan terhadap Kebenaran."

Kardinal Eijk mengatakan kegagalan paus untuk menciptakan kejelasan atas ajaran Gereja, sangatlah membahayakan persatuan Gereja.

Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/

KARDINAL ARINZE : HENTIKAN INTERCOMMUNION ! (pemberian Komuni kepada umat non-Katolik)


KardINAL  ARINZE : hentikan INTERCOMMUNION  ! (pemberian Komuni kepada umat non-Katolik)

NEWS: WORLD NEWS



JADILAH KATOLIK KALAU INGIN MENERIMA KOMUNI KUDUS !
by Alexander Slavsky  •  ChurchMilitant.com  •  May 25, 2018    

BUCKFASTLEIGH, England (ChurchMilitant.com)  - Mantan kepala bagian liturgi mengatakan TIDAK untuk melakukan interkomuni (pemberian Komuni kepada umat non-Katolik), dimana dia menegaskan kembali bahwa Ekaristi hanya bagi umat Katolik yang berada dalam keadaan rahmat.

Dalam sebuah artikel di Catholic News Service hari Rabu, Kardinal Nigeria, Francis Arinze, menekankan bahwa memberikan Komuni Kudus kepada umat Katolik yang bercerai dan menikah kembali secara sipil, atau kepada pasangan Katolik dengan non-Katolik, telah menimbulkan tantangan yang "serius" terhadap ajaran Gereja.

Kardinal Francis Arinze mengecam ambiguitas doktrinal yang ada di dalam dokumen Amoris Laetitia, yaitu anjuran atau nasehat Paus Fransiskus tahun 2016 tentang perkawinan dan keluarga, yang telah mendorong semua keuskupan di seluruh dunia untuk memberikan Komuni Kudus bagi umat yang bercerai dan menikah kembali secara sipil.

"Jika seseorang bercerai dan menikah lagi (tanpa anulasi atas perkawinan pertama) maka disitu muncul masalah," kata Arinze, karena Kristus mengajarkan bahwa situasi ini adalah merupakan perzinahan.
Dia melanjutkan:
“Anda dapat melihat bahwa hal itu adalah tidak mungkin dilakukan. Bahkan meskipun semua uskup setuju, tetapi hal itu (pemberian Komuni Kudus kepada pezina) tidak boleh dilakukan. Ini adalah masalah yang serius, karena ini menyentuh iman akan Ekaristi Kudus dan juga bahwa perkawinan antara umat Katolik tidak dapat dibatalkan dan tidak ada kekuatan manusia yang dapat meceraikannya.”

Arinze telah bertugas sebagai kepala Kongregasi untuk Ibadat Ilahi di bawah Paus St. Yohanes Paulus II dan Paus Emeritus Benediktus XVI.

Kardinal Arinze juga menyinggung soal anjuran untuk memberikan Ekaristi kepada umat non-Katolik, dimana dia menegaskan "Ekaristi Kudus bukanlah milik pribadi kita yang dapat kita bagi-bagikan kepada teman-teman kita."

"Juga tidaklah dibenarkan jika kita saling memberikan ucapan salam damai kepada satu sama lain sementara Misa berlangsung. Setelah Misa selesai, anda dapat pergi ke ruang makan dan minum secangkir teh dan bahkan segelas bir dan sedikit kue. Nah disitulah salam damai itu anda bagikan. Itu tidak apa-apa. Tetapi (suasana) Misa Kudus tidaklah seperti itu," tambahnya.

Misa Kudus "bukanlah pelayanan ekumenis." Misa Kudus adalah "perayaan misteri Kristus yang mati bagi kita di kayu salib, yang merubah roti menjadi Tubuh-Nya dan anggur menjadi Darah-Nya, dan mengatakan kepada para rasul "Lakukanlah ini untuk mengenangkan Aku," demikian kata Kardinal Arinze.

"Perayaan Ekaristi adalah perayaan komunitas iman – yaitu mereka yang percaya kepada Kristus, mereka berkomunikasi di dalam iman, dan di dalam Sakramen-sakramen, dan di dalam kesatuan eklesiastik dengan para pastor mereka, uskup mereka dan Paus," lanjutnya. "Siapa saja yang bukan anggota dari komunitas itu tidak cocok sama sekali untuk menerima Komuni Kudus."

Kardinal Arinze.menjelaskan bahwa jika umat Protestan ingin menerima Komuni, maka mereka harus masuk ke dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik.

"Datanglah, anda akan diterima (dibaptis) ke dalam Gereja (Katolik), dan kemudian anda dapat menerima Komuni Kudus hingga tujuh kali seminggu. Jika tidak begitu, anda tidak boleh menerima Komuni," kata Arinze.

Ucapannya ini keluar ketika umat Katolik dan Protestan di negara-negara berbahasa Jerman bertemu di Münster, Jerman, untuk mengikuti sebuah konferensi Katolik, Katholikentag, di mana disitu ada beberapa orang yang menegaskan bahwa Komuni Kudus adalah Tubuh, Darah, Jiwa dan Keilahian Yesus Kristus, sementara orang-orang yang lain menganggapnya sebagai "wafer."

Bukannya meluruskan masalah ini, tetapi Paus Fransiskus malahan menyerahkan masalah itu kepada para uskup Jerman sendiri, dan meminta agar mereka mengambil keputusan "bulat" mengenai pemberian Komuni kepada pasangan Katolik-Protestan awal bulan ini setelah mengikuti sebuah konferensi di Vatikan.

Namun ada sejumlah uskup yang membela Sakramen Ekaristi. Jumlah uskup yang membela ini terus bertambah, termasuk di dalamnya adalah Cdl. Robert Sarah, kepala Kongregasi Ibadat Ilahi, Cdl. Gerhard Müller, mantan kepala Kongregasi untuk Ajaran Iman, Cdl. Willem Eijk dari Utrecht, Belanda, Uskup Agung Charles Chaput dari Philadelphia, Uskup Agung Terrence Prendergast dari Ottawa, Kanada dan Uskup Athanasius Schneider dari Kazakhstan di antara yang lain-lainnya.

Sejak penerbitan Amoris Laetitia, uskup-uskup dan kelompok-kelompok uskup di Argentina, Malta, Jerman dan Belgia telah ramai-ramai mengeluarkan instruksi pastoral yang memungkinkan bagi umat Katolik yang bercerai dan menikah kembali, yang hidup dalam perzinahan, untuk menerima Komuni Kudus, dimana hal ini bertentangan dengan ajaran dan praktik Gereja yang telah berlangsung selama ini. Namun, para uskup di Kanada dan Polandia, telah mengeluarkan pernyataan yang menegaskan kembali ajaran Gereja yang tetap dan tidak berubah.

Dan lebih dari 250 akademisi dan imam-imam menandatangani tindakan teguran kekeluargaan yang ditujukan kepada Paus Francis, Juli lalu, atas beberapa keraguan serius tentang efek dari bagian-bagian yang ada di dalam dokumen Amoris Laetitia tersebut. Namun tidak ada jawaban apapun yang diterima dari Bapa Suci.

"Kita tidak bisa berbuat lebih berbelas kasih daripada Kristus," demikian kata Kardinal Arinze.

"Jika ada di antara kita yang mengatakan bahwa dia mendapat izin dari Kristus untuk mengubah salah satu ajaran utama yang diberikan-Nya kepada kita di dalam Injil, maka kita ingin melihat izin itu dan juga tanda tangan-Nya."

Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/

Sunday, May 27, 2018

CARDINAL BURKE: UMAT KATOLIK HARUS MEMBUAT KRISTUS MERAJA ...



NEWSCATHOLIC CHURCH

CARDINAL BURKE:

UMAT KATOLIK HARUS MEMBUAT KRISTUS MERAJA DI TENGAH KEMURTADAN DALAM GEREJA SAAT INI

 


by Pete Baklinski 


ROMA, 18 Mei 2018 (LifeSiteNews) - Umat Katolik secara sadar harus menempatkan diri di bawah penguasaan Kristus sebagai Raja, di hadapan musuh-musuh Gereja yang saat ini berusaha “menyusup ke dalam kehidupan Gereja dan merusak Mempelai Kristus melalui kemurtadan terhadap Iman Apostolik,” demikian kata Kardinal Raymond Burke pada hari ini di Roma.

Kardinal Raymond Burke, salah satu penandatangan dubia dan pembela utama ortodoksi di dalam Gereja saat ini, menasihati para peserta konferensi tahunan Rome Life Forum, bahwa Kristus sebagai Raja haruslah memerintah atas Mempelai Wanita-Nya, atas dunia, dan juga harus memerintah atas hati manusia.

Dia mengatakan bahwa St. Paulus meringkas kebenaran ini dengan ajarannya tentang segala hal, seluruh alam semesta, agar dipulihkan, atau direkapitulasi, di dalam Kristus (Efesus 1:10).

Perkataan St. Paulus ini “merujuk pada tatanan dan kedamaian, keselamatan kekal, di mana Allah Bapa mengutus Putera Tunggal-Nya untuk menerima sifat manusia kita dan untuk menderita, mati, bangkit dari kematian dan naik menuju ke sebelah kanan Bapa,” katanya.

“Hal itu mengacu pada Misteri Iman, yang meyakinkan kita bahwa Kristus, yang duduk di sebelah kanan Bapa di dalam kemuliaan, tetap ada bersama kita di bumi, mencurahkan tujuh karunia Roh Kudus yang keluar dari dalam Hati-Nya yang ditusuk, secara tanpa batas dan tanpa henti, kepada Tubuh Mistik-Nya, Gereja, yaitu ke dalam hati manusia,” tambahnya.

Kardinal Burke mengatakan bahwa “di dalam Kristus ada tatanan yang benar dari segala sesuatu, persatuan langit dan bumi, seperti yang dikehendaki Bapa sejak semula.”

“Adalah ketaatan dari Allah Putra yang menjelma yang telah membangun kembali, memulihkan, persekutuan manusia yang awali dengan Tuhan dan, oleh karena itu, perdamaian di dunia. Ketaatan Kristus sekali lagi menyatukan semua hal, 'segala sesuatu yang ada di surga dan segala sesuatu yang ada di bumi,” tambahnya.

Burke menekankan bahwa kekuasaan Raja Kristus atas hati manusia bukanlah "idealisme yang hanya dapat dicapai oleh segelintir orang, tetapi sesungguhnya semua orang dipanggil kesitu."

“Hal ini lebih merupakan realitas rahmat ilahi yang membantu bahkan manusia yang paling lemah dan paling menderita, agar mencapai derajat kebajikan heroik, asalkan dia mau bekerja sama dengan rahmat ilahi,” katanya.

Sejumlah teolog Katolik yang setia kepada ajaran Gereja yang kekal tentang perkawinan, kehidupan moral, dan penerimaan Sakramen-sakramen, telah menyatakan keprihatinan mereka atas ajaran-ajaran baru dari tingkat tertinggi dalam Gereja, yang menyajikan kehidupan moral hanya sebagai "idealisme" untuk diraih, bukan realitas yang mengikat semua orang.

Kardinal Burke mengatakan bahwa umat Katolik yang setia harus mengizinkan Kerajaan Kristus untuk dilaksanakan dalam kehidupan mereka “sebagian besar, melalui hati nurani, 'suara Tuhan' yang mengekspresikan hukum-Nya yang tertulis, pada setiap hati manusia.”

“Karena itu, hati nurani, seperti yang sering dinyatakan secara keliru saat ini, tidak boleh dibentuk oleh pikiran dan keinginan tiap individu, tetapi haruslah dibentuk oleh kebenaran yang selalu memurnikan pikiran dan keinginan individu, dan mengarahkannya sesuai dengan hukum kasih kepada Tuhan dan sesama. Kepatuhan kepada kuasa Kristus hendaknya diungkapkan oleh tekad dan upaya untuk menyesuaikan semua pikiran, perkataan dan perbuatan seseorang dengan kehendak Kristus yang hidup bagi kita di dalam Tradisi Kerasulan yang menggelora,” katanya.

Beberapa uskup dan ahli teologi dalam jajaran tinggi Gereja telah menggambarkan hati nurani sebagai otoritas final dan tertinggi yang harus diikuti, bahkan meski hal itu bertentangan dengan hukum Tuhan dan ajaran Gereja.

Burke melanjutkan dengan menekankan betapa kekuasaan Kristus tidak hanya berlaku bagi umat Kristiani, tetapi juga bagi semua orang di dunia, termasuk mereka yang memegang jabatan politik.

“Kekuasaan Kristus, secara alami, adalah bersifat universal, yang artinya hal itu meluas kepada semua orang, di seluruh dunia. Ini bukanlah sebuah kekuasaan atas umat beriman atau hanya atas hal-hal yang berasal dari Gereja, tetapi atas semua manusia dan semua urusan mereka,” katanya.

“Kekuasaan Kristus itu dilaksanakan dari dalam Hati Kristus ke dalam hati manusia. Ia tidak berpretensi untuk memerintah langsung dunia ini, tetapi mengaturnya melalui manusia,” lanjutnya.

"Umat Kristiani yang memerintah negara dengan tidak menggunakan sarana Gereja, pada saat yang sama dipanggil untuk memberikan kesaksian yang heroik tentang kebenaran hukum moral, tentang hukum Allah. Jadi, kekuasaan Kristus dijalankan oleh hati yang menyatu dengan Hati Raja-Nya,”tambahnya.

Kardinal Burke mendorong keluarga-keluarga Katolik untuk menaruh gambar Hati Kudus Yesus di rumah mereka sebagai cara untuk menempatkan diri mereka di bawah pemerintahan Kristus sebagai Raja.

“Kekuasaan Raja Kristus di rumah akan membebaskan anggota keluarga dan keluarga sebagai anggota masyarakat luas, untuk menikmati hak-hak mereka dan memenuhi tugas-tugas mereka, sesuai dengan kehendak Allah. Universalitas kekuasaan Raja Kristus tercermin dari pemasangan gambar-gambar Hati Kudus Yesus di rumah-rumah dan di tempat-tempat lain dari segala kegiatan kita.”

Dia juga menguraikan bagaimana partisipasi dalam Ekaristi adalah “cara paling sempurna dan efektif dari transformasi hati manusia melalui persatuan dengan Hati Kristus, melalui penyerahan kepada kuasa-Nya yang berupa kasih yang murni dan tanpa pamrih.”



Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/