Tuesday, October 30, 2018

$ 1,8 JUTA DOLLAR DIGUNAKAN UNTUK PEMBAYARAN DENDA PENCABULAN


$ 1,8 JUTA DOLLAR DIGUNAKAN UNTUK PEMBAYARAN DENDA DALAM KASUS PENCABULAN OLEH KLERUS DI NEW YORK


NEWS: US NEWS




by David Nussman  •  ChurchMilitant.com  •  October 26, 2017  

Keuskupan Agung New York dan Keuskupan Brooklyn harus membayar denda kepada 6 orang korban pencabulan


NEW YORK (ChurchMilitant.com)  - Enam orang korban pelecehan seksual oleh imam-imam homoseksual telah menerima $ 1,8 juta dollar untuk penyelesaian kasusnya, dari Keuskupan Agung New York dan Keuskupan Brooklyn.

Pengacara mengumumkan penyelesaian ini pada hari Rabu. Sebanyak delapan orang imam terlibat dalam gugatan itu. Salah satu korban dari kasus ini adalah seorang wanita, dan lima lainnya adalah pria.

Mengomentari penyelesaian itu, seorang yang lolos dari pelecehan, Joelle Casteix, mengatakan kepada NY Daily News bahwa kepemimpinan pada keuskupan agung New York telah gagal untuk bahkan menangani perilaku para imam yang bejat ini.

"Mereka tidak melakukan apa pun untuk memberi tahu orang tua korban," tegasnya. "Dan mereka tidak melakukan apa pun untuk menjangkau para korban selama bertahun-tahun. Cardinal Dolan seharusnya malu akan hal ini." Tweet


 
Kard. Timothy Dolan, kepala keuskupan agung New York


Kardinal Timotius Dolan adalah kepala keuskupan agung New York, dan telah dikritik habis-habisan karena dia menutup mata terhadap amoralitas seksual dari beberapa klerus di keuskupan-agungnya. Pada 2015 dan 2016, Church Militant meliput kisah pastor Peter Miqueli, seorang imam homoseksual aktif di Keuskupan Agung New York yang menggelapkan lebih dari $ 1 juta dollar dari paroki-paroki untuk mendanai perilaku penyimpangannya yang mewah.

Hanya setelah perhatian media nasional mengalir untuk menyoroti skandal itu, Keuskupan Agung Dolan meminta Miqueli untuk turun. Dia tidak dipecat, tidak seperti klerus lain yang melakukan kesalahan yang jauh lebih ringan.

Ketika Michael Voris mewawancarai sumber anonim dari keuskupan agung di depan kamera, sumber itu mengatakan bahwa amoralitas seksual memang ditolerir dan dianggap normal di kalangan imam-imam di keuskupan agung New York.

Delapan imam yang terlibat dalam kasus Rabu itu adalah Mgr. John O'Keefe, pastor Herbert D'Argenio, Msgr. Casper Wolf, pastor Peter Kihm, pastor Ralph Labelle, pastor Francis Stinner, pastor Richard Gorman dan pastor Gennaro "Jerry" Gentile. Tiga dari imam ini telah meninggal, dan lima lainnya telah meninggalkan pelayanan imamat mereka.

Enam orang yang menerima penyelesaian denda Rabu itu mengalami pelecehan seksual oleh para klerus dalam insiden terpisah, ketika mereka masih muda. Insiden pelecehan terjadi dari tahun 1959–1988. Banyak dari kejahatan itu telah melewati undang-undang tentang pembatasan waktu kadaluwarsa, yang berarti penuntutan pidana terhadap para imam yang kejam itu tidak lagi layak di bawah hukum, karena terlalu banyak waktu yang telah berlalu.

Casteix, yang selamat dari pelecehan seks anak, mengatakan bahwa penyelesaian hukum seperti ini jauh dari ideal, tetapi merupakan salah satu dari beberapa hal yang dapat dilakukan korban untuk mencari keadilan dan menemukan penyembuhan.

"Ini bukanlah rencana yang sempurna," katanya. "Namun, bagi banyak orang yang selamat dari pelecehan seksual, itu adalah satu-satunya pilihan bagi mereka untuk maju."

Pengacara Michael Reck mengatakan, Keuskupan Agung New York masih memiliki satu putaran lagi atas kasus pelecehan seks yang akan segera diusut, dan para korban yang ingin mengambil bagian dapat mengajukan permohonan pada tanggal 1 November 2018 ini.

Di Keuskupan Brooklyn, batas waktu untuk mendaftarkan penyelesaian pelecehan berikutnya adalah 21 Desember 2018.

Pengacara Michael Reck mengumumkan bahwa korban pelecehan seks oleh klerus di Keuskupan Rockville Centre dapat mengajukan klaim pada 31 Desember nanti untuk mengurus penyelesaian yang akan datang.

Monday, October 29, 2018

INILAH SATNYA UNTUK MENGHENTIKAN ‘SIKAP DIAM’





KURBAN MCCARRICK:
INILAH SATNYA UNTUK MENGHENTIKAN ‘SIKAP DIAM’

News: US News



by David Nussman  •  ChurchMilitant.com  •  October 25, 2018   

 ‘James’, korban pencabulan oleh McCarrick, berbicara kepada Church Militant.

DETROIT (ChurchMilitant.com) - Seorang korban pemangsa homoseksual Theodore McCarrick mengatakan bahwa munculnya krisis saat ini di dalam Gereja adalah waktunya ketika keadilan harus diperhitungkan.

Church Militant telah mengadakan wawancara dengan "James," (nama samaran) yang dilecehkan secara seksual oleh McCarrick ketika dia masih di bawah umur. James berencana untuk tampil di acara yang berjudul ‘Silence Stops Now, sebuah pawai dan demonstrasi di Baltimore di luar tempat pertemuan tahunan uskup-uskup AS pada 13-14 November 2018.

James mengatakan tentang waktu sekarang ini dalam sejarah Gereja: "Ini adalah kesempatan untuk memberi tahu kepada dunia: 'Inilah saatnya untuk menghentikan sikap diam.'"

Pada 19 Juli, The New York Times mempublikasikan wawancara dengan James, di mana dia menggambarkan hubungan seksual McCarrick dengan dia mulai sejak dia pra-remaja. "Paman Ted" belum menjadi uskup ketika hubungan itu dimulai.

Selama pertukaran email dan wawancara telepon pada hari Kamis, James membahas panjang lebar tentang "Summer of Shame" tahun ini bagi Gereja Katolik di AS, dan dia mengatakan pada satu titik, "Saya sangat bersukacita selama beberapa hari setelah adanya kabar pada 20 Juni 2018 bahwa McCarrick telah pernah melakukan pencabulan sebelumnya dan bukti itu amat kredibel. Waktu bagi saya (untuk bersaksi) telah tiba." Tweet

"Akhirnya giliranku tiba," lanjut James, "untuk memberi tahu dunia tentang semua perbuatan tak bermoral di dalam Gereja dan bahwa kita selama ini telah dibohongi, ditipu, secara fisik atau emosional, selama bertahun-tahun."

James merujuk homili di YouTube mengenai skandal pelecehan oleh klerus yang dia katakan bahwa dia telah mendengarkan "setidaknya seratus kali" dalam beberapa bulan terakhir ini. Homili itu diberikan oleh Pastor Robert Altier dan dapat ditemukan di saluran YouTube Sensus Fidelium.

Dalam homili itu, pastor Altier berbicara tentang infiltrasi imamat dan seminari Katolik oleh orang-orang homoseksual aktif dan para pembangkang lainnya.

"Musim Panas Yang Memalukan' ini adalah hadiah dari Yesus," katanya, karena Gereja sedang dimurnikan. "Ini adalah sebuah pemurnian yang sebenarnya. Gereja dan dunia harus memang  dibersihkan – disikat sampai bersih, dalam arti yang sebenarnya."

James telah menulis surat kepada jaksa umum di negara-negara bagian di seluruh negeri tentang pelecehan seks oleh klerus: "Dalam 30 hari terakhir, saya menulis surat kepada setiap jaksa agung di negara bagian ini."

Dia juga menulis surat kepada jaksa agung Washington, D.C.

Sejak laporan grand jury Pennsylvania keluar pada bulan Agustus 2018, yang merinci dugaan kekerasan seksual anak di bawah umur oleh sekitar 300 imam dan religius di enam dari delapan keuskupan negara bagian, banyak jaksa agung dari seluruh negeri telah melakukan pemeriksaan kriminal di negara bagian mereka sendiri.

James telah menerima 'banyak ancaman pembunuhan dalam 120 hari terakhir.'Tweet

Jaksa Agung D.C mengumumkan penyelidikan atas penganiayaan seks oleh klerus, yang segera diikuti oleh jaksa agung Virginia. Berita baru-baru ini juga mengatakan bahwa pemerintah federal mengeluarkan panggilan kepada tujuh dari delapan keuskupan di Pennsylvania.

Berbicara lebih luas tentang kegagalan kepemimpinan Gereja, James mengatakan: "Gereja adalah pusat pengajaran moral. Tetapi ajaran ini telah berhenti. Dunia ini sangat busuk."

Pelecehan sex selama bertahun-tahun yang dialami James menyebabkan dia mengalami alkoholisme dan penyalahgunaan narkoba. "Yesus memberi saya momen kejelasan pada tahun 1991 untuk mengubah hidup saya, untuk lebih dekat kepada-Nya dan hidup lebih bebas," katanya. "Saya berhenti menggunakan narkoba dan alkohol. Saya bergabung dengan orang-orang lain dan mulai menjalani kehidupan yang lebih baik."

"Salib saya adalah alkoholisme," katanya. "Saya mengalahkan hal ini dengan doa ... dan puasa."

James mengatakan bahwa sejak dia menjadi terkenal dengan tuduhan-tuduhannya, dia khawatir akan keselamatan dirinya. Dia mengaku telah menerima "banyak ancaman pembunuhan dalam 120 hari terakhir."

VORTEX – SEBUAH ‘JEMBATAN’ YANG TERLALU JAUH






VORTEX – SEBUAH ‘JEMBATAN’ YANG TERLALU JAUH

Kejutan dari Roma

October 26, 2018


Saya Michael Voris datang kepada Anda dari Roma dalam beberapa hari terakhir dari Sinode Pemuda, di mana laporan saat ini memprediksi sesuatu yang agak luar biasa.

Hal itu belum berakhir sampai Roh Kudus selesai dinyanyikan, tetapi tampaknya telah ada apa yang dapat digambarkan sebagai penghentian perjalanan kereta homo pada sinode ini, pada menit terakhir, karena sepertinya paus sendiri telah menginjak rem pada seluruh keadaan yang terjadi.

Dokumen akhir yang akan dipilih pada akhir pekan ini adalah, dengan semua suara, penuh semangat, dan banyak laporan yang mengatakan, memang laporan itu sudah ditulis oleh kumpulan orang-orang ‘bidaah homo’ dan banyak dari apa yang terlihat di sini adalah ditujukan bagi sebuah pertunjukan - bahwa para kardinal dan uskup bidaah-homo yang telah menjalin serangkaian kemenangan selama beberapa tahun terakhir, telah berada dalam jarak satu inci saja untuk menunjukkan kemunculan ide mereka: bahwa Gereja akan merangkul homoseksualitas.
Tapi tiba-tiba, entah dari mana asalnya, kereta-homo’ itu berjalan keluar dari rel ketika paus sendiri tampaknya telah melangkah masuk dan membatalkan kegilaan spiritual ini.

Secara khusus, apa yang dibicarakan - seperti yang telah terjadi selama berbulan-bulan - adalah dimasukkannya akronim khusus "LGBT" - empat huruf yang membawa pukulan ideologi yang kuat.

Lebih dari sekedar mengemukakan bahwa, yang pertama, orang (homo) memang dilahirkan seperti itu, dan dua, ini (homosex) adalah identitas mereka, inti dari jati diri mereka, apa yang mendefinisikan diri mereka. (Hal ini sangat bertentangan dengan Kej 1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.)

Singkatan LGBT muncul dalam dokumen resmi Gereja yang mempersiapkan sinode itu pada paragraf 197, yang telah menyebarkan gelombang kejut ke seluruh dunia. Rumusan itu memang ada, besar dan berani, di dalam dokumen resmi Gereja, akronim LGBT, bersama dengan semua barang-bawaannya: yang berupa budaya-kejahatan.

Tetapi itu terjadi pada tanggal 19 Juni 2018. Keesokan harinya, berita tentang predator homoseks, Theodore McCarrick meledak, dan Gereja tercebur kedalam apa yang disebut "Musim Panas Yang Memalukan."

Anda tahu apa yang ada dibalik titik itu: ada kardinal-kardinal yang berkata bohong dengan mengatakan bahwa mereka tidak tahu apa-apa tentang itu, ada berbagai tuduhan dan laporan yang datang dari setiap sudut Gereja bukan hanya soal McCarrick, tetapi juga tentang perilaku predator homoseksual di seminari-seminari di mana pun di Barat, ada lagi laporan dewan juri Pennsylvania, ada Donald Wuerl yang kelabakan dibanjiri berbagai huru hara dalam jarak dekat berikutnya, dan akhirnya dia terpaksa harus mengundurkan diri, serta adanya beberapa panggilan dari pengadilan guna melakukan penyelidikan terhadap para uskup dan kardinal, di 15 negara bagian -- dengan lebih banyak lagi yang masih akan menyusul di belakangnya - serta adanya dua investigasi dari Departemen Kehakiman federal atas semua kejahatan ini, ratusan gugatan hukum, hingga legislatif negara bagian mulai meloloskan undang-undang yang mengangkat undang-undang pembatasan sehingga setiap korban tunggal dapat maju dan menuntut di depan pengadian, diskusi terbuka dari media sosial Katolik dan umat Katolik yang setia yang menuntut diakhirinya perbuatan yang membuat Gereja menjadi ramah-gay, di mana-mana imam yang baik dianiaya di dalam Gereja, karena kesetiaan mereka kepada Injil - dan seterusnya dan seterusnya.

Ini adalah sebuah angin puyuh - pusaran angin kencang - berita tanpa henti tentang masalah homoseksualitas di lingkungan klerus dan promosi homoseks oleh para ideolog yang berpikiran sesat yang telah menutup mata terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam kesibukan mereka dalam upaya mereka untuk menganggap bahwa kejahatan homoseks itu adalah normal.

Berbagai kesaksian meledak dan benar dan akurat - tiga di antaranya oleh uskup agung Viganò dalam dua bulan terakhir, dengan menunjuk langsung pada kejahatan homoseksualitas di dalam lingkungan klerus dan keinginan mereka untuk memutarbalikkan Gereja dan ajarannya - semua ini, setiap bagiannya, digabungkan, dan telah menciptakan badai sebesar ini, seperti suatu alarm dan peringatan bahwa tampaknya kemungkinan dokumen akhir sinode yang akan muncul akan memberikan semacam persetujuan untuk homoseksualitas, tetapi hal ini hanyalah sebuah jembatan yang terlalu jauh untuk dilalui oleh Francis, serta permintaan maaf kepada James Martin.

Di suatu tempat, di dalam jiwanya, atau di dalam pikirannya atau dalam perhitungannya, dengan alasan yang tidak diketahui secara pasti, tampaknya paus Francis memahami hal ini tidak dapat dilanjutkan, dan itu telah berakhir.

Paus sendiri belum muncul keluar dan mengatakan hal ini, tetapi beberapa kardinal terdekat dengannya - beberapa dari mereka yang menjadi pemandu-sorak-gay - tiba-tiba mulai berbicara tentang melestarikan doktrin Gereja dan tidak akan mengubah kata-kata dalam Katekismus.

Mereka tidak akan melakukan itu, terutama, mengingat sejarah mereka dalam semua ini, tanpa paus melangkah masuk. Dan berbicara tentang melangkah masuk, seorang paus tidak pernah campur tangan dalam penyusunan dokumen akhir dari sebuah sinode.

Intinya adalah bagi semua bapa peserta sinode agar menyiapkan sebuah dokumen sebagai pertimbangan dari mereka, setelah semua pekerjaan mereka selesai, dan kemudian paus akan meninjau semuanya, dan dia tidak membantu mempersiapkannya.

Tidak kurang dari surat kabar resmi Vatikan, L'Osservatore Romanoyang melaporkan bahwa ketika dokumen akhir sedang disusun Senin malam yang lalu, Paus Francis sendiri hadir dan mengambil bagian – tetapi hal itu tidak dilakukannya.

Dua pemukul berat dalam lingkaran paus Francis - Cdl. Luis Tagle dari Filipina dan Cdl.Reinhard Marx dari Jerman yang kemudian keluar pada saat konferensi pers minggu ini dan tampaknya mereka benar-benar mengesampingkan kemungkinan bahwa istilah LGBT akan ditaruh di mana saja dalam dokumen akhir sinode.

Semua ini adalah merupakan gempa spiritual dan politik di dalam Gereja, kekalahan telak bagi orang-orang macam James Martin.

Pada tingkat yang murni alami, tidak ada seorang Katolik yang setia yang pada awal sinode, tidak bisa melihat dengan tepat ke mana semua ini menuju: yaitu pelukan kepada homoseksualitas oleh Gereja Katolik, atau setidaknya, nampak seperti itu.

Dan di sanalah, semua persiapan ke arah itu sudah siap - bahkan sudah siap secara tertulis - dalam dokumen resmi dalam surat resmi Gereja - semuanya telah dipersiapkan. Semua yang dibutuhkan sekarang adalah untuk pertunjukkan sirkus sebuah sinode, dengan menggunakan orang-orang muda untuk memberikan kesan bahwa mereka perlu berbicara dengan dunia untuk mengadopsi pendekatan dunia.

Tidak ada yang akan menghentikan mereka – hal itu sejak 19 Juni lalu.

20 Juni, realitas dari semua kejahatan ini mulai terungkap dan terurai dan diseret kepada terang: bahwa para pemimpin Gereja yang telah mengizinkan ide ini dan menutupinya dan untuk mempromosikannya harus berurusan dengan konsekuensi besar dan masif dari semua itu, yang akan terjadi berlarut-larut selama bertahun-tahun ke depan.

Penting sekali - itulah sebabnya kami melakukan hal ini: puluhan juta Rosario dan permohonan dari hati umat Katolik yang setia, yang merasa putus asa atau hampir putus asa, yang menangis dan memohon kepada Surga untuk menyelamatkan Gereja dari semua kejahatan ini. Tidak ada yang lebih penting dari kenyataan ini. Pusaran dari segala sesuatu dan kebingungan yang dibuka ini telah diijinkan oleh Surga untuk terjadi, guna menjawab doa-doa kita.

Pertarungan masih belum berakhir. Dan ini tidak pernah berakhir dalam kehidupan ini, tetapi jika ini semua berhasil akhir pekan ini, pada saat pemungutan suara terakhir atas dokumen seperti yang terlihat saat ini, hal ini merupakan pukulan telak bagi setan dalam kesombongannya untuk semakin merusak Gereja.

Tentu saja, orang-orang yang mengalami ketertarikan terhadap sesama jenis layak mendapatkan belas kasih dan rasa hormat dan cinta dalam perjuangan mereka sehari-hari - seperti halnya setiap orang - tetapi adalah jahat dan tidak Katolik jika membatasi pandangan seseorang - siapa pun - untuk menjebloskan mereka kedalam "permasalahan" mereka  sendiri - apa pun masalah itu – dan menyangkal kemuliaan kepenuhan mereka sebagai makhluk yang diciptakan seturut rupa Allah Yang Mahakuasa oleh Allah Sendiri.

Itulah yang dilakukan oleh istilah LGBT, itulah yang dimaksudkan untuk dilakukan dan itulah mengapa Gereja tidak pernah dapat mengadopsinya.

Agak aneh untuk memberikan kata akhir dari Vortex ini pada malam pemilihan besok dengan mengutip - dari semua orang - Cdl. Marx – orang yang sangat dekat dengan Paus.

Namun dia keluar secara terbuka dua hari lalu, setelah paus muncul, dan mengatakan istilah LGBT berikut: "Kita tidak boleh membiarkan diri kita dipengaruhi oleh tekanan ideologis, atau menggunakan rumusan yang bisa dieksploitasi."

Anda mendengar hal itu benar.

Jembatan yang perlu dibangun bagi orang-orang Katolik dengan ketertarikan kepada sesama jenis adalah jembatan yang sama yang perlu dibangun bagi setiap umat Katolik, yang berjalan dari kamar pengakuan dosa menuju Surga.

Melaporkan kepada Anda dari Roma, sehari sebelum kesimpulan dari sinode, saya, Michael Voris dari Church Militant.