Monday, March 29, 2021

Orang dalam WHO ‘meniup peluit’

 

Orang dalam WHO ‘meniup peluit’ tentang Gates dan kediktatoran kesehatan global dari GAVI

 https://www.lifesitenews.com/opinion/who-insider-blows-whistle-on-gates-and-gavi

 

Kini sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa WHO tidak dapat dikompromikan. Karena pendanaannya - yang sebagian besar berasal dari '‘satu-negara-dalam-diri-satu-orang” yang bernama Bill Gates, – WHO telah gagal menyelesaikan mandat aslinya. Lebih buruk lagi, WHO kini melayani ‘para majikannya’ dan melalui kekuatan diktatornya, WHO pada dasarnya menghancurkan, bukan meningkatkan, kesehatan dunia.

 

Mon Mar 22, 2021 - 2:53 pm EST 

·        


Dr. Astrid Stuckelbergerbitchute screenshot

 

By Dr. Joseph Mercola 

 

Sekilas cerita:

• WHO telah mengubah keamanan kesehatan global menjadi sebuah kediktatoran, di mana direktur jenderal WHO memiliki kekuasaan tunggal untuk membuat keputusan yang harus dipatuhi oleh semua negara anggota.

• Menurut orang dalam dan telah bekerja cukup lama di WHO, aliansi vaksin Bill Gates, GAVI, telah mengarahkan segala keputusan WHO.

• GAVI memiliki kantor pusat di Swiss. Pada tahun 2009, GAVI telah diakui sebagai lembaga internasional dan diberi ‘kekebalan’ menyeluruh, termasuk kekebalan terhadap sanksi pidana. Ia juga dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.

• Pada 2017, Gates diminta menjadi bagian dari dewan eksekutif WHO - seperti yang dimiliki oleh negara-negara anggotanya - karena dukungan pendanaannya yang besar kepada WHO. Sementara itu  "negara-bangsa milik seorang Bill Gates" yang tidak secara resmi dipilih, dia telah diberikan kekuatan pengaruh tidak resmi oleh WHO.

• Swissmedic, Badan Pengawas Obat dan Makanan Swiss, telah menandatangani perjanjian kontrak tiga pihak dengan Gates dan WHO. Negara-negara anggota WHO lainnya juga telah ikut serta  menandatangani perjanjian tiga pihak ini

 

 

20 Maret 2021 (Mercola) - Oke teman-teman, hari ini Anda benar-benar menikmati. Kami telah menyajikan banyak hal sebelumnya, tetapi ini akan membantu menempatkannya dalam perspektif yang tepat. Itu adalah fase kita sekarang. Kita memiliki fakta, kita hanya perlu memahami apa artinya dan menafsirkannya dengan benar. Ini adalah artikel yang sangat penting. Ia mengkatalisasi pemahaman saya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Faktanya jelas: seluruh tanggapan terhadap pandemi global difasilitasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Rekomendasi mereka diikuti selangkah demi selangkah oleh hampir setiap pemerintah di Bumi. Tidak ada orang atau pemerintah yang akan membantah fakta ini. Poin data berikutnya adalah: Siapa yang mengontrol WHO? Beberapa orang akan membantah hal ini, tetapi buktinya cukup jelas dan kuat. Itu adalah Bill Gates, yang menjadi penyandang dana terbesar WHO ketika Presiden Trump saat itu mencabut dukungan AS terhadap WHO tahun lalu.

 

Apa keuntungan Gates dari mengendalikan WHO? Bagaimana dengan investasi terbaik yang pernah dia lakukan, dengan puluhan miliar dolar mengalir melalui GAVI Vaccine Alliance “seolah nirlaba” miliknya? Tindakan penindasan dan penyensoran gila-gilaan terhadap alternatif alami yang tidak mahal untuk menangani COVID-19 sangat masuk akal sekarang.

 

Berbagai terapi alami ini, hidrogen peroksida dalam bentuk gas (nebul) untuk dihisap adalah contoh terbaik, akan menjadi persaingan serius untuk mendapatkan vaksin. Jika semua orang tahu bahwa pengobatan ini sudah tersedia sejak lama, dimana ia sangat efektif dan praktis gratis, siapa yang akan mau mempertaruhkan nyawa mereka untuk mendapatkan vaksin? Hampir tidak ada. Semuanya masuk akal.

 

Dengan kerangka pengetahuan seperti itu, nikmatilah informasi yang telah dikumpulkan oleh tim kami yang mengembangkan konsep umum ini. Setiap hari kami menyusun potongan-potongan puzzle, dan semakin banyak potongan yang kami pasangkan, semakin cepat Anda melihat gambaran yang lebih besar. Pengetahuan kita akan lebih banyak lagi yang akan datang dalam waktu dekat. 

 

Orang dalam WHO berbicara

 

Pada Juli 2020, empat pengacara Jerman mendirikan Komite Penyelidikan Ekstra Parlemen Corona Jerman (Außerparlamentarischer Corona Untersuchungsausschuss). Dalam video di atas, para anggota pendirinya, dipimpin oleh Dr. Reiner Fuellmich, melakukan wawancara dengan Astrid Stuckelberger, Ph.D. , orang dalam WHO, soal apa yang dia temukan tentang Bill Gates dan GAVI, Aliansi Vaksin.

 

Stuckelberger menjabat sebagai wakil direktur program penuaan nasional Swiss sejak 1990-an, dan merupakan presiden Jaringan Internasional Jenewa tentang Penuaan yang didanai WHO.

 

Menurut biografinya, dia “adalah pakar yang diakui secara internasional dalam berbagai masalah yang berkaitan dengan evaluasi penelitian ilmiah untuk pembuat kebijakan, khususnya dalam penilaian kesehatan dan inovasi, pelatihan manajemen pandemi dan keadaan darurat, serta dalam mengoptimalkan kesehatan dan kesejahteraan individu dan populasi.”

 

Dia juga seorang penulis terkenal, dengan lusinan buku karyanya, serta lebih dari 180 artikel ilmiah, makalah kebijakan, dan laporan pemerintah dan internasional. Stuckelberger menunjukkan bahwa banyak dari penelitian yang dilakukannya telah dan masih sangat dipolitisasi dan terutama dilakukan untuk mendukung dan membenarkan keputusan politik.

 

Selama 20 tahun terakhir, sejak 2000, Astrid Stuckelberger terlibat dengan urusan kesehatan masyarakat di WHO, dan menjadi bagian dari komite etika penelitian mereka selama empat tahun. Pada tahun 2009, dia terlibat dengan pembuatan peraturan kesehatan internasional WHO.

 

Stuckelberger menunjukkan bahwa semua tujuan dari peraturan kesehatan internasional WHO adalah untuk mempersiapkan negara-negara anggota agar siap menghadapi pandemi, agar tidak hanya dapat mencegah wabah tetapi juga merespons dengan cepat ketika terjadi wabah. Namun, sebenarnya WHO telah aktif menghalangi dan menggerogoti upaya pelatihan kesiapsiagaan pandemi ini. 

 

Pusat korupsi

 

Menurut Astrid Stuckelberger, Swiss berada di jantung korupsi, sebagian besar adalah karena Swiss menjadi markas GAVI, Aliansi Vaksin yang didirikan oleh Bill Gates. Pada tahun 2009, Aliansi GAVI diakui sebagai lembaga internasional dan diberi status kekebalan yang menyeluruh.

 

Sebagaimana dijelaskan oleh Justus Hoffmann, Ph.D., salah satu anggota Komite Penyelidikan Ekstra Parlemen Corona Jerman, GAVI, Aliansi Vaksin, memiliki "kekebalan diplomatik yang memenuhi syarat," yang aneh, mengingat organisasi tersebut tidak memiliki kekuatan politik yang akan menjamin kekebalan diplomatik. Yang lebih aneh lagi, klausul kekebalan GAVI ini bahkan melampaui klausul kekebalan seorang diplomat. Kekebalan GAVI mencakup semua aspek keterlibatan, termasuk transaksi bisnis kriminal.

 

GAVI adalah organisasi nonpemerintah yang diizinkan untuk beroperasi tanpa membayar pajak apa pun, sementara itu ia juga memiliki kekebalan total atas segala kesalahan yang mereka lakukan.

 

“Mereka dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan, tanpa akibat,” demikian kata Astrid Stuckelberger. Polisi, misalnya, dilarang melakukan penyidikan dan pengumpulan barang bukti jika GAVI terlibat dalam sebuah penyidikan kriminal. “Sungguh mengejutkan,” katanya. GAVI juga sepenuhnya bebas pajak, yang menurut Stuckelberger "sangat sangat aneh."

 

Pada dasarnya, GAVI adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang diizinkan untuk beroperasi tanpa membayar pajak apa pun, sekaligus memiliki kekebalan total atas segala kesalahan yang mereka lakukan, dengan sengaja atau pun tidak. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya, dan ini menimbulkan banyak pertanyaan. Ini sangat mengganggu mengingat bukti yang diklaim oleh Stuckelberger yang menunjukkan bahwa GAVI "mengarahkan, sebagai entitas korporat, organisasi sebesar WHO."

 

Lebih lanjut, dokumen yang dikutip oleh Astrid Stuckelberger menunjukkan bahwa WHO telah menyatukan kekuasaan diktator di seluruh dunia. Direktur jenderalnya memiliki kekuasaan tunggal untuk membuat keputusan - termasuk keputusan tentang tes atau obat pandemi mana yang akan digunakan - yang kemudian harus dipatuhi oleh semua negara anggota. 

 

‘Satu negara dalam diri satu orang’, di dalam diri Bill Gates

 

Terlebih lagi, Astrid Stuckelberger mendapati fakta bahwa, pada tahun 2017, Gates sebenarnya meminta untuk menjadi bagian dari dewan eksekutif WHO – dengan hak seperti sebuah negara yang menjadi anggota - karena dia memberi WHO begitu banyak uang. Memang, dana dari Gates jauh lebih banyak daripada negara-negara lain yang menjadi anggotanya.

 

Seperti yang dikatakan Stuckelberger, ini benar-benar luar biasa - gagasan bahwa seseorang, sendirian,  bisa memiliki kekuatan dan pengaruh yang sama atas WHO seperti halnya seluruh bangsa. Ini adalah perebutan kekuasaan yang kurang ajar. Meskipun tidak ada bukti bahwa Gates pernah secara resmi diberi status sebagai sebuah negara anggota, tetapi banyak orang bertanya-tanya apakah dia tidak memiliki status atau hak itu secara tidak resmi.

 

Satu hal yang menimbulkan kecurigaan Stuckelberger adalah fakta bahwa Swissmedic, Food and Drug Administration of Switzerland, telah menandatangani perjanjian kontrak tiga pihak dengan Gates dan WHO. “Ini sangat tidak normal,” katanya.

 

Intinya, secara ringkas, tampak bahwa ketika dia tidak dipilih sebagai ‘satu negara dalam diri satu orang’, Gates membuat kontrak tiga pihak dengan negara-negara anggota dan WHO, yang pada dasarnya Gates telah menempatkan dirinya setara dengan WHO sendiri. Seperti yang disebutkan sebelumnya, apapun yang dikatakan oleh direktur jenderal WHO, tetaplah hal itu musti dilaksanakan. Mereka secara efektif mengubah keamanan kesehatan global menjadi sebuah kediktatoran.

Pertanyaannya adalah, apakah Gates adalah kekuatan sebenarnya yang ada di balik tirai? Apakah dia yang mendikte direktur jenderal apa yang harus dilakukan? Jika Anda melihat ke belakang selama setahun terakhir, nampak bahwa Gates sering menjadi orang pertama yang mengumumkan apa yang perlu dilakukan dunia untuk mengatasi pandemi, dan kemudian disusul WHO mengeluarkan pesan yang sama, yang kemudian dipuji-puji dan diikuti oleh para pemimpin dunia.

 

Seperti dicatat oleh Fuellmich, semakin jelas bahwa banyak kemitraan swasta-publik telah dibajak oleh pihak swasta - dan mereka kebal dari segala kewajiban. “Ini harus dihentikan,” katanya.

 

Peninjauan dan perombakan lengkap PBB, yang membentuk WHO, juga diperlukan karena PBB tidak melakukan apa pun untuk mencegah atau mengendalikan aktivitas yang tidak demokratis dan ilegal ini. Seperti yang dikemukakan oleh Fuellmich, kita mungkin perlu mempertimbangkan kembali apakah kita membutuhkan PBB / WHO atau tidak. 

 

Definisi pandemi yang dirubah memungkinkan munculnya kediktatoran kesehatan

 

Dalam wawancara tersebut, mereka juga menyoroti peran WHO dalam menyiapkan panggung untuk munculnya kediktatoran kesehatan global dengan cara mengubah definisi "pandemi." Definisi asli WHO, sebelum 2009, tentang pandemi adalah:

… Ketika virus influenza baru muncul, dimana populasi manusia tidak memilliki kekebalan terhadapnya, hingga mengakibatkan epidemi secara simultan muncul di seluruh dunia dengan jumlah kematian dan kesakitan yang sangat besar.

 

Bagian kunci dari definisi itu adalah "sejumlah besar kematian dan kesakitan." Definisi ini diubah sebulan menjelang pandemi flu babi 2009. 

Perubahannya sederhana namun substansial: Mereka hanya menghapus kriteria tingkat keparahan dan kematian yang tinggi, dengan menyisakan definisi pandemi sebagai "epidemi penyakit di seluruh dunia." Perubahan dalam definisi ini adalah alasan mengapa COVID-19 sejak dulu dan hingga kini masih dianggap sebagai pandemi meskipun ia tidak pernah menyebabkan kematian yang berlebihan.

 

Kita sekarang memiliki banyak data yang menunjukkan tingkat kematian COVID-19 setara dengan flu musiman. Ini mungkin berbeda dalam hal gejala dan komplikasi, tetapi angka kematian sebenarnya hampir sama. Namun kami diberitahu bahwa harga yang harus kami bayar untuk menjaga diri kami dan orang lain aman dari virus ini adalah berupa melepaskan hak-hak sipil dan kebebasan kita.

 

Singkatnya, dengan menghilangkan kriteria penyakit parah yang menyebabkan morbiditas tinggi, maka hal ini membuat infeksi yang makin tersebar secara geografis sebagai satu-satunya kriteria pandemi, dimana WHO dan para pemimpin teknokratis dunia mampu memperdaya penduduk global untuk menyerahkan hidup dan mata pencaharian kita semua.

 

 

WHO menulis ulang sains dengan mengubah definisi imunitas kelompok

 

WHO juga secara radikal mengubah definisi "kekebalan kelompok" Kekebalan kelompok terjadi ketika cukup banyak orang memperoleh kekebalan terhadap penyakit menular tertentu sehingga tidak dapat lagi menyebar secara luas di masyarakat. Ketika jumlah orang yang rentan cukup rendah untuk mencegah pertumbuhan epidemi, maka kekebalan kelompok dikatakan telah tercapai.

 

Sebelum vaksin diperkenalkan, semua kekebalan kelompok dicapai melalui paparan dan pemulihan dari suatu penyakit menular. Akhirnya, seiring dengan meluasnya vaksinasi, konsep imunitas kelompok berkembang tidak hanya mencakup imunitas yang didapat secara alami yang berasal dari penyakit sebelumnya, tetapi juga imunitas yang diperoleh dengan vaksin sementara, yang dapat terjadi setelah orang divaksinasi.

 

Namun, pada Oktober 2020, WHO menjungkirbalikkan sains seperti yang kita kenal, merevisi konsep yang telah mapan ini dalam sebuah langkah Orwellian, yang secara total menghilangkan faktor infeksi alami dari definisinya.

 

Hingga Juni 2020, definisi WHO tentang kekebalan kelompok, yang diposting di salah satu halaman Tanya Jawab COVID-19, sejalan dengan konsep yang diterima secara luas yang telah menjadi standar untuk penyakit menular selama beberapa dekade. Inilah yang awalnya dikatakan:

 

Kekebalan kelompok adalah perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika suatu populasi menjadi kebal, baik melalui vaksinasi atau kekebalan yang tumbuh karena infeksi sebelumnya.

 

Definisi terbaru dari kekebalan kelompok, yang muncul pada Oktober 2020, berbunyi sebagai berikut: 'Kekebalan kelompok', juga dikenal sebagai 'kekebalan populasi', adalah konsep yang digunakan untuk vaksinasi, di mana suatu populasi dapat dilindungi dari virus tertentu jika ambang batas vaksinasi tercapai. Kekebalan kelompok dicapai dengan melindungi orang dari suatu virus, bukan dengan membuat mereka terpapar virus.

 

Vaksin mendorong sistem kekebalan tubuh kita untuk membuat protein yang melawan penyakit, yang dikenal sebagai 'antibodi', seperti yang akan terjadi ketika kita terpapar suatu penyakit, tetapi - yang terpenting - vaksin itu bekerja tanpa membuat kita sakit.

 

Orang yang divaksinasi dilindungi dari penyakit yang dimaksud dan tidak menularkannya, memutus rantai penularan. Dengan kekebalan kelompok, dimana sebagian besar populasi divaksinasi, akan menurunkan jumlah keseluruhan virus yang dapat menyebar ke seluruh populasi.

 

Setelah reaksi publik - dan tidak diragukan lagi: memalukan, WHO merevisi definisinya lagi pada 31 Desember 2020, untuk kembali memasukkan penyebutan infeksi alami, sambil tetap menekankan kekebalan yang didapat dari vaksin. Sekarang terbaca:

 

'Kekebalan kelompok', juga dikenal sebagai 'kekebalan populasi,' adalah perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika suatu populasi kebal, baik melalui vaksinasi atau kekebalan yang tumbuh melalui infeksi sebelumnya.

 

WHO mendukung pencapaian 'kekebalan kelompok' ini melalui vaksinasi, bukan dengan membiarkan penyakit atau virus menyebar melalui segmen populasi mana pun, karena hal ini akan mengakibatkan kasus dan kematian yang tidak perlu.

 

Kekebalan kelompok terhadap COVID-19 harus dicapai dengan melindungi orang melalui vaksinasi, bukan dengan memaparkan mereka pada patogen penyebab penyakit.

 

 

Rekomendasi WHO untuk tes PCR adalah tindakan 'kriminal yang disengaja' 

Astrid Stuckelberger juga mengejutkan Komite Penyelidikan Ekstra Parlemen Corona dengan menunjukkan bahwa dua kali – pada 7 Desember 2020, dan 13 Januari 2021 - WHO mengeluarkan peringatan medis untuk dilakukannya pengujian PCR, dan memperingatkan bahwa penggunaan ambang batas siklus tinggi (CT) akan menghasilkan tingkat positif palsu yang tinggi, bahwa nilai CT harus dilaporkan kepada penyedia layanan kesehatan dan bahwa hasil tes dipertimbangkan dalam kombinasi dengan pengamatan klinis, riwayat kesehatan dan informasi epidemiologi lainnya.

 

Namun sejak awal pandemi, WHO telah mendorong pengujian PCR sebagai cara terbaik untuk mendeteksi dan mendiagnosis infeksi. Ini, kata Stuckelberger, membuat WHO menjadi kriminal yang disengaja. Dan peringatan produk medis pada 13 Januari 2021, yang kebetulan diposting online pada 20 Januari 2021, hanya beberapa jam setelah pelantikan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat.

 

Dalam peringatan ini, WHO menekankan bahwa "CT yang diperlukan untuk mendeteksi virus berbanding terbalik dengan viral load pasien," dan bahwa "Jika hasil tes tidak sesuai dengan gambaran klinis, spesimen baru harus diambil dan diuji ulang."

 

Ini juga mengingatkan pengguna bahwa "prevalensi penyakit mengubah nilai prediksi hasil tes", sehingga "saat prevalensi penyakit menurun, risiko positif palsu meningkat." Peringatan itu selanjutnya menjelaskan:

 

Ini berarti bahwa  kemungkinan seseorang yang memiliki hasil positif (SARS-CoV-2 terdeteksi) dan benar-benar terinfeksi SARS-CoV-2 menurun, seiring dengan penurunan prevalensi, terlepas dari spesifisitas yang diklaim. Sebagian besar tes PCR diindikasikan sebagai bantuan untuk menegakkan diagnosis. Oleh karena itu, para penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan hasil apa pun dalam kombinasi dengan waktu pengambilan sampel, jenis spesimen, spesifikasi tes, pengamatan klinis, riwayat pasien, status terkonfirmasi dari setiap kontak, dan informasi epidemiologi.

 

Mempertimbangkan gejala pasien dan menggunakan jumlah CT yang dapat dipertahankan secara ilmiah, seharusnya menjadi praktik rutin sejak awal. Namun hal ini tidak sesuai dengan keinginan dan narasi geopolitik. Sejak dimulainya pandemi, WHO telah merekomendasikan penggunaan CT yang menjamin sejumlah besar hasil positif palsu, dan oleh karena itu ia dianggap sebagai “kasus penyakit,” padahal bukan. Dengan cara ini saja mereka mempertahankan ketakutan pandemi terus berlangsung.

 

Konsensus ilmiah telah lama menyatakan bahwa lebih dari 35 CT menyatakan bahwa tes PCR tidak berguna, karena akurasinya hanya 3% --- dan yang 97% adalah positif palsu. Dengan akhirnya merekomendasikan CT yang lebih rendah dan kriteria yang lebih tepat untuk diagnosis, WHO merekayasa hasil yang pasti dari beban kasus pada waktu yang diinginkan. Secara kebetulan, keesokan harinya, 21 Januari 2021, Presiden Biden mengumumkan akan memulihkan dukungan keuangan AS untuk WHO. 

 

Inilah saatnya untuk mengakhiri mafia kesehatan global

 

WHO semula dibentuk sebagai badan khusus PBB, yang didirikan pada tahun 1948 untuk memajukan kerja sama internasional guna meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat. Ia diberi mandat yang luas di bawah konstitusinya untuk mempromosikan pencapaian "tingkat kesehatan tertinggi" oleh semua orang.

 

Sekarang tidak dapat disangkal bahwa WHO tidak dapat dikompromikan. Karena pendanaannya - sebagian besar berasal dari "negara-bangsa satu orang -- Gates" – telah gagal menjalankan mandat aslinya. Lebih buruk lagi, WHO melayani para majikan dan melalui kekuatan diktatornya yang pada dasarnya menghancurkan, bukan meningkatkan, kesehatan dunia.

 

Pada bulan Juni 2010, Council of Europe Parliamentary Assembly (PACE) mengeluarkan sebuah laporan tentang penanganan WHO terhadap pandemi novel influenza A (H1N1) tahun 2009, yang mencakup rekomendasi untuk menggunakan vaksin jalur cepat yang akhirnya menyebabkan kecacatan dan kematian di berbagai bagian dunia.

 

PACE menyimpulkan “penanganan pandemi oleh WHO, badan kesehatan Uni Eropa, dan berbagai pemerintah nasional menyebabkan pemborosan uang publik dalam jumlah besar, dan rasa ketakutan yang tidak wajar dan tidak dapat dibenarkan tentang risiko kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat Eropa.”

 

Secara khusus, PACE menemukan “bukti luar biasa bahwa keseriusan pandemi sangat dibesar-besarkan oleh WHO,” dan bahwa industri obat telah mempengaruhi pengambilan keputusan organisasi - klaim yang juga digaungkan oleh penyelidik lain.

 

Majelis membuat sejumlah rekomendasi, termasuk meminta transparansi yang lebih besar, tata kelola kesehatan masyarakat yang lebih baik, perlindungan terhadap pengaruh yang tidak semestinya oleh berbagai kepentingan pribadi, pendanaan publik untuk penelitian independen, dan yang tak kalah pentingnya, agar media “menghindari sensasi dan ketakutan di bidang kesehatan masyarakat.”

 

Tidak satu pun dari rekomendasi tersebut diikuti dan, jika ada, kesalahan pengelolaan kesehatan masyarakat oleh WHO, berkat kemitraan swasta-publik dengan LSM seperti GAVI, semakin memburuk. Laporan lain, dua buah yang telah diterbitkan pada 2015 dan satu pada 2017, juga menyoroti kegagalan WHO dan kurangnya kepemimpinan yang tepat selama wabah Ebola 2013 hingga 2015 di Afrika Barat.

 

Meskipun WHO diakui secara unik cocok untuk menjalankan fungsi-fungsi utama yang diperlukan dalam pandemi global, para ahli di London School of Hygiene and Tropical Medicine, dan Harvard Global Health Institute, telah menunjukkan, bertahun-tahun lalu, bahwa WHO telah mengikis begitu banyak kepercayaan, bahwa reformasi radikal diperlukan sebelum dapat mengambil peran yang bermanfaat.

 

Namun di sinilah kita melihat bahwa WHO masih terus dan tidak ada reformasi yang terjadi. Sebaliknya, korupsi makin membusuk dan menjalar, dan WHO berubah menjadi pusat kekuatan bagi ‘negara bayangan’ yang teknokratis yang berusaha untuk mengambil alih kekuasaan dan kendali atas semua negara.

 

Seperti yang dikemukakan oleh Fuellmich, kita perlu mencermati WHO dan PBB, dan memutuskan apakah mereka layak untuk dipertahankan. Minimal, pengaruh yang tidak proporsional oleh kepentingan pribadi, yang menyamar sebagai LSM seperti GAVI, harus diselidiki dan disingkirkan secara menyeluruh.

 

-------------------------------

 

Diam-Diam Bill Gates Menyerang Lagi

Paus Francis: Yesus Menyerahkan Maria Kepada Kita Sebagai Ibu, Bukan Sebagai Mitra Penebus

Viganò: Apakah Covid Merupakan Awal Dari Neraka Di Bumi?

LDM, 24 Maret 2021

Enoch, 22 Maret 2021

Apa Alasan Kasus Kerasukan Setan Semakin Banyak Terjadi Saat Ini?

LDM, 28 Maret 2021