Monday, March 8, 2021

Kristus Disingkirkan Lebih Dulu

 

KRISTUS DISINGKIRKAN LEBIH DULU

 

By Elizabeth A. Mitchell

 

https://www.thecatholicthing.org/2021/03/07/christ-was-cancelled-first/?utm_source=the+catholic+thing+daily&utm_campaign=73f8a5cfbc-email_campaign_2018_12_07_01_02_copy_28&utm_medium=email&utm_term=0_769a14e16a-73f8a5cfbc-244061125

 

 

Penyangkalan Petrus

 *Image: The Denial of Saint Peter by Jusepe de Ribera, c. 1615-16 [Galleria Nazionale d’Arte Antica, Palazzo Corsini, Rome]. In content and in style, this Ribera masterpiece was modeled on Caravaggio’s painting of the same title, now in New York’s MET. (Peter is furthest to the right.)

 

SUNDAY, MARCH 7, 2021 

Di halaman istana Imam Agung, pada malam Kamis Putih, rasa takut yang nyata mencengkeram hati Petrus. Gurunya (Yesus) ditangkap. Kekuatan-kekuatan dunia merengkuh kejayaan mereka, dan Petrus  adalah target mereka selanjutnya, dalam pandangan mereka. 

Kristus sendiri meramalkan momen penghancuran ini melalui rasa takut, yang akan membanjiri temannya: Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu." (Lukas 22: 31-32) 

Dalam sebuah percakapan yang terkenal, Petrus memprotes, dia yakin bahwa dirinya akan dapat menghadapi massa dan amukan mereka ketika saatnya tiba, dan Petrus berkata: "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" Tetapi Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu, Petrus, hari ini ayam tidak akan berkokok, sebelum engkau tiga kali menyangkal, bahwa engkau mengenal Aku." (Lukas 22: 33-34) 

Menyangkal bahwa kita mengenal Kristus – bukan mengaku mengasihi Dia, bukan mengaku aktif melakukan karya-Nya, bukan terlibat dalam misi-Nya – ya, tidak sampai sejauh itu! - hanya sekedar untuk mengakui bahwa kita mengenal Dia, ini pun akan menjadi tempat ujian di mana kita akan diayak, ditampi. Kita semua. 

Kekuatan yang ada dalam niat membatalkan kebaikan – rasa takut yang ditimbulkannya di dalam hati kita - sungguh luar biasa. 

Tetapi Kristus disingkirkan lebih dulu. Dia memilih untuk disingkirkan dari dunia ini, dari kekuatan-kekuatan yang ada, dari penerimaan oleh makhluk yang Dia cintai, yang Dia ciptakan dari debu. Dengan sukarela. Dengan penuh kasih. Sebagai jalan yang lebih disukai untuk memahami makna dan kekuatan sejati dalam rencana Yang Mahakuasa. 

Jadi, seperti Petrus, kita harus menghadapi paradoks Kristus ini. Segala sesuatu yang kita percayai adalah kegagalan dan kerugian dan pemborosan dalam hidup kita - perbuatan baik tanpa disadari, kebaikan yang ditolak, teladan yang dicemooh, cinta yang ditolak - justru itulah intinya. Inti dari pengorbanan. Dan di sana, kehidupan sejati dimulai, di dalam Kristus - dalam tubuh-Nya yang disingkirkan, berlumuran darah, hancur, dalam persembahan diri-Nya di kayu Salib, dan di dalam hati kita. 

Dan apa imbalannya? Apa yang dihasilkan dari menyerahkan hidup kita bersama dengan Kristus? Kekuatan, kuasa, dan Kehidupan Ilahi yang tercurah melalui kita dan melalui tindakan kita yang diam-diam, tersembunyi, dan tak terlihat. 

Semua karena pengasingan dan penyerahan diri, dan cinta yang tersembunyi, terjadi dalam kegelapan dan keheningan: di balik pintu blok sel penjara di Auschwitz; di belakang kisi-kisi Karmel Lisieux; di balik tembok Menara pada suatu hari di bulan Juli; dan di luar kota, bersama para penjahat, dekat Yerusalem. 

Dan dalam semuanya ini, Kristus tahu kita akan membutuhkan kekuatan-Nya. Tanpa doa-doa-Nya, “Aku telah berdoa untuk engkau” (Lukas 22:32), kita tidak akan mampu melakukannya. Karena seringkali kita lupa bahwa kesuksesan dan persetujuan duniawi bukanlah tujuan kita. Kita bekerja dan berusaha untuk menjadi ‘seseorang’ di dunia ini. Kita mencari validasi bahwa upaya kita adalah pantas. Dan kemudian, Kristus memilih cara lainnya bagi kita. Jalan-Nya sendiri. 

Dalam semuanya ini kita memikul Salib kita bersama Kristus, dan Dia bersama kita. Kita harus menyadari bahwa Salib selalu diletakkan di pundak kita di dalam kasih. Dia memilih kita untuk memikul Salib-Nya, Dia membagikan harta pilihan-Nya dengan kita. Dan kita sering mengelak dari undangan tersebut. Menurut kita, Salib itu memalukan, Salib adalah tanda kegagalan. Namun Salib adalah satu-satunya pintu di mana kehidupan sejati bisa masuk. 

Kita sering menurunkan Salib pilihan Kristus ini di gereja-gereja kita, di ruang kelas kita, di rumah kita, dan di sekitar leher kita. Mengapa demikian, dan kemudian kita lari dari panggilan memanggul Salib? 

Seperti yang diingatkan oleh St. Maximilian Kolbe kepada kita, “...memanggul Salib akan memurnikan kita. Kita harus memiliki kesabaran dengan diri kita sendiri dan bahkan dengan Tuhan kita yang amat baik, yang menguji kita karena kasih-Nya." Dia tidak akan pernah membiarkan Salib menghancurkan kita. Ketika kita menerima salib dengan kehendak bebas kita, maka balsem yang mengalir dari kayu salib itu sangatlah berharga. 

Namun, ketakutan itu luar biasa. Itu melekat pada kita, dan membanjiri kita, seperti yang terjadi pada Petrus di halaman istana. Karena tidak ada jalan untuk kembali dari mengakui Kristus. Massa di sekitar kita memang tanpa ampun. Kecaman mereka lengkap. Kita sering dapat merasakan adanya saat untuk bersaksi, dalam percakapan, di tempat kerja, dalam hubungan kita dengan sesama. Ini dia. Saya harus berkomitmen pada keyakinan saya dan terus maju, atau saya mengambil jalan keluar. Saya perlu memutuskan segera. Sekaranglah waktu untuk memilih. Seberapa sering saya membelok ke jalur aman dan keluar dari jalur yang seharusnya saya tempuh. 

Tetapi selalu - selalu - Kristus membawa kita kembali ke jalan yang benar. Dia memperkuat kita. Dia mendengar penyangkalan kita, dia melihat pergumulan kita, dan Dia melihat kita seperti pandangan-Nya ke arah Petrus, dalam kuasa dan kelembutan-Nya, Dia memahami celaan yang kita alami, dan Dia menyampaikan panggilan-Nya agar kita menjadi lebih kuat dengan pertolongan kasih-Nya. 

Dan kita diperkuat oleh tatapan mata-Nya. Kita tidak boleh putus asa seperti Yudas, karena kekuatan-Nya lebih besar dari kelemahan dan kegagalan kita. Kita perlu mengakui bahwa kita membutuhkan Dia, bahwa kita belum mendefinisikan jati diri kita secara permanen, untuk menjadi sukses atau gagal. Segala sesuatu hanya memiliki arti ketika kita menyerahkannya kepada Kristus, menyatukan upaya kita dengan kekuatan kuasa-Nya. 

Dan kemudian, saat kita mempersembahkannya kepada-Nya, Dia akan bertindak. Dan kita bisa berkata bersama St. Paulus, "kekuatanku menjadi sempurna dalam kelemahan." (lht. 2 Korintus 12: 9). Kristus selalu mendatangkan kebaikan dari kejahatan. Terlebih lagi, Dia membawa kebaikan yang lebih besar daripada jika kejahatan tidak pernah ada. Tidak ada satu situasi pun, satu gerakan hati, satu kegagalan yang nyata, yang tidak Dia izinkan. Dia tahu. Dan Dia menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan Kehendak-Nya. 

Dan pemulihan-Nya lebih besar dari sebelumnya. Hati-Nya yang tersalib telah berjalan di depan kita. Dia tidak ada lagi di kubur. “Satu kali tidur singkat, kita bangun selamanya, dan kematian tidak akan ada lagi; “Hai Kematian! kau akan mati." (John Donne, Holy Sonnet X) Tidak ada lagi pembatalan, Tuhan kita memulihkan kita dan menuntun kita kepada Kehidupan Kekal.

 

-----------------------------

 

Peringatan Bagi Amerika

Paus Melakukan Tindakan Bersejarah ...

LDM, 4 Maret  2021

Microsoft Tidak Hanya Mendanai ID2020...

Enoch, 3 Maret 2021

Risalah buku

Giselle Cardia, 27 Februari, 3 & 6 Maret 2021