Monday, December 12, 2016

Vol 2 - Bab 39 : Motiv dan insentiv terhadap devosi kepada jiwa-jiwa suci

Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah

Bab 39

Motiv dan insentiv terhadap devosi kepada jiwa-jiwa suci
Contoh-contoh kemurahan hati
St.Peter Damianus dan imamnya
Seorang Annamit muda
Penjaga pintu seminari dan penyebaran iman

Contoh-contoh kemurahan hati kepada jiwa-jiwa yang meninggal memang jarang ada dan penting sekali untuk mengingat hal itu. Kita tak boleh mengabaikan contoh yang amat menyentuh sekaligus indah sekali dari St.Peter Damianus, Uskup Ostia, Cardinal dan Doktor Gereja. Sebuah contoh yang tak pernah luntur oleh pengulangan cerita. Ketika masih muda, Peter kehilangan ibunya, dan segera setelah itu ayahnya menikah lagi dan dia diasuh oleh ibu angkatnya. Meskipun Peter telah berusaha menyayangi ibu angkatnya itu, tetapi wanita itu tidak mau membalas kasih anaknya. Wanita itu memperlakukan Peter dengan kejam dan untuk menyingkirkan dia, wanita itu mengirimkan Peter kepada kakak wanita itu yang tertua, yang mempekerjakan Peter untuk memelihara babi. Ayah Peter, yang seharusnya bisa mencegah hal itu, tetapi dia tak mampu menghalangi niat istrinya itu hingga Peter mengalami kehidupan yang tidak membahagiakan. Namun anak kecil itu mengarahkan pandangannya ke Surga, dimana dia melihat Ayah yang lain, kepada Siapa dia menyerahkan seluruh kepercayaannya. Peter menerima semuanya sebagai kehendak dari tanganNya yang ilahi, dan dia menyerahkan dirinya kepada kerasnya kehidupan disitu. Dia berkata :”Tuhan memiliki rencana dalam segala hal yang dilakukanNya, dan semua itu merupakan rancangan kemurahanNya. Maka kita harus menyerahkan diri kita kepada tanganNya. Dia akan mengatur segala hal demi kebaikan kita”. Peter tidaklah tertipu oleh pemikirannya ini. Didalam cobaan-cobaan yang menyakitkan inilah maka masa depan Cardinal Gereja yang sangat mengagumkan di zamannya ini telah ditentukan, karena luasnya pengetahuannya. Dan untuk memuliakan dunia dengan sekian banyak keutamaan-keutamaannya maka pada cobaan-cobaannya itulah terletak fondasi dari kesuciannya dimasa mendatang.

Hampir semuanya tertutup oleh kain kusut, penulis biografinya menceritakan kepada kita, bahwa dia merasa tidak cukup mampu memuaskan keinginannya, namun dia berdoa kepada Tuhan dan akhirnya dia dipuaskan.

Sementara itu ayahnya meninggal. Orang kudus muda itu segera melupakan kerasnya perlakuan yang diterimanya, dan sebagai anak yang baik, dia terus berdoa demi istirahat bagi jiwa ayahnya. Pada suatu hari, ditengah jalan dia menemukan sekeping emas, dimana sebenarnya Kuasa Ilahi telah meletakkan benda itu disitu baginya. Hal itu merupakan kebahagiaan bagi anak miskin itu. Namun bukannya dia menggunakan emas itu untuk mengurangi penderitaannya, tetapi yang pertama kali dipikirkannya adalah membawa emas itu kepada seorang imam, dan memohon kepada imam itu untuk merayakan Misa Kudus bagi jiwa ayahnya dengan emas itu. Gereja yang kudus mengakui sikap bakti anak ini yang sangat menyentuh hati sehingga Gereja mengesahkan sikap ini secara panjang lebar didalam doa-doa dari pestanya.

“Semoga aku diijinkan”, kata misionaris, Pastor Louvet, “untuk menambahkan satu kejadian lagi yang menimpa diriku ? Ketika aku sedang mewartakan iman di Cochin, Cina, ada seorang gadis kecil dari suku Annamite yang baru dibaptis, kehilangan ibunya. Pada usia 14 tahun dia sudah harus hidup mandiri dengan menanggung beban kehidupan dua orang adiknya, dimana penghasilannya saat itu sekitar 7 sen sehari, cukup untuk membeli 8 buah telinga babi. Apa yang menjadi kekagumanku adalah pada akhir pekan, aku melihatnya membawa kepadaku pendapatannya selama 2 hari, agar aku mempersembahkan Misa Kudus demi istirahat jiwa ibunya yang dikasihinya.

Anak yang miskin ini juga berpuasa beberapa hari dalam seminggu untuk menyampaikan permohonan yang sederhana itu bagi ibunya yang meninggal. Oh, sedekah yang sangat berharga tinggi dari anak yatim dan miskin. Jika hatiku sangat tersentuh oleh hal itu, maka betapa lebih tersentuh lagi Hati dari Bapa Surgawi kita dan betapa besarnya berkat yang turun atas ibu itu dan atas anak-anaknya.

“Lihatlah kemurahan hati dari orang yang miskin ! betapa hal itu merupakan contoh dan sekaligus teguran bagi orang-orang kaya yang penuh dengan kemewahan dan kenikmatan namun sangat menyedihkan jika mereka diminta bersedekah dengan merayakan Misa Kudus bagi saudara yang meninggal”.

“Sebelum semua ujub lainnya, mereka akan mengarahkan sebagian dari sedekah mereka didalam Misa Kudus bagi jiwa-jiwa mereka sendiri, atau sahabat mereka sendiri, maka adalah wajar jika menggunakan sebagian dari hal itu bagi keringanan orang-orang miskin atau bagi perbuatan-perbuatan baik lainnya, misalnya bagi sekolah-sekolah Katolik, bagi pewartaan dan penyebaran iman, serta tujuan lainnya sesuai dengan keadaan yang ada. Ini merupakan sebuah kebajikan yang suci yang sesuai dengan semangat Gereja, dan sangat bermanfaat bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian”.

Uskup Louvet, dari mana kita mendapatkan kisah diatas, menceritakan kejadian lain yang layak dituliskan disini. Kisah ini mengenai seorang pria, didalam situasi yang biasa-biasa saja, yang melakukan kurban dengan kemurahan hati bagi penyebaran iman, namun dalam situasi yang bisa mendatangkan ganjaran bagi kebutuhannya pada masa mendatang bagi jiwanya di Api Penyucian.

Seorang penjaga pintu yang miskin dari sebuah seminari selama kehidupannya yang panjang telah mengumpulkan penny demi penny hingga terkumpul sebanyak 800 franc. Karena dia tak memiliki keluarga, dia menyerahkan uang ini guna merayakan Misa Kudus setelah kematiannya. Betapa besarnya kemurahan hati bisa berpengaruh jika sekali saja ia telah membakar sebuah hati dengan api yang suci ! Ada seorang imam muda yang sudah bertekad meninggalkan seminari untuk menjalankan misi di tempat yang jauh. Orang tua, si penjaga pintu itu, merasa terdorong untuk memberi imam itu sedikit dari harta miliknya bagi karya-karya agung penyebaran iman. Penjaga pintu itu berkata sambil menyerahkan uangnya :”Pastor, aku mohon anda bersedia menerima sedekah yang tak berarti ini untuk menolong anda mewartakan Injil. Aku telah menabungnya guna merayakan Misa Kudus setelah kematianku nanti, namun biarlah aku mau tinggal lebih lama lagi didalam Api Penyucian agar Nama Tuhan bisa dimuliakan oleh karya anda”. Imam itu sendiri sampai meneteskan air matanya. Dia mau menolak persembahan yang dilakukan dengan kemurahan hati yang besar itu, tetapi orang tua miskin itu bersikeras dengan tekadnya sehingga imam itu tak sampai hati untuk menolaknya.

Beberapa bulan berlalu dan orang tua yang baik hati itu meninggal. Tak ada penampakan yang bisa memberitahukan nasibnya di dunia sana. Tetapi apakah dia membutuhkan bantuan disana ? Tidakkah kita tahu bahwa Hati Yesus tak akan membiarkan kemurahan hatiNya dikalahkan ? Tidakkah kita mengerti bahwa seseorang yang bermurah hati hingga dia mau menerima sakitnya nyala api dari Api Penyucian, agar supaya Yesus lebih dikenal oleh bangsa-bangsa yang tidak percaya, bahwa dia akan mendapatkan kemurahan hati yang berlimpah-limpah dihadapan Hakim Yang Utama itu ?



No comments:

Post a Comment