Monday, December 19, 2016

Vol 2 - Bab 41 : Motiv-motiv dari pengadilan

Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah

Bab 41

Motiv-motiv dari pengadilan
St.Bernardine dari Siena dan janda yang tidak setia
Restitusi terselubung
Lupa melaksanakan keinginan terakhir

St.Bernardine menceritakan ada sepasang suami-istri yang tak memiliki anak. Mereka membuat perjanjian, jika salah satu dari mereka meninggal, maka dia yang hidup akan membagikan harta yang menjadi jatah pasangannya demi istirahat bagi jiwa yang meninggal itu. Ternyata suaminya meninggal lebih dahaulu, tetapi kemudian janda itu lupa memenuhi janjinya. Ibu dari janda itu masih hidup dan suami yang meninggal itu menampakkan diri kepada ibu mertuanya itu, dan memintanya untuk segera menemui anaknya dan demi nama Allah memintanya untuk memenuhi janjinya. “Jika dia menundanya”, kata jiwa suami itu, “untuk membagikan sedekah kepada orang yang miskin, katakanlah kepadanya bahwa Allah berkehendak dalam waktu 30 hari dia akan meninggal secara mendadak”. Ketika janda yang kurang percaya kepada Tuhan itu mendengar peringatan yang keras ini, dia hanya menganggapnya sebagai mimpi belaka, dan dia bertahan didalam pendiriannya untuk tidak setia kepada janjinya. 30 hari telah berlalu dan wanita yang malang itu pergi ke lantai atas rumahnya. Tiba-tiba dia terjatuh melalui jendela dan mati seketika.

Sikap tidak adil kepada orang yang meninggal seperti yang kita ceritakan ini, serta alasan yang dicari-cari untuk bisa lolos dari kewajiban melaksanakan janji yang suci itu, adalah merupakan dosa berat, kejahatan yang layak menerima hukuman kekal di neraka. Kecuali jika ada pengakuan dosa yang tulus dan pada saat yang sama melakukan tindakan restitusi, maka dosa itu bukannya menghadapi pemurnian didalam Api Penyucian, melainkan di neraka.

Celaka sekali ! terutama di dunia sana, dimana Pengadilan Ilahi akan menghukum perampok harta orang mati itu. “Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang yang tidak berbelas kasihan”, demikian Sabda Roh Kudus  (Yak 2:13). Jika kalimat ini benar, betapa kerasnya pengadilan telah menunggu mereka yang bersifat kikir, yang membiarkan jiwa orang tuanya, pengasuhnya, selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, mungkin berabad-abad, berada didalam siksaan-siksaan yang amat mengerikan didalam Api Penyucian. Kejahatan ini, seperti telah kita katakan diatas, adalah dukup berbahaya, karena dalam banyak hal, permohonan-permohonan yang diminta oleh orang yang meninggal bagi jiwanya itu, adalah juga merupakan restitusi yang terselubung bagi keluarga yang masih hidup. Kenyataan ini dalam beberapa hal sering diabaikan. Orang-orang lebih suka berbicara tentang kejelekan orang lain dan ketamakan clerical. Alasan yang terbaik digunakan untuk mengaburkan permintaan terakhir dari orang yang meninggal, yang dalam banyak hal, merupakan sebuah restitusi yang amat perlu baginya. Imam adalah sebagai pengantara didalam tindakan yang tak dapat dihindari ini, dan dia terikat kepada kerahasiaan yang mutlak oleh aturan dari perutusan sakramentalnya.

Marilah kita menjelaskan lebih jauh lagi. Ada seorang yang meninggal yang berdosa melalui ketidak-adilan selama hidupnya. Hal ini ternyata lebih sering terjadi dari pada yang kita bayangkan, termasuk pada orang yang kelihatannya jujur di mata dunia. Pada saat ketika dia akan hadir dihadapan Allah, pendosa ini melakukan pengakuan dosa. Dia berharap untuk bisa melakukan penebusan dosa secara penuh, karena dia memang terikat untuk melakukan hal itu, atas semua perlukaan yang dia lakukan terhadap tetangganya. Namun dia tak memiliki waktu untuk melakukannya sendiri, dan dia tidak menyatakan rahasia yang menyedihkan itu kepada anak-anaknya. Apakah yang dilakukannya ? Dia menutupi restitusinya dengan kedok warisan yang suci.

Kini jika warisan ini tidak dibayar, dan akibatnya, ketidak-adilan itu belum terpuaskan, apa yang terjadi atas jiwa orang yang meninggal itu ? Apakah dia ditahan selama waktu yang tak terbatas didalam Api Penyucian ? Kita tidak tahu semua hukum-hukum dari Pengadilan Ilahi, namun dari berbagai penampakan telah memberi kita pengertian sedikit mengenai masalah ini, karena mereka semua menyatakan bahwa mereka tak dapat diterima didalam kebahagiaan kekal sepanjang sebagian dari hutang keadilan itu tetap tersisa dan belum terpuaskan. Lebih lagi, bukankah jiwa-jiwa ini telah bertindak jahat karena telah menunda-nunda hingga  kematiannya untuk membayar Keadilan yang telah dia hutang begitu lama ? Dan jika kini para ahli warisnya lupa untuk membayar hutang itu demi mereka, bukankah hal itu merupakan akibat yang patut disesalkan dari dosa mereka, karena kejahatan mereka dengan menunda-nunda pembayaran itu ? Melalui kesalahan mereka sendiri maka barang-barang yang diperoleh secara tidak benar itu tetap tinggal didalam keluarga itu, dan mereka tak akan berhenti menangisi semua itu sepanjang restitusi itu belum dilaksanakan. Res clamat domino --- harta benda itu akan berteriak mencari pemiliknya yang sah. Ia berteriak melawan pemilik yang tidak adil.

Jika karena kebencian dari para ahli warisnya restitusi itu belum juga dilaksanakan, tentu saja jiwa itu tak bisa tetap berada didalam Api Penyucian untuk selamanya. Namun dalam hal ini, penundaan yang lama untuk masuk ke Surga nampaknya menjadi pemurnian yang layak bagi tindakan ketidak-adilan dari jiwa itu, yang ditanggung oleh jiwa itu, dan hal itu memang benar, dimana hukuman itu masih melekat didalam penyebab utamanya. Karena itu marilah kita berpikir tentang akibat-akibat yang berat ini jika kita membiarkan hari-hari, minggu-minggu, bulan-bulan atau tahun-tahun berlalu secara sia-sia sebelum kita membayar suatu hutang yang begitu suci.

Celaka sekali ! betapa kecilnya iman kita ! Jika ada binatang piaraan, misalnya anjing kecil, terjatuh kedalam api, apakah anda akan menunda-nunda untuk segera menariknya keluar ? Dan lihatlah, orang tua anda, pengasuh anda, orang-orang yang anda kasihi, mereka merana ditengah nyala api dari Api Penyucian dan anda tidak mau menghiraukan mereka, mengabaikan kewajiban anda yang amat mendesak untuk menolong mereka. Anda menunda-nunda, anda membiarkan hari-hari yang panjang dari penderitaan berjalan bagi jiwa-jiwa mereka, tanpa berusaha sama sekali melakukan perbuatan-perbuatan yang baik yang bisa melepaskan mereka dari rasa sakitnya itu.




No comments:

Post a Comment