Friday, June 26, 2015

Cardinal Walter Brandmüller : Membela perubahan ajaran Gereja ....

Anne Catherine Emmerich terberkati : “Aku melihat adanya relasi antara dua orang paus... Aku juga melihat betapa berbahayanya akibat-akibat dari gereja palsu ini. Aku melihatnya semakin membesar; segala macam bidaah masuk ke kota itu (Roma). Para klerus setempat bersikap diam, dan aku melihat sebuah kegelapan yang besar...”




Cardinal Walter Brandmüller : Membela perubahan ajaran Gereja mengenai perkawinan adalah bidaah, meski hal itu dilakukan oleh uskup.


From  LifeSiteNews.com) – Cardinal Walter Brandmüller berada diantara mereka yang bersuara keras mengkritik usulan-usulan didalam Sinode Vatican 2014 lalu mengenai Keluarga, yang beresiko merubah ajaran Katolik mengenai Sakramen-sakramen serta moralitas. Dia adalah salah satu dari 5 orang kardinal yang menulis didalam buku Remaining in the Truth of Christ yang mengkritik usulan Cardinal Walter Kasper untuk memberikan Komuni kepada orang-orang yang bermasalah dalam perkawinan mereka.

Kontributor LifeSiteNews, Dr. Maike Hickson, mewawancari Cardinal Brandmüller bulan lalu.
LifeSiteNews: Bisakah anda sekali lagi memberikan secara jelas kepada para pembaca kami mengenai ajaran Gereja Katolik, seperti yang secara konsisten diajarkan selama berabad-abad ini mengenai perkawinan serta tidak bisa terceraikannya perkawinan itu?
Cardinal: Jawabnya ada didalam Catechism of the Catholic Church no. 1638-1642.
1638. "Dari Perkawinan sah timbul ikatan antara suami isteri, yang dari kodratnya bersifat tetap dan eksklusif, di samping itu dalam Perkawinan kristiani suami isteri diperkuat dengan Sakramen khusus untuk tugas-tugas serta martabat statusnya dan seakan-akan ditahbiskan (CIC, can. 1134).

Ikatan Perkawinan

1639. Janji yang olehnya kedua mempelai saling memberi dan saling menerima, dimeterai oleh Allah sendiri. Dari perjanjian mereka timbullah satu "lembaga, yang berdasarkan peraturan ilahi, kokoh, juga di depan masyarakat" (GS 48, 1). Perjanjian suami isteri digabungkan dalam perjanjian Allah dengan manusia: "Cinta kasih suami isteri yang sejati diangkat ke dalam cinta kasih ilahi" (GS 48,2).

1640. Dengan demikian ikatan Perkawinan diikat oleh Allah sendiri, sehingga Perkawinan antara orang-orang yang dibaptis yang sudah diresmikan dan dilaksanakan, tidak pernah dapat diceraikan. Ikatan ini, yang timbul dari keputusan bebas suami isteri dan dari pelaksanaan Perkawinan, selanjutnya adalah kenyataan yang tidak dapat ditarik kembali dan membentuk satu perjanjian yang dijamin oleh kesetiaan Allah. Gereja tidak berkuasa untuk mengubah penetapan kebijaksanaan ilahi ini.

Rahmat Sakramen Perkawinan

1641. "Dalam status hidup dan kedudukannya suami isteri mempunyai karunia yang khas di tengah umat Allah" (LG 11). Rahmat khusus Sakramen Perkawinan itu dimaksudkan untuk menyempurnakan cinta suami isteri dan untuk memperkuat kesatuan mereka yang tidak dapat diceraikan. Berkat rahmat ini "para suami isteri dalam hidup berkeluarga maupun dalam menerima serta mendidik anak saling membantu untuk menjadi suci" (LG 11).

1642. Kristus adalah sumber rahmat ini. Seperti "dulu Allah menghampiri bangsa-Nya dengan perjanjian kasih dan kesetiaan, begitu pula sekarang Penyelamat umat manusia dan Mempelai Gereja, melalui Sakramen Perkawinan menyambut suami isteri kristiani" (GS 48,2). Ia tinggal bersama mereka dan memberi mereka kekuatan untuk memanggul salibnya dan mengikuti-Nya, bangun lagi setelah jatuh, untuk saling mengampuni, menanggung beban orang lain, merendahkan diri seorang kepada yang lain "di dalam takut akan Kristus" (Ef 5:21), dan saling mengasihi dalam cinta yang mesra, subur dan adikodrati. Dalam kegembiraan cintanya dan kehidupan keluarganya mereka sudah diberi-Nya prarasa dari perjamuan perkawinan Anak Domba.
"Bagaimana saya mau melukiskan kebahagiaan Perkawinan, yang dipersatukan oleh Gereja, dikukuhkan dengan persembahan, dan dimeteraikan oleh berkat, diwartakan oleh para malaikat, dan disahkan oleh Bapa ?... Betapa mengagumkan pasangan itu; dua orang beriman, dengan satu harapan, satu keinginan, satu cara hidup, satu pengabdian ! Anak-anak dari satu Bapa. abdi dari satu Tuhan ! Tidak ada pemisahan antara mereka dalam jiwa maupun dalam raga, tetapi sungguh dua dalam satu daging. Bila dagingnya itu satu, satu pulalah roh mereka" (Tertulianus, ux. 2,9).

LifeSiteNews : Bisakah gereja menangani masalah perkawinan dengan cara pastoral yang berbeda dengan ajaran Gereja yang ada selama ini? Bisakah Gereja merubah sama sekali ajaran itu tanpa ia terjatuh kedalam kesesatan?
Cardinal : Nyatalah bahwa praktek pastoral dari Gereja tak bisa menentang doktrin yang mengikat atau mengabaikannya. Dengan cara yang sama, seorang arsitek mungkin bisa membangun sebuah jembatan yang megah. Namun jika dia menaruh perhatian kepada hukum-hukum struktur bangunan, maka jembatan itu akan beresiko runtuh. Dengan cara yang sama setiap praktek pastoral haruslah mengikuti Sabda Tuhan, jika ia tidak ingin gagal. Sebuah perubahan pada ajaran, dogma, tidaklah terpikirkan. Siapa yang melakukannya secara sengaja, atau ingin melakukan perubahan itu, maka dia adalah seorang bidaah, meski dia mengenakan jubah ungu imamatnya.
LifeSiteNews : Bukankah seluruh pembicaraan mengenai diberikannya Ekaristi Kudus kepada orang-orang yang menikah kembali, merupakan pernyataan bahwa banyak umat Katolik tidak percaya lagi akan Kehadiran Yang Sebenarnya dari Yesus Kristus didalam Ekaristi, bahkan mereka berpikir menerima Komuni hanya sebagai sekeping roti saja.
Cardinal : Ya, tentu saja, ada sebuah kontradiksi batin yang tak terselesaikan pada seseorang yang ingin menerima Tubuh dan Darah Kristus dan menyatukan dirinya dengan Kristus, sementara pada saat yang sama dia secara sadar mengabaikan Perintah-perintah Kristus. Bagaimana hal ini bisa terjadi? St.Paulus berkata tentang hal ini :”Barang siapa yang makan dan minum secara tidak layak, maka dia makan dan minum penghakimannya sendiri...” Tetapi : Kamu benar. Sejauh ini tidak semua orang Katolik percaya akan Kehadiran Yang Sebenarnya dari Kristus didalam Hosti Kudus. Orang bisa melihat kenyataan ini dimana ada saja orang-orang atau bahkan imam-imam yang berjalan melewati depan tabernakel tanpa mau berlutut disitu.  
LifeSiteNews : Apa yang anda katakan tentang pernyataan Uskup Franz-Josef Bode baru-baru ini yang mengatakan bahwa Gereja Katolik harus bisa semakin menyesuaikan diri kepada ‘realitas kehidupan’ dari orang-orang zaman ini dan menyesuaikan (merubah) ajaran moralnya? Saya yakin bahwa anda, sebagai seorang ahli sejarah Gereja, melihat jelas bahwa ada contoh-contoh lain dalam sejarah Gereja dimana ia ditekan dari luar untuk merubah ajaran Kristus. Bisakah anda menyebutkan satu saja, dan bagaimana Gereja menanggapi serangan demikian?
Cardinal : Jelas sekali hal itu, dan itu bukan hal yang baru, bahwa pewartaan ajaran Gereja harus disesuaikan dengan situasi kehidupan yang kongkrit di masyarakat dan didalam diri pribadi masing-masing, jika pesannya ingin didengarkan. Namun hal ini hanya berlaku pada pewartaannya saja, dan sama sekali bukan pada masalah isinya yang tak bisa dirubah. Sebuah adaptasi terhadap ajaran moral tidaklah bisa diterima. ‘Janganlah mematuhi dunia,’ demikian kata rasul St.Paulus. Maka jika Uskup Bode mengajarkan sesuatu yang berbeda, dia akan bertentangan dengan ajaran Gereja. Apakah dia sadar akan hal itu?


No comments:

Post a Comment