Saturday, July 25, 2015

Surat terbuka Uskup Agung Jan Pawel Lenga mengenai krisis didalam Gereja

RORATE EXCLUSIVE:
Surat terbuka Uskup Agung Jan Pawel Lenga mengenai krisis didalam Gereja


“Sulit untuk dipercaya bahwa Paus Benediktus XVI secara bebas mengundurkan diri dari jabatannya sebagai penerus Petrus.”
“Saya terpaksa menulis melalui sarana publik ini karena saya merasa takut jika melalui sarana lainnya ia akan menghadapi sebuah dinding tebal pembungkaman dan pengabaian.”

... Semakin jelas bahwa Vatikan, melalui Sekretariat Negara, telah menempuh jalan pembenaran secara politik."

Surat ini, yang ditulis oleh Yang Mulia Uskup Agung Jan Pawel Lenga, uskup emeritus dari Keuskupan Karaganda, Kazakhstan, mudah-mudahan akan menjadi panggilan yang sangat membangunkan yang dibutuhkan oleh umat Katolik yang telah menguburkan kepala mereka didalam pasir terlalu lama.
Marilah kita berdoa lebih banyak lagi bagi para uskup agar mereka memiliki iman – dan tulang punggung – untuk bertahan dan agar didengarkan sebelum tidak ada lagi yang bisa dibela.

***
Perenungan atas berbagai krisis saat ini didalam Gereja Katolik

Saya memiliki pengalaman hidup bersama para imam yang berada didalam penjara dan kamp-kamp Stalin namun yang masih tetap setia kepada Gereja. Selama masa penganiayaan yang mereka alami, maka mereka melaksanakan tugas imamat mereka dengan penuh rasa kasih dalam memberitakan doktrin Katolik sehingga hal itu menuntun mereka kepada kehidupan yang bermartabat untuk meniru Kristus, Guru Surgawi mereka.
Saya menyelesaikan studi imamat saya di Seminari bawah tanah di Uni Soviet. Saya ditahbiskan menjadi imam secara diam-diam pada malam hari oleh seorang uskup yang saleh dimana dia sendiri menderita demi imannya. Pada tahun pertama dari imamat saya, saya memiliki pengalaman diusir dari Tadzhikistan oleh KGB.
Selanjutnya, selama tiga puluh tahun saya tinggal di Kazakhstan, saya melayani 10 tahun sebagai imam, merawat orang-orang beriman di 81 daerah. Kemudian saya menjabat sebagai uskup selama 20 tahun, awalnya sebagai uskup di lima negara di Asia Tengah dengan luas wilayah total sekitar empat juta kilometer persegi.
Dalam pelayanan saya sebagai uskup, saya sering mengadakan kontak dengan Paus Santo Yohanes Paulus II, dengan banyak sekali uskup, imam dan umat di berbagai negara dan dalam situasi yang berbeda. Saya adalah anggota dari beberapa majelis Sinode Uskup di Vatikan yang mencakup tema-tema seperti "Asia" dan "Ekaristi".
Pengalaman ini serta beberapa pengalaman yang lain memberikan dasar kepada saya untuk menyatakan pendapat pribadi saya mengenai krisis yang ada saat ini didalam Gereja Katolik. Ini adalah keyakinan saya dan hal itu didorong oleh rasa kasih saya kepada Gereja dan oleh keinginan saya akan pembaharuan yang otentik atas Gereja di dalam Kristus. Saya terpaksa menulis melalui sarana publik ini karena saya merasa takut jika melalui sarana lainnya ia akan menghadapi sebuah dinding tebal pembungkaman dan pengabaian.
Saya sadar akan reaksi yang mungkin timbul atas surat terbuka saya ini. Tetapi pada saat yang sama suara hati nurani saya tidak mengizinkan saya untuk tetap diam, sementara itu karya-karya Allah sedang difitnah. Yesus Kristus mendirikan Gereja Katolik dan menunjukkan kepada kita didalam kata dan perbuatan bagaimana seseorang harus memenuhi kehendak Allah. Para rasul, kepada siapa Dia menyerahkan otoritas didalam Gereja, dipenuhi dengan semangat yang menyala-nyala kepada tugas yang dipercayakan kepada mereka, dimana mereka menderita demi kebenaran yang harus diberitakan, karena mereka “lebih mematuhi Allah dari pada manusia."
Sayangnya di hari-hari kita sekarang ini semakin jelas bahwa Vatikan, melalui Sekretariat Negara, telah menempuh jalan pembenaran secara politik. Beberapa duta besar Vatikan telah menjadi alat propaganda liberalisme dan modernisme. Mereka telah memperoleh keahlian didalam prinsip "sub secreto Pontificio", dimana seseorang akan memanipulasi dan membungkam mulut para uskup. Dan bahwa apa yang dikatakan oleh Duta Besar (Vatikan) kepada mereka, hal itu seolah dan hampir pasti adalah merupakan keinginan Paus. Dengan metode tersebut seseorang akan memisahkan uskup yang satu dari yang lainnya, hingga akibatnya para uskup dari suatu negara tidak bisa lagi berbicara dengan satu suara dengan semangat Kristus dan Gereja-Nya dalam mempertahankan iman dan moral. Ini berarti bahwa, agar tidak sampai ‘tidak disukai’ oleh Duta Besar, maka beberapa uskup akan menerima begitu saja rekomendasi mereka, yang sering kali hanya didasarkan pada kata-kata mereka sendiri. Alih-alih rajin menyebarkan iman, atau dengan berani memberitakan ajaran Kristus, dengan berdiri tegak dalam membela kebenaran dan moral, tetapi pertemuan-pertemuan Konferensi Uskup sering berurusan dengan isu-isu yang tidak ada hubungannya dengan sifat dan tugas pokok mereka sebagai penerus para rasul.

Orang bisa melihat pada semua tingkatan dalam Gereja adanya penurunan yang nyata dari "sakrum". "Semangat duniawi" telah menyuapi para gembala. Orang-orang berdosa telah memberi petunjuk kepada Gereja bagaimana ia harus melayani mereka. Dengan tertunduk malu para Pastor bersikap diam atas masalah yang ada saat ini dan mereka mengabaikan domba-dombanya sambil mereka rajin menyuapi dirinya sendiri. Dunia tergoda oleh iblis dan menentang ajaran Kristus. Namun demikian Pastor wajib mengajarkan kebenaran yang menyeluruh tentang Allah dan manusia, baik itu "ketika sedang musimnya ataupun diluar musimnya".

Namun, pada masa pemerintahan beberapa Paus suci terakhir ini orang bisa mengamati didalam Gereja adanya kekacauan yang terbesar dalam hal kemurnian dari ajaran dan kesucian dari liturgi, di mana Yesus Kristus tidak menerima kehormatan seperti yang selayaknya Dia terima. Tidak sedikit konferensi-konperensi yang dihadiri oleh para uskup yang terbaik adalah merupakan "persona non grata" (tidak dipercaya). Dimanakah para  pembela bagi saat-saat ini, yang akan mengumumkan kepada orang-orang secara jelas dan bisa dipahami adanya ancaman risiko kehilangan iman dan keselamatan?

Pada saat-saat sekarang ini suara mayoritas uskup lebih menyerupai keheningan dan ketakutan dari domba-domba yang sedang menghadapi serigala yang marah, dan umat beriman dibiarkan begitu saja seperti domba yang tak berdaya. Kristus diakui oleh orang banyak sebagai salah satu tokoh yang berbicara dan bekerja, tokoh yang memiliki kekuasaan dan kekuatan dan hal ini Dia diberikan kepada para rasul-Nya. Di dunia saat ini para uskup haruslah membebaskan diri dari semua ikatan duniawi dan - setelah mereka melakukan penebusan dosa agar mereka mendekati Kristus, agar dikuatkan oleh Roh Kudus hingga mereka bisa memberitakan Kristus sebagai satu-satunya Juru Selamat. Pada akhirnya kita harus bertanggung-jawab kepada Allah atas semua hal yang telah kita lakukan dan atas segala hal yang tidak kita lakukan.

Menurut pendapat saya suara yang lemah dari banyak uskup ini merupakan konsekuensi dari kenyataan, bahwa dalam proses pengangkatan uskup-uskup baru, para calon kurang diperiksa dalam hal ketabahan mereka yang tak diragukan dan keberanian mereka didalam membela iman, berkaitan dengan kesetiaan mereka kepada tradisi berabad-abad dari Gereja dan dalam hal kesalehan pribadi mereka. Dalam isu pengangkatan uskup baru dan bahkan kardinal-kardinal, menjadi semakin jelaslah bahwa kadang-kadang referensi diberikan kepada orang-orang yang hanya memiliki ideologi yang sama atau kepada beberapa kelompok yang asing bagi Gereja namun mereka menugaskan pengangkatan calon tertentu. Selain itu tampak bahwa kadang-kadang pertimbangan diberikan juga untuk mendukung media massa yang biasanya membuat olok-olok terhadap calon tertentu dengan memberikan gambaran negatif atas mereka, sedangkan calon yang berada dalam tingkatan yang lebih rendah namun memiliki semangat Kristus dipuji sebagai berikap terbuka dan modern. Di sisi lain calon yang unggul dalam semangat kerasulan, memiliki keberanian dalam mewartakan ajaran Kristus dan menunjukkan kasih bagi semua hal yang suci dan sakral, dia sengaja disingkirkan.

Seorang Duta Besar pernah mengatakan kepada saya: "Sayang sekali bahwa Paus [Yohanes Paulus II] tidak ikut serta secara pribadi di dalam pengangkatan para uskup. Paus mencoba untuk mengubah sesuatu dalam Kuria Romawi, namun dia belum berhasil. Dia menjadi semakin tua dan segala sesuatu kembali pada perjalanan semula".

Pada awal masa kepausan Paus Benediktus XVI, saya menulis surat kepadanya di mana saya memintanya untuk menunjuk beberapa uskup yang suci. Saya melaporkan kepadanya kisah seorang umat awam Jerman yang dalam menghadapi degradasi Gereja di negaranya setelah Konsili Vatikan II, tetap setia kepada Kristus dan mengumpulkan orang-orang muda untuk melakukan adorasi dan berdoa. Pria ini telah mendekati saat kematiannya dan ketika dia mengetahui tentang pemilihan Paus yang baru, dia berkata: "Jika Paus Benediktus bisa menggunakan kuasa kepausannya semata-mata untuk memilih dan menunjuk uskup-uskup yang layak, yang baik dan yang setia, maka dia telah menjalankan tugasnya dengan benar".

Sayangnya, hal ini menyiratkan dengan jelas bahwa Paus Benediktus XVI sering kali tidak berhasil dalam masalah ini. Sulit untuk dipercaya bahwa Paus Benediktus XVI secara bebas mengundurkan diri dari jabatannya sebagai penerus Petrus. Paus Benediktus XVI adalah kepala Gereja, dan para pembantunya hampir tidak bisa menerjemahkan ajarannya menjadi kenyataan, secara diam-diam mereka sering mengabaikannya atau bahkan menghalangi keinginannya untuk menjalankan reformasi yang otentik atas Gereja, atas liturgi, atau mengenai cara membagikan Kudus Komuni. Secara diam-diam nampaklah bagi banyak uskup, bahwa di Vatikan, tidaklah mungkin untuk membantu Paus dalam tugasnya sebagai kepala dan pemimpin dari seluruh Gereja.

Tidaklah berlebihan kiranya jika saya mengingatkan saudara-saudara saya di keuskupan akan penegasan yang dibuat oleh pondok masonik Italia di tahun 1820: "Tugas kami adalah sebuah tugas seratus tahun. Marilah kita meninggalkan para orang tua dan mari kita pergi menemui kaum muda. Para frater kelak akan menjadi imam dengan ide-ide liberal kita. Kita tidak akan menyanjung diri kita dengan harapan palsu. Kita tidak akan membuat Paus menjadi seorang Freemason. Namun uskup-uskup yang liberal, yang akan bekerja sama dengan Paus sebagai sebuah kelompok, akan mengusulkan kepada dia dalam tugas mengatur Gereja dengan pikiran dan ide-ide yang menguntungkan kita dan Paus akan menerapkannya ke dalam kehidupan". Niatan dari kelompok Freemason ini dilaksanakan semakin terbuka, tidak hanya melalui musuh-musuh Gereja, tetapi secara diam-diam melalui saksi-saksi palsu yang menempati beberapa jabatan hirarki tinggi didalam Gereja. Bukanlah tanpa alasan yang Paulus VI Terberkati mengatakan: "Semangat Setan telah menembus melalui celah di dalam Gereja". Saya kira bahwa retakan ini telah menjadi semakin lebar di saat-saat kita sekarang ini dan iblis menggunakan segala kekuatan untuk menumbangkan Gereja Kristus. Guna menghindari hal ini, perlu sekali untuk kembali kepada pernyataan yang tepat dan jelas dari Injil di semua tingkatan pelayanan gerejawi, karena Gereja memiliki semua kekuasaan dan rahmat yang diberikan Kristus kepadanya:

"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mt 28, 18-20), dan “kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (John 8, 32) dan “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”(Mat 5, 37). Gereja tidak bisa menyesuaikan diri dengan roh dunia ini, tetapi ia harus merubah dunia dengan semangat Kristus.

Sangat jelas bahwa di Vatikan terjadi sebuah kecenderungan untuk menyerah lebih jauh kepada suara dari media massa. Memang tidak jarang terjadi bahwa demi kepentingan sesuatu yang tak diketahui maka ketenangan dan sikap diam dari putra-putra terbaik dan para hamba Gereja dikorbankan untuk memuaskan media massa. Namun musuh-musuh Gereja tidak akan mau menyerahkan hamba pengikut setia mereka meski tindakan mereka jelas-jelas buruk.

Ketika kita ingin tetap setia kepada Kristus didalam kata dan perbuatan, Dia sendiri akan menemukan cara untuk mengubah hati dan jiwa manusia, dan dunia juga akan dirubah pada saat yang tepat.

Dalam saat-saat yang kritis didalam Gereja, maka demi pembaruan yang sebenarnya dari Gereja, Allah sering menggunakan pengorbanan, air mata dan doa-doa dari anak-anak dan para hamba Gereja yang di depan mata dunia ini dan di depan birokrasi gerejawi mereka dianggap tidak signifikan atau mereka itu dianiaya dan terpinggirkan karena kesetiaan mereka kepada Kristus. Saya percaya bahwa dalam saat yang sulit ini hukum Kristus sedang dinyatakan dan bahwa Gereja akan memperbaharui dirinya berkat pembaharuan dalam diri kita masing-masing.


January 1st  2015, Solemnity of the Blessed Virgin Mary, Mother of God 
+ Jan Pawel Lenga


No comments:

Post a Comment