Sunday, July 9, 2017

PASTOR LINUS CLOVIS: THE ‘FRANCIS EFFECT’ SEDANG MEMBUNGKAM ...

PASTOR LINUS CLOVIS: THE ‘FRANCIS EFFECT’ SEDANG MEMBUNGKAM USKUP-USKUP, IMAM-IMAM DAN UMAT AWAM


Fr. Linus Clovis of Family Life InternationalSteve Jalsevac/ LifeSite
Editor’s note: Father Linus Clovis of Saint Lucia gave the following address at the Rome Life Forum on May 9, 2015.

22 Mei 2015 (LifeSiteNews.com) – Suatu krisis adalah sebuah masa sulit atau masa bahaya. Secara medis, ini adalah titik balik dari perjalanan penyakit saat terjadi perubahan penting, yang mengindikasikan pemulihan atau kematian.

Uskup Athanasius Schneider telah mengidentifikasi adanya empat kali krisis besar di dalam  Gereja: Arianisme, Skisma Barat, Reformasi dan Modernisme. Yang terakhir ini, Modernisme, yang telah lama dihadapi oleh Gereja Katolik selama lebih dari satu abad, kini ia telah berhasil menusukkan cengkeramannya di dalam Gereja Katolik sejak penutupan Konsili Vatikan II. St. Pius X menyebutnya sebagai sintesis dari semua ajaran sesat.

Selama setengah abad terakhir ini, sebagian besar umat Katolik, yang mempercayakan diri mereka kepada pemeliharaan para klerus, telah tidur nyenyak sampai saat ini, saat mereka dibangunkan secara kasar oleh alarm yang didengungkan oleh Sinode Luar Biasa 2014 tentang Keluarga. Sebuah masa depan dari Jerome yang meratap karena "saat mereka terbangun, mereka mengerang karena mendapati dirinya telah menjadi kaum modernis." Drama Sinode 2014 telah terpampang di media massa dimana ada kardinal yang melawan kardinal, uskup melawan uskup, dan wali gereja dari sebuah negara bertentangan dengan wali gereja dari negara yang lain, dan karenanya kejadian itu merupakan pemenuhan harfiah dari nubuatan yang disampaikan oleh Bunda Maria di Akita pada tanggal 13 Oktober 1973: "Karya iblis akan menyusup ke dalam Gereja sedemikian rupa sehingga orang akan melihat adanya kardinal melawan kardinal, dan uskup melawan uskup. Imam-imam yang menghormati aku akan dicemooh dan ditentang oleh sesama mereka ... Gereja akan dipenuhi oleh orang-orang yang mau menerima kompromi."

Dari video sambutan pastor Clovis dalam acara Rome Life Forum:
Tiba-tiba, ada beberapa gembala mulai berbicara dengan suara yang aneh. Dengan terheran-heran, cardinal Timothy Dolan, mengomentari ‘munculnya’ bintang sepak bola dari perguruan tinggi "gay", dan berkata kepada NBC "Meet the Press": "Bagus buat dia... saya tidak akan menghakimi dia .... Tuhan memberkati dia. Saya tidak berpikir, lihat, Alkitab yang sama yang memberitahu kita, yang mengajarkan kita dengan baik tentang kesucian dan kesetiaan dan pernikahan, ia juga memberitahu kita untuk tidak menilai orang lain. Jadi saya akan mengatakan 'Bravo' buat dia."

Dengan pernyataan dan tindakan semacam itu oleh uskup yang terkemuka dan memegang jabatan penting, yang dimahkotai dengan semboyan pontifical "siapakah saya ini hingga layak menghakimi," (“who am I to judge” – yang diucapkan oleh pemimpinnya, PF),” maka para uskup, imam, dan bahkan umat awam yang tradisional, yang percaya akan ajaran Yesus Kristus yang benar, akan merasa dilucuti dan dipukuli. Bagaimanapun, dalam upaya untuk mempertahankan ajaran moral dan aturan tradisional Gereja Katolik, mereka akan dituduh sebagai ‘lebih Katolik daripada paus’. Begitulah proses pelucutan senjata atas para klerus dan hirarki ini merupakan ‘the Francis Effect.

Paus
 
Umat Katolik memang mengasihi paus, siapa pun dia, dan dari manapun dia berasal, karena dia selalu mewakili tanda dan kehadiran Kristus yang nyata di dunia ini. Bahkan sebelum Bunda Maria meminta kepada anak-anak di Fatima untuk berdoa bagi Bapa Suci, dan permintaan ini diulangi di Akita pada tanggal 13 Oktober 1973, dengan mengatakan "berdoalah yang banyak bagi paus, para uskup dan imam-imam," umat Katolik telah berdoa bagi mereka setiap hari, dan tidak hanya melihat dia (paus) untuk mendapatkan sosok pemimpin, tetapi juga menganggap dia sebagai fondasi yang kokoh dan pasti dimana otoritas ajaran Gereja dibangun. Bagi umat Katolik, kemurnian ajaran Kristus sangatlah penting sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menerima kemungkinan bahwa 'paus' tidak mungkin salah, meskipun pada kenyataannya (saat ini) paus telah menjadi guru kesesatan.

Katekismus Gereja Katolik (CCC) mengajarkan bahwa "Injil diwariskan dengan dua cara: secara lisan (Tradisi Suci) dan secara tertulis (Kitab Suci) dan ia terus diwartakan melalui suksesi apostolik (Magisterium)." Ia mendefinisikan Kitab Suci sebagai "perkataan Tuhan sebagaimana ia ditulis di bawah hembusan Roh Kudus," dan akibatnya, dengan diilhami oleh Tuhan, ia adalah "bermanfaat bagi pengajaran, untuk memberikan teguran, untuk melakukan koreksi, dan untuk pelatihan di dalam hal kebenaran. Di dalam paragraf 81, Katekismus menegaskan bahwa "Oleh Tradisi Suci Sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para rasul, dan bahwa hal itu disampaikan kepada para uskup, sebagai penerus dari para rasul sehingga, dengan diterangi oleh Roh Kebenaran, mereka dapat dengan setia memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya kemana-mana melalui khotbah mereka."

Di dalam surat-suratnya, St. Paulus bersikeras bahwa dia tidaklah menciptakan doktrin baru, dan dia juga tidak menyimpang dari apa yang telah dia terima. Mengenai Ekaristi, khususnya, dia menyatakan: "Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti ..." (1 Kor. 11:23), Dan dia kemudian memperingatkan dalam ayat 29 bahwa "Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya." Bahkan dengan lebih tegas lagi, ia mengatakan kepada orang-orang Galatia bahwa ada beberapa orang yang ingin memutarbalikkan Injil Kristus, maka "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia." (Gal.1: 8).

Berkenaan dengan Magisterium atau kuasa Pengajaran Gereja, Katekismus pada paragraf 85 menyatakan bahwa "tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus." Karena Gereja menjalankan wewenangnya atas nama Yesus Kristus, maka "tugas penafsiran telah dipercayakan kepada para uskup dalam persekutuan dengan penggantinya Petrus, Uskup Roma." Katekismus paragraf 86 melanjutkan dengan menunjukkan bahwa "Wewenang Mengajar itu tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh Sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus, didengarkannya dengan khidmat, dipelihara dengan suci, dan diterangkannya dengan setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah".

Magisterium memiliki wewenang untuk mengikat secara definitif hati nurani umat beriman sehubungan dengan masalah iman atau moral dan melakukannya dengan definisi dogmatis, seperti yang dijelaskan dalam paragraf 88: "Wewenang Mengajar Gereja menggunakan secara penuh otoritas yang diterimanya dari Kristus, apabila ia mendefinisikan dogma-dogma, artinya apabila dalam satu bentuk yang mewajibkan umat Kristen dalam iman dan yang tidak dapat ditarik kembali, ia mengajukan kebenaran-kebenaran yang tercantum di dalam wahyu ilahi atau secara mutlak berhubungan dengan kebenaran-kebenaran demikian."

Magisterium Kepausan, menurut ajaran Konsili Vatikan I (D. 3070), tidak didirikan untuk menciptakan doktrin baru melainkan untuk menjaga dan mewariskan dengan setia kebenaran-kebenaran iman yang dipercayakan oleh Kristus kepada para Rasul-Nya: "Roh Kudus tidak dijanjikan kepada penerus Petrus untuk mengungkapkan, melalui ilham-Nya, sebuah doktrin baru, tetapi untuk secara hati-hati menjaga dan memberitahukan kesetiaan, dengan bantuan-Nya, pewahyuan yang disampaikan oleh para Rasul, yaitu sebagai kekayaan iman."

Sementara umat beriman berhutang ketaatan kepada paus sebagai Wakil Kristus, maka paus sendiri juga berhutang ketaatan kepada Firman dan Tradisi Apostolik, dan dengan melakukan hal ini maka paus akan memudahkan umat beriman dalam ketaatan mereka kepadanya. Dalam dunia ini ada hal yang sama dengan itu "Lama sekali Israel tanpa Allah yang benar, tanpa ajaran dari pada imam dan tanpa hukum" (2 Tawarikh 15: 3), maka paus harus bijaksana dan jelas dalam ajarannya sehingga orang-orang yang mendengarnya dapat menghindari jerat kematian: Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.” (1 Tim. 4:16).  Paus Feliks III, yang tinggal di dunia yang bermusuhan dengan pesan Injil, melihat perlunya mengoreksi kesalahan dan menguatkan kebenaran, dengan mengatakan bahwa kesalahan yang tidak ditolak berarti ia disetujui; sebuah kebenaran yang tidak dipertahankan, berarti ia ditindas.

Paus Francis

Dalam tahun pertama masa kepausannya, Paus Fransiskus telah berhasil membingungkan dan mengacaukan umat Katolik yang paling tidak kritis sekalipun, yang berusaha keras untuk menutup mata mereka terhadap ambiguitas dalam perkataan dan tindakannya. Kenyataan bahwa musuh bebuyutan dari Gereja (kelompok Freemason) sangat menghormatinya, hal ini telah menimbulkan kekhawatiran pada banyak orang, paling tidak, karena Tuhan sendiri telah memperingatkan bahwa "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah menuruti firman-Ku, mereka juga akan menuruti perkataanmu. (Yoh. 15:18-20).

Keprihatinan umat Katolik semakin meningkat sebanding dengan kepekatan kabut yang menutupi sikap yang sebenarnya dari paus terhadap isu-isu penting. Dilaporkan bahwa ketika dia menjabat sebagai Uskup Agung di Buenos Aires, nampaknya dia ingin dikasihi oleh semua orang dan untuk menyenangkan semua orang, maka dia pernah mengirimkan dua macam sinyal campuran dan sekaligus bertentangan, "Suatu hari dia berpidato di TV yang isinya menentang dan melawan aborsi, dan esok harinya, di acara TV yang sama, dia memberkati para aktivis feminis yang pro-aborsi di Plaza de Mayo; dia juga memberikan pidato yang indah dalam melawan kaum FreeMason dan beberapa jam kemudian, nampak dia makan dan minum bersama mereka di dalam pertemuan Rotary Club setempat." St. Yohanes mencatat bahwa beberapa dari pengikut Kristus adalah orang-orang Farisi: "Namun banyak juga di antara pemimpin yang percaya kepada-Nya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka jangan dikucilkan. Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah. (Yoh. 12:42-43).

‘THE FRANCIS EFFECT’ ADALAH BERUPA PELUCUTAN DAN PEMBUNGKAMAN TERHADAP USKUP-USKUP, IMAM-IMAM, SERTA UMAT AWAM. BERPEGANG TEGUH KEPADA DOKTRIN KATOLIK DAN MELAKSANAKAN AJARAN KATOLIK NAMPAKNYA DIANGGAP SEBAGAI TINDAKAN KETIDAK-TAATAN KEPADA PAUS, TETAPI JIKA KITA MENYETUJUI TINDAKAN PAUS (YANG SESAT) BERARTI KITA MENGKHIANATI GEREJA.

Atas keprihatinan umat Katolik dan demi kepuasan dunia, Paus Fransiskus, dengan melalui perkataan dan perbuatannya, telah menimbulkan banyak kontroversi besar, dan yang paling mengerikan dari hal itu adalah komentarnya "Siapakah aku ini hingga layak menghakimi?" (“Who am I to judge?”). Kalimat bernada pertanyaan dari paus ini langsung melemahkan semangat semua orang yang menolak provokasi dari lobi kaum gay. Disini Bapa Suci telah gagal membuat pembedaan yang diminta, yaitu bahwa Gereja tidak menghakimi orang-orang, tetapi ia memiliki hak dan kewajiban untuk menilai perbuatan dan ajaran orang-orang. Gereja tidak pernah memberikan penilaian atas moral seseorang bahkan orang bidaah besar sekalipun, meskipun ia harus memperingatkan umat beriman tentang keburukan ajaran mereka. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, St. Paulus sendiri memberikan nasihatnya: "Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu.” (1 Kor. 5: 11-13).

Umat ​​Katolik menjadi semakin khawatir ketika ucapan paus terasa seperti menyerang kawanan domba, seperti klaim dari paus bahwa "doktrin atau disiplin justru mengarahkan kita kepada  elitisme narsistik dan otoriter" dan dia juga mengeluh bahwa ada terlalu banyak orang yang berbicara mempermasalahkan kontrasepsi dan aborsi. Kepada siapakah perkataan paus ini diarahkan, selain kepada pro-lifers ? (pendukung kehidupan). Vittorio Messori dalam bukunya "The Defense of Every Life" mengutip ucapan St. Yohanes Paulus II yang mengatakan: "Sulit untuk membayangkan situasi yang lebih tidak adil (di dalam tindakan aborsi), dan sangat sulit untuk tidak berbicara tentang masalah ini, karena kita berhadapan dengan sebuah keharusan yang mendasar dari setiap hati nurani yang baik – yaitu pembelaan atas hak kehidupan manusia yang tidak berdosa dan tak berdaya.” Sebagian besar umat Katolik dapat bersaksi bahwa generalisasi para pewarta Injil tidak pernah membahas masalah kontrasepsi ataupun aborsi. Namun, mengenai hal-hal ini, St. Paulus menyarankan kepada para pewarta itu "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran" (2 Tim. 4: 2).

Kasus ‘Kelinci’ terasa sangat menyakitkan bagi ibu-ibu Katolik di seluruh dunia, terutama mereka yang dengan pengorbanan diri yang besar, telah melahirkan anak-anak mereka. PF yang pernah berkata “who am I to judge”, tetapi sekarang mengatakan, "Saya menegur seorang wanita beberapa bulan yang lalu di sebuah paroki yang hamil delapan kali, dengan tujuh kali bedah Caesar dan berkata: ‘Apakah anda ingin meninggalkan tujuh anak yatim?' Kalimat ini seolah mencobai Tuhan! Justru paus Paulus VI berbicara tentang orang tua yang bertanggung jawab.  Tidak puas dengan menegur wanita itu, dia memperluas tegurannya ke seluruh dunia: "Tuhan memberi anda metode untuk bertanggung jawab. Beberapa orang berpikir, permisi jika saya menggunakan kata ini, bahwa agar menjadi orang Katolik yang baik kita harus bertindak seperti kelinci (maksudnya: memiliki banyak anak). Tidak seperti itu. Ini adalah tanggung jawab orang tua! Hal ini sudah jelas dan karena itulah di gereja ada kelompok-kelompok perkawinan, ada para pakar dalam hal ini, ada pastor-pastor, dan seseorang bisa mencarinya, dan saya tahu ada begitu banyak jalan keluar yang legal dan yang bisa membantu hal ini."

Dalam iklim pastoral yang sangat penting saat ini, posisi PF mengenai Humanae vitae, soal etika seksual Katolik, masih tidak pasti, terutama karena adanya pembicaraan yang melangkahi apa yang diajarkannya. Yang sama-sama mengkhawatirkan kita semua adalah keterbukaan PF yang nyata terhadap 'pernikahan gay' dalam bentuk 'perkawinan sipil'. Yang paling meresahkan dari semuanya adalah dukungan PF secara terbuka kepada Kardinal Kasper yang, pada sinode 2014 lalu menyerukan agar Gereja menerima umat yang bercerai dan menikah lagi, agar mereka diijinkan menerima Ekaristi tanpa harus membenahi status perkawinan mereka. Hal ini seolah menusuk umat Katolik dan menyulut kekhawatiran kita tentang sikap ortodoksi dari paus.

Ucapan-ucapan PF yang ambigu tidak hanya menimbulkan kekhawatiran tapi juga kebingungan di kalangan umat Katolik, yang sebagian besar, takut mengkritik atau menilai paus. Tapi di sini, seperti di atas, sebuah tindakan pembedaan perlu kita lakukan. Bukanlah pribadi paus yang diadili, melainkan tindakan-tindakannya. Juga harus ditekankan disini bahwa penilaian atas tindakan-tindakan PF tidak dimaksudkan untuk menimbulkan kemarahan, namun sebaliknya, hal itu dilakukan karena tindakan-tindakannya telah menjadi penyebab kemarahan di kalangan umat beriman dan merupakan ancaman terhadap iman mereka.

Penghakiman terhadap paus ini dapat diajukan atas wewenang St. Paulus yang mengatakan kepada jemaat di Galatia: "Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: "Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?" (Gal. 2: 11-14).

Ada juga fakta sejarah bagi penilaian semacam itu tentang tindakan paus. Saat itu para teolog di Universitas Paris, para kardinal, uskup, dan raja-raja ramai-ramai menentang paus Yohanes XXII (1316-1334) ketika, dalam khotbah hari Minggunya, dia secara salah telah mengajarkan bahwa Orang-orang Terberkahi tidak bisa melihat Tuhan sampai saat setelah Penghakiman Akhir nanti.
Pada abad keenam belas, Melchior Cano, seorang teolog Spanyol, di dalam Konsili Trent memperingatkan kita agar tidak menaati paus: "Sekarang dapat dikatakan secara singkat bahwa mereka yang membela secara membabi buta dan tanpa pandang bulu pada penilaian apa pun dari paus mengenai setiap masalah yang melemahkan Otoritas Takhta Apostolik, maka mereka tidak usah mendukungnya, mereka boleh menumbangkannya, dan mereka tidak usah  melindunginya ... Petrus tidak membutuhkan kebohongan kita, dia tidak membutuhkan pujian kita. Di zaman kita, Hukum Canon tahun 1983 juga mengakui hak umat beriman dalam hal ini, dimana hukum itu menyatakan bahwa "Sesuai dengan pengetahuan, kompetensi dan keunggulannya, mereka mempunyai hak, bahkan kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyampaikan kepada para Gembala suci pendapat mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja dan untuk memberitahukannya kepada kaum beriman kristiani lainnya, tanpa mengurangi keutuhan iman dan moral serta sikap hormat terhadap para Gembala, dan dengan memperhatikan manfaat umum serta martabat pribadi orang."(§ 212: 3).

Kesimpulan

Gereja saat ini sedang menghadapi tontonan dari para kardinal dan para uskup yang terlibat dalam konflik terbuka satu sama lain mengenai doktrin dan tindakan pastoral. Pada Sinode Luar Biasa tentang Keluarga tahun 2014, para anggota terkemuka dari hierarki Gereja, kecuali beberapa orang, secara terbuka memperdebatkan penafsiran dan pelaksanaan Firman Tuhan kita Yesus Kristus untuk mengesahkan dan membenarkan revolusi seksual di dalam Gereja dengan memberi ijin kepada umat yang bercerai dan menikah lagi secara sipil untuk menerima Komuni Kudus. Jika hal ini diterima, maka paus Clement VII telah bersalah dalam perlakuannya terhadap Henry VIII dan reformasi di Inggris tidak perlu dilakukan. Lebih jauh lagi, mengapa pasangan kumpul kebo dan praktek homoseksual yang tidak bertobat, tidak boleh menerima Komuni Kudus? Ada sesuatu yang berbeda dari semua ini: "Semua imam-imam terkemuka itu dan orang-orang itu telah sangat tidak setia, dimana mereka mengikuti semua kekejian bangsa-bangsa; dan mereka telah mencemari rumah Tuhan yang dikuduskan di Yerusalem. Tuhan, Allah dari nenek moyang mereka, telah mengirimkan banyak sekali utusan kepada mereka, karena Dia sayang kepada umat-Nya dan tempat kediamanNya. Tetapi mereka terus-menerus mengolok-olok utusan Tuhan itu, menghinakan segala FirmanNya, dan mengejek para nabi-nabiNya, sampai murka Tuhan bangkit melawan umat-Nya, sehingga tidak mungkin lagi ada pemulihan. Oleh karena itu, Dia mendatangkan untuk melawan mereka, raja-raja Kasdim, yang membunuh pemuda-pemuda mereka dengan pedang di rumah tempat kudus mereka, dan tidak memiliki belas kasihan pada pemuda atau perawan, tua atau orang ubanan; Dia menyerahkan mereka semua ke dalam tangannya "(2 Tawarikh 36: 14-17). Saat ini, dengan agama lain yang semakin tumbuh dalam kekuatannya, mungkinkah di zaman kita sekarang ada obat yang sebanding dengan yang dibawa oleh raja Kasdim dulu?

‘The Francis effect’ adalah berupa pelucutan dan pembungkaman terhadap uskup-uskup, imam-imam, serta umat awam. Berpegang teguh kepada doktrin katolik dan melaksanakan ajaran katolik nampaknya dianggap sebagai tindakan ketidak-taatan kepada paus, tetapi jika kita menyetujui tindakan paus (yang sesat) berarti kita mengkhianati gereja. Umat ​​Katolik boleh bertanya kepada Petrus, "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?" (Yoh 6:68). Adalah penting bahwa mereka tetap tinggal di Gereja dan tetap dipersenjatai; jika para gembala telah turun seperti Harun untuk bergabung dalam Bacchanalia, maka Gereja membutuhkan orang-orang Lewi. “Ketika Musa melihat, bahwa bangsa itu seperti kuda terlepas dari kandang--sebab Harun telah melepaskannya, sampai menjadi buah cemooh bagi lawan mereka-- maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: "Siapa yang memihak kepada TUHAN datanglah kepadaku!" Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi."(Kel. 32: 25-26).

Kristus telah memperingatkan mengenai saat sekarang ini, dengan mengatakan, "Pada waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku, dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci. Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang. Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin. Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.
"(Mat 24: 9-13).

Gereja sedang menghadapi krisis; sebuah krisis separah yang ditimbulkan oleh kaum Arian dulu. Penyelesaiannya akan membawa pemulihan atau kematian. Untuk mendapatkan pemulihan, maka umat Katolik harus tetap di dalam Gereja dan tetap bersenjata lengkap. Untuk ini, ada lima hal yang perlu dilakukan:

Pertama, berdoa. Pertempuran itu adalah milik Tuhan. "Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia." (Luk. 21:36). Maka berdoalah terus bagi paus seperti gereja awali dulu dengan tak henti-hentinya berdoa bagi Petrus.

Kedua, terus belajar. Umat ​​Katolik harus mengenal Iman, mengenal Kitab Suci, mengetahui ajaran yang tetap dari Gereja, dan memahami asas-asas teologi moral. St. Athanasius berdiri sendirian melawan dunia, oleh karena itu, "Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka. Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. Janganlah kamu disesatkan oleh berbagai-bagai ajaran asing."(Ibr 13: 7-9).

Ketiga, wartakanlah Iman dengan mengajar dan membagikannya di dalam keluarga, dengan menjalankan dan berdoa bersama dan berdoalah kepada satu sama lain sebagai sebuah keluarga.

Keempat, saling mendukung satu sama lain dan mendukung semua pembicara dan organisasi Katolik yang sejati dan otentik. Patut dicatat, ada 500 orang imam yang menandatangani sebuah surat terbuka yang meminta agar ‘Sinode untuk Keluarga’ yang mempromosikan doktrin Katolik perlu didukung oleh semua umat Katolik yang peduli.

Kelima, siap untuk menjalani kemartiran. Dalam Nobis quoque dari Canon Romawi, kita berdoa: Ya Allah, bagi kami hamba-hambaMu, meskipun kami orang berdosa, tetapi kami berharap akan belas kasihanMu yang berlimpah; berkenanlah Engkau dengan murah hati memberikan sebagian dari persekutuan dengan para Rasul dan Martir KudusMu: dengan Yohanes Pembaptis, Stefanus, Matthias, Barnabas ... dan semua Orang KudusMu; Akuilah kami, kami mohonkan kepadaMu, ke dalam persekutuan dengan mereka, tanpa memperhitungkan jasa-jasa kami, tetapi kami mohon pengampunanMu, melalui Kristus Tuhan kami. Amin.

Find more coverage from the 2015 Rome Life Forum here.

Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/


No comments:

Post a Comment