Sunday, May 2, 2021

Pertempuran Terakhir Setan – Bab 2

  


 

Pertempuran Terakhir Setan 

 

Pastor Paul Kramer, B.Ph., M.Div., S.T.L. (Cand.) 

 

 

Bab 2

 

Penentangan Berkepanjangan Dimulai 

 

 

Bahkan pembacaan sepintas dua bagian pertama dari Rahasia Besar dalam Pesan Fatima mengungkapkan bahwa itu adalah tantangan Surgawi terhadap kekuatan-kekuatan dunia, yang bahkan dialami oleh umat Katolik Portugal, yang dirasakan semakin meningkat sejak awal abad ke-20. 

Mengingat teks Rahasia yang diuraikan di bab pertama, jelaslah apa yang diusulkan oleh Surga di dalamnya, akan menjadi kutukan bagi rezim Masonik di Portugal, dan termasuk kepada semua kekuatan terorganisir melawan Gereja yang, pada awal abad terakhir, sedang merencanakan (atas pengakuan mereka sendiri, seperti yang akan kita lihat) serangan terakhir atas benteng Katolik. Elemen dasar dari Pesan itu benar-benar merupakan piagam oposisi terhadap kekuatan-kekuatan ini: menyelamatkan jiwa-jiwa dari neraka; pembentukan devosi kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda di seluruh dunia; konsekrasi Rusia kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda, dan pertobatan Rusia kepada agama Katolik; serta perdamaian dunia, yang kesemuanya lahir dari kemenangan Hati Maria Yang Tak Bernoda. 

Pesan Fatima sangatlah penting bagi keselamatan jiwa; itu sangat jelas. Tetapi yang agak kurang jelas — dan inilah yang akan membuat marah para musuh Gereja, baik yang berasal dari eksternal maupun internal Gereja sendiri — Pesan dan penampakan Bunda Maria juga sangat penting bagi tata tertib yang benar dari masyarakat. Seperti yang dikatakan Tuhan kita: “Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu." (Lukas 12:31) 

Jika umat manusia mengindahkan pesan dari Sang Perawan, maka perdamaian di antara individu, keluarga, kota dan negara, dan seluruh dunia, bisa dicapai dalam bentuk tatanan sosial Katolik. (Kita akan lihat di Bab selanjutnya bahwa tatanan sosial ini bukanlah impian utopis, melainkan sesuatu yang telah tercapai bahkan di abad ke-20 — di Portugal, melalui Konsekrasi kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda pada tahun 1931). Yang pasti, Dosa Asal akan tetap ada, tetapi kita akan melihat periode dalam sejarah manusia seperti yang dinubuatkan oleh Yesaya, yang, di bawah bimbingan Ilahi, membayangkan suatu saat ketika manusia tidak akan berperang lagi, tidak akan mempelajari seni berperang lagi, tetapi manusia akan menempa pedang mereka menjadi mata bajak. 

Kecenderungan manusia terhadap dosa akan sangat dikurangi dan dikendalikan oleh pengaruh besar dari Gereja dan sakramen-sakramennya. Dan seseorang, dengan mengamati dunia saat ini, dapat dengan serius berkata bahwa bahkan perbuatan terburuk dari manusia dalam tatanan sosial Katolik yang pernah ada di Eropa sebelum Reformasi, sama sekali tidak berarti jika dibandingkan dengan kejahatan dan kekerasan yang terjadi saat ini, yang secara virtual dilembagakan di setiap negara di zaman kita — pertama dan terutama dengan bencana tak berujung dari aborsi yang dilegalkan. 

Akibat yang mengalir dari teks sederhana Rahasia Besar Fatima cukup jelas bagi siapa pun meski dia memiliki kecerdasan minimal: Rencana perdamaian di dunia seperti itu hanya dapat dicapai jika ada cukup banyak individu, di segala tingkatan masyarakat, mau bekerja sama secara bebas. (Di sini kami tidak berbicara tentang beberapa orang atau kelompok yang memaksakan kediktatoran agama, seperti yang ada di negara-negara tertentu, tetapi yang kita bicarakan adalah tatanan sosial yang muncul secara alami dari iman Katolik masyarakat umum.) Rencana itu bisa berhasil, bahkan jika itu berhasil berdasarkan rancangan Sang Pencipta umat manusia, Yang telah mengurapi Yesus Kristus, Penebus umat manusia, sebagai Raja segala raja dan Tuan segala tuan (Apoc. 19:16). Yesus adalah Raja, bukan hanya atas individu, tetapi juga atas masyarakat dan atas seluruh dunia. Karena itu, agar rencana Bunda Maria Yang Terberkati, yang adalah Ratu Surga dan bumi, bisa terlaksana, maka umat manusia harus mengakui kedaulatan Kerajaan Kristus atas seluruh umat manusia seperti yang dilakukan melalui Gereja Katolik-Nya. Bahwa manusia, pada kenyataannya, akan tergerak untuk melakukan rencana Bunda Maria itu dalam jumlah yang cukup — pertama di Rusia dan kemudian di tempat-tempat lain — ini adalah keajaiban yang dijanjikan oleh Sang Perawan jika permintaannya dilaksanakan. 

“Dan Ia akan menghakimi orang bukan Yahudi, dan menghardik banyak orang: dan mereka akan mengubah pedang mereka menjadi mata bajak, dan tombak mereka menjadi sabit: bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang melawan bangsa, ia juga tidak akan digunakan lagi untuk berperang.” (Yes. 2: 4) Juga disini "...dan mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak, dan tombak-tombak mereka menjadi sekop: bangsa tidak akan mencabut pedang terhadap bangsa: mereka juga tidak akan lagi belajar perang." (Micheas 4: 3) 

Seseorang dapat memahami bahwa pangeran dunia ini, sebagaimana Yesus Kristus mengacu sebutan pangeran dunia ini pada iblis, tidak akan mau menerima dengan mudah segala usulan yang akan menghancurkan kerajaannya yang sedang berkembang di sini, di bumi. Begitu pula jika rencana damai dari Surga ini diterima oleh orang-orang, maka asosiasi dan perkumpulan rahasia yang kekuasaan dan kejayaannya yang sesat akan hangus jika rencana itu diberlakukan dan pertobatan Rusia dan kemenangan Hati Yang Tak Bernoda — dan dengan demikian Iman Katolik — akan terjadi. 

Dengan latar belakang seperti ini kita dapat lebih memahami mengapa perlawanan sengit terhadap Pesan Fatima muncul bahkan ketika penampakan itu masih berlangsung, dan mengapa perlawanan itu berlanjut hingga hari ini, bahkan melibatkan orang-orang di dalam Gereja sebagai penentang dari permintaan Sang Perawan. 

Pada saat penampakan Fatima, Walikota Ourem, wilayah di mana Fatima dan Aljustrel (desa tempat anak-anak visiuner melihat Bunda Maria) berada, adalah Arturo de Oliveira Santos, yang bisa kita baca di Bab 1. Dia adalah seorang Freemason yang mengaku tidak percaya pada Tuhan, dan juga sebagai tukang pandai besi. Dia populer disebut sebagai "Tinsmith." Pendidikan formalnya rendah, tetapi ambisinya besar. Arturo Santos adalah seorang pemuda pemberani dan penuh semangat, yang menjadi editor Ouriense, sebuah surat kabar lokal yang di dalamnya berisi tulisan-tulisan anti-monarki dan anti-agama yang diungkapkan dengan semangat yang penuh dendam dan dengan beberapa kepandaian bersilat lidah. Pada usia dua puluh enam dia bergabung dengan Grand Orient Masonik Lodge di Leiria. 

Seperti yang ditunjukkan oleh sejarawan Katolik yang terkenal, William Thomas Walsh, Santos, sang walikota, memperoleh indoktrinasi dengan pengetahuan esoteris dari agama sinkretistik dan naturalistik yang telah menjadi lawan utama Gereja Katolik di zaman modern, dan yang telah membual bahwa dengan perencanaan dan pelaksanaan revolusi Portugis tahun 1910, hal itu telah mengambil langkah panjang menuju penghapusan total Agama Kristen di Semenanjung Iberia. Sejarawwan Walsh lebih lanjut memberi tahu kita bahwa pada tahun 1911, kepala Grand Orient, Magalhães Lima, meramalkan bahwa dalam beberapa tahun lagi tidak ada remaja putra yang ingin belajar untuk menjadi imam di Portugal, sementara anggota Mason terkemuka dari Portugis, Alfonso Costa, meyakinkan semua saudaranya, dan beberapa delegasi dari lodge Mason Prancis, bahwa satu generasi lagi kita akan melihat akhir dari Katolikisme, dan menuduh bahwa agama Katolik adalah “penyebab utama dari kondisi menyedihkan di mana negara kita telah jatuh.” Memang ada banyak bukti untuk mendukung prediksi itu, tetapi itu bukan kesalahan agama Katolik. 

Profesor Walsh melanjutkan dengan mencatat bahwa pada tahun 1911 para pejabat baru Portugal menyita properti Gereja, mencerai-beraikan, memenjarakan dan mengasingkan ratusan pastor dan suster, dan memberi waktu lima hari kepada Kardinal Patriark dari Lisbon untuk meninggalkan kota itu dan tidak pernah kembali. Para pastor pengungsi dan religius melarikan diri ke Prancis dan di tempat-tempat lain. Beberapa ada yang berlutut di Lourdes dan berdoa kepada Bunda Allah untuk membantu negara mereka yang tidak bahagia, yang dulu pernah merasa bangga menyebut dirinya "The Land of Holy Mary," namun sekarang menjadi pajangan dari ketidakpercayaan dan anarki, dengan sebuah revolusi baru yang muncul setiap bulannya. 

Arturo Santos, walikota wilayah Ourem, mendirikan sebuah pondok Masonik baru di Ourem, di mana dia telah memindahkan toko pandai besi miliknya ke tempat itu. Pada 1917 dia menjadi pemimpinnya. Melalui teman-teman di persaudaraan Masoniknya, dia mampu menjadi Walikota dari Ourem. Gelar ini membawa serta gelar dari Presiden Administrasi kota dan the Chamber, dan Wakil Hakim Perdagangan. Dengan semua kehormatan ini dan otoritas yang menyertainya, Senhor Santos menjadi orang yang paling ditakuti dan berpengaruh di bidangnya, di Portugal. 

Selama pemerintahannya, semakin sedikit orang yang pergi ke Misa dan Sakramen, lebih banyak perceraian, dan tidak ada keluarga yang memiliki banyak anak. Saat dia menangkap enam orang pastor dan menahan mereka selama delapan hari tanpa alasan, umat awam Katolik terkemuka di Dewan dan the Chamber terlalu sibuk membuat kompromi yang menguntungkan diri mereka sendiri sehingga mereka tidak punya waktu untuk melakukan protes atas penahanan para pastor itu. 

Bagi Tinsmith dan teman-temannya, memperjuangkan ‘kemajuan dan pencerahan,’ seperti yang mereka inginkan untuk menggambarkan konflik mereka dengan Gereja Katolik, semuanya dimenangkan olehnya. 

Pada Agustus 1917, seluruh Portugal mengetahui kisah Penampakan di Fatima, meskipun dalam berbagai variasi versi. Para jurnalis yang anti-agama senang menulis kisah penampakan itu dari sudut cerita yang lucu. Seperti yang ditulis oleh pastor de Marchi tentang sikap pers anti-agama, mereka menyatakan bahwa: “Anak-anak ini adalah boneka para Yesuit. Bukan Yesuit itu sendiri. Nah, kemudian, klerus pada umumnya, atau Paus, khususnya — memikat orang-orang yang bodoh dan yang tidak waspada menuju ke Cova da Iria, untuk menyedot uang mereka. Jika mereka tidak punya uang? Nah, kemudian, kesetiaan politik mereka, sehingga sisi manusiawi dari Republik Portugis yang tercerahkan, bisa disabotase demi keuntungan Roma dan reaksi yang mengikutinya. Disini pers menikmati tamasya yang menyenangkan. Freemason sangat senang sekali.” Semua pendukung setia yang memerintah Orde Baru di negara itu dan di dalam Gereja, menemukan situasi yang semakin lucu. 

Tetapi Arturo Santos, Walikota Ourem, tidak menganggapnya lucu karena praktek keagamaan terbuka sedang terjadi di daerahnya sendiri. Beberapa konstituennya sudah percaya bahwa Bunda Maria menampakkan diri di Fatima, dan dia tidak bisa memikirkan penjelasan apa yang bisa dia berikan kepada rekan-rekan politiknya jika manifestasi agama Kristen ini, yang bertentangan dengan harapan Walikota untuk membangun Republik yang tak bertuhan, terus berkembang di daerahnya sendiri. Jadi dia memutuskan untuk menjatuhkan "hukumam" kepada ketiga visiuner kecil itu. 

Pada 11 Agustus 1917, Walikota Ourem memerintahkan orang tua ketiga anak visiuner itu untuk menghadirkan mereka untuk diadili di Balai Kota. Ti Marto, ayah dari Jacinta dan Francisco, berkata, "Tidak masuk akal untuk membawa anak-anak kecil seperti itu ke pengadilan semacam itu. Selain itu, bagi tiga anak kecil itu, adalah terlalu jauh bagi mereka untuk berjalan. Dan mereka tidak tahu bagaimana cara menaiki binatang tunggangan. Saya tidak akan melakukannya. Dan saya akan pergi dan memberi tahu Administrator alasannya.” Istrinya Olimpia setuju. Ayah Lucia, Antonio, bagaimanapun cenderung setuju dengan istrinya Maria Rosa bahwa jika Lucia berbohong, maka itu akan menjadi alasan yang baik agar dia menerima pelajaran, sementara itu jika dia mengatakan yang sebenarnya (dan mereka ragu bahwa anak-anak itu berbohong), maka Bunda Maria yang akan menyelesaikan segalanya. Antonio meletakkan putrinya di punggung seekor keledai kecil (dia jatuh dari punggung keledai itu hingga tiga kali selama perjalanan) dan mereka berangkat untuk bertemu dengan Walikota. Sedangkan Ti Marto meninggalkan anak-anaknya di rumah dan pergi sendiri untuk berbicara atas nama mereka. Sebelum perjalanan, Jacinta berkata kepada Lucia, “Sudahlah, jika mereka membunuh kamu, kamu hanya perlu memberi tahu mereka bahwa saya juga akan berkata seperti kamu, dan Francisco lebih dari itu, dan bahwa kami ingin mati juga. Dan sekarang saya akan pergi bersama Francisco ke sumur untuk berdoa dengan khusyuk demi kamu." 

Walikota bertanya kepada Lucia apakah dia benar telah melihat seorang Wanita di Cova da Iria, dan menurut dia, Wanita itu siapa. Walikota menuntut agar Lucia menceritakan rahasia yang diberikan Bunda Maria untuk disampaikan kepadanya, dan agar Lucia berjanji untuk tidak pernah datang kembali ke Cova da Iria lagi. Lucia menolak untuk memberitahu dia rahasianya dan menolak untuk membuat janji seperti itu. (Bunda Maria meminta anak-anak itu untuk kembali ke Cova da Iria pada hari ke-13 setiap bulan, dan mereka telah berjanji untuk pergi ke sana pada waktu dan tanggal yang ditentukan untuk tiga kunjungan berikutnya.) Kemudian Walikota bertanya kepada Antonio apakah orang-orang di Fatima mempercayai cerita tersebut, dan Antonio menjawab, “Oh tidak, pak! Semua ini hanya dongeng dari para wanita." 

“Dan apa yang kau katakan?” tanya Walikota kepada Ti Marto. “Saya berada di sini atas perintah Anda,” jawabnya, “dan anak-anak saya mengatakan hal yang sama dengan saya." “Lalu menurutmu, itu benar?” “Ya, Tuan, saya percaya apa yang mereka katakan.” 

Orang-orang yang ada disitu tertawa. Walikota membuat isyarat untuk mengabaikan hal itu dan salah satu anak buahnya memberi tahu mereka untuk pergi. Walikota mengikuti mereka ke pintu dan berkata kepada Lucia, "Jika kamu tidak memberi tahu rahasia itu, hal itu akan membahayakan hidupmu! " Kemudian Lucia dan ayahnya serta Ti Marto kembali ke Aljustrel. 

Pada sore hari tanggal 12 Agustus, tiga polisi memanggil anak-anak visiuner ke rumah Ti Marto,

di mana Walikota menunggu mereka disana. Dia memberi tahu anak-anak kecil itu bahwa kematian mungkin merupakan hukuman bagi mereka jika tidak mau mengungkapkan Rahasia Besar yang telah mereka terima pada tanggal 13 Juli. Tetapi anak-anak itu menolak untuk menceritakannya, dengan alasan bahwa mereka tidak bisa tidak mematuhi Bunda Maria. “Tidak apa-apa,” bisik Jacinta kepada yang lain. "Jika mereka membunuh kita, itu jauh lebih baik, karena kemudian kita akan bertemu Yesus dan Bunda Maria.” 

Pada pagi hari tanggal 13 Agustus, Ti Marto sedang bekerja di ladang. Dia datang ke rumah untuk membersihkan tanah dari tangannya. Disana adalah kerumunan orang di sekitar rumahnya, yang datang untuk hadir pada penampakan yang akan berlangsung hari itu di Cova da Iria. 

Istrinya, Olimpia, merasa kesal dan dia menunjuk ke arah ruang tamu rumahnya. Ti Marto pergi ke ruang tamu, dan seperti yang kita baca dalam ceritanya sendiri tentang hal itu kepada Pastor de Marchi: “Siapa yang harus saya temui selain Walikota sendiri. Meski begitu, saya rasa, saya tidak terlalu sopan kepadanya, karena saya melihat ada seorang pastor ada di sana juga, dan saya bergerak untuk berjabat tangan dengan pastor itu lebih dulu. Lalu saya berkata kepada Walikota, 'Saya tidak menyangka akan bertemu Anda di sini, Pak.' ” 

Walikota berkata dia akan membawa anak-anak itu ke Cova da Iria dengan keretanya, guna memberi mereka waktu untuk berbicara dengan pastor paroki di Fatima, yang, katanya, ingin menanyai mereka. Anak-anak itu dan orang tuanya meragukan tentang sarannya untuk membawa mereka ke dalam kereta kuda, tetapi mereka masih mematuhinya. Walikota mengajak mereka untuk lebih dahulu menemui pastor paroki di Fatima, dan kemudian, bukannya membawa mereka ke Cova da Iria, karena orang-orang melihatnya melecutkan cambuk dan membuat kudanya melesat di jalan ke arah yang berlawanan dengan arah Cova da Iria. 

Walikota itu membawa mereka ke Ourem, dan menguncinya di sebuah kamar di rumahnya. 

Sekitar lima belas ribu orang yang telah berkumpul di Cova da Iria, semua bertanya-tanya di mana anak-anak visiuner itu berada. Pada saat Bunda Maria menampakkan diri, sejumlah perwujudan supernatural juga terjadi seperti yang disaksikan oleh orang banyak pada penampakan sebelumnya di Fatima, yang meyakinkan banyak orang, termasuk orang-orang yang tidak percaya, bahwa Bunda Maria telah datang ke tempat itu. Tetapi tiga anak itu tidak ada di sana untuk menerima pesan Bunda Maria. Kemudian beberapa orang datang dengan membawa berita bahwa Walikota Ourem telah menculik anak-anak visiuner tersebut dan pertama-tama membawa mereka kepada pastor paroki Fatima dan kemudian ke rumahnya sendiri di Ourem. Kerumunan orang banyak dengan cepat menyimpulkan bahwa keduanya (walikota dan pastor paroki) telah bersekongkol bersama dalam penculikan anak-anak visiuner, yang mereka rasa telah "merusak proses penampakan dan mengecewakan Bunda Allah." Suara-suara kecaman dilontarkan untuk menentang Walikota dan pastor paroki. Namun Ti Marto membujuk orang banyak untuk tidak melakukan balas dendam. “Saudara-saudara,  santai saja! Jangan menyakiti siapa pun! Siapa pun yang pantas dihukum akan menerimanya. Semua ini (diijinkan untuk terjadi) oleh kuasa Yang Esa di atas!” 

Keesokan paginya Walikota Ourem kembali menginterogasi anak-anak itu, yang sekali lagi mengatakan bahwa mereka telah melihat seorang Wanita cantik, dan sekali lagi mereka menolak untuk memberitahukan Rahasia itu kepadanya, meski ketika dia mengancam mereka penjara seumur hidup, penyiksaan dan kematian. Walikota bertekad untuk mendapatkan dari anak-anak itu pengakuan yang akan mengakhiri manifestasi religius yang terjadi di wilayahnya. Jadi dia kemudian menjebloskan anak-anak visiuner itu kedalam penjara kota, dengan sel-selnya yang gelap dan berbau busuk, dengan jeruji besi yang kokoh. Mereka dimasukkan ke dalam ruangan tempat sebagian besar tahanan digiring bersama. Anak-anak itu sangat ketakutan dan sedih, terutama Jacinta yang berusia tujuh tahun, yang mengira dia tidak akan bisa melihat orang tuanya lagi. Tetapi mereka meyakinkan satu sama lain, mengingatkan satu sama lain tentang apa yang dikatakan Bunda Maria kepada mereka tentang Surga, dan mereka mempersembahkan penderitaan mereka demi pertobatan para pendosa. Anak-anak kecil itu berdoa Rosario di dalam penjara, dan para narapidana yang lain bergabung bersama mereka di dalam doa. 

Beberapa saat kemudian, Walikota meminta anak-anak itu dibawa oleh seorang polisi, dan dia membuat permintaan terakhir untuk menerima Rahasia itu. Kemudian, karena anak-anak itu tetap menolak untuk mengatakannya, lalu dia mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan direbus hidup-hidup di dalam minyak mendidih. Dia meneriakkan perintah, dan seorang penjaga membuka pintu. Dia bertanya kepada penjaga apakah minyak itu telah siap dan dalam keadaan panas, dan penjaga itu menjawab ya. Kemudian dia memerintahkan penjaga untuk melemparkan yang termuda, Jacinta, ke dalam minyak mendidih lebih dulu. Penjaga itu menangkap Jacinta dan membawanya pergi. Seorang penjaga melihat Francisco menggerakkan bibirnya dalam doa, diam-diam, dan dia menanyakan apa yang dia katakan. “Doa Ave Maria,” Francisco menjawab, “supaya adik perempuan saya tidak merasa takut.” Lucia dan Francisco yakin bahwa penjaga itu akan segera kembali untuk membunuh mereka juga. Francisco berkata kepada Lucia, “Apa pedulinya kita jika mereka membunuh kita? Kita akan langsung masuk ke Surga.” 

Kemudian penjaga kembali ke kamar tempat anak-anak tersebut diinterogasi oleh Walikota, dan memberi tahu Lucia dan Francisco bahwa Jacinta telah direbus dalam minyak karena dia tidak mau mengungkapkan Rahasia dari Bunda Maria. Walikota mencoba membujuk dua anak yang tersisa untuk mengungkapkan Rahasia itu atau hal yang sama akan terjadi pada mereka. Karena mereka tetap tidak bersedia mengungkapkan Rahasianya, Francisco dibawa ke tempat yang sama untuk menerima nasib yang sama. Setelah itu, penjaga itu mendatangi Lucia. Meskipun dia percaya bahwa Francisco dan Jacinta telah dibunuh karena tidak mau mengungkapkan Rahasia, dia juga bertekad lebih baik mati daripada mengungkapkan Rahasia dari Perawan Yang Terberkati, yang telah dipercayakan kepadanya. Jadi dia juga dibawa dengan pengawasan dari si penjaga dan Lucia percaya bahwa dia pasti akan mati juga. 

Ternyata Jacinta hanya dibawa ke ruangan lain, dan Francisco dan Lucia, saat itu giliran mereka untuk "direbus dalam minyak," dibawa ke ruangan yang sama, dan mereka semua berada bersama lagi. Itu

hanyalah tipuan untuk menakut-nakuti mereka agar mengungkapkan Rahasia. Lucia menulis di memoarnya, mengenang insiden tersebut, memberi tahu kita bahwa dia yakin, seperti juga kedua sepupunya, bahwa mereka akan segera menjadi martir di tangan Walikota. 

Keesokan paginya, dengan interogasi lagi, Walikota masih tidak bisa menerima rahasia yang diinginkannya. Maka dia mengaku bahwa itu tidak ada gunanya, dan kemudian memerintahkan mereka untuk dikirim kembali ke Fatima. Saat itu tanggal 15 Agustus Pesta Kenaikan Bunda Maria. 

Bahwa Walikota Masonik dari kota Ourem itu akan bertindak lebih jauh, dan mengancam tiga anak kecil itu dengan kematian yang mengerikan untuk mencegah orang menjadi percaya dan secara terbuka menunjukkan iman mereka Tuhan, Bunda Kudus-Nya dan Gereja Katolik, menunjukkan beberapa indikasi sejauh mana Freemason akan bertindak dalam keputusasaan mereka untuk menghancurkan Gereja sekali dan untuk selamanya, dan mendirikan Republik Tak Bertuhan mereka — tidak hanya di Portugal, tetapi di seluruh dunia. 

 

-------------------------------------------

 

Selanjutnya: Bab 3 - Rencana Perdamaian Surga Dalam Mikrokosmos 


Silakan melihat artikel lainnya disini: 

Pedro Regis 5111 - 5115

Gisella Cardia 17, 21, 24 April 2021

Para Gembala Bukanlah Orang Upahan

Enoch, 24 April 2021

LDM, 27 April 2021

Pertempuran Terakhir Setan – Bab 1

Chrislam, Francis Dan Sebuah Agama Tunggal Dunia