Friday, September 23, 2016

SEORANG FILSUF TERKENAL BERKATA

NEWSCATHOLIC CHURCHWed Sep 21, 2016 - 12:41 pm EST
SEORANG FILSUF TERKENAL BERKATA : PAUS HARUS MENGHENTIKAN PERNYATAAN-PERNYATAANNYA YANG NYATA-NYATA SESAT UNTUK MENGHINDARI SKISMA
Dr. Josef Seifert
September 21, 2016 (LifeSiteNews) - Josef Seifert, filsuf Katolik dari Austria dan teman dekat mendiang Paus Yohanes Paulus II, mengatakan dalam sebuah wawancara baru-baru ini bahwa dia berharap agar Paus Francis mencabut pernyataan-pernyataannya yang nyata-nyata sesat di dalam Amoris Laetitia untuk menghindari “skisma” atau "perpecahan” yang total dalam Gereja.
Berbicara kepada Gloria.TV tentang surat yang dia tulis bagi Paus Francis serta sebuah esai-nya yang menguraikan beberapa kekhawatirannya terhadap anjuran (AL) itu, Seifert menjelaskan bahwa ada empat kesimpulan yang bisa ditarik dari Amoris Laetitia (AL).
Ke empat kesimpulan ini "secara radikal adalah berbeda dan karena itu saya pikir orang harus mencari kejelasan mana yang merupakan jawaban yang benar," demikian katanya.
Kesimpulan pertama adalah ahwa adalah tetap merupakan sebuah tindakan sakrilegi (pencemaran) bagi mereka yang berada dalam keadaan dosa berat dan tidak bertobat, untuk menerima Komuni Kudus, terutama karena catatan kaki 351 membuka pintu bagi tindakan ini.
Para pendukung argumen ini bisa beralasan bahwa teks (AL) itu bukan merupakan dokumen magisterial, seperti yang dikatakan oleh Kardinal Burke, sehingga dokumen itu (AL) bukanlah bentuk atau sarana yang tepat untuk mengubah doktrin agama Katolik (dan) tradisi selama 2.000 tahun ini mengenai disiplin sakramental dengan melalui beberapa goresan pena tanda tangan dari PF. ... Jadi tidak ada yang berubah, pada dasarnya, dan dokumen itu mungkin mencoba untuk mengubah sesuatu, tetapi tidak mengubah apa pun. "
Kesimpulan kedua adalah sebaliknya – berlawanan dan secara mutlak serta radikal bertentangan," kata Seifert. "Dan itu adalah berupa pernyataan bahwa setiap pasangan, semua homosek, semua lesbian, semua pezinah, semua orang yang menikah lagi, ataupun tidak menikah lagi – ya, semua orang diterima di Meja Perjamuan Tuhan" Dia berpendapat bahwa ini pada dasarnya adalah interpretasi yang dianut oleh para uskup Filipina, yang telah "membuat pernyataan penting dalam hal pengaruh dari dokumen ini."
"Penafsiran ini tidak bisa seperti apa yang dimaksudkan oleh paus - tidak harus sama seperti yang dikehendaki oleh paus, karena penafsiran paus itu bisa menyebabkan tindakan sakrilegi yang tak terhitung banyaknya, segala macam orang berdosa (berat) boleh datang untuk menerima Sakramen Perjamuan Kudus," kata Seifert. Membiarkan penafsiran seperti ini berarti "membuka pintu untuk mengubah Gereja, bait Allah, menjadi bait setan."
Seifert meminta Paus Francis untuk "benar-benar dan secara wajib menyatakan bahwa penafsiran ini adalah pemahaman yang salah terhadap ajaran Gereja."
Forum internal yang akan menjadi 'bencana pastoral'
Kemungkinan interpretasi ketiga dari Amoris Laetitia adalah bahwa suatu pasangan mungkin melakukan "pemeriksaan" dengan bantuan seorang imam, apakah mereka benar-benar bersalah atas tindakan mereka yang terus-menerus dilakukan, yang oleh Gereja disebut sebagai perbuatan dosa yang obyektif.
"Bagaimana hal itu diterapkan?" tanya Seifert. "Haruskah seorang imam berkata kepada seorang pezinah, 'Anda adalah pezina yang baik, anda berada di keadaan rahmat, anda adalah seorang yang sangat saleh, maka anda mendapatkan pengampunan tanpa harus mengubah kehidupan anda dan kemudian anda dapat menerima Komuni Kudus. ... Dan kemudian datanglah pezinah lainnya, dan imam yang sama itu mengatakan, 'Oh, anda adalah jelas seorang pezina. Anda harus terlebih dahulu mengaku dosa, anda harus merubah hidup anda, anda harus memperbaiki hidup anda, dan kemudian anda dapat menerima Komuni Kudus.” Nah, bisakah seorang imam yang sama melakukan nasihat seperti ini?
Hal ini benar-benar tidak pantas dilakukan, dan hal ini bisa menjadi "bencana pastoral," demikian Seifert memperingatkan. Dia juga mengatakan bahwa hal itu bisa membingungkan pasangan Katolik yang bercerai dan menikah lagi, dimana beberapa di antara mereka mungkin diberitahu oleh imam mereka untuk langsung menerima Komuni Kudus dan pasangan yang lain mungkin diberitahu oleh imam yang sama untuk hidup abstinently (tidak berhubungan suami istri) dan mengaku dosa agar bisa menerima Komuni Kudus. Seifert mencatat bahwa kesimpulan ketiga ini berisi masalah “kesalahan logis" yang mengasumsikan bahwa jika seseorang "tidak mengerti bahwa apa yang dia lakukan adalah salah, maka dia tidak bersalah dan berada dalam keadaan rahmat, tetapi kebutaan atas suatu tindakan yang salah itu adalah sebuah dosa berat."
"Adalah sebuah asumsi yang keliru jika banyak pasangan tidak merasa bersalah jika dia menikah lagi dan menganggap orang yang bercerai itu adalah sebagai “pendosa yang tidak bersalah” dan mereka tetap berada dalam keadaan rahmat, karena kebutaan mereka sendiri (terhadap kenyataan bahwa mereka melakukan perzinahan) dan kebutaan seperti itu adalah dosa, "kata Seifert.
Penyangkalan terhadap adanya neraka haruslah diluruskan, agar menjadi jelas.
Menurut Seifert, kemungkinan penafsiran ke empat dari Amoris Laetitia adalah orang dapat mengatakan di dalam hati nuraninya bahwa pernikahan pertama mereka adalah tidak sah, meskipun pengadilan gerejawi mengatakan sebaliknya, dan karena itu dia merasa boleh bercerai, dan "menikah" lagi, dan menerima Sakramen-sakramen sambil tetap melakukan hubungan seksual dengan pasangan kedua mereka.
Masalah ini tidak boleh diserahkan kepada suara hati nurani dari masing-masing individu untuk menilai apakah pernikahannya adalah sah atau tidak, dan tanpa melibatkan penilaian dari seorang imam, karena untuk menilai ... keberadaan suatu Sakramen (dalam hal ini adalah Sakramen Perkawinan) membutuhkan penyelidikan yang cermat dan itu adalah tugas pengadilan Gerejawi dan karena itu seseorang tidak bisa ... dalam hati nuraninya mengatakan, (dulu itu) saya tidak menikah dan sekarang saya menikah lagi," demikian Seifert menjelaskan. Dia juga mengatakan bahwa jika ada seseorang yang menyatakan bahwa pernikahannya tidak sah hal ini dikutuk oleh Konsili Trent, karena hal itu tidak sejalan dengan ajaran Gereja.
Maka adalah benar-benar sesat jika mengatakan, seperti yang dilakukan oleh Amoris Laetitia, bahwa seseorang mungkin tidak dapat hidup sesuai dengan tuntutan Injil, demikian kata Seifert. Amoris Laetitia menyarankan agar orang dapat "mengakui bahwa adalah kehendak Tuhan untuk hidup dalam hubungan perzinahan," tetapi "hal itu jelas bertentangan dengan beberapa dogma Konsili Trent dan hal itu jelas bertentangan dengan Veritatis Splendor dan beberapa ajaran mulia Gereja," katanya.
Seifert menekankan bahwa dia tidak menyebut Paus adalah sesat, tetapi dia hanya menunjukkan bahwa paus telah membuat berbagai pernyataan yang sesat yang harus diperbaiki.
"Paus mengatakan bahwa tidak ada orang yang dikutuk selamanya ... dimana hal ini dapat saja diartikan dengan pengertian yang lain, tetapi sulit sekali untuk menafsirkan kalimat itu dengan makna lain selain penolakan terhadap keberadaan neraka," katanya. Kristus "memperingatkan kita tentang adanya bahaya yang besar dan nyata dari hukuman kekal," seperti yang juga disampaikan oleh berbagai orang kudus dan Perawan Maria pada penampakan-penampakan yang telah diakui oleh Gereja, "dan karena itu, jika Paus mengajak orang yang berada dalam keadaan dosa berat untuk menerima Sakramen-sakramen maka pada saat yang sama dia berkata bahwa tidak ada orang yang akan dihukum selamanya, dan saya berkesimpilan bahwa paus telah menyangkal adanya hukuman kekal."
"Karena itu saya menyarankan kepada paus agar dia pertama-tama harus menjelaskan bahwa dia tidak ingin menyangkal keberadaan neraka dalam pernyataannya itu, karena hal itu akan bertentangan dengan Kitab Suci, dan bertentangan terhadap beberapa dogma," kata Seifert. Bahkan meskipun jika Paus Francis mengatakan bahwa pernyataan-pernyataannya itu bukanlah merupakan penolakan terhadap keberadaan neraka,  “tetapi saya pikir banyak orang menafsirkannya demikian (menolak keberadaan neraka) dan karena itu dia harus secara jelas mengatakan kebenaran Injil dan tidak memberi kesan seolah dia menolak keberadaan neraka," dia berkata. Hal ini harus dilakukan oleh paus "demi kejelasan dan demi pemeliharaan pastoral."
Seifert akan tetap berbicara 'bahkan jika saya dibunuh untuk itu'
Paus Francis akan menumbuhkan “rasa penghargaan dan rasa hormat di dunia" jika dia mau menarik pernyataan-pernyataannya di dalam Amoris Laetitia yang nampak bertentangan dengan doktrin Katolik, demikian kata Seifert. Namun jika dia "tetap bertahan dengan hal itu," maka ada "bahaya perpecahan di dalam Gereja."
"Untuk menghindari perpecahan dan untuk menghindari bid'ah serta menghindari perpecahan total di dalam Gereja, saya pikir perlu sekali agar paus ... diberitahu tentang masalah ini dan mencabut pernyataan-pernyataan itu,” kata Seifert
Seifert mengatakan bahwa dirinya bukanlah satu-satunya akademisi Katolik yang menyampaikan alarm tanda bahaya mengenai Amoris Laetitia. Profesor Robert Spaemann, seorang profesor filsafat terkemuka dari Jerman dan teman dekat Paus Emeritus Benediktus XVI, dan Dr. Jude P. Dougherty, mantan dekan School of Philosophy di Catholic University of America, mereka menyerukan keprihatinan yang serius atas anjuran AL itu. Professor Robert Spaemann menyebutnya sebagai "pelanggaran" terhadap tradisi Katolik dan Dr. Jude P. Dougherty menulis jika ambiguitas Paus Francis menunjukkan “bahwa apa yang sudah pasti pada saat sebelumnya, kini menjadi bermasalah."
"Bahkan jika saya harus dibunuh untuk itu, saya pikir saya harus tetap berbicara karena seseorang tidak bisa tinggal diam saja jika dia mengetahui bahwa kebenaran-kebenaran penting, yang juga sangat penting bagi keselamatan kekal dari umat beriman, dikaburkan ... di dalam dokumen (Amoris Laetitia)," demikian kata Seifert.
Watch Dr. Seifert's interview with Gloria.TV here:


No comments:

Post a Comment