Saturday, September 24, 2016

Vol 2 - Bab 16 : Keringanan bagi jiwa-jiwa suci

Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah

Bab 16

Keringanan bagi jiwa-jiwa suci
Liturgi Gereja
Peringatan bagi orang yang meninggal
St.Odilo

Gereja kudus memiliki sebuah liturgi khusus bagi orang yang meninggal. Hal itu terdiri atas upacara Gereja pada waktu sore dan pagi hari, puji-pujian dan Misa Kudus yang biasa disebut Misa Arwah. Liturgi ini cukup menyentuh dan mulia sekali, dan melalui dukacita serta air mata telah membuka kepada mata dari umat beriman akan adanya terang penghiburan yang bersifat kekal. Liturgi ini diadakan pada saat pemakaman dari anak-anak Gereja, dan terutama pada hari yang mulia pada peringatan dari kematian. Misa Kudus disini sangat berperanan besar. Ia seperti sebuah pusat ilahiah dimana disekitarnya dikelilingi oleh doa-doa dan berbagai upacara. Pada hari sesudah pesta Semua Orang Kudus, perayaan yang besar bagi Seluruh Jiwa-jiwa, maka semua imam haruslah mempersembahkan Misa Kudus bagi orang yang meninggal. Dimana umat beriman menjadikan hari itu sebagai tugas mereka untuk menolong dan mempersembahkan Komuni Kudus, doa-doa, sedekah, demi keringanan saudara-saudara mereka di Api Penyucian. Pesta bagi orang yang meninggal ini tidaklah terlalu jauh asal usulnya. Dari sejak awal Gereja selalu berdoa bagi anak-anaknya yang meninggal. Gereja menyanyikan dari Mazmur, mendaraskan doa-doa, mempersembahkan Misa Kudus demi istirahat jiwa-jiwa itu. Namun kita tidak melihat bahwa ada pesta khusus untuk memohon kepada Allah bagi semua orang yang telah meninggal secara umum. Hingga abad ke 10, maka Gereja yang selalu dituntun oleh Roh Kudus, meneguhkan peringatan bagi umat yang telah meninggal, dimana hal ini berguna untuk mendorong umat beriman untuk memenuhi kewajiban suci mereka dengan mendaraskan doa-doa bagi orang yang meninggal seperti yang dianjurkan oleh kemurahan hati Kristiani.

Buaian dari kemeriahan ini adalah Uskup Cluny, St.Odilo, yang menjadi uskup disana pada penutupan abad ke 10 yang dikenal diseluruh Perancis karena kemurahan hatinya kepada sesamanya. Untuk meluaskan rasa kemurahan hatinya terutama kepada orang yang meninggal, dia tak pernah berhenti berdoa bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian. Kemurahan hati yang lembut inilah yang mengilhami dia untuk mendirikan biaranya itu, seperti juga didalam kepercayaannya, mengadakan pesta untuk memperingati dan mendoakan orang yang meninggal. Kita percaya, demikian kata ahli sejarah, Berault, bahwa dia telah menerima sebuah pencerahan atas manfaat dari kemurahan hati itu, karena Tuhan telah menyatakan dengan cara yang menakjubkan, betapa senangnya Dia dengan devosi dari hambaNya itu. Begitulah yang diceritakan oleh penulis biografinya. Ketika Uskup yang suci itu memimpin biaranya di Perancis, ada seorang pertapa yang suci yang hidup disebuah pulau di lepas pantai Sicilia. Seorang peziarah Perancis terdampar di pantai pulau itu oleh karena badai. Pertapa itu dikunjungi oleh peziarah itu. Dia bertanya kepada peziarah itu apakah dia mengenal Uskup Odilo. “Tentu saja”, jawab peziarah itu, “aku mengenal dia dan aku bangga menjadi kenalannya. Namun bagaimana anda bisa mengenal dia dan mengapa anda bertanya hal itu padaku ?”. “Aku sering mendengar”, jawab si pertapa itu, “karena roh-roh jahat selalu mengeluhkan orang-orang yang suci, yang melalui doa-doa dan sedekah mereka telah berhasil membebaskan jiwa-jiwa itu dari rasa sakit yang mereka tanggung di Api Penyucian, namun mereka terutama mengeluhkan akan Ordilo, Uskup Cluny, serta para anggota religiusnya. Karena itu jika anda nanti kembali ke negeri anda, aku memohon demi nama Tuhan, ajaklah bapa Uskup dan para rahibnya untuk meningkatkan perbuatan baik mereka demi jiwa-jiwa yang malang itu”.

Peziarah itu kemudian pergi ke biara Uskup Cluny dan menyampaikan apa yang diminta darinya. Akibatnya, St.Odilo memerintahkan kepada semua anggota biara itu, pada hari setelah pesta Seluruh Para Kudus, untuk merayakan peringatan bagi seluruh umat beriman yang telah meninggal, dengan mendaraskan doa-doa bagi orang yang meninggal itu pada malam sebelumnya, dan pada pagi hari berikutnya. Dengan membunyikan semua lonceng-lonceng dan merayakan Misa Kudus demi istirahat bagi jiwa-jiwa suci itu. Dekrit ini yang dikeluarkan di Cluny bagi biara itu dan bagi semua orang yang bergantung kepadanya, dan masih dipertahankan hingga kini. Tindakan yang begitu suci ini ditularkan kepada Gereja-gereja lainnya dan dalam perjalanan waktu hal itu menjadi kebiasaan yang universal diseluruh dunia Katolik.



No comments:

Post a Comment