Friday, November 18, 2016

Vol 2 - Bab 32 : Keringanan bagi jiwa-jiwa suci

Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah

Bab 32

Keringanan bagi jiwa-jiwa suci
Manakah yang menjadi sasaran dari kemurahan hati kita
Seluruh umat beriman yang meninggal
St.Andrew Avellino
Pendosa yang meninggal tanpa menerima Sakramen-sakramen
St.Francis de Sales

Kita telah melihat berbagai sumber dan sarana dimana Kerahiman Ilahi telah menaruh di tangan kita untuk meringankan penderitaan jiwa-jiwa di Api Penyucian. Tetapi jiwa yang mana dari nyala api penebusan dosa itu ? dan kepada jiwa siapakah kita harus menolong ? Bagi jiwa yang mana kita harus berdoa dan mempersembahkan permohonan kita kepada Tuhan ? Terhadap pertanyaan ini kita harus menjawab bahwa kita harus berdoa bagi seluruh jiwa-jiwa umat beriman yang meninggal, omnium fidelium defunctorum, sesuai dengan pernyataan Gereja. Meskipun kebaikan hati terhadap keluarga memberikan kewajiban yang khusus kepada kita sebagai orang tua dan saudara untuk mendoakan mereka,  tetapi kemurahan hati Kristiani memerintahkan kita untuk berdoa bagi seluruh umat beriman yang meninggal secara umum, karena mereka semua adalah saudara kita didalam Yesus Kristus. Semuanya adalah tetangga kita yang harus kita kasihi seperti diri kita sendiri.   

Dengan perkataan ini umat beriman yang meninggal yang dimaksudkan Gereja adalah mereka yang berada didalam Api Penyucian, dan bukan mereka yang berada didalam neraka, atau yang tidak layak masuk kedalam kemuliaan Surga. Namun siapakah jiwa-jiwa itu ? Bisakah kita mengetahui mereka-mereka itu ? Tuhan telah merahasiakan pengetahuan ini hanya bagi DiriNya sendiri, kecuali jika Dia memang berkenan menunjukkan hal itu kepada kita, maka kita tetap tidak mengetahui keadaan dari jiwa-jiwa disebelah sana. Dia jarang sekali memberitahu bahwa suatu jiwa berada di Api Penyucian atau didalam kemuliaan Surga. Dan lebih jarang lagi Dia memberitahukan kutukan dari suatu jiwa. Didalam ketidak-pastian ini kita harus berdoa secara umum, seperti halnya Gereja, bagi semua orang yang meninggal, tanpa prasangka apa-apa terhadap jiwa-jiwa yang kita inginkan secara khusus.

Kita mungkin membatasi ujub-ujub kita kepada orang-orang itu yang masih membutuhkan pertolongan kita, jika Tuhan memberi kita hak istimewa seperti yang diberikanNya kepada St.Andrew Avellino, dimana dia bisa mengetahui keadaan dari jiwa-jiwa disebelah sana. Ketika religius yang suci dari ordo Theatines ini, sesuai dengan kebiasaannya yang suci, sedang berdoa dengan semangat yang besar bagi orang yang meninggal, kadang-kadang terjadilah bahwa dia mengalami didalam dirinya sebuah tahanan tertentu, sebuah perasaan penolakan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Pada saat yang lain, sebaliknya, sebuah penghiburan dan tarikan yang khusus terasa pada dirinya. Dia segera mengerti arti dari perasaan yang berbeda-beda ini. Yang pertama menunjukkan bahwa doa-doanya tidak bermanfaat, bahwa jiwa yang dia maksudkan itu tidak layak menerima kemurahan hati, dan dia dihukum didalam api yang kekal. Dan pada perasaannya yang lain menunjukkan bahwa doa-doanya bermanfaat bagi keringanan jiwa di Api Penyucian itu. Hal yang sama juga terjadi jika dia ingin mempersembahkan Kurban Kudus bagi seseorang yang meninggal. Dia bisa merasakan, setelah meninggalkan sakristi, seolah dirinya ditahan oleh tangan yang tak bisa dielakkan, dan dia mengerti bahwa jiwa itu berada didalam neraka. Namun jika dia dipenuhi oleh suasana hati yang bahagia, terang dan devosi yang besar, maka dia merasa pasti bahwa dia telah berhasil membebaskan suatu jiwa.

Orang kudus yang bermurah hati ini selalu berdoa dengan semangat yang besar bagi orang yang meninggal yang dia ketahui sedang menderita dan tak pernah berhenti menyampaikan permohonan hingga jiwa-jiwa itu datang dan berterima-kasih kepadanya, memberikan kepastian akan pembebasan mereka.

Dan bagi kita sendiri, yang tak memiliki terang adikodrati seperti ini, kita harus berdoa bagi seluruh umat beriman yang meninggal, bahkan bagi pendosa yang paling berat sekalipun dan bagi umat Katolik yang paling saleh sekalipun. St.Agustinus sungguh menyadari keutamaan yang tinggi dari ibunya, St.Monica, namun dia tidak puas hanya dengan menyampaikan doa-doa permohonan baginya kepada Tuhan, hingga dia meminta tolong kepada semua pembaca tulisan-tulisannya untuk memohonkan ibunya itu kepada Kerahiman Ilahi.

Dalam hal para pendosa berat, yang meninggal sebelum sempat berdamai dengan Allah, kita tak boleh melepaskan mereka dari doa-doa permohonan kita, karena kita tidak tahu pasti akan keadaan hati mereka. Iman mengajarkan kepada kita bahwa semua orang meninggal dalam keadaan dosa berat akan menerima hukuman kekal. Tetapi siapakah yang meninggal dalam keadaan seperti itu ? hanya Tuhan saja yang berhak menilai kehidupan dan kematian, yang mengetahui hal ini. Dan bagi kita sendiri, kita hanya bisa menarik kesimpulan dengan meraba-raba dari keadaan yang nampak dari luar, dan dalam hal ini kita harus pandai menahan diri. Tetapi haruslah diakui bahwa ada sesuatu yang harus ditakutkan bagi mereka yang meninggal dalam keadaan tidak siap, dan semua harapan nampaknya telah hilang bagi mereka yang menolak untuk menerima Sakramen-sakramen. Orang seperti ini meninggal dengan tanda-tanda kutukan. Namun kita harus tetap menyerahkan penilaian kepada Allah, sesuai dengan Sabda :”Dei judicium est” Bagi Tuhanlah penghakiman itu” (Deut. 1:17). Ada harapan yang lebih besar pada mereka yang tidak bersifat menentang terhadap agama, yang bersikap baik terhadap orang yang miskin, yang menjalankan beberapa keutamaan Kristiani. Ada lebih banyak pengharapan bagi orang-orang seperti ini ketika terjadi kematian yang mendadak pada diri mereka, sebelum mereka sempat menerima Sakramen Perminyakan.

St.Francis de Sales menganjurkan kita untuk tidak cemas akan pertobatan para pendosa hingga hembusan napas terakhir mereka, dan bahkan setelah kematian mereka. Dia melarang kita untuk menghakimi kejahatan mereka yang bertingkah laku jelek. Dengan perkecualian terhadap mereka, para pendosa itu, yang kutukannya dinyatakan dengan jelas didalam Kitab Suci, maka kita tak boleh menyimpulkan bahwa orang itu terkutuk, tetapi kita harus menghormati rahasia Allah. Alasan yang utama adalah karena jika rahmat pertama (Sakramen Permandian) adalah tidak bermanfaat, maka begitu juga halnya dengan rahmat yang terakhir (Sakramen Perminyakan) yang merupakan keteguhan terakhir atau sebuah jaminan kematian yang baik. Inilah sebabnya kita harus berharap bagi orang yang meninggal, betapapun menyedihkan kematiannya, karena perkiraan kita bisa berdasarkan kepada penampilan luar saja dimana orang yang paling pandai sekalipun bisa tertipu.



No comments:

Post a Comment