Friday, October 13, 2017

SEORANG PSIKIATER (RICK FITZGIBBONS, M.D) BERKATA...

SEORANG PSIKIATER (RICK FITZGIBBONS, M.D) BERKATA:
AMORIS LAETITIA ADALAH SEBUAH ‘ANCAMAN MEMATIKAN’ BAGI KELUARGA-KELUARGA.
St. JOHN PAUL II TELAH BERTINDAK BENAR

Rick Fitzgibbons, M.D., adalah seorang psikiater yang merupakan direktur Institute for Marital Healing di luar Philadelphia. Dia telah menjabat sebagai profesor tamu di Institut Kepausan John Paul II, memberi kuliah tentang tentang Perkawinan dan Keluarga di Universitas Katolik Amerika dan sebagai konsultan Kongregasi untuk para Klerus di Vatikan. Dia telah banyak menulis tentang asal usul dan perlakuan terhadap konflik perkawinan pada dua buah bukunya American Psychological Association.


12 Oktober 2017 (LifeSiteNews) - Umat yang setia di dalam Gereja saat ini mengalami masa yang paling menantang dan penuh dengan tekanan. Ajaran Yesus dan GerejaNya yang berusia 2.000 tahun telah ditempatkan dalam bahaya besar melalui pernyataan PF yang ada di dalam Amoris Laetitia bab delapan, dan oleh kegagalan Paus Francis untuk memperbaiki berbagai kesesatan yang dilakukan melawan pernikahan, Ekaristi dan moralitas seksual oleh para anggota hierarki dan para imam.

Berbagai reaksi dan tanggapan yang muncul baru-baru ini terhadap krisis yang terjadi di dalam Gereja telah disemangati dan didorong oleh tindakan St. Paul ketika dia menegur Santo Petrus, paus pertama yang dipilih oleh Kristus. “Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah.”- Galatia 2:11.

Kepada PF juga telah disampaikan sebuah koreksi formal di mana dia dituduh menyebarkan tujuh ajaran sesat mengenai pernikahan, kehidupan moral, dan penerimaan sakramen-sakramen.

Amoris Laetitia telah banyak dikritik karena sangat membahayakan iman Katolik. PF, yang tanggung jawab utamanya adalah membela dan meneruskan kebenaran iman, namun kenyataannya dia telah mengabaikan permintaan beberapa orang kardinal untuk memberikan klarifikasi atas bagian-bagian Amoris Laetitia yang paling membingungkan dan kontroversial.

Di dalam Amoris Laetitia, paragraf 303, PF juga telah dituduh secara efektif menolak keberadaan moral absolut:

"Namun hati nurani bisa melakukan lebih dari sekedar mengenali bahwa situasi tertentu tidak sesuai secara objektif dengan keseluruhan tuntutan Injil. Ia juga dapat mengetahui dengan ketulusan dan kejujuran terhadap apa yang sekarang ini menjadi tanggapan yang paling layak yang dapat diberikan kepada Tuhan dan melihat dengan jaminan keamanan moral tertentu bahwa itulah yang diminta Tuhan di tengah kompleksitas konkret dari keterbatasan seseorang, sementara dia tidak sepenuhnya mengerti tujuannya yang ideal."
Dari perspektif psikologi, Amoris Laetitia juga menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan dan stabilitas pernikahan, kehidupan keluarga dan anak-anak Katolik. Alasannya adalah bahwa bab 8 mendukung dan menganjurkan sikap egois dan pemikiran narsistik, yang merupakan musuh utama bagi kesehatan psikologis, dan karena itu Amoris Laetitia juga merupakan musuh bagi pernikahan yang stabil dan kuat.

Kami telah bekerja dengan menghadapi banyak pernikahan dan keluarga Katolik yang sehat dan bahagia sebelumnya, yang telah dirusak dan dihancurkan di bawah pengaruh pasangan yang tunduk kepada wabah narsisisme.

Sifat egois juga merupakan fondasi dari etika situasional yang sekarang nampak didukung secara terang-terangan oleh bagian-bagian tertentu dari Amoris Laetitia.

Pemikiran narsistik juga telah sangat merugikan profesi imamat selama 50 tahun terakhir ini dan memainkan peran penting dalam krisis di dalam Gereja. Tidak ada pria dewasa yang secara seksual akan menganiaya para remaja pria, yang merupakan korban utama dalam krisis ini, kecuali jika dia secara egois percaya bahwa dia memiliki hak untuk menggunakan orang lain sebagai objek seksualnya.

St. Yohanes Paulus II menulis tentang bahaya serius dari sifat egois ini terhadap pernikahan di dalam buku Love and Responsibility:

"Karena kasih bisa bertahan hanya sebagai satu kesatuan di mana "kita" sebagai orang yang matang, telah terwujud; kasih itu tidak akan bisa bertahan diantara dua orang yang sama-sama egois, "(Love & Responsibility, 2013, hal 71).

Tindakan yang meruntuhkan Institut St. John Paul II
Keprihatinan yang serius telah meningkat secara nyata oleh tindakan PF yang membubarkan prinsip-prinsip pendirian Institut Yohanes Paulus II yang mempelajari tentang Perkawinan dan Keluarga serta merubah misi utama dari institut itu. Dengan begitu maka Institut ini terutama akan memajukan ajaran-ajaran yang sangat kontroversial yang ada di dalam Amoris Laetitia, bukannya menerapkan ajaran-ajaran St. John Paul II yang sangat jelas dan tidak ambigu mengenai pernikahan, keluarga, pribadi manusia dan seksualitas.

Sebagai seorang psikiater yang memiliki keahlian dalam menangani konflik perkawinan dan keluarga selama 40 tahun terakhir, saya telah menyaksikan manfaat besar dari penerapan tulisan dan ajaran St. Yohanes Paulus II yang sangat dibutuhkan. Saya juga mengajarkan tentang peranan ajaran itu dalam memahami pernikahan Katolik dan memperkuat perkawinan dan keluarga, dalam berbagai ceramah dan kuliah saya, dan sebagai profesor tamu di Institut JPII di Washington, D.C.

Artikel ini mengidentifikasi kepentingan psikologis dari Familiaris Consortio serta Magna Carta dari St. John Paul II, bagi keluarga-keluarga Katolik, yang sangat kontras dengan ancaman serius yang terkandung di dalam bab kedelapan dari Amoris Laetitia, yang memunculkan ancaman terhadap kesehatan psikologis dari perkawinan, keluarga dan budaya Katolik. Artikel ini merekomendasikan agar prinsip pendirian Institut Yohanes Paulus II yang mempelajari tentang Pernikahan dan Keluarga agar tetap dipertahankan dan tidak digantikan oleh pengajaran Amoris Letitia, meski hanya sebagian, karena munculnya kebingungan tentang pernikahan dan Ekaristi di seluruh dunia yang disebabkan oleh bab kedelapan dari Amoris Laetitia. Alasan lain yang serius bagi rekomendasi ini adalah bahwa Amoris Laetitia benar-benar menghilangkan perhatian pastoral bagi jutaan anak-anak yang terkena dampak dari perceraian dan ‘perkawinan’ yang tidak wajar, seperti misalnya kumpul kebo.

Familiaris Consortio dan Institut John Paul II

Setelah Sinode Keluarga pada tahun 1980, Paus Yohanes Paulus II menulis Familiaris Consortio, yang menyajikan dengan jelas dan meyakinkan apa yang diperlukan bagi pasangan dan keluarga Katolik dalam perjuangan keras untuk melindungi kesehatan spiritual dan psikologis di rumah keluarga Katolik dan di dalam budaya Katolik.

Paus Yohanes Paulus II kemudian mendirikan Pusat Studi Perkawinan dan Keluarga John Paul II di Roma pada tahun 1981. Kenyataannya adalah bahwa tepat pada hari dia mendirikan institut ini dia ditembak dan secara ajaib dia lolos dari kematian. Peristiwa ini seharusnya tidak mengejutkan kita sekarang ini, mengingat adanya kontroversi yang kuat dan kebingungan yang telah berkembang belakangan ini di dalam Gereja dan budaya mengenai kebenaran tentang pernikahan, keluarga, seksualitas dan Ekaristi.

Langkah dramatis yang ditempuh baru-baru ini oleh PF untuk merubah secara radikal Institut Yohanes Paulus II yang dihormati secara internasional, untuk kemudian memusatkan perhatian dan pendidikannya terutama kepada dokumennya yang membingungkan dan berbahaya secara psikologis, Amoris Laetitia, hal itu sama halnya telah menyerang banyak umat Katolik, dan sebagai bentuk penghancuran lainnya atas warisan St. Yohanes Paulus II bagi pernikahan dan kehidupan keluarga yang sehat.

Situs resmi uskup-uskup Katolik Jerman merayakan pembubaran Institut John Paul II bagi Perkawinan dan Keluarga ini, dengan menuduh institut itu sebagai "sebuah kubu perlawanan terhadap agenda belas kasih Francis," dan memuji penggantian institut itu dengan sebuah "pusat pemikiran baru untuk Amoris Laetitia."

Kenyataannya, tulisan-tulisan St. Yohanes Paulus II sesungguhnya menawarkan sebuah pendekatan terhadap belas kasihan Tuhan karena ia menyajikan kebenaran kepada pasangan, anak-anak dan budaya tentang seksualitas manusia, pernikahan, pemuda dan kehidupan keluarga.

Kardinal Caffarra
Almarhum Kardinal Carlo Caffarra, yang merupakan presiden pendiri Institut Kepausan John Paul II untuk Studi Perkawinan dan Keluarga dan salah satu dari empat Kardinal yang mengajukan dubia yang meminta klarifikasi atas Amoris Laetitia, menyampaikan dalam pidatonya pada acara kelulusan tahun 2016 di the Washington Session of the Pontifical John Paul II Institute for Studies on Marriage and Family, mengenai visi Paus Yohanes Paulus II dalam mendirikan Institut itu:

Gagasan bahwa doktrin yang kuat tidak punya kepentingan mendasar bagi pelayanan pastoral, adalah sama sekali tidak ada di dalam pikiran Paus (St.YP II). Sebaliknya, dia tidak berpikir bahwa pemeliharaan pastoral adalah tidak mungkin terjadi kecuali jika ia "berbicara tentang kebenaran" doktrin yang ada di dalam Ef 4; 15.  (Ef 4:15 “..tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.)

Oleh karena itu, penelitian tentang dasar pernikahan dan keluarga, kembali kepada Awal Penciptaan, adalah tugas dari Institut. Dua karakteristik utama Institut mengikuti hal ini: komitmen kuat di bidang antropologi, dan pemikiran yang Kristosentris.

Paus (St.YP II) sangat yakin bahwa krisis di dalam pernikahan dan keluarga pada dasarnya merupakan krisis antropologis: manusia telah kehilangan kesadaran akan dirinya sendiri, tentang kebenaran dari keberadaannya sebagai seorang pribadi, sehingga dia tidak lagi mengerti tentang kebenaran dari pernikahan.

Fakta bahwa katekese (Yohanes Paulus II) tentang kasih manusia tidak dihiraukan sebagai dasar bagi praktik pastoral tentang perkawinan, merupakan alasan utama dari terjadinya kesulitan serius pada Sinode tahun 2014 dan 2015 yang lalu.

Berbeda dengan unsur-unsur yang sangat ambigu dan membingungkan pada bab 8 dari Amoris Laetitia, tulisan St. Yohanes Paulus II tentang pernikahan dan Ekaristi dalam Familiaris Consortio, n. 84, sangatlah jelas dan taat kepada Sakramen pernikahan, kepada anak-anak dan kepada Ekaristi.

Dia menulis:
Gereja menegaskan kembali praktiknya, yang didasarkan kepada Kitab Suci, untuk tidak memberikan Komuni Ekaristi kepada orang yang bercerai dan menikah lagi. Mereka tidak dapat menerima Sakramen ini karena kenyataan bahwa keadaan dan kondisi kehidupan mereka secara obyektif bertentangan dengan persekutuan kasih antara Kristus dan Gereja, yang selalu ditandai dan dipengaruhi oleh Ekaristi. Selain itu, ada alasan pastoral khusus lainnya: Jika orang-orang ini diijinkan untuk menerima Ekaristi, umat beriman lainnya akan dituntun kepada kesesatan dan kebingungan mengenai ajaran Gereja yang berbicara soal tak terceraikannya perkawinan.

Kesehatan psikologis dari perkawinan dan anak-anak Katolik bergantung pada pemahaman yang jelas tentang sifat perkawinan dan seksualitas seperti yang dijelaskan oleh St. Yohanes Paulus II dan Katekismus Gereja Katolik. Pasangan saat ini membutuhkan, lebih dari sebelumnya, pengetahuan yang terkandung dalam sumber-sumber daya ini bahwa pertumbuhan dalam kebajikan dan dalam kasih karunia bisa membantu mereka menemukan dan menyelesaikan konflik, melindungi kasih mereka dan dengan demikian menyelamatkan anak-anak mereka dari malapetaka keegoisan dan perceraian.


Saat ini, bab kedelapan dari Amoris Laetitia adalah merupakan dokumen magisterial yang membingungkan, yang secara psikologis berbahaya dan bisa melukai pernikahan dan keluarga Katolik, menurut pendapat profesional saya. Hal itu seharusnya tidak menjadi dasar pengajaran di dalam Institut Yohanes Paulus II yang baru dirubah oleh PF. Kenyataannya Amoris Laetitia meruntuhkan kontribusi brilian dari St. Yohanes Paul II yang sangat dibutuhkan bagi pernikahan dan keluarga di dalam Familiaris Consortio dan di dalam Theology of the Body.

Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/

1 comment:

  1. Pengakuan tulus dari: FATIMAH TKI, kerja di Singapura

    Saya mau mengucapkan terimakasih yg tidak terhingga
    Serta penghargaan & rasa kagum yg setinggi-tingginya
    kepada KY FATULLOH saya sudah kerja sebagai TKI
    selama 5 tahun Disingapura dengan gaji Rp 3.5jt/bln
    Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
    Apalagi setiap bulan Harus mengirimi Ortu di indon
    Saya mengetahui situs KY FATULLOH sebenarnya sdh lama
    dan jg nama besar Beliau
    tapi saya termasuk orang yg tidak terlalu yakin
    dengan hal gaib. Karna terdesak masalah ekonomi
    apalagi di negri orang akhirnya saya coba tlp beliau
    Saya bilang saya terlantar disingapur
    tidak ada ongkos pulang.
    dan KY FATULLOH menjelaskan persaratanya.
    setelah saya kirim biaya ritualnya.
    beliau menyuruh saya untuk menunggu
    sekitar 3jam. dan pas waktu yg di janjikan beliau menghubungi
    dan memberikan no.togel "8924"mulanya saya ragu2
    apa mungkin angka ini akan jp. tapi hanya inilah jlnnya.
    dengan penuh pengharapan saya BET 200 lembar
    gaji bulan ini. dan saya benar2 tidak percaya & hampir pingsan
    angka yg diberikan 8924 ternyata benar2 Jackpot….!!!
    dapat BLT 500jt, sekali lagi terima kasih banyak KY
    sudah kapok kerja jadi TKI, rencana minggu depan mau pulang
    Buat KY,saya tidak akan lupa bantuan & budi baik KY.
    Demikian kisah nyata dari saya tanpa rekayasa.
    Buat Saudaraku yg mau mendapat modal dengan cepat

    ~~~Hub;~~~

    Call: 0823 5329 5783

    WhatsApp: +6282353295783

    Yang Punya Room Trimakasih

    ----------

    ReplyDelete