Tuesday, June 5, 2018

SAHABAT DEKAT PAUS FRANSISKUS MENDUKUNG ADANYA IMAM-IMAM WANITA



Pope Francis greets Brazilian Bishop Erwin Kräutler.
Credit: http://www.cppsmissionaries.org/

By Maike Hickson
NEWSCATHOLIC CHURCHMon Jun 4, 2018 - 11:52 am EST

SAHABAT DEKAT PAUS FRANSISKUS MENDUKUNG ADANYA IMAM-IMAM WANITA


4 Juni 2018 (LifeSiteNews) - Setelah pernyataan kuat dari Vatikan tentang ketidakmungkinan pentahbisan (imam) perempuan, umat Katolik hendaknya mengingat bahwa ada seorang kolaborator episkopal yang dekat dengan Paus Fransiskus yang telah secara terbuka menentang ajaran Gereja yang tak bisa salah ini (tentang imam wanita).

Uskup Erwin Kräutler, pensiunan uskup dari Xingu, Brasil, dan pendukung lama bagi imam agar boleh menikah, dia disebut sebagai “salah satu penulis” dari ensiklik paus “Laudato si” tahun 2015 dan baru-baru ini dia diundang oleh Paus Fransiskus untuk menjadi dewan pra-sinode yang sedang mempersiapkan pelaksanaan Sinode Pan-Amazon 2019. Kräutler dikatakan telah menulis sebuah rancangan untuk ditanda-tangani oleh paus tentang penahbisan pria yang menikah (untuk menjadi imam) di masa mendatang, yang disebut viri probati. Dalam dua wawancara tahun 2016, Kräutler secara pribadi bahkan melangkah lebih jauh dari rencana itu: dia mengharapkan penahbisan imam wanita (yang sudah menikah). Pernyataan-pernyataan ini mendapatkan sorotan baru mengingat intervensi baru-baru ini dari Uskup Agung Luis Ladaria, prefek bagi Kongregasi untuk Ajaran Iman, mengenai profesi imamat perempuan.

Dalam sebuah wawancara tahun 2016, uskup itu mengklaim bahwa surat apostolik 1994 Ordinatio sacerdotalis yang menentang adanya para imam perempuan “bukanlah dogma dan bahkan tidak memiliki bobot ensiklik.” Ketika ditanya apakah seseorang dapat merevisi dokumen kepausan sebelumnya, pensiunan Uskup itu menjawab: "Tidak ada di sini yang tidak mungkin!" (Wawancara asli dalam bahasa Jerman lihat di sini.)

Dalam wawancara lainnya tahun itu, dengan surat kabar Austria Tiroler Tageszeitung, Uskup Kräutler berkata "tentang selibat" bahwa dia "mendukung gagasan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih rencana hidupnya sendiri," dan dia menambahkan: "Dan adalah tidak dapat diterima jika perayaan Ekaristi bergantung pada ketersediaan orang yang selibat.” ”Ketika ditanya apakah umat awam dapat dengan mudah mengambil alih tugas-tugas seperti itu, uskup itu menjawab: “Tentu saja mereka boleh.” Seseorang mungkin tidak bisa membuat keputusan seperti itu dalam sehari atau lebih, tetapi seseorang dapat merenungkan keadaan-keadaan baginya untuk menjadi imam.”

Kemudian dalam wawancara itu, menyinggung gagasan untuk menahbiskan wanita menjadi imam, Kräutler mengatakan bahwa dia merasa “skeptis” mengenai penahbisan imam yang disebut “viri probati” (pria menikah yang telah matang secara moral), karena: “Kemudian nanti akan akan setengah dari umat manusia yang dikecualikan! Di Xingu [River], ada dua pertiga dari komunitas Kristiani yang saat ini dipimpin oleh wanita. ”Di sini,” uskup itu mengatakan, “bahwa dia menginginkan adanya imam wanita dan pria (yang sudah menikah).”

Perkataan Uskup Kräutler memiliki peranan besar dalam laporan surat kabar Jerman Die Zeit, Oktober 2015, di mana uskup ini dikatakan telah menulis draf untuk pemberian izin menahbiskan viri probati untuk profesi imamat yang kemudian ditaruh di meja Paus Francis untuk dipertimbangkan, sehubungan dengan Sinode Pan-Amazon 2019 mendatang.

Suaranya memang sangat penting karena dia adalah seorang teman dekat paus yang berkaitan dengan ensiklik paus ‘Laudato si' (dia bahkan disebut sebagai “penulis-bersama” dari teks itu) dan karena dia sekarang bekerja sama secara erat dengan paus bagi persiapan sinode tahun 2019 mendatang, Amazon Sinode. Paus Francis telah memanggil Kräutler pada 8 Maret 2018 untuk ikut di tim - disebut sebagai dewan pra-sinode - yang mempersiapkan sinode ini, dan uskup itu juga hadir pada pertemuan persiapan di Roma pada bulan April, bersama dengan paus yang hadir dan mendengarkan secara diam-diam. Sinode yang akan datang ini juga untuk membahas topik ‘Laudato si' dalam kaitannya dengan masalah khusus di wilayah itu. Uskup Kräutler akan memainkan peran penting dalam sinode itu karena dia adalah sekretaris komisi Konferensi Waligereja Brasil untuk wilayah Amazon.

Dalam wawancara sebelumnya dengan Tiroler Tageszeitung yang disebutkan di atas, tahun 2016, Kräutler juga merujuk kepada Fritz Lobinger, Jerman, seorang uskup pensiunan dari  Aliwal, Afrika Selatan, yang merupakan pendukung untuk menahbiskan imam laki-laki dan perempuan yang sudah menikah. Paus Francis sendiri pernah mengungkapkan bahwa dia telah membaca tiga buku Lobinger, dan dia menyampaikan hal itu ketika bertemu di tahun 2015 dengan para Uskup Jerman pada kunjungan Ad Limina mereka ke Roma. Paus secara positif merujuk pada buku-buku ini dan dia mengatakannya sebagai sebuah kemungkinan untuk dilaksanakan sehubungan dengan kurangnya imam-imam di wilayah Amazon saat ini.

Inilah yang dikatakan Kräutler pada tahun 2016, tentang masalah kekurangan jumlah imam, dan tentang ide-ide Lobinger sendiri:

Ada beberapa pendekatan (untuk mengatasi kurangnya imam dan pertanyaan siapa yang bisa ditahbiskan menjadi imam). Salah satunya, yang menarik di mata saya, adalah berasal dari seorang uskup Jerman yang telah lama bekerja di Afrika. Dia, misalnya, berbicara tentang "tim penatua." Dalam bahasa Inggris, ini adalah orang-orang yang berpengalaman - tidak bergantung pada usia atau jenis kelamin.

Akan diberikan dua atau tiga orang (pria atau wanita) bagi tiap paroki, yang menurut Lobinger, mereka akan ditahbiskan secara Sakramentali, tetapi mereka akan bekerja dalam profesi sipil mereka diluar hari Minggu. Kräutler merujuk di sini kepada kekuatan-kekuatan di dalam Gereja yang akan menolak perubahan-perubahan baru tersebut sehubungan dengan profesi imamat. “Mereka tidak akan pernah menyetujui hal itu. Mereka akan membuktikan dengan bantuan Konsili Trent (1545-1563) bahwa tindakan ini tidak boleh dilakukan,”jelas uskup. "Tetapi para uskup dipaksa untuk bertindak," tambahnya.

Selain itu, Uskup Kräutler mengatakan kepada surat kabar bahwa Paus Fransiskus pada tahun 2014 telah mendorongnya untuk membuat “proposal yang berani” sehubungan dengan masalah kekurangan imam di wilayah Amazon ini; dan bahwa dia, Kräutler, kemudian berbicara mengenai hal itu kepada Konferensi Para Uskup Brasil. "Mereka sekarang telah membentuk komisi sehingga mereka dapat membuat proposal konkrit kepada paus." "Paus tidak akan melakukan apa pun sendiri," tambahnya.

Pada Januari 2018, Kardinal Beniamino Stella, Kepala Kongregasi para Klerus, meramalkan bahwa Sinode Amazon yang akan datang akan membahas pertanyaan tentang pentahbisan yang disebut viri probati, dan dia secara eksplisit memunculkan gagasan penahbisan "penatua" ini. Seperti yang diusulkan oleh uskup Lobinger. Stella juga membahas gagasan-gagasan ini dalam kaitannya dengan rencana masa depan Paus Fransiskus sendiri.

Berkaitan dengan gagasan menahbiskan imam wanita, ada beberapa intervensi kuat baru-baru ini yang datang dari Roma.

Pertama, pada 16 Mei, Kardinal pensiunan, Walter Kardinal Brandmüller, dari Jerman, salah satu dari empat kardinal Dubia, menulis komentar singkat untuk surat kabar Katolik Jerman Die Tagespost di mana dia menggambarkan orang-orang Katolik yang mendesak diadakannya imam perempuan (serta diakon perempuan yang ditahbiskan) sebagai “bidaah” dan oleh karena itu, mereka harus “dikucilkan.” Menurut uskup Jerman itu, larangan terhadap imam wanita adalah bagian dari ajaran Gereja yang tak bisa salah (infallible – sempurna), dan karena itu topik ini seharusnya dihentikan, tidak usah dibahas lebih lanjut.

Tidak lama setelah intervensi Brandmüller, pada tanggal 30 Mei, Uskup Agung Luis Ladaria, Kepala Kongregasi untuk Ajaran Iman, menerbitkan sebuah pernyataan dalam surat kabar Vatikan L'Osservatore Romano di mana dia juga menjelaskan bahwa, menurut ajaran yang tidak bisa salah (infallible teaching) dari Gereja, penahbisan imam perempuan adalah tidak mungkin sama sekali. Dia merujuk pada surat Apostolik paus Yohanes Paulus II, 1994, Ordinatio sacerdotalis, di mana paus membuat penolakan yang tegas terhadap profesi imamat perempuan. Selain itu, kepala CDF itu bersikeras bahwa larangan imam perempuan adalah bagian dari Magisterium universal Gereja yang sempurna, yang berlaku bahkan sebelum Yohanes Paulus II membuatnya secara lebih eksplisit. Ladaria juga menyatakan bahwa "adalah menimbulkan keprihatinan yang serius jika kita masih mendengar adanya suara-suara yang dimunculkan di beberapa negara yang mempertanyakan kepastian doktrin ini."

Namun Paus Fransiskus belum berhenti bekerja erat dengan Uskup Kräutler, bahkan setelah pernyataan lain dari Kräutler, mengutip pernyataan publik 2016 di atas yang mendukung imam perempuan (yang menikah) dan setelah tindakan pelemahannya yang spesifik terhadap ajaran Gereja yang tidak bisa salah. LifeSiteNews telah menghubungi Kantor Pers Vatikan, meminta komentarnya, tetapi sejauh ini belum mendapat tanggapan apa pun. Kami akan memperbarui laporan ini jika pernyataan mereka telah sampai kepada kami.



Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/

No comments:

Post a Comment