Tuesday, June 26, 2018

UMAT KRISTIANI BERALIH KE YOGA, REIKI...


OPINIONCATHOLIC CHURCHFAITH

UMAT KRISTIANI BERALIH KE YOGA, REIKI, KARENA MISTERI-MISTERI SUPERNATURAL DARI IMAN MEREKA DIABAIKAN

 

by Sam Guzman

 






25 Juni 2018 (The Catholic Gentleman) - Baru-baru ini saya mengunjungi situs web perusahaan populer yang menjual produk seperti deodoran dan pasta gigi dengan bahan-bahan alami. Ingin tahu lebih banyak tentang bisnis ini, saya mengunjungi blog mereka yang konon tentang tren terbaru dalam bidang kesehatan dan kebugaran.

Apa yang menyambut saya dalam blog itu bukan seperti yang saya harapkan. Bukannya tips tentang olahraga atau makan sehat, blog ini justru menampilkan cerita tentang kekuatan penyembuhan kristal dan manfaat dari membaca kartu tarot. Ini sekaligus mengejutkan dan tak terduga bagi saya, karena praktek-praktek New Age dan okultisme, dalam berbagai bentuknya, telah mengalami kebangkitan besar, terutama di kalangan generasi millennial. Dan itu dilakukan oleh perusahaan yang menjual pasta gigi!

Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa, terlepas dari upaya terbaik dari kaum New Atheists (Atheist Baru), bahwa budaya kita lebih banyak dibanjiri dengan spiritualitas daripada saat-saat sebelumnya. Seseorang hampir tidak dapat pergi ke mana-mana hari ini tanpa melihat produk, artikel, dan guru-guru populer yang mendorong praktek-praktek seperti yoga, meditasi, reiki - dan sekarang, kartu tarot dan kristal – dimana hal ini dianggap sama pentingnya dengan gaya hidup yang sehat. Dalam dunia hiburan, serial yang sangat populer seperti Harry Potter, Star Wars, dan Game of Thrones semuanya menggunakan tema-tema sihir dan supranatural.

Apa yang harus kita lakukan dari semua ini?

Bidaah ... atau Kelaparan (spirituil)

Dari sudut pandang ajaran Kristiani, banyak dari tren ini tidak diragukan lagi adalah tergolong tersangka atau benar-benar sesat. Namun, kita harus berpikir dengan hati-hati sebelum mengeluarkan kutukan atas mereka, karena sementara praktek-praktek itu bisa dikatakan sebagai hal yang salah kaprah, tetapi banyak dari permainan budaya kita dengan dunia okultisme benar-benar mengkhianati rasa lapar yang mendalam bagi hal-hal yang supranatural.

Teolog Alexander Schmemann pernah berkata, "Mengutuk suatu bidaah itu relatif mudah. ​​Yang jauh lebih sukar adalah mendeteksi pertanyaan atas akibat-akibatnya, serta memberikan jawaban yang cukup memadai kepada pertanyaan ini." Dia benar. Sebagai umat Katolik, kita sering terburu-buru untuk menunjukkan apa yang salah dalam praktek-praktek neo-pagan itu hingga kita kehilangan, atau melalaikan, pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam atas jati diri dan akibat-akibat dari praktek itu. Dan yang pasti, kita akan gagal dalam memberikan jawaban yang memuaskan.

Sejatinya budaya kita saat ini sedang kelaparan akan hal-hal yang supranatural. Generasi saya telah dibesarkan untuk mempercayai bahwa kita tidak lebih dari pada monyet canggih, yang secara tidak disengaja menjadi ada, yang tinggal pada sebuah batu luar angkasa (bumi), yang beruntung (bisa mengambang) di lautan kosong dalam alam semesta yang tidak peduli apakah kita hidup atau mati. Ini adalah sebuah ‘keputusasaan’ yang mewujud dalam tingkatannya yang paling tinggi. Selain itu, kita juga telah diberitahu dan dididik sejak masa bayi, bahwa ilmu pengetahuan memiliki jawaban bagi hampir semua pertanyaan tentang keberadaan segala sesuatu, dan jika ada yang tidak terjawab, ia akan segera terselesaikan. Bagi setiap pertanyaan, pastilah ada jawabannya, bahkan sebelum anda menanyakannya. Maka ‘keberadaan’ demikian tidak lagi luar biasa aneh dan menakjubkan, tetapi hal itu merupakan sesuatu yang bersifat fisik dan duniawi belaka, dan membosankan.

Akibatnya, kaum dewasa muda saat ini banyak yang putus asa dalam menghadapi misteri yang otentik. Hal-hal seperti astrologi dan kristal sungguh menarik bagi mereka karena hal itu aneh dan menentang paradigma ilmiah-materialis. Tentu saja ada penjelasan bagi cara kerjanya, tetapi mereka membutuhkan tingkat kepercayaan tertentu. Dan terlepas dari apa yang dinyatakan oleh orang-orang atheis yang sombong, kita ingin memiliki keyakinan pada sesuatu yang tidak dapat kita jelaskan sepenuhnya. Pada dasarnya kita adalah makhluk religius, dan secara naluriah kita tahu bahwa ada lebih banyak lagi hal di dunia daripada yang kelihatan. Kita ini lapar akan keajaiban dan misteri, dan kita akan menerima hal pertama yang datang kepada kita, apakah itu benar atau salah, asalkan ia bisa menawarkan keajaiban dan misteri itu.

Kegagalan Kristianitas

Sekarang, anda mungkin membaca tulisan ini dan berpikir bahwa kristianitas, khususnya Katolik, percaya dan menyatakan keberadaan realitas supranatural, jadi mengapa kita  meninggalkannya untuk mengejar praktek-praktek neo-pagan? Bukankah rasa lapar mereka akan hal-hal yang supernatural akan bisa terpuaskan di paroki-paroki lokal mereka? Ya dan tidak. Ya, karena misteri supranatural yang diajarkan oleh Gereja memang ada. Tidak, karena dalam prakteknya kita sering menyangkalnya.

Kita mengaku percaya pada malaikat dan malaikat agung dan sejumlah orang-orang kudus yang bergabung bersama kita di dalam doa. Namun, kita telah melucuti peranan gereja kita dan menjadikannya sebagai pusat bisnis dengan karpet berwarna krem, bukan sebagai bait-bait yang suci.

Kami mengaku percaya bahwa pada setiap Misa Kudus ada mukjizat yang menghadirkan Tuhan secara jasmani untuk tinggal di antara kita. Namun kita menjadikan liturgi kita sebagai sebuah urusan kenyamanan, menghilangkan segala sesuatu yang sulit dimengerti atau dilakukan, yang membingungkan, yang menakjubkan, kuno, atau misterius. Kita menyanyikan lagu-lagu pop, bergandengan tangan, dan membagikan misteri terbesar, Ekaristi Kudus, seperti camilan di kafetaria, tanpa rasa hormat yang selayaknya.

Kita mengklaim para imam memiliki kekuatan supernatural untuk menguduskan, memberkati, dan berkhotbah. Namun kita mempermudah atau mengubah formula-formula suci mereka, menghilangkan ritual mereka, dan mendistribusikan tugas mereka kepada umat awam (asisten imam) sesering mungkin.

Kita mengaku percaya kepada Yang Maha Kuasa, Pencipta segala sesuatu, dimana dihadapan-Nya roh-roh yang terbakar menutupi wajah-wajah mereka, namun kita bersikeras menyeret-Nya kepada tingkatan yang setara dengan kita untuk mengakomodasi kebutuhan dan dosa-dosa kita. Kita mengatakan bahwa kita percaya akan misteri supernatural, tetapi kita berusaha, dengan segenap kekuatan kita, untuk menghancurkannya di setiap perbuatan kita.

Jika lex orandi, lex credendi (aturan doa menjadi aturan iman) adalah benar, maka kita tidak percaya pada apa yang kita katakan ‘kita percaya.’

Kristiani sekuler

Sejujurnya, kita telah gagal untuk menawarkan perjumpaan dengan misteri dalam beberapa waktu sekarang ini. Pengabaian iman secara besar-besaran oleh kaum muda bukanlah tanda dari kefasikan mereka, tetapi ini adalah sebagai dakwaan atas ketidakpercayaan praktis dari kita sendiri.

Sebagai umat Katolik, sejak dahulu kita telah merubah iman menjadi sebuah permainan intelektual tanpa unsur mistisisme, kita lebih mengutamakan pada filosofi yang jelas dan kerangka teologis yang diartikulasikan dengan baik. Tetapi kitab-kitab filosofi ini tak memiliki roh atau semangat, teologi filosofis tanpa perjumpaan mistik, berarti membunuh. Itu adalah kepala tanpa hati, dan ia tak bisa memberi kehidupan.

Ketika dunia berjalan menjauh - bosan dengan jawaban buku-buku teks dan haus akan Misteri Transenden - kita menjadi semakin bersifat duniawi. Kita menerima modernitas, modernitas sekuler, yang melucuti iman kita dari segala sesuatu yang bersifat supernatural, hingga kita kehilangan kredibilitas yang kita miliki.

Realita yang ada, adalah bahwa kebanyakan dari kita hidup seperti orang sekuler yang komplit pada sebagian besar waktu kita. Kita mengklaim percaya pada realitas supranatural, tetapi kita membagi-baginya menjadi satu jam saja, satu hari per minggu (dalam ibadah Misa) - dan bahkan mungkin tidak melakukan hal itu sama sekali. Surga selalu berada di suatu tempat yang jauh di luar sana, dan ia tidak pernah benar-benar mengganggu eksistensi harian kita. Kita tidak menganggap serius para pria dan wanita modern yang haus akan hal-hal yang gaib karena kita tidak percaya pada hal-hal gaib, terlepas dari apa yang kita katakan bahwa kita percaya hal itu.

Jawabannya

Saya memang bersikap kritis terhadap poin ini karena cukup membuat saya marah jika melihat banyak umat Katolik yang secara praktis menyangkal realitas supranatural dari iman kita dengan melakukan liturgi-liturgi yang tidak hormat atau bahkan meremehkan hal-hal yang paling suci dari agama kita, dan kemudian kita melihat umat Katolik yang sama itu juga mengkritik kesalahan-kesalahan kaum muda neo-pagan. Kecuali kita mau menerima dan melaksanakan iman kita sendiri dengan serius, maka tidak ada orang lain yang akan melakukannya.

Tetapi saya tidak hanya ingin mengkritik, saya juga ingin menawarkan solusi. Jawabannya tidak sulit untuk dipahami. Sederhananya begini: Ajarkanlah realitas supernatural iman kita di setiap kesempatan, pulihkanlah tradisi-tradisi yang melestarikan dan menghormati kenyataan ini, dan dengan demikian kita menawarkan suatu perjumpaan dengan apa yang disebut seorang teolog sebagai mysterium tremendum et fascinans – Misteri Agung dan Menakjubkan - yaitu Tuhan Mahakuasa.

Karena di mana saja Ekaristi Kudus diperlakukan dengan penghormatan yang besar dan sepenuh hati, di mana saja gedung-gedung masih tampak dan diperlakukan sebagai bait pemujaan dan penyembahan, di mana saja orang-orang kudus masih dihormati dan para malaikat dipanggil, di mana saja para imam dihormati sebagai mediator yang memiliki berkat karunia supernatural, di mana saja mukjizat-mukjizat masih dipercayai dan terjadi, maka iman akan bertumbuh. Dan hampir selalu orang-orang muda akan berduyun-duyun datang ke tempat-tempat seperti itu.

Jika kita ingin menjadi alternatif yang layak untuk menggantikan praktek neo-paganisme, maka kita perlu merangkul sekali lagi tradisi supranatural dari iman kita, bahasa-bahasa suci dalam ibadat kita, ritus-ritus dan formula-formula kita yang lama dan yang kita hormati, praktek-praktek mistik Katolik kita, siimbol-simbol kita yang kuno, tradisi mistik dari doa-doa kita. Kita tidak hanya membutuhkan lebih banyak lagi katekese, seolah hanya ide-ide saja yang dapat menyelamatkan kita. Kita membutuhkan lebih banyak lagi misteri, lebih banyak lagi transendensi, lebih banyak ritual, lebih banyak hal-hal ajaib, dan tidak lagi ada kata yang lebih baik dari ini.

Setiap umat Katolik harus menjadi seorang mistikus, dalam arti bahwa kita harus menghidupkan suasana supranatural bagi jiwa kita, sama seperti kita menghirup udara bagi kehidupan tubuh kita, karena memang demikianlah yang harus dilakukan. Setelah itu, dan hanya setelah itu, kita akan dapat berbicara secara otentik kepada dunia yang haus akan sesuatu yang ilahi.

Published with permission from The Catholic Gentleman.

Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/

No comments:

Post a Comment