Monday, April 5, 2021

Pertanda Krisis Terakhir

 

Pertanda Krisis Terakhir:

Ambiguitas Yang Disengaja Oleh Francis Dan 'Vatikan III' 

https://www.lifesitenews.com/opinion/omens-of-a-terminal-crisis-the-intentional-ambiguities-of-francis-and-vatican-iii

 

Tanpa campur tangan Tuhan secara langsung, Gereja Katolik akan lenyap dalam dekade berikutnya, berubah menjadi agama multinasional, menyimpang dalam karakter aslinya dan berubah menjadi seorang algojo yang geram terhadap segelintir umat Katolik yang tetap setia kepada deposit iman.

 

Wed Mar 31, 2021 - 6:06 pm EST

·        

 ·        

CHRIS MCGRATH / GETTY IMAGES 

 

By LifeSiteNews.com

 

 

31 Maret 2021 (Caminante-Wanderer) - Kita telah mengetahui selama beberapa dekade belakangan bahwa Gereja berada dalam krisis. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini dan, di atas segalanya, dalam beberapa bulan terakhir, menurut saya, kita menyaksikan manifestasi dari tanda-tanda yang menunjukkan bahwa hasil terakhir segera terjadi. Krisis itu merupakan krisis terakhir, yaitu bahwa ia tidak dapat dirubah atau dikembalikan kepada keadaan semula. Tidak ada cara untuk kembali. Tanpa campur tangan Tuhan secara langsung, maka Gereja Katolik akan lenyap dalam dekade berikutnya, menjelma menjadi sebuah agama multinasional, menyimpang dalam karakter aslinya dan menjelma menjadi algojo yang geram terhadap segelintir umat Katolik yang tetap setia pada deposit iman.

 

Ketika paus Francis mengungkapkan hubungan cinta dalam Laetitia kepada kita beberapa tahun yang lalu [catatan editor: sebuah referensi sarkastik untuk Amoris Laetitia], kita mulai melihat bahwa masalah dalam Gereja itu bukan saja makin menjauh dari bahasa Latin atau penggunaan gitar jreng-jreng-jreng dalam liturgi. Beginilah doktrin sedang dirusak.

 

Dalam beberapa saat terakhir kita telah menyaksikan perkembangan besar yang disebabkan oleh deklarasi Kongregasi Ajaran Iman, yang menyangkal kemungkinan memberikan berkat kepada pasangan homoseksual, hal yang bagi seorang Katolik normal, yang telah belajar katekismus, adalah sebuah kebenaran yang jelas dan sejak lama mereka terima. Nah, apa yang seharusnya menjadi jawaban yang hampir tidak bermasalah dan sudah jelas, tetapi hal itu justru telah memicu perdebatan hebat. Untuk memberikan dua contoh saja, ada sekelompok imam Austria telah mengatakan bahwa mereka tidak akan taat, dan banyak imam Jerman mengatakan hal yang sama, sementara seorang uskup penting Belgia, Johan Bonny, mengatakan bahwa dia malu kepada Gereja karena dokumen semacam ini, dan dia telah meminta maaf kepada semua pasangan homoseksual serta kepada orang tua dan kakek nenek mereka.


Sejauh ini, Takhta Suci belum bereaksi terhadap tanda-tanda pemberontakan melawan doktrin iman Katolik ini, sementara Uskup Eduardo Taussig [dari San Rafael, Argentina] dan banyak uskup lainnya terus memberikan sanksi kepada para imam dan umat beriman karena memberi dan menerima Komuni pada lidah. Saya tidak tahu apakah kita sadar akan situasi kemurtadan di mana kita berada sekarang, atau apakah menurut kita, semuanya itu adalah normal?

 

Saya tidak akan mengulangi di sini sejarah dokumen CDF dan kemajuan serta kemunduran selanjutnya yang telah cukup didokumentasikan di tempat lain, tetapi ada baiknya untuk melakukan beberapa analisis. Episode ini melukiskan gambaran lengkap dari sosok Bergoglio. Prinsip Bergoglio adalah: jangan pernah menandatangani apa pun yang bertentangan dengan doktrin, tetapi setujui dan dorong perubahan melalui gerakan dan tindakan pencetakan dan publikasi. Itu adalah taktik lama Jesuit dan Peronis (tokoh Komunis Argentina). Seorang teman dengan mudah mengingat cerita The Great Tamerlane of Persia [catatan editor: di mana sang protagonis (sang tokoh) menyamar sebagai pedagang di malam hari dan mengunjungi daerah kumuh, sedangkan pada siang hari dia mengamuk melawan orang-orang di istananya]. Beberapa media Italia bertanya-tanya apakah semua ini merupakan tanda ketidakseimbangan psikologis Bergoglio? Menurut saya, itu adalah manuver yang terencana dengan sempurna.

 

Jelas dan tidak dapat disangkal bahwa tanggapan Kongregasi untuk Doktrin Iman diterbitkan dengan otorisasi yang tegas dari Paus. Dokumen itu sendiri berbunyi: "Paus Francis yang Berdaulat, pada Audiensi yang diberikan kepada Sekretaris Kongregasi yang bertanda tangan di bawah ini, diberi tahu dan memberikan persetujuannya untuk penerbitan Responsum ad dubium yang disebutkan di atas, dengan Catatan Penjelasan terlampir." Penjelasan khas Yesuit tentang Pino Piva [catatan editor: Pastor Pino Piva, S.J., "seorang ahli dalam jalur pendampingan pastoral bagi orang-orang homoseksual"] tidak memiliki dasar sama sekali.

 

Beberapa hari setelah penerbitan dokumen itu disertai dengan keributan yang biasa menyertainya, asosiasi jurnalistik yang dibentuk oleh pasangan Gerard O'Donnell dan Elisabetta Piqué, dengan artikel terkait masalah yang sama, di media internasional (American Magazine dan La Nación) telah menginformasikan kepada kami bahwa menurut sumber-sumber rahasia di Santa Marta, paus Francis sangat terganggu dengan catatan komentar dari CDF, seperti yang ditunjukkan oleh kata-kata yang dia ucapkan dalam pidato Angelus pada 21 Maret. Artikel-artikel itu muncul segera setelah doa berakhir, yang mengindikasikan bahwa ia telah dipersiapkan dengan baik sejak sebelumnya. Banyak yang bertanya-tanya: siapakah “sumber otoritatif” itu. Saya yakin itu adalah Bergoglio sendiri. Dia adalah teman pribadi pasangan O’Donnell - Piqué, dan dia telah menggunakannya pada kesempatan lain, termasuk ketika dia menjadi uskup agung Buenos Aires, untuk urusan pencetakan dan publikasinya.

 

Bergoglio, dengan alasan apa pun, ingin mengubah praktik Gereja yang berkaitan dengan orang-orang dengan kecenderungan homoseksual, tidak hanya dengan membiarkan perilaku sesat mereka, tetapi juga dengan memberkati mereka sebagai sebuah perkawinan. Memang Bergoglio tidak bersedia atau tidak mau menandatangani perubahan doktrinal resmi, yang akan menjadi bencana besar bagi kesatuan Gereja yang sudah rapuh dan akan membuat dirinya tercatat dalam sejarah sebagai seorang murtad yang sah. Karena itu apa yang dia lakukan? Dia mencapai tujuannya dengan berbagai kiasan dan pidato yang ambigu dan sulit dimengerti sehingga semua orang baru mengerti apa yang dia inginkan melalui media pers internasional yang sejalan dan mendukung idenya […]. Jadi, semuanya telah direncanakan dengan cermat oleh Francis.

 

Seakan ambiguitas perkataannya saat Angelus saja tidak cukup, pada Selasa 23 Maret, dalam pidato peringatan hari jadi Santo Alfonsus Maria de Liguori, paus Francis bahkan memberikan indikasi yang lebih jelas, sekalipun kali ini ambiguitas itu terjadi dengan hampir tanpa disadari oleh orang banyak.

Francis berkata: “Saya mengundang para teolog moral, para misionaris dan bapa pengakuan untuk masuk ke dalam relasi yang hidup dengan umat Allah, dan untuk melihat keberadaan dari sudut pandang mereka, untuk memahami kesulitan nyata yang mereka hadapi dan untuk membantu menyembuhkan luka-luka […]. Teologi moral tidak dapat hanya merefleksikan formulasi prinsip dan berbagai aturan, tetapi perlu proaktif dalam hal realitas yang melebihi ide apapun (lih. EG 231). Ini adalah prioritas (lih. EG 34-39), karena pengetahuan tentang prinsip-prinsip teoretis, seperti yang diingatkan oleh Saint Alphonsus sendiri, tidak cukup untuk menemani dan mempertahankan hati nurani dalam penegasan tentang kebaikan yang harus dilakukan.”

 

Francis, mengutip perkataan Perón (mantan presiden Argentina, tokoh komunis) dengan mengatakan: “Jangan lihat apa yang saya tanda tangani, tapi pada apa yang saya katakan.” Setelah kata-kata ini, Francis mempertanyakan: dengan otoritas apa seseorang dapat mencela dan menyalahkan, misalnya seorang imam Salesian yang beberapa minggu lalu secara terbuka memberkati pasangan homoseksual di Ushuaia, Argentina? Dia hanyalah seorang pastor yang baik yang tahu bagaimana melihat kenyataan dan, menjauhkan dirinya dari prinsip-prinsip teoritis, menemani hati nurani dan menyembuhkan yang terluka.

 

Peristiwa ini mengingatkan dan menegaskan intuisi yang dimiliki Ludovicus pada bulan-bulan pertama kepausan Bergoglian, yang menciptakan ungkapan "kanibalisme institusional." Elisabetta Piqué menulis di La Nación: “Meskipun surat hari ini, seperti Angelus hari Minggu lalu, tidak merujuk pada tanggapan dari CDF, sebuah dokumen yang disetujui oleh Bapa Suci, pesan tersebut memperjelas visi yang kontras dari paus Francis dan Gereja dalam hal konten dan bahasa." Saya bertanya-tanya, bagaimana bisa ada kontras antara visi Paus dan Gereja? Pesan dari jurnalis pendukungnya - dan ini adalah pesan yang ingin disampaikan Bergoglio - bahwa Paus adalah pihak yang baik dan Gereja adalah pihak yang buruk, yang selalu menghalangi perkembangan niat baik dan tindakan paus.

 

Akhirnya, seperti yang diperingatkan beberapa hari yang lalu, Francis adalah, seperti yang diyakini oleh banyak dari kita, ‘inkarnasi Konsili Vatikan II’ yang sedang terjadi. Konsili yang malang itu tidak melempar batu sampai sejauh ini. Francis adalah memang Vatikan III.

 

Printed with permission from caminante-wanderer.blogspot.com

 

-----------------------------------

 

Tanggapan Atas Ucapan Paus Francis...

Pedro Regis, 5101 - 5105

LDM, 2 April 2021

Maria Adalah Co-Redemptrix : Bagian I

Gerbang Menuju Tanda Dari Binatang

The Great Apostasy in the End Times Online Conference

Maria Adalah Co-Redemptrix : Bagian II