Monday, October 17, 2016

Vol 2 - Bab 23 : Keringanan bagi jiwa-jiwa suci

Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah

Bab 23

Keringanan bagi jiwa-jiwa suci
Puasa, silih, matiraga, betapapun kecilnya
Segelas air dingin
Margaret Mary Terberkati

Setelah doa, adalah puasa, bukan saja sekedar puasa terhadap makanan tertentu, tetapi juga semua karya-karya penitensial apapun bentuknya. Haruslah ditekankan disini bahwa hal ini telah menjadi bahan pertanyaan bukan saja atas kerasnya tindakan ini yang dijalani oleh para kudus, tetapi segala kesulitan, segala penentangan dari kehidupan ini, maupun tindakan matiraga sekecil apapun, kurban-kurban yang paling kecil sekalipun, yang kita arahkan pada diri kita sendiri atau kita terima demi kasih kepada Allah, dan yang kita persembahkan kepada Kerahiman Ilahi demi keringanan penderitaan jiwa-jiwa suci itu.

Segelas air, yang tidak jadi kita minum pada saat kita kehausan, adalah suatu hal yang tidak berarti, dan jika kita melihat tindakan itu sendiri, kita hampir-hampir tidak bisa melihat manfaatnya didalam meringankan penderitaan jiwa didalam Api Penyucian. Namun adalah Kebaikan Ilahi yang berperanan disitu hingga tindakan itu, tidak jadi meminum air padahal kita kehausan, akan bisa menjadi kurban yang bernilai tinggi. “Jika aku diijinkan”, kata Uskup Louvet tentang masalah ini, “aku akan menceritakan sebuah contoh yang merupakan pengalamanku sendiri. Salah satu sahabatku, adalah seorang religius dari sebuah komunitas yang dia hormati, bukan dengan heroisme keutamaan yang bersinar didalam diri para kudus, melainkan melalui keutamaan-keutamaan yang biasa saja serta keteraturan hidup sehari-hari. Terjadilah bahwa dia kehilangan seorang sahabat, dan dari sejak saat dia mendengar kabar tentang sahabatnya itu, maka dia menjadikannya sebagai kewajiban untuk mendoakan sahabatnya itu kepada Tuhan. Pada suatu malam, dia merasa kehausan, dan dorongan pertamanya adalah dengan menyegarkan dirinya dengan segelas air, dan hal ini memang diijinkan oleh tata tertib biara itu. Namun dia ingat akan sahabatnya yang telah meninggal, dan demi sahabatnya itu dia menolak menerima kepuasan kecil itu, sehingga bukannya dia meminum air di gelas yang sudah berada di tangannya itu, tetapi dia menumpahkannya dan berdoa kepada Tuhan untuk memberikan kemurahanNya kepada sahabatnya yang meninggal itu. Suster yang baik hati ini mengingatkan kita akan Raja Daud, yang mendapati dirinya bersama seluruh pasukannya berada disuatu tempat yang tak ada airnya, dan merasa tertekan oleh rasa haus yang sangat, tetapi dia tidak mau minum air segar yang dibawa kepadanya dari mata air di Bethlehem. Bukannya dia menuangkan air itu ke bibirnya yang sudah kering itu, tetapi dia menumpahkan air itu sebagai kurban bagi Tuhan. Dan Kitab Suci mengatakan bahwa tindakan raja yang suci ini sebagai sebuah tindakan yang amat berkenan bagi Allah. Kini tindakan matiraga yang kecil ini, yang dikenakan oleh religius yang suci ini pada dirinya sendiri, dengan cara menolak meminum air itu, hal itu juga menyenangkan Allah, hingga Dia mengijinkan jiwa yang meninggal itu menampakkan diri kepadanya. Pada malam berikutnya dia nampak kepada Suster itu, berterima-kasih kepadanya atas keringanan yang telah dia terima. Beberapa tetes air itu, yang dengan semangat matiraga telah ditolaknya, hal itu telah berubah menjadi air yang amat menyegarkan yang bisa mendinginkan panasnya Api Penyucian.

Kita ingin menekankan bahwa apa yang kita katakan disini tidaklah terbatas pada tindakan matiraga yang berlebih-lebihan. Hal itu hendaknya dipahami sebagai tindakan matiraga yang menjadi kewajiban kita. Yaitu bahwa semua yang kita lakukan itu adalah untuk memenuhi kewajiban kita, dan secara umum terhadap semua perbuatan baik ini, dimana kewajiban kita sebagai orang Kristiani atau keadaan kita mewajibkan hal itu.

Maka setiap orang Kristiani terikat oleh sebuah keutamaan dari kemurahan hati. Tuhan yang meminta kita untuk menjauhi perkataan yang ceroboh, mengumpat, memfitnah, dan menggerutu. Maka setiap religius haruslah menjalankan tindakan silensium, kemurahan hati, dan patuh seperti yang diminta oleh Tata Tertib biara. Kini tindakan ini, demi menjaga kewajiban, jika dilaksanakan didalam semangat Kristiani yang benar, untuk menyenangkan Allah, didalam persekutuan dengan kerja keras dan penderitaan Yesus Kristus , akan menjadi doa-doa permohonan yang kuat dan hal itu bisa meringankan jiwa-jiwa suci didalam Api Penyucian.

Didalam penampakan yang terkenal dimana Margaret Mary Terberkati melihat religius yang meninggal itu menderita sekali karena kelemahannya, jiwa yang malang itu setelah diceritakan secara jelas tentang siksaan-siksaan yang dia tanggung, menyimpulkan :”Luar biasa ! satu jam berada didalam suasana silensium akan bisa menyembuhkan mulutku yang kekeringan ini. Dan satu jam yang lain untuk melaksanakan kemurahan hati akan bisa menyembuhkan lidahku. Satu jam lagi tanpa menggerutu dan mematuhi aturan-aturan Kepala biara akan menyembuhkan hatiku yang tersiksa ini”.

Dengan hal ini kita tahu bahwa yang diminta oleh jiwa bukan tugas pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan. Namun hanya dengan melaksanakan tugas kewajiban sehari-hari dari religius itu sendiri.



No comments:

Post a Comment