Monday, July 6, 2020

IBLIS SEDANG BEKERJA DI SAAT PANDEMI INI


IBLIS SEDANG BEKERJA DI SAAT PANDEMI INI,
TETAPI RAHMAT ALLAH MASIH BERLIMPAH DI SELURUH DUNIA



Kita perlu mengenali dimensi jahat saat ini agar kita dapat memahami betapa mendesaknya untuk membuka pikiran kita terhadap hal-hal yang dari Allah.

Fri Jul 3, 2020 - 3:08 pm EST


·        Krakow Archbishop Marek Jedraszewski leads a Corpus Christi
procession on June 11, 2020 despite pressure to cancel amid the
COVID-19 pandemic. Omar Marques/Getty Images

Pastor Serafino M. Lanzetta

 

Iblis yang sedang bekerja menarik tali kehidupan kemanusiaan

Iblis tidak pernah tidur. Dia selalu bekerja; dan terkadang kita lupa bahwa tindakannya yang cerdas dan rahasia bertujuan untuk membuat kita melupakan jiwa kita.

Dan dalam fase yang sangat aneh dalam kehidupan kita, di mana kita baru saja keluar dari apa yang disebut ‘kuncian,’ dengan kemungkinan untuk bisa kembali ke gereja dan menerima sakramen-sakramen, meski dengan semua birokrasi yang harus kita patuhi, kita menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak benar, sesuatu yang mengancam keberadaan kita sebagai umat Kristiani. Ada sesuatu yang membuat kita memahami kebenaran dari keberadaan iblis beserta seluruh tindakannya yang sangat cerdik dan cerdas, yang dengan cara terselubung, berusaha mencegah kita untuk mencapai tujuan kritis kita: keselamatan kekal jiwa kita, melalui penerimaan dari sakramen-sakramen.

Saya ingin memulai renungan ini dengan surat pertama St. Petrus di mana ia menulis, ”Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1Ptr 5: 8 ). Dalam surat ini, St. Petrus menjelaskan keberadaan iblis dan kecerdikannya, sebagai sosok yang berusaha untuk melahap kita seperti singa yang berkeliaran, yang mencoba mengalihkan kita dari iman, dan di atas semua itu, membawa kita kepada kehancuran. Tetapi St. Petrus memberi tahu kita untuk menentang dengan kuat, di dalam iman, terhadap tindakan jahat dari iblis ini.

Ini adalah Firman Tuhan di mana kita memiliki referensi yang jelas tentang iblis dan tindakannya yang merusak. Jika kita ingin melihat penerapan konkret dari tindakan iblis ini, dari ketrampilannya melahap jiwa-jiwa dengan tanpa kita sadari, maka kita dapat merujuk pada momen saat ini. Mengapa? Karena jelas sesuatu yang tidak biasa telah terjadi. Kita semua terpaksa harus menghadapi masalah pandemi ini, virus yang tak terduga ini, menunggu virus itu menyebar dan meledak, dan kemudian kita bertindak dengan kewaspadaan yang tepat, tindakan pencegahan yang tepat, untuk mencegah penyebarannya yang seperti kobaran api.

Ini semua memang baik-baik saja Tetapi apa yang tidak sesuai, apa yang telah menyebabkan begitu banyak dari kita menderita adalah kenyataan harus menutup gereja, harus menghentikan penerimaan sakramen-sakramen oleh umat beriman, dengan alasan karena hal ini akan menjadi masalah sanitasi. Jadi, masalah kesehatan, perlunya menjaga kesehatan fisik lebih diutamakan daripada kebutuhan untuk memberi makan jiwa, merawat jiwa, dengan mengingat bahwa keselamatan kekal adalah di atas segalanya.

Misa publik dan sakramen-sakramen telah ditangguhkan. Setelah berabad-abad dan sejak berdirinya Gereja, tiba-tiba gereja menjadi tempat penularan, tempat yang perlu ditutup. Akibatnya, kita harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa tidak ada kontak, bahwa orang tidak datang ke gereja untuk menghindari segala jenis kontak sosial, segala jenis infeksi yang mungkin disebabkan oleh Coronavirus.

Tetapi ini adalah masalah besar karena, dalam melakukan hal itu, kita telah bertahan lebih dari tiga bulan tanpa kemungkinan menerima sakramen-sakramen sambil secara bersamaan menghadapi serangkaian peraturan yang ketat agar gereja-gereja dapat dibuka kembali. Setelah diskusi panjang dan sering menjengkelkan - ini adalah kasus di Italia, sedangkan di Inggris mereka menemukan solusi yang lebih ‘bertahap’ untuk memungkinkan gereja dibuka kembali - kita berpikir kembali untuk menerima Sakramen-sakramen.

Berkenaan dengan Italia, setelah diskusi yang panjang dan melelahkan, mereka akhirnya mencapai semacam kesepakatan dengan protokol yang benar-benar aneh dan tidak biasa dalam semua aspek, memberi tahu Gereja, mendikte para imam, bagaimana merayakan Misa, bagaimana mendistribusikan Ekaristi; sebuah perjanjian yang akhirnya memberi kemungkinan untuk merayakan Misa dan membagikan Ekaristi, tetapi sama sekali tidak dapat dipercaya dalam hal detailnya, sampai kepada hal-hal yang khusus, mengenai cara kita dapat membagikan Ekaristi, sementara mengabaikan fakta bahwa Ekaristi adalah Tubuh Yang Mahakudus dari Tuhan kita Yesus Kristus. Misalnya, dikatakan bahwa Ekaristi Kudus harus didistribusikan dengan sarung tangan sekali pakai, yang biasanya dibuang ke tong sampah setelah digunakan.

Hal ini kemudian menimbulkan semacam kewajiban untuk menerima Komuni di tangan, dan kemudian hal lain yang telah kita lihat adalah bahwa di banyak gereja, tempat berlutut telah dihilangkan. Ada beberapa foto yang menunjukkan bahwa tempat berlutut telah ditutup. Mengapa? Karena tempat-tempat itu dianggap ‘bisa menjadi penyebab penularan.’ Tetapi di manakah letak hubungannya antara Coronavirus, yang masih bisa hadir di dalam gereja-gereja kita, dengan tempat berlutut? Juga air suci yang bisa mengusir setan telah menghilang dari tempat biasanya. Di beberapa gereja di font tempat pembatisan, sekarang ada cairan pembersih tangan!

Jika kita membuka gereja dengan aturan jarak sosial diberlakukan, dan kita membiarkan orang masuk ke dalam gereja, tetapi mengapa tempat berlutut dikeluarkan? Dan bisakah air suci masih digunakan dalam ‘mode aman’? Ini membuat kita merenungkan tentang tindakan si jahat dan kepandaian iblis yang dengan cara seperti ini memisahkan kita dari hal-hal yang paling penting. Iblis telah menjauhkan kita dari sakramen-sakramen, dari keharusan untuk menerima Tuhan agar kita bisa memiliki kehidupan kekal. Sekarang tampaknya kita dapat menerima Ekaristi Kudus dengan semua tindakan pencegahan ini (kebanyakan dari tindakan ini bertentangan dengan kemuliaan Sakramen Mahakudus – misalnya menerima Komuni di tangan), tetapi kita masih menghadapi semacam pemaksaan pada cara kita berdoa dan pada cara kita menerima Komuni Kudus.

Tapi mengapa semua ini? Dari mana semua ini berasal? Mengapa terjadi semua kekerasan dan keganasan ini yang melawan Yesus di dalam Ekaristi dan melawan seorang Kristen yang ingin merayakan imannya sendiri menurut aturan Gereja Katolik? Bagaimana kita bisa menjelaskan kenyataan ini, bahwa kita sedang hidup dibawah intrik cerdas dari musuh yang seperti singa yang berkeliaran mencari jiwa-jiwa untuk dilahap? Tetapi di samping rayuan ini, dengan tipu muslihat iblis ini, kita dapat mengidentifikasi sesuatu yang ada, namun tidak kelihatan, yang membuat kita menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak benar, bahwa ada kecerdasan cerdik dan lihai dari iblis untuk mencoba mengalihkan perhatian kita dari hal-hal yang paling penting. Semua birokrasi yang diperlukan untuk dapat membuka gereja adalah contoh dari hal ini, setelah gereja-gereja ditutup tanpa ada alasan nyata untuk melakukan hal itu. Bahkan sebenarnya, gereja bisa tetap terbuka jika semua tindakan pencegahan yang diperlukan telah dilakukan; gereja bisa tetap terbuka untuk melakukan ibadah, sehingga memungkinkan umat beriman untuk menerima Sakramen-sakramen dengan semua langkah menjaga jarak sosial yang memadai. Tetapi gereja-gereja ditutup, dan setelah negosiasi panjang dan melelahkan, gereja dibuka kembali, dan sekarang kita memiliki aturan baru untuk mendikte kita bagaimana kita harus berdoa di gereja, dan jelas ini adalah dengan berdiri tegak untuk menerima Komuni. Dalam beberapa kasus, kursi menggantikan bangku dan tempat berlutut. Apakah semua ini tidak menanggapi logika liturgi, yang, meskipun sudah dipaksakan pada kita sampai taraf tertentu, sekarang tampaknya menggunakan alasan Coronavirus agar aturan itu dianggap masuk akal?

Di samping semua ini, kita melihat tindakan setan lain yang halus, tersembunyi, dan saat ini. Dalam seluruh situasi ini, dalam pandemi ini, baik itu di atas atau di bawah perkiraan (sekarang bukan saatnya untuk membahas topik pandemi itu sendiri), kita telah menemukan diri kita berada dalam situasi yang tidak terduga di mana ada virus telah mengganggu seluruh sendi kehidupan kita. Tampaknya, dalam upaya kita untuk bereaksi dengan tenang, untuk menjaga pemahaman yang cerdas tentang situasi yang ada, kita mungkin telah membiarkan diri kita dikuasai oleh semua kecemasan ini, dalam semacam ‘psikosis Coronavirus,’ dan pada akhirnya kita telah mengesampingkan hal-hal yang paling penting demi memberikan ruang yang hampir unik pada elemen fisik, yaitu hanya melindungi kesehatan fisik kita. Tetapi tampaknya dalam semua proses dan prosedur Covid-19 ini, yang tidak ada adalah iman dan kemampuan untuk merespons sepenuhnya kenyataan ini di dalam iman. Alih-alih apa yang tampaknya lebih penting, apa yang menguasai kita lebih besar pada masa-masa ini bukanlah keharusan dan kewajiban untuk mengajarkan iman sehingga umat beriman dapat memahami dan kembali kepada rahmat dengan hati yang terbuka, melainkan kebutuhan untuk mematuhi semua birokrasi dan dokumen duniawi, yang terus berlipat ganda hari demi hari.

Sekarang sudah jelas bahwa untuk mematuhi semua birokrasi ini, dengan semua aturan jarak sosial dan keamanan, untuk mencegah penularan virus, kita telah mengesampingkan dan melewatkan objek sebenarnya dari keyakinan kita. Kita secara sosial menjauhkan diri dari Kristus dan dari sumber keselamatan. Apakah ini bukan inisiatif licik dari si iblis yang membuat kita sibuk sekarang dengan banyak hal, terutama dengan urusan pemenuhan sertifikat, prosedur, aturan dan regulasi sehingga kita melupakan aturan tertinggi, aturan par excellence yang merupakan keselamatan kekal dari jiwa kita?

Dan tentunya tindakan ini dapat digambarkan sebagai tindakan jahat oleh iblis, yang menarik tali dari belakang panggung, sehingga pada akhirnya kita melupakan Tuhan, menyibukkan diri dengan hal-hal lain yang, walaupun perlu dan penting untuk perlindungan kesehatan fisik kita, bagaimanapun membatasi kita untuk hanya memikirkan hal-hal duniawi ini. Bukankah ini adalah bentuk kecerdikan iblis, tipuan dari setan? Saya kira begitu.

Dan kita benar-benar melihat kejahatan Setan bekerja ketika kita tahu bahwa dalam lingkaran gerejawi kita tidak mendengar orang berbicara tentang hal-hal yang penting, alih-alih mereka mengangkat masalah sosial dan kemanusiaan. Jadi di sini kita perlu memperhatikan karena iblis itu licik, maka dialah yang, seperti dikatakan oleh St. Petrus, adalah singa yang berkeliaran yang mencari jiwa-jiwa untuk dihancurkan. Tampaknya tindakan iblis yang paling merusak jelas meyakinkan kita bahwa kita perlu menjaga kesehatan fisik umat beriman sambil membuat kita melupakan kesehatan rohani kita. Iblis (dari kata Yunani dia-ballo) sebenarnya adalah dia yang mencoba memisahkan kita dari Tuhan.

Apakah keselamatan kekal masih penting?

Masih dalam konteks kedengkian iblis ini, saya ingin merenungkan faktor paling esensial dari iman kita: keselamatan kekal kita. Mungkin ada beberapa orang yang kebingungan dan mengatakan bahwa diskusi tentang keselamatan jiwa adalah kuno, teologi kuno, yang berfokus pada individu - jiwa atau pada pertanyaan ‘apa jiwa itu,’ ketika kita harus berbicara lebih banyak tentang bagian ‘interior’dari orang tersebut.

Kita lebih suka meninggalkan pembicaraan yang mementingkan jiwa kita dan keselamatan jiwa kita, karena kita berpikir bahwa dengan cara mementingkan jiwa, maka kita membuka jalan bagi individualisme untuk masuk, dan karenanya muncul ideologi seperti Marxisme dan Komunisme untuk membuktikan pentingnya Komunitas. Sebenarnya, ketika paham kolektivisme dan globalisasi yang dibawa dengan alasan adanya keterasingan manusia, namun paham itu sama sekali tidak berisi ide untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang kemudian menyebabkan efek sosial yang menghancurkan seperti itu.

Namun, ketika kita berbicara tentang keselamatan jiwa, di pusat pembicaraan kita ada manusia dalam hubungannya dengan Allah. Ketika manusia berpikir tentang Tuhan, ketika dia hidup untuk Tuhan, dia tidak pernah hidup hanya untuk dirinya sendiri, dan ketika dia berpikir tentang tinggal bersama Tuhan selamanya, dia akan memikirkan keselamatan orang lain juga. Keselamatan terbuka untuk semua orang dan kita melihatnya dengan indah dalam kesucian manusia karena orang suci tidak pernah egois, seorang Kristen tidak egois. Tidak ada pemikiran egois dalam keselamatan individu. Kekudusan pribadi adalah keselamatan banyak orang, karena seorang suci tidak pernah menyelamatkan dirinya sendiri.

Oleh karena itu, keselamatan jiwa adalah pusat dari iman kita dan ini tampaknya telah terkubur di bawah begitu banyak birokrasi dan kepatuhan pada titik di mana tampaknya kita tidak dapat lagi membicarakan hal ini lagi, karena kita sibuk dengan hal-hal yang lebih mendesak bagi kebutuhan fisik kita. Padahal jiwa adalah hal yang paling penting namun paling diabaikan. Menyingkirkan tempat berlutut di gereja adalah lebih penting daripada menerima Komuni sambil berlutut dan dengan lidah seperti yang selalu diajarkan oleh Gereja. Karena alasan kebersihan dan kesehatan, Komuni harus diterima di tangan, tidak dijamin sebagai cara yang paling aman, dan meskipun ini bertentangan dengan pengajaran Gereja. Komuni di tangan tetap merupakan penghinaan - izin yang diberikan oleh manusia yang tidak pernah dapat diterapkan terhadap hukum universal Gereja.

Dalam semua pandangan horisontal dan manusiawi ini, kita memiliki Gereja dimana di dalamnya tidak ada ruang untuk konsep keselamatan kekal. Dan di sinilah kita melihat adanya kebencian iblis, jerat iblis. Oleh karena itu, apakah keselamatan kekal dari jiwa adalah sesuatu yang penting, masih mutakhir atau apakah ia ada hubungannya dengan banyak hal lain yang penting tetapi sekunder? Kita kehilangan pusat iman kita - Yesus dalam Ekaristi Kudus dan keselamatan kekal kita. Kita harus kembali kepada fokus sentral ini dan mencoba memoles nasihat St. Petrus yang menulis kepada umat Kristiani dan mendesak mereka untuk tetap kuat di dalam iman.

Kita dapat dengan jelas mendeteksi ketiadaan iman, karena semua ini tidak dapat dibayangkan, tidak mungkin ada jenis revolusi di mana kesehatan tubuh lebih penting daripada kesehatan jiwa yang abadi, jika bukan karena kurangnya iman. Ketika kita mengubur iman, maka iblis masuk. Iblis membawa rayuannya kepada jiwa manusia, tanpa ada gangguan apa pun sehingga iblis dapat melakukan apa yang dia inginkan tanpa kita sadari.

Bagi saya, kita semua perlu banyak merenungkan hal ini karena kadang-kadang kita memiliki gagasan tentang iblis, entah kita mengabaikannya karena kita terlalu materialistis atau kita melihat dia berada di mana-mana sambil kita menyalahkan segala sesuatu kepadanya. Dua cara yang berlawanan ini yang merongrong tindakan jahat dari setan, digambarkan dengan indah dalam buku karya CS. Lewis yang berjudul The Screwtape Letters. Ini adalah serangkaian surat dari ‘setan senior’ kepada ‘setan magang’ tentang cara belajar seni rayuan, seni menghancurkan jiwa. Dalam karya yang penuh wawasan ini, Lewis memberi tahu kita ini:

Ada dua cara yang menyenangkan setan dan mengijinkannya untuk melanjutkan kegiatan jahatnya tanpa gangguan. Dua cara ini adalah materialisme dan sihir. Materialisme karena manusia yang pada kenyataannya mengatakan bahwa iblis tidak ada yang memungkinkan iblis untuk melanjutkan pekerjaannya tanpa gangguan; juga mereka yang memiliki semacam sihir menghubungkan segala sesuatu dengan iblis, atas setiap hal buruk yang terjadi, sehingga menggelembungkan kehadiran iblis di dunia, dan yang akan berakhir dengan memberikan peran penting kepada iblis dalam segala hal, dan karenanya, memungkinkan iblis untuk melanjutkan pekerjaannya tanpa terganggu.

Dalam mengakhiri pemikiran-pemikiran ini, saya ingin merujuk sekali lagi pada Screwtape Letters dari Lewis dengan mengutip bagian kecil yang sangat tepat di zaman kita sekarang, yang merefleksikan tindakan iblis ini dan bagaimana menaklukkan tindakan subversifnya. Dalam sebuah bagian dalam buku itu, setan senior bernama Screwtape sedang berbicara dengan rekan magang mudanya Wormwood dan berkata:

Manusia hidup di dalam waktu, tetapi Musuh kita (Tuhan) merencanakan manusia untuk hidup kekal. Karena itu Dia, saya percaya, ingin manusia memperhatikan terutama dua hal, keabadian itu sendiri dan ke titik waktu yang mereka sebut ADA. Karena ADA adalah titik di mana waktu menyentuh keabadian. Dari saat ini, dan hanya itu saja, manusia memiliki pengalaman analog dengan pengalaman yang dimiliki Musuh kita secara keseluruhan; dan di dalamnya saja kebebasan dan aktualitas ditawarkan kepada manusia.

Ini adalah bagian yang sangat signifikan. Tuhan menginginkan kita masuk keabadian, tetapi untuk memikirkan keabadian kita perlu menghargai saat ini. Dalam Injil, Yesus mengajar kita bahwa setiap hari membawa kesedihannya sendiri (lih. Mat 6:34). Kita harus fokus pada masa sekarang, karena masa lalu telah berlalu, masa depan belum tiba. Kita harus hidup di masa sekarang dengan pandangan pada keabadian. Dan sebenarnya saat inilah yang menyerupai keabadian, karena keabadian adalah hadiah yang tidak berakhir - hadiah yang tersisa. Jika kita ingin menyelamatkan jiwa kita dan memahami kecerdasan iblis yang licik, kita harus melihat masa kini, kita harus hidup pada saat ini dan hidup sepenuhnya sedemikian rupa sehingga memberikan persetujuan kepada jiwa kita untuk berangkat setiap hari dengan rahmat Tuhan dan untuk dapat membuat jalan kita secara perlahan menuju keabadian. Kita harus memikirkan, kita harus memahami masa kini, agar tidak kehilangan keabadian.

Marilah kita membuka mata kita dan menjalani masa kini dengan rahmat Tuhan dengan cara menafsirkan masa kini yang kita alami. Masa kini yang kita jalani sekarang, semua kisah tentang Coronavirus ini, adalah hadiah yang sangat istimewa di mana iblis masuk, tetapi ia adalah juga saat rahmat. Kita perlu mengenali dimensi jahat hari ini, dan sikap keras kepala yang sayangnya mencirikannya, sehingga untuk memahami betapa mendesaknya membuka pikiran kita terhadap hal-hal yang dari Allah, untuk percaya kepada-Nya agar dapat melihat Dia di dalam keabadian. Jika kita menyia-nyiakan waktu, yaitu, jika kita kehilangan hadiah ini, maka kita kehilangan keabadian.

*****







No comments:

Post a Comment