Thursday, July 2, 2020

SEORANG USKUP AGUNG ITALIA BERKATA KEPADA VIGANÒ


SEORANG USKUP AGUNG ITALIA BERKATA KEPADA VIGANÒ:
KAMI INGIN ‘MENEMANI LANGKAH PASTI ANDA DI SEPANJANG JALAN KEBENARAN’



"Kami memeluk Anda, Yang Mulia, dan sebagai para murid, kami ingin dapat menemani langkah-langkah pasti Anda di sepanjang jalan kebenaran, keindahan, dan kebaikan."

Tue Jun 30, 2020 - 4:36 pm EST
 

·        Archbishop Carlo Maria Viganò


30 Juni 2020 (LifeSiteNews) - Hari ini, Uskup Agung Italia, Luigi Negri, menerbitkan di situs webnya dan di situs web milik wartawan Italia, Marco Tosatti, sebuah surat terbuka kepada Uskup Agung Carlo Maria Viganò, di mana ia memberikan dukungan penuh untuk “...pesannya yang tampak bagi saya secara tepat mengungkapkan hati yang hidup dari pengalaman gerejawi kita.” Berbicara tentang “..unsur-unsur degradasi, baik dalam kehidupan Gereja maupun dalam masyarakat sipil,” Uskup Agung dari Ferrara-Comacchio yang baru saja pensiun ini, sekarang mendukung upaya Uskup Agung Viganò dan mengatakan ia ingin “menemani jalan kebenarannya”.

Uskup Agung Negri mengklarifikasi bahwa pujiannya itu merujuk pada intervensi awal Mei lalu dari Viganò, bukan intervensi bulan Juni soal KV II.

Uskup Agung Viganò telah membuat, dalam beberapa bulan terakhir, beberapa pernyataan yang menarik perhatian internasional.

Pertama, pada akhir April, Uskup Agung Viganò menentang seruan paus Francis untuk mematuhi pembatasan terus-menerus dari virus corona di Italia yang melanjutkan pelarangan Misa. Uskup agung Viganò menyebut hal ini tidak hanya “tidak patut, tetapi juga merupakan pelanggaran hati nurani dan berbahaya bagi kesehatan jiwa-jiwa."

Pada tanggal 7 Mei, Uskup Agung Viganò, bersama-sama dengan Kardinal Gerhard Müller, Kardinal Joseph Zen, dan Janis Pujats, serta banyak cendekiawan dan jurnalis, mengeluarkan peringatan tentang bahaya krisis korona yang digunakan untuk membatasi kebebasan kita dan kebebasan Gereja Katolik.

Kemudian, pada tanggal 6 Juni, Uskup Agung Viganò menerbitkan surat terbuka kepada Presiden Donald Trump, di mana ia menggambarkan krisis korona baru-baru ini dan krisis politik yang sedang berlangsung di AS sebagai pertempuran antara ‘anak-anak terang’ dan ‘anak-anak kegelapan.’ Surat itu kemudian di-apresiasi oleh Presiden Trump sendiri.

Silakan lihat di sini surat yang ditulis oleh Uskup Agung Luigi Negri, dengan tanggapan dari Uskup Agung Carlo Maria Viganò, yang dicetak ulang di sini dengan izin yang bersangkutan.


Uskup Agung Luigi Negri menulis kepada Uskup Agung Carlo Maria Viganò

Yang Mulia,

Karena keadaan saat ini secara terus-menerus mengungkapkan kepada kita unsur-unsur degradasi baik dalam kehidupan Gereja maupun dalam masyarakat sipil, saya ingin mengirimkan kepada Anda sebuah pesan yang menghubungkan kedekatan saya dengan pesan Anda, yang bagi saya tampaknya sudah sangat tepat mengungkapkan hati yang hidup dari pengalaman gerejawi kita. Hati yang hidup dari pengalaman gerejawi ini disertai dengan kesadaran sehari-hari bahwa waktu yang telah diberikan kepada kita cepat berlalu, dan bahwa keberadaan kita tetap dikondisikan kuat oleh sifat sementara dari berbagai peristiwa dan fakta.

Tampak bagi saya bahwa Gereja, sedikit demi sedikit, sering kali dengan pas dan tepat, sedang memulihkan kesadaran akan identitasnya sendiri dan tugas misionaris yang menjadi ciri dari kehidupan dan sejarahnya.

Setiap hari kita semakin merasakan tekanan dari berbagai peristiwa yang menuntut kita untuk memahaminya sesuai dengan kejelasan Firman Tuhan dan menjalaninya dalam kepatuhan terhadap kehendak-Nya. Di tengah semuanya ini, kami senang; kita bahagia karena kita menyerahkan diri kita setiap hari kepada Tuhan, dengan kesadaran yang mendalam bahwa kehadiran-Nya menopang kita setiap saat, dan bahwa keberadaan kita tidak mungkin dapat dipisahkan dari pendampingan Tuhan Yesus Kristus. Kekuatan kita benar-benar ditemukan dalam penyerahan hidup kita kepada kehendak-Nya dan terutama dalam keinginan bahwa hidup kita dijalani dengan semangat misi yang besar. Kehidupan kita memandang masa depan sebagai kenyataan untuk memanfaatkan setiap saat yang ada, menyadari kehadiran Kristus, memohon agar kehadiran Kristus ini berjalan bersama kita setiap hari dalam petualangan misi. Setiap pagi hidup kita terbuka dalam hal ini dan untuk ini, dengan keinginan besar untuk mempertahankan kehidupan Kristiani kita sendiri dan kehidupan sesama manusia; dan setiap malam kehidupan kita ditutup dengan kesadaran telah berkontribusi secara kurang baik, namun selalu dengan niatan yang tulus untuk pendewasaan nurani Kristiani di dunia.

Kami merangkul Anda, Yang Mulia, dan sebagai murid, kami ingin dapat menemani langkah-langkah Anda yang pasti di sepanjang jalan kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Semoga Tuhan membuat kehadiran Anda di dalam Gereja dan di antara manusia sebagai kehadiran yang penuh kebenaran, kemampuan untuk berkorban dan niat baik terhadap semua orang; dengan demikian semoga kita dapat selalu bersesuaian dengan cara yang sederhana namun nyata bagi undangan liturgi yang besar setiap saat: tidak membuang-buang waktu, tetapi mengembalikannya setiap hari dengan seluruh kehendak kita dan dengan keterbukaan yang besar kepada Hati Tuhan, karena dalam kehidupan sehari-hari kita masing-masing dipanggil untuk mengalami kebesaran Tuhan dan keinginan untuk berkontribusi dalam cara yang nyata untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia.

Semoga Tuhan memberkati kita dan menghibur kita di jalan kita sehari-hari.

+Luigi Negri – Archbishop Emeritus of Ferrara – Comacchio
Milan, 16 June 2020 


*****


Surat balasan Uskup Agung Carlo Maria Viganò kepada Uskup Agung Luigi Negri

Yang Mulia,

Saya membaca kata-kata Anda dengan penuh emosi; semua itu benar-benar menyentuh bagi saya. Ini adalah sebuah penghiburan demi melihat bahwa Yang Mulia telah memahami inti masalah dengan ketajaman dan kejernihan yang selalu menandai penilaian Anda.

Waktu sekarang ini, terutama bagi mereka yang memiliki perspektif supranatural, membawa kita kembali kepada hal-hal yang paling mendasar dalam hidup: kepada kesederhanaan dari Kebaikan dan kengerian dari Kejahatan, kepada kebutuhan untuk memilih di sisi mana kita berada, sementara kita menjalani pertempuran sehari-hari, kecil mau pun besar. Ada orang-orang yang melihat hal ini sebagai pembredelan, seolah-olah kejelasan Injil tidak lagi mampu memberikan jawaban yang memuaskan bagi umat manusia yang kompleks dan pandai berbicara. Namun, sementara beberapa saudara uskup kita merasa prihatin hampir secara obsesif dengan inklusifitas dan teologi hijau, berharap datangnya Tata Dunia Baru dan ‘Rumah Bersama’ melalui agama-agama Abraham, umat maupun para imam memiliki perasaan yang semakin besar untuk menjauh dari pastor mereka, atau sesama pastor mereka, yang untungnya, tidak semuanya - tepat pada saat konfrontasi zaman sekarang ini.

Memang benar: waktu menyelinap melalui tangan kita, Yang Mulia, dan seperti halnya istana pasir dari hampir retorika inisiator menjadi hancur, istana pasir yang dibangun oleh mereka yang ingin mendasarkan kesuksesan mereka sendiri diatas ‘waktu yang singkat’ dan ‘kerapuhan dari kesatuan.’
Ada sesuatu yang tak dapat dihindari sedang bekerja dalam apa yang terjadi hari ini: fatamorgana sesaat yang menggantikan kebenaran abadi, sekarang mengungkapkan, dalam cahaya realitas yang nyata, kemelaratan palsu dan buatan mereka, kepalsuan ontologis dan tak terhindarkan mereka. Kami menemukan bahwa kami adalah anak-anak, menurut Sabda Tuhan kita; kita mengenali hampir secara naluriah apa yang baik dan apa yang jahat, ganjaran dan hukuman, yang pantas dan yang tidak pantas. Tetapi bisakah kita menganggap ketenangan seorang anak yang bersandar pada pelukan dada ibunya, kepercayaan kuat si anak yang memegang tangan ayahnya, menjadi dangkal?

Berapa banyak kata-kata konyol telah diucapkan kepada kita, berapa banyak obat penenang yang tidak berguna telah disampaikan kepada kita, dengan berpikir bahwa Firman Bapa yang Kekal tidak memadai, bahwa perlu untuk memperbaruinya agar membuatnya lebih menggoda bagi telinga yang tuli dari dunia saat ini! Namun itu sudah cukup untuk menjadikan Firman itu milik kita, dan kita tidak membutuhkan apa-apa lagi. Jika sampai sekarang kita membiarkan diri kita dibingungkan oleh hiruk-pikuk zaman ini, kita sekarang dapat meninggalkan diri kita sendiri dengan kepercayaan seperti anak kecil dan membiarkan diri kita dituntun, karena kita mengenali suara Gembala Ilahi, dan kita mengikuti Dia ke mana Dia ingin memimpin kita - bahkan ketika orang lain, yang seharusnya berbicara, namun mereka diam.

Kelemahan kita bukanlah hambatan, melainkan bantuan dalam situasi ini: semakin kita lemah dan rendah hati, semakin banyak keterampilan Sang Artis bersinar melalui kita, memegang kita sebagai instrumen di tangan-tangan terampil-Nya, seperti pena dengan apa si Penulis Kitab secara bijaksana menulis ceritanya.

Saya meminta Yang Mulia untuk berdoa agar kita semua, yang dalam kepenuhan Imamat dipanggil oleh Tuhan, bukan sebagai hamba, tetapi sebagai sahabat, dapat berhasil membuat diri kita menjadi alat pendokumentasi dari Rahmat-Nya, menemukan kembali kesederhanaan ilahi dari Iman yang telah Dia perintahkan kepada kita untuk mewartakannya kepada semua bangsa. Semua hal lain dari kita sendiri yang akan kita tambahkan melalui rasa congkak kita, adalah sebuah kecemerlangan murahan dan menyedihkan, yang sekarang harus kita pelajari untuk dihilangkan jika kita tidak ingin hal itu dilakukan oleh Api Penyucian, di mana beberapa serpihan emas kita akan dimurnikan dari kerak mereka, untuk menjadikan kita layak bagi penglihatan kebahagiaan. Semoga kita tidak menyia-nyiakan hari-hari berharga di mana penyakit dan usia tua saat ini memberi kita kesempatan untuk menebus kesalahan kita dan kesalahan orang lain: itu adalah hari-hari yang diberkati yang dapat kita serahkan demi Kemuliaan Allah, demi kepentingan Gereja dan para utusannya.

Yang Mulia, terimalah ungkapan terima kasih saya yang mendalam atas kata-kata Anda yang sangat mengilhami, dengan keyakinan bahwa saya selalu mengingat Anda di dalam Kurban Suci di Altar. Dan doakanlah saya.

Nunc dimittis servum Tuum,
Domine, secundum verbum Tuum in pace…

+ Carlo Maria Viganò, Archbishop
17 June 2020


Translated by Giuseppe Pellegrino @pellegrino2020




Seorang imam dan ahli liturgi Prancis:
Uskup Agung Viganò dapat membantu para wali gereja lainnya untuk berbicara tentang
'poin-poin KV II yang cacat'


Telah ada diskusi berkelanjutan antara Uskup Agung Carlo Maria Viganò dan Uskup Athanasius Schneider tentang KV II.

Mon Jun 22, 2020 - 3:15 pm EST

·        

Archbishop Carlo Maria Viganò speaks
at the Rome Life Forum in May 2018.


22 Juni 2020 (LifeSiteNews) - Abbé Claude Barthe, seorang imam diosesan Prancis yang tinggal di Paris dan seorang ahli liturgi, penulis, dan editor, telah menanggapi intervensi terbaru dari Uskup Agung Carlo Maria Viganò mengenai KV II dan beberapa masalah yang ada. Dalam sebuah intervensi yang diterbitkan oleh kolega kami di Italia, Marco Tosatti (lihat teks lengkap di bawah), imam Prancis itu mengatakan bahwa saat ini, contoh dan teladan Viganò dapat mendorong para uskup lain untuk tampil di depan umum dengan sikap ketidaksetujuan mereka sendiri pada ajaran-ajaran tertentu dari Konsili itu.

Setelah meninjau kembali argumen-argumen uskup agung Italia itu dalam masalah ini, Abbé Barthe menyatakan bahwa “beberapa wali gereja, terutama setelah majelis-majelis sinode terakhir, telah dituntun untuk melacak konsekuensi dari situasi saat ini kembali kepada penyebabnya, yang didirikan setengah abad yang lalu. Teladan dan dorongan Anda (Viganò) dapat membantu mereka mengekspresikan, dalam hati nurani, demi kebaikan Gereja, ketidaksepakatan mereka dengan sebab-sebab ini: pokok-pokok yang cacad dalam KV II."

Seperti yang telah kami laporkan sebelumnya, Uskup Agung Viganò berterima kasih kepada Uskup Athanasius Schneider atas pernyataannya 1 Juni 2020, yang menurutnya pernyataan kontroversial Abu Dhabi yang ditandatangani oleh Paus Francis - dan yang menyatakan bahwa "keragaman agama" adalah "dikehendaki Tuhan" – memiliki akar di dalam anjuran KV II tentang hak alami untuk kebebasan beragama dan dengan demikian termasuk konsep hak alami untuk percaya pada agama yang salah.

Uskup Schneider menanggapi analisis atas pernyataan Abu Dhabi sebagaimana yang disampaikan oleh Cardinal Gerhard Müller. Beberapa pernyataannya disajikan di sini. Kardinal Jerman itu menggambarkan cara penafsiran dokumen kepausan ini yang bisa jadi kurang kontroversial. Antara lain, ia telah menekankan tugas penting "otoritas agama atau sipil" untuk menerima "hak asasi manusia supranasional yang fundamental, untuk kebebasan beragama," sementara pada saat yang sama menegaskan bahwa ini tidak berarti relativisme sehubungan dengan kebenaran yang diungkapkan. Baginya, pernyataan kontroversial paus Francis mengenai keragaman agama seperti yang dikehendaki Tuhan “dapat” dibaca secara relativistik, tetapi “tidak boleh” dilakukan dengan cara ini. Orang harus, dia menjelaskan, "menafsirkan" teks dan hermeneutik dan terminologi "dengan pandangan pada niat baik penulis mereka daripada dengan melihat pada presisi akademik dalam ekspresi."

Sebagai tanggapan, Uskup Schneider melakukan dua intervensi, satu pada tanggal 1 Juni 2020, yang lain pada tanggal 8 Juni. Itu adalah intervensi pertama yang mendorong Uskup Agung Viganò untuk membuat pernyataannya sendiri mengenai KV II.

Uskup Schneider menyatakan pada 1 Juni bahwa dokumen Abu Dhabi salah dalam menyatakan bahwa Tuhan secara positif menghendaki keberagaman agama. Dalam pernyataan itu, Schneider membahas beberapa masalah mengenai ajaran KV II tentang kebebasan beragama yang mungkin perlu dikoreksi di masa depan, seperti halnya di masa lalu dimana pernyataan konsili abad sebelumnya telah dikoreksi.

"Tidak ada kehendak positif ilahi atau hak alami untuk keragaman agama," katanya bersikeras. Dalam artikel keduanya, prelatus Kazakhstan asal Jerman itu juga tidak setuju dengan klaim bahwa umat Katolik dan Muslim percaya pada Tuhan yang sama, sebuah klaim yang merupakan asumsi mendasar dari dokumen Abu Dhabi. Menurut Uskup Schneider, umat Katolik dan Muslim tidak memiliki kepercayaan yang sama kepada Tuhan, juga tidak memiliki pemujaan yang sama terhadap Tuhan, terutama karena umat Islam menolak Inkarnasi dan Tritunggal Kudus.

Ini adalah kritik eksplisit terhadap pernyataan KV II - dukungan kebebasan beragama - yang memaksa Uskup Agung Viganò untuk menerbitkan pernyataan 10 Juni yang mengkritik KV II.

“Jika kita tidak mengenali,” dia kemudian menulis, “bahwa akar dari penyimpangan ini ditemukan dalam prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Konsili, tidak mungkin untuk menemukan penyembuhan: jika diagnosis kita dipertahankan, melawan semua bukti, dengan mengesampingkan patologi awal, kita tidak akan bisa meresepkan terapi yang cocok."

Pada 15 Juni, prelatus Italia itu menindaklanjuti intervensi pertamanya, muncul lebih kuat lagi dengan menyatakan bahwa “proposisi sesat atau yang mendukung bidaah” dari KV II (1962-1965) “harus dikutuk, dan kita hanya bisa berharap ini akan terjadi sesegera mungkin." Dia menambahkan bahwa Konsili itu semuanya harus "dibatalkan" dan "dilupakan."

Dia mengutip sendiri kata-kata berikut dari Profesor Hukum Italia, Paolo Pasqualucci: “Jika Konsili telah menyimpang dari Iman, maka Paus memiliki kekuatan untuk membatalkannya. Memang, itu adalah tugas paus."

Di sinilah intervensi Abbé Barthe masuk. Bagi imam Prancis ini, pernyataan 15 Juni oleh Uskup Agung Viganò yang terakhir ini “sangat menarik bagi Gereja.” Dia kemudian merangkum analisis prelatus itu tentang KV II, yang harus dilakukan sehubungan dengan “doktrin Gereja sebelumnya”. Di sini, terutama teks konsili Dignitatis Humanae (kebebasan beragama) dan Nostra Aetate (hubungan baru dengan agama-agama non-Kristen) muncul dalam pikiran.

Abbé Barthe juga membahas pernyataan Uskup Agung Viganò bahwa KV II, karena penyimpangan dan ambiguitasnya, harus dibatalkan sama sekali. Agar hal ini dapat dilakukan, jelas imam itu, orang perlu memastikan bahwa KV II bersifat pastoral, bukan doktrinal. Di sini, ia dapat menunjukkan bahwa “organ-organ Konsili itu sendiri (Dz 4351) dan semua interpretasinya berturut-turut menyatakan bahwa Konsili ini hanya bersifat 'pastoral', dan bukan dogmatis.”

Baginya, itu akan menjadi jalan keluar dari krisis kita saat ini dengan bersikeras kembali pada ajaran dogmatis, jauh dari yang bersifat pastoral. Dia menyatakan: “Faktanya, jalan keluar yang luar biasa dari krisis magisterial saat ini adalah muncul dari apa yang disebut 'pastoral' dan masuk sekali lagi ke dalam dogmatik: bahwa Paus sendiri atau paus dan para uskup bersatu padu menyatakan diri mereka sendiri secara magisterial dan bukan lagi 'pastoral.' ”Pendekatan pastoral, seperti yang dapat kita tambahkan, telah terbukti jauh lebih rentan terhadap heterodoksi doktrinal, seperti yang ditunjukkan pada Amoris Laetitia kepada kita dengan jelas.

Di sinilah Abbé Barthe menggemakan seruan Uskup Agung Viganò untuk para uskup lainnya agar bergabung dengan Uskup Schneider dan dia, dalam sebuah debat yang jujur ​​tentang masalah-masalah KV II, demi Gereja dan demi keselamatan jiwa-jiwa.

“Karena itu, kewajiban hati nurani membebani para uskup Gereja yang mengetahui situasi ini,” tulis imam Prancis itu, yang menyimpulkan pendapat Viganò dan menambahkan bahwa kata-katanya dapat menjadi dorongan bagi orang-orang lain. Seperti yang baru-baru ini Viganò katakan kepada Dr. Robert Moynihan, “Saya mencoba melangkah lebih jauh untuk memahami mengapa kita telah mencapai situasi seperti saat ini ... Saya hanya mencoba mengikuti hati nurani saya.”

Ketika Moynihan mempresentasikan posisi Viganò, dia menjelaskan tentang KV II bahwa “terkadang interpretasi itu tidak sejalan dengan tradisi abadi Gereja. Dengan alasan ini, Viganò setuju dengan karya uskup lain, Athanasius Schneider dari Kazakhstan, yang telah mempresentasikan tesis ini pada sejumlah kesempatan dalam beberapa tahun terakhir. ”

Dan kemudian muncullah pernyataan penting dari Uskup Agung Viganò: “Umat Schneider telah menyadari hal ini sebelum saya. Saya setuju dengannya.”

Diharapkan bahwa prelatus dan imam lainnya sekarang akan bergabung dalam debat ini, dan kami berterima kasih kepada Abbé Barthe atas intervensinya.


*****

Silakan lihat di sini pernyataan lengkap Abbé Barthe. Kami berterima kasih kepada Marco Tosatti atas izin untuk mencetak ulang.

Izinkan saya untuk menanggapi tulisan Yang Mulia “Excursus on Vatican II and Its Consequences” (Chiesa e post concilio, 9 June 2020), untuk menekankan, dengan segala kerendahan hati, semangatnya yang besar terhadap Gereja.

Izinkan saya untuk meringkasnya dalam lima poin:

1) KV II memuat teks-teks “yang jelas bertentangan dengan doktrin yang dinyatakan dalam Tradisi.”

Serangan Anda pada KV II ditujukan untuk yang berikut:

- Bahwa yang bertentangan langsung dengan doktrin sebelumnya, seperti kebebasan beragama dari deklarasi Dignitatis Humanae dan dasar-dasar hubungan baru dengan agama-agama non-Kristen dari deklarasi Nostra Aetate (kita juga bisa menambahkan dekrit tentang ekumenisme, Unitatis Redintegratio) , n.3, yang memperkenalkan gagasan inovasi “persekutuan yang tidak sempurna,” dimana dikatakan bahwa orang-orang yang terpisah dari Kristus dan dari Gereja dikatakan memiliki “persekutuan yang tidak sempurna”dengan Kristus dan Gereja);

- Ambiguitas, dimana ia dapat digunakan dalam arti kebenaran atau kesalahan, seperti istilah “subsistit” dalam n. 8 Konstitusi Lumen Gentium: “Gereja Kristus tetap ada di dalam Gereja Katolik” dan bukannya “Gereja Kristus adalah Gereja Katolik.”

2) Distorsi doktrinal ini adalah asal mula dari banyak kesalahan yang mengikutinya - bukti dari “semangat Konsili.”

Anda menjelaskan bahwa penyimpangan atau unsur yang paling berbahaya bagi iman orang-orang Kristen yang menandai periode pasca-konsili (Anda mengutip Deklarasi Abu Dhabi, tetapi juga Hari di Assisi, reformasi liturgi, penggunaan kolegialitas) berawal pada distorsi ini.

Lebih lanjut, dari teks ini jelas muncul bahwa konsep "semangat Konsili" menegaskan kekhususan inovatif majelis ini, karena "tidak pernah ada pembicaraan tentang  “semangat Konsili Nicea" atau "semangat Konsili Ferrara-Florence,” apalagi ”semangat Konsili Trent,” seperti halnya kita tidak pernah memiliki era “pasca-konsili” setelah Konsili Lateran IV atau setelah Konsili Vatikan I.”

3) Distorsi ini tidak dapat diperbaiki.

Upaya untuk mengoreksi ekses Konsili, Anda katakan, adalah sia-sia:

1. Salah satu opsi tersebut adalah mengambil jalur yang tidak memadai dari "hermeneutika kontinuitas." Namun jauh lebih sedikit manfaatya, apakah ini mungkin terjadi karena hermeneutika ini bukan kembali kepada magisterium sebelumnya, tetapi merupakan pencarian cara ketiga antara inovasi dan tradisi. Benediktus XVI, dalam pidato kepada Kuria Roma 22 Desember 2005, mengatakan tentang "hermeneutika pembaruan dalam kontinuitas" berlawanan dengan "hermeneutika diskontinuitas dan perpecahan"; tetapi dengan pernyataan terakhir ini ia memfokuskan baik pada "tradisionalis" maupun "progresif," yang sama-sama berpendapat bahwa KV II menyebabkan kerusakan tertentu.

2. Atau, seseorang meminta Magisterium untuk "memperbaiki" kesalahan-kesalahan KV II. Anda dengan tepat menunjukkan bahwa proyek ini, "bahkan dengan niat terbaik sekalipun, mengancam fondasi bangunan Katolik." Pada kenyataannya, menentang magisterium hari esok yang dilakukan pada hari ini, yang pada gilirannya bertentangan dengan magisterium kemarin, dan pada akhirnya akan berarti bahwa tidak ada tindakan magisterial yang pasti.

Karena itu, dalam pernyataan lebih lanjut yang dibuat pada 15 Juni (Chiesa e post concilio), Anda berpendapat bahwa seorang paus di masa depan "dapat membatalkan seluruh konsili."

Jika saya diizinkan untuk memperkuat analisis Anda, saya akan mengatakan bahwa satu-satunya solusi untuk bertentangan dengan tindakan sebelumnya dengan sebuah tindakan magisterial adalah dengan mencatat bahwa tindakan tersebut tidak sepenuhnya bersifat magisterial. Sebagai contoh, Pastor Aeternus dari KV I pada tahun 1870, membatalkan dekrit Frequens dari Konsili Constance pada tahun 1417, yang dimaksudkan untuk melembagakan superioritas Konsili atas paus.
Pembatalan ini dimungkinkan karena Takhta Suci tidak pernah mengakui nilai dogmatis dari Frequens. Dengan cara yang sama, dengan Vatikan II kita menemukan diri kita dalam situasi yang sama dengan Frequens, karena organ-organ Konsili itu sendiri (Dz 4351) dan semua interpretasi berturut-turut menyatakan bahwa Konsili ini hanya bersifat "pastoral", yaitu tidak dogmatis. Faktanya, jalan keluar yang luar biasa dari krisis magisterial saat ini adalah menyimpang dari apa yang disebut "pastoral" dan untuk masuk sekali lagi ke dalam ranah dogmatik: dimana Paus sendiri atau paus dan para uskup yang bersatu dengan paus, mengekspresikan diri mereka sebagai magisterial dan bukan lagi "pastoral."

4) - Kepausan saat ini jelas paradoks.

Anda menulis: "Apa yang selama bertahun-tahun kita dengar diucapkan secara samar-samar dan tanpa konotasi yang jelas dari Tahta tertinggi, namun kemudian kita menemukan berbagai hal diterapkan dalam manifesto yang jelas dan tegas oleh para pendukung Kepausan ini."

Inilah yang membuat banyak orang telah mencoba memberikan sebuah interpretasi saleh terhadap teks-teks yang dirasakan kontroversial dalam KV II: mereka mengakui bahwa ini tidak mungkin karena aplikasi yang agak otentik yang sedang dilakukan hari ini. Teks-teks kepausan ini adalah puncak dari poin-poin kontroversial dari Konsili, seperti misalnya pengakuan keliru atas hak-hak nurani dalam nasihat Amoris Laetitia, yang dalam n. 301 dimana ia menegaskan bahwa dalam keadaan tertentu perselingkuhan bukanlah dosa.

5) Karena itu, kewajiban hati nurani membebani para uskup Gereja yang sadar akan situasi ini.

Berbicara tentang diri Anda sendiri, Anda berkata: “Sama seperti saya dengan jujur dan sungguh-sungguh mematuhi perintah yang dipertanyakan enam puluh tahun yang lalu, percaya bahwa mereka mewakili suara penuh kasih dari Gereja, maka hari ini dengan ketenangan dan kejujuran yang sama, saya menyadari bahwa saya telah ditipu. Saat ini, dengan bersikap mendukung dan mempertahankan kesalahan akan menjadi pilihan yang buruk dan akan membuat saya menjadi kaki tangan dalam penipuan ini."

Beberapa wali gereja, terutama setelah pertemuan-pertemuan sinode terakhir, telah dituntun untuk melacak konsekuensi dari situasi saat ini kembali kepada penyebabnya, yang didirikan setengah abad yang lalu. Teladan dan dorongan Anda dapat membantu mereka untuk mengungkapkan, dalam hati nurani, demi kebaikan Gereja, ketidaksepakatan mereka dengan sebab-sebab ini: pokok-pokok dalam KV II yang cacat.

Translated by Giuseppe Pellegrino @pellegrino2020

*****




No comments:

Post a Comment