Thursday, November 14, 2019

PACHAMAMA MEMBUKTIKAN BAHWA DI VATIKAN, KEBENARAN ADALAH LEBIH LANGKA ...




PACHAMAMA MEMBUKTIKAN BAHWA DI VATIKAN, KEBENARAN ADALAH LEBIH LANGKA DARIPADA KHAYALAN


Banyak umat Katolik baru saja terbangun dari apa yang tampaknya seperti sebuah mimpi nyata, atau lebih tepatnya ‘mimpi buruk neraka.’ Sinode Pan-Amazon dengan ‘penuh belas kasihan’ tersandung ketika melewati garis finisnya pada akhir Oktober, dan sekarang berbagai serangan revolusioner terhadap Gereja terus berlanjut dengan gencar, tanpa susah payah membuat konferensi pers harian dan penolakan terhadap Pachamama.

Pertama, sebuah peringatan. Jika mungkin seorang pejabat Vatikan membaca ini dan berasumsi bahwa saya adalah seorang elitis Katolik sayap kanan yang dituduh telah didanai dengan cukup. Saya bukanlah seperti itu - meskipun, saya akui, tuduhan itu memang memiliki daya tarik tertentu. Saya hanya seorang Katolik yang biasa-biasa saja, tetapi saya setia. Jadi silakan cari  keterangan mengenai halaman Wikipedia saya.

Apa yang sebenarnya terjadi di Roma bulan lalu?

4 Oktober 2019, pesta Santo Fransiskus dari Assisi, merupakan awal yang tepat. Itu adalah hari puasa pribadi untuk sinode, yang memiliki makna profetik, karena seandainya saya makan, makanan itu mungkin berakhir di layar komputer saya. Saya berbicara tentang video yang menampilkan taman Vatikan yang terkenal kejam, di mana sebuah perpaduan spiritualis (dukun-dukun) yang terbangun, yang jelas bukan para penari profesional, yang bersujud di hadapan patung-patung ukiran wanita hamil telanjang. Seperti wabah belalang dalam Kitab Suci, atau liturgi yang tercerahkan, para Pachamama telah tiba.

Perintah Pertama cukup sederhana: “Akulah TUHAN, Allahmu; jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan kasihilah Aku lebih dari segala sesuatu.” Ini bukan sekadar sentimen Perjanjian Lama. Tanyakan kepada para pengusir setan sejati, bagaimana jika orang melanggar Perintah ini dapat menyebabkan serangan setan, obsesi, dan bahkan kerasukan. Jadi, bagaimana mungkin perjalanan Pachamama bisa begitu mencolok? Diterima dengan tangan terbuka?

Tidak masalah apa yang mungkin kita pikirkan, karena kita telah diberitahu apa yang harus dipikirkan. Pertama, patung-patung ukiran ini, pada kenyataannya, itu hanyalah menggambarkan patung telanjang dari Bunda Maria dan St. Elizabeth - sebagai penghinaan yang jelas terhadap apa yang murni dan suci bagi Tuhan, dan hal itu merupakan pelanggaran terhadap Perintah Pertama. Selanjutnya, kita diberi tahu bahwa patung-patung telanjang ini hanyalah representasi yang tidak berbahaya dari Ibu Pertiwi (tetapi bukan Pachamama, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai Mother Earth). Mereka kemudian ditempatkan secara mencolok di sebuah gereja Katolik - sebuah tindakan skandal penghancuran yang bertentangan dengan Perintah Pertama. Akhirnya, kita tiba di lingkaran penuh ketika Paus Francis mengklarifikasi bahwa sosok ukiran itu memang adalah berhala Pachamama - yang merupakan pelanggaran berat terhadap Perintah Pertama. Hal ini menggambarkan komedi manusia yang kacau dan membingungkan dari Sinode Pan-Amazon, yang pasti akan diingat sebagai salah satu kemalangan paling memalukan dalam sejarah Gereja.

Ada banyak contoh. Suatu malam, saya dan istri saya sedang duduk di ruang tamu. Dia sedang menyusui bayi baru kami, Jude. Saya sedang membaca sebuah laporan dari reporter ‘tak kenal takut’ George Neumayr. Jude jelas sedang menyusui seolah-olah dia telah berpuasa sepanjang hari sebagai silih dan perlu menebus waktu yang hilang.

"Perawat Jude seperti babi, bukankah begitu?" saya berkomentar kepada istri saya.

Sebelum dia bisa menjawab, saya menunjukkan kepadanya gambar dari Gereja Santa Maria dari Traspontina di Roma, dimana ada poster seorang wanita sedang menyusui seekor binatang.

"Apakah wanita ini menyusui babi?" saya bertanya-tanya. "Atau mungkin musang?"
Rupanya, itu adalah gambar yang salah untuk menunjukkan seorang ibu yang dengan patuh menyusui anaknya. Para ibu, terutama mereka yang jarang bisa tidur nyenyak, menjadi jengkel ketika peran keibuan mereka diejek. Itu semua saling berhubungan, Anda tahu.

Keraguan sinode lebih lanjut datang dalam wujud seorang uskup kelahiran Austria, Erwin Kräutler, salah satu juru bicara utama di dalam Sinode. Kräutler, ketika didesak oleh reporter Ed Pentin, mengakui bahwa tujuan sinode itu adalah bekerja untuk melegitimasi penahbisan perempuan (yang mustahil).

Kräutler adalah orang yang sama yang telah menyombongkan diri bahwa sebagai seorang uskup di wilayah Amazon, dia tidak pernah membaptis satu orang pun selama 50 tahun bertugas disana. Tampaknya para imam dibutuhkan di Amazon, tetapi untuk melakukan apa, kita tidak bisa mengatakannya. Apakah ini adalah sebuah situasi ‘semu-Amoris Laetitia,’ di mana imam perempuan akan boleh membagikan Komuni Kudus kepada orang yang tidak dibaptis? Atau mungkin yang lebih buruk, apakah mereka dibutuhkan di Amazon untuk memberikan Komuni Kudus kepada musang?

Syukurlah, tidak semuanya bertindak konyol seperti itu. Percikan terbesar dari sinode berasal dari seorang pria Austria lainnya, Alexander Tschugguel, yang memusnahkan lima patung Pachamama dari gereja-gereja Katolik dan mengirim mereka ke dasar Sungai Tiber. Bagus sekali! hamba Tuhan yang baik dan setia!

Bisa ditebak, sinode berakhir dengan nada masam lainnya. Paus Francis dengan penuh kemenangan menyatakan bahwa Pachamama telah ditemukan, dan mereka akan ditampilkan di Misa terakhir untuk sinode (yang ternyata tidak pernah mereka lakukan). Ketika visi operasi pencarian besar-besaran Blues Brothers Pachamama yang melibatkan helikopter polisi, anggota tim SWAT, petugas pemadam kebakaran, dan personel militer membanjiri pikiran saya, saya memandangi istri saya dengan seringai.

"Tidak," istri saya memperingatkan, "jangan katakan apa yang kau pikirkan!"

"Yah, apakah kamu ingin bertaruh bahwa seseorang bisa menemukan Pachamama asli dalam beberapa minggu?"

Betapa tragisnya, bahwa reaksi pertama seseorang terhadap ucapan paus adalah meyakini bahwa (perkataan Francis) itu adalah salah.

Tidak butuh beberapa minggu. Yang diperlukan hanyalah berjalan cepat ke situs asli Pachamama untuk melihat bahwa salah satu patung pahatan yang asli, sebenarnya tidak pernah masuk ke Sungai Tiber, atau ke kantor polisi Italia, tetapi ia masih bersandar di bebatuan gunung (lihat foto diatas). Carabinieri Italia bukanlah persis seperti Polisi Kerajaan Kanada yang legendaris, ketika datang untuk menemukan buruan mereka, atau Pachamama.

Ini hanyalah beberapa kesan surealis yang tersisa untuk kita setelah sinode Pan-Amazon 2019. Jika penulis Mark Twain mempopulerkan aforisme, bahwa kebenaran adalah lebih langka daripada khayalan, maka sinode Amazon barusan, telah membuktikannya. Jika tidak ada yang lain, sinode itu mungkin bisa menghibur. Anda bahkan bisa mengatakan itu adalah satu lelucon besar.

Tetapi sebuah harapan disampaikan sebagai penutup, sementara kita dibiarkan untuk terus berdoa dan berpuasa untuk Gereja. Mungkin sama pentingnya, dengan tindakan melemparkan Pachamama ke Sungai Tiber, kita telah diilhami untuk bertindak membela Gereja. Kami memiliki Iman, dan sekarang perbuatan baik harus mengikutinya.

Image: The DoQmentalist via YouTube.


Dan Millette is a husband and father of three. He teaches in Saskatchewan, Canada. Millette is a graduate from Our Lady Seat of Wisdom College in Ontario and has a Master of Arts degree in theology from Holy Apostles College in Connecticut. His personal blog is www.bravestthing.com.


No comments:

Post a Comment