Friday, November 8, 2019

VIGANÒ:- KEKEJIAN RITUAL PENYEMBAHAN BERHALA TELAH MEMASUKI TEMPAT KUDUS ALLAH


  Uskup Agung Carlo Maria Viganò




USKUP AGUNG CARLO MARIA VIGANÒ:
KEKEJIAN RITUAL PENYEMBAHAN BERHALA TELAH MEMASUKI TEMPAT KUDUS ALLAH


by Diane Montagna

ROMA, 6 November 2019 (LifeSiteNews) - Uskup Agung Carlo Maria Viganò mendesak konsekrasi ulang terhadap Basilika Santo Petrus, sehubungan dengan apa yang ia sebut sebagai “pencemaran melalui penyembahan berhala yang mengerikan” yang telah dilakukan di dalam dinding-dindingnya melalui pemujaan terhadap patung berhala Pachamama.

Dalam sebuah wawancara baru tentang Sinode Amazon dengan LifeSiteNews, Uskup Agung Viganò mengatakan: “Kekejian dari ritual penyembahan berhala telah memasuki tempat kudus Allah dan telah memunculkan sebuah bentuk kemurtadan baru dimana benih-benihnya, yang telah aktif sejak lama, kini tumbuh dengan kekuatan dan efektivitas yang baru."

Uskup Agung Viganò melanjutkan: “Proses mutasi iman internal, yang telah terjadi di dalam Gereja Katolik selama beberapa dekade, telah terlihat dalam Sinode ini adanya percepatan dramatis menuju landasan sebuah kredo baru, yang diringkas dalam sejenis penyembahan baru. Atas nama inkulturasi, elemen-elemen berhala telah merasuki penyembahan ilahi untuk mengubahnya menjadi sebuah pemujaan berhala.”

Klerus dan umat awam sama-sama “tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadap tindakan penyembahan berhala yang kita saksikan di Vatikan barusan,” kata uskup agung itu menegaskan. “Sangatlah mendesak agar kita menemukan kembali makna dari doa, silih dan penebusan dosa, puasa, kurban-kurban kecil dari bunga-bunga kecil, dan di atas semuanya: adorasi yang hening dan lama di hadapan Sakramen Mahakudus.”

Dalam wawancara mendalam ini (lihat teks lengkap di bawah), kami membahas dengan Uskup Agung Viganò apa yang diungkapkan oleh Pachamama tentang keadaan Gereja dan bagaimana itu merupakan konsekuensi logis dari berbagai deklarasi ‘menyimpang’ lainnya yang dilakukan oleh kepausan saat ini. Kami juga berbicara tentang dokumen akhir sinode, yang ia sebut sebagai ‘serangan langsung terhadap bangunan ilahi,’ Gereja; apa yang diungkapkan oleh Sinode Amazon tentang ‘sinodalitas’; dan apa yang telah dilakukan oleh para penyelenggara sinode itu.

Menurut Uskup Agung Viganò, ‘paradigma Amazon’ bertujuan untuk ‘merubah’ Gereja Katolik secara fundamental, selaras dengan agenda kaum globalis,’ dan ‘berfungsi sebagai permadani untuk mengangkut sisa-sisa bangunan Katolik menuju agama universal yang tidak jelas.’

“Bagi kita semua, umat Katolik, pemandangan di dalam Gereja Katolik menjadi semakin gelap dari hari ke hari,” katanya. "Jika rencana setan ini berhasil, umat Katolik yang memeluknya akan merubah agama, dan kawanan besar Tuhan kita Yesus Kristus akan berkurang menjadi minoritas."

"Minoritas ini mungkin akan sangat menderita ... tetapi dengan yang sedikit ini Gereja akan menang," katanya, mengakhiri pidatonya dengan mengutip kalimat provokatif, profetik dan sesuai dengan keadaan saat ini dari mistikus dan santo abad ke-14, Bridget dari Swedia.


Berikut ini adalah wawancara kami tentang Sinode Amazon dengan Uskup Agung Carlo Maria Viganò.

LifeSiteNews: Yang Mulia, bagaimana Anda menandai arah narasi sinode? Apakah ada gambaran yang dengan tepat bisa merangkumnya?

Uskup Agung Viganò: Bahtera Gereja ada berada dalam cengkeraman badai yang sedang mengamuk. Untuk memadamkan prahara ini, para Penerus Para Rasul yang telah mencoba untuk meninggalkan Yesus di pantai, dan yang tidak lagi merasakan kehadiran-Nya, telah mulai memohon kepada Pachamama!

Yesus telah bernubuat: “Jadi apabila kamu melihat Pembinasa keji berdiri di tempat kudus, ... Sebab pada masa itu akan terjadi siksaan yang dahsyat seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi.(Mat 24:15; 21).

Begitulah kekejian dari upacara-upacara penyembahan berhala telah memasuki tempat kudus Allah dan telah memunculkan bentuk kemurtadan yang baru, yang benihnya - yang telah aktif sejak lama - tumbuh dengan kekuatan dan efektivitas yang semakin diperbarui. Proses mutasi iman internal, yang telah terjadi di dalam Gereja Katolik selama beberapa dekade, telah terlihat dalam Sinode ini adanya percepatan dramatis menuju fondasi kredo baru, yang diringkas dalam sejenis penyembahan baru (kultus) . Atas nama inkulturasi, unsur-unsur berhala merasuki penyembahan ilahi untuk merubahnya menjadi sebuah pemujaan berhala.

Menurut Anda apa yang paling mengkhawatirkan atau bagian bermasalah dari dokumen akhir Sinode Amazon?

Strategi dalam seluruh operasi Sinode Amazon adalah sebuah penipuan, inilah senjata yang disukai iblis: mengatakan setengah-kebenaran untuk mencapai tujuan yang buruk. Dengan alasan kurangnya imam, mereka mengatakan perlu membuka diri bagi para imam yang menikah dan diakon perempuan; juga untuk menghapuskan selibat. Hal itu pertama dilakukan di Amazon tetapi kemudian akan diberlakukan di seluruh Gereja. Di benua manakah ada evangelisasi pertama Gereja Katolik dilakukan oleh pastor yang sudah menikah? Misi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin dilakukan terutama oleh Gereja Latin, dan hanya sebagian kecil oleh Gereja-Gereja Timur dengan klerus yang menikah.

Dokumen akhir dari sinode yang dimanipulasi secara memalukan ini, dimana kita sudah tahu bahwa agenda dan hasilnya telah direncanakan sejak lama, itu adalah serangan langsung terhadap bangunan ilahi Gereja, menyerang kesucian imamat Katolik, dan mendorong penghapusan selibat dan pembentukan diakon perempuan.

Apa yang diungkapkan oleh Pachamama ini? Dan apa yang harus dilakukan sebagai tanggapannya?

Di Abu Dhabi, paus Francis menyatakan secara tertulis bahwa Tuhan ‘menghendaki’ semua agama. Terlepas dari koreksi persaudaraan yang ditawarkan kepadanya secara langsung dan secara tertulis oleh Uskup Athanasius Schneider, paus Francis bahkan telah memerintahkan agar deklarasi sesatnya itu diajarkan di universitas-universitas kepausan dan bahwa sebuah Komisi khusus telah dibentuk untuk menyebarkan kesalahan doktrinal yang mengerikan ini.

Konsisten dengan doktrin yang menyimpang ini, tidak mengherankan jika paganisme dan penyembahan berhala juga harus dimasukkan di antara agama-agama yang dikehendaki Tuhan (menurut Francis). Paus telah menunjukkan kepada kita hal ini dan telah menerapkannya secara pribadi, pencemaran di taman-taman Vatikan dan Gereja Santa Maria di Traspontina, dan menodai Basilika Santo Petrus, serta Misa penutupan sinode dengan menempatkan di atas altar Pengakuan, tanaman yang terkait erat dengan penyembahan berhala Pachamama. Menurut tradisi Gereja, Gereja Santa Maria di Traspontina dan Basilika Santo Petrus haruslah dikonsekrasikan ulang sehubungan dengan pencemaran melalui penyembahan berhala yang telah dilakukan di dalamnya.

Pachamama mengungkapkan pelanggaran terang-terangan dan sangat serius terhadap Perintah Pertama, serta penyimpangan menuju penyembahan berhala di sebuah ‘Gereja berwajah Amazon.’ Ritus itu, yang berlangsung di jantung kekristenan, dan yang dihadiri Bergoglio, memperlihatkan penghargaan kepada sebuah ritus inisiasi agama baru. Pemujaan Pachamama adalah buah beracun dari ‘inkulturasi’ dengan harga berapa pun, dan ungkapan fanatik dari ‘Teologi Indian.’ Sinode menawarkan landasan peluncuran untuk sinkretistik baru ini, gereja neo-pagan, yang didedikasikan untuk pemujaan terhadap Ibu Pertiwi, hingga mitos naturalis tentang ‘orang biadab yang baik,’ dan terhadap penolakan model Barat dan gaya hidup masyarakat maju.

Penyembahan berhala ini telah memeterai kemurtadan. Itu adalah buah dari penolakan terhadap iman yang benar. Hal itu lahir dari ketidakpercayaan kepada Tuhan dan kemudian berubah menjadi protes dan pemberontakan. Pastor Serafino Lanzetta baru-baru ini mengatakan:

Menyembah berhala sama dengan menyembah diri sendiri sebagai ganti Allah ... itu adalah menyembah dewa yang merayu dan memisahkan kita dari Allah; itulah iblis, seperti yang dengan jelas dapat dilihat dari Sabda Yesus kepada penggoda-Nya di gurun (lih. Mat 4: 8-10).

Manusia, tidak bisa tidak, harus memuja,, tetapi dia harus memilih siapa yang akan dipujanya. Dalam mentolerir kehadiran berhala - Pachamama dalam konteks kita saat ini – bersama dengan iman, dikatakan bahwa agama pada dasarnya adalah apa yang memuaskan keinginan manusia. Berhala selalu memikat karena seseorang mengagumi apa yang diinginkannya dan, di atas segalanya, seseorang tidak harus menanggung banyak sakit kepala karena moral. Sebaliknya, berhala sebagian besar adalah sublimasi dari semua naluri manusia. Namun, sakit kepala yang sebenarnya terjadi ketika kebusukan moral menyebar dan menyerang Gereja. Suatu ‘pengabaian terhadap Allah’ untuk mengejar kenajisan, untuk menjadi pelacur bagi dewa-dewa lain dengan jalan menukar kebenaran Allah dengan dusta, dan dengan menyembah dan melayani makhluk-makhluk sebagai ganti Pencipta (lih. Rom 1: 24-25). Tampaknya Santo Paulus berbicara kepada kita hari ini. Akar dari kisah sedih dan tragis ini adalah kehancuran dogmatis dan moral.

Kita tidak bisa bersikap diam dan tetap acuh tak acuh terhadap tindakan penyembahan berhala yang telah kita saksikan dan membuat kita tercengang. Serangan-serangan ini terhadap kekudusan Bunda Gereja kita menuntut kita untuk melakukan perbaikan yang benar dan murah hati. Adalah mendesak bahwa kita menemukan kembali makna doa, reparasi dan silih, puasa, ‘kurban-kurban kecil dari bunga-bunga kecil,’ dan di atas semuanya: adorasi yang hening dan lama di hadapan Sakramen Mahakudus.

Marilah kita memohon kepada Tuhan untuk kembali dan berbicara kepada hati Mempelai Perempuan-Nya yang Terkasih, menariknya kembali kepada-Nya dalam rahmat dari kasihnya yang pertama dan yang tidak dapat dibatalkan, setelah melakukan kesalahan besar dengan menyerahkan diri kepada dunia dan pelacurannya.

Apa yang telah ditunjukkan Sinode Amazon kepada kita tentang sifat ‘sinodalitas?’

Gereja bukanlah sebuah demokrasi. Sinode para Uskup, sejak Paulus VI menetapkannya dengan Motu Proprio Apostolica Sollicitudo pada tanggal 15 September 1965, selalu berurusan dengan masalah-masalah yang menyangkut Gereja universal, dan telah memberikan kepada para uskup yang mewakili semua konferensi keuskupan di seluruh dunia, hak untuk berpartisipasi. Sinode Amazon tidak menghormati kriteria ini.

Gereja di Amazon tentu memiliki masalah besarnya sendiri, yang karenanya perlu ditangani di tingkat lokal. Untuk menyelesaikannya, cukup bagi para uskup Amerika Latin untuk mengikuti rekomendasi yang dibuat oleh Paus Benediktus XVI pada kesempatan kunjungannya ke Aparecida pada 2007. Namun mereka tidak melakukannya. Memang, selama beberapa dekade, banyak dari mereka telah mengizinkan, bahkan mendorong, para penganut teologi pembebasan dan ideologi yang sebagian besar berasal dari Jerman, dengan para Jesuit berada di garis depan, untuk terus menolak untuk menyatakan bahwa Kristus sebagai satu-satunya Juru Selamat.

Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” (Mat 7:15). Situasi di bagian Gereja di Amazon adalah sebuah kegagalan, sebagian karena nuncios apostolik di Brasil, seperti Sekretaris Jenderal Sinode Para Uskup saat ini, yang mengusulkan calon-calon uskup seperti yang kita lihat di sinode Amazon. Dengan mengadakan Sinode di Roma, bukannya mereka  mempertahankan sinode lokal, tetapi justru mereka mengundang para uskup yang dipilih dari antara orang-orang yang paling buta untuk membimbing orang-orang buta lainnya. Ini adalah upaya untuk mengekspor dan menyebarkan penyakit kebutaan itu kepada Gereja universal?

Paus Francis menggunakan istilah ‘sinodalitas’ dengan cara yang sangat kontradiktif dan jalan sinodal yang sangat melenceng! ‘Sinodalitas’ adalah salah satu ‘mantra’ dari kepausan saat ini, solusi ajaib untuk semua masalah yang mempengaruhi kehidupan Gereja. ‘Pertobatan sinodal,’ yang sangat diakui telah menggantikan pertobatan kepada Kristus. Inilah tepatnya mengapa ‘sinodalitas’ bukanlah sebagai solusi, tetapi sebagai masalah.

Selain itu, paus Francis tampaknya menganggap sinodalitas sebagai jalan satu arah: para aktor, konten, dan hasil-hasilnya direncanakan dan diarahkan dengan cara yang telah ditargetkan dan tidak ambigu. Akibatnya, lembaga sinodal secara serius dilegitimasi, dan kepatuhan umat beriman terhadapnya, dirusak.

Orang juga memiliki kesan bahwa sinodalitas ditelikung dan digunakan sebagai instrumen untuk membebaskan diri dari Tradisi dan dari apa yang selalu diajarkan oleh Gereja. Bagaimana mungkin sinodalitas sejati bisa ada, jika disitu tidak ada kesetiaan absolut terhadap doktrin?

Berbicara setelah Angelus tentang pertemuan sinode yang baru saja ditutup, Francis berkata, “Kami berjalan saling memandang dan mendengarkan satu sama lain dengan tulus, tanpa menyembunyikan kesulitan.” Kata-kata ini berbicara tentang sinodalitas yang dilakukan dari bawah, bukan dari Kristus, Tuhan. atau dengan mendengarkan Kebenaran abadi. Mereka mencerminkan sinodalitas sosiologis dan duniawi yang hanya melayani proyek-proyek manusia dan ideologis.

Apakah Anda memiliki pemikiran tentang bagaimana awak media Vatikan menangani sinode ini? Para kritikus mengatakan mereka telah kehilangan semua kredibilitasnya.

Selama Sinode kita menyaksikan manajemen komunikasi gaya Soviet, dengan cara menerapkan ‘versi resmi’ yang hampir tidak pernah sesuai dengan kenyataan. Ketika bukti kebohongan atau ambiguitas terungkap oleh begitu banyak jurnalis yang berani, mereka menyangkalnya atau bahkan mengecam dan menuduh adanya konspirasi.

Pakaian-pakaian pribumi Amazon yang disewakan, sampai muncul pengaduan resmi kepada panitia, atas dewi Pachamama yang kemudian dilemparkan ke sungai Tiber! Kemudian muncul pula julukan: Katolik konservatif dan fanatik, ‘bersikap mundur’ yang tidak percaya pada dialog, orang-orang yang mengabaikan sejarah Gereja, menurut editorial yang diterbitkan di Vatikan News, lengkap dengan kutipan dari St John-Henry Cardinal Newman, dan semua itu justru untuk mendukung patung-patung berhala itu. Namun kutipan Newman, yang menurutnya unsur-unsur berhala disucikan oleh adopsi mereka ke dalam Gereja, tidak hanya bersaksi atas itikad buruk dari orang yang menggunakannya tetapi juga menjadi bumerang terhadapnya.

Kutipan Newman sebenarnya menyoroti perbedaan besar antara praktik bijaksana Gereja Kristus dengan metode kemurtadan modernis. Memang, Gereja Roma, yang menghancurkan tirani berhala-berhala iblis (bayangkan penghancuran kuil-kuil Apollo oleh St. Benediktus atau pohon ek suci oleh St. Bonifasius) dan mendirikan kerajaan Kristus, mengadopsi bentuk-bentuk agama berhala kuno dan kemudian membaptis mereka kedalam agama Katolik. Di lain pihak, kaum modernis baru, yang percaya bahwa Tuhan secara positif menghendaki keberagaman agama, dengan senang hati menyerahkan diri mereka kepada sinkretisme dan penyembahan berhala.

Apa yang secara spesifik dari Gereja dan Imannya yang sangat berisiko atau terancam oleh Sinode Amazon ini?

Sinode Amazon adalah bagian dari sebuah proses yang bertujuan untuk merubah Gereja. Kepausan Francis dipenuhi dengan tindakan sensasional yang bertujuan untuk merusak doktrin, praktik dan struktur yang hingga kini telah dianggap konsisten dengan Gereja Katolik. Francis sendiri mendefinisikan proses ini sebagai ‘perubahan paradigma,’ yaitu: pemutusan yang jelas dengan Gereja yang mendahuluinya.

Dengan Sinode Amazon, utopia gereja-pribumi dan ekologi baru telah muncul di cakrawala. Ini adalah proyek lama dari progresivisme Amerika Latin yang sudah ditentang oleh John Paul II dan Kardinal Ratzinger, tetapi tidak pernah benar-benar diberantas - dan sekarang hal itu sedang dipromosikan oleh puncak hierarki Katolik. Tujuan dari Sinode ini adalah untuk bergerak menuju konsekrasi definitif atas teologi pembebasan dalam versi ‘hijau’ (lingkungan) dan ‘suku pribumi.’

Dengan Sinode ini, seperti pada kesempatan lain, Gereja Katolik tampaknya selaras dengan strategi yang mendominasi kancah kaum globalisi dan didukung oleh kekuatan dan keuangan yang kuat. Strategi-strategi ini secara radikal adalah anti-manusiawi dan secara intrinsik anti-Kristen. Agenda itu bahkan mencakup promosi aborsi, ideologi gender, dan homoseksual, dan ia membuat teori pemanasan global antropogenik menjadi dogma.

Bagi kita semua, umat Katolik, pemandangan atas Gereja Kudus menjadi semakin gelap dari hari ke hari. Tindakan ofensif progresif yang sedang berlangsung menandakan sebuah revolusi nyata, tidak hanya dalam cara Gereja dipahami, tetapi juga dalam gambaran apokaliptik yang diberikannya kepada seluruh tatanan dunia. Dengan kesedihan yang mendalam, kita melihat kepausan saat ini yang ditandai oleh fakta-fakta yang tidak biasa, perilaku dan pernyataan yang membingungkan yang bertentangan dengan doktrin tradisional, dan yang menabur keraguan menyeluruh di dalam jiwa-jiwa tentang apa Gereja Katolik itu dan apa prinsip-prinsipnya yang sejati dan tidak dapat dirubah. Rasanya seolah-olah kita berada dalam cengkeraman sebuah kekacauan religius dalam proporsi yang sangat dahsyat. Jika rencana setan ini berhasil, umat Katolik yang menganutnya akan merubah agama, dan kawanan besar milik Tuhan kita Yesus Kristus akan berkurang menjadi sebuah kelompok minoritas. Minoritas ini akan banyak menderita. Tetapi ia akan didukung oleh janji Tuhan kita bahwa gerbang neraka tidak akan menang melawan Gereja, dan bersama Dia gereja minoritas itu akan menang melalui Kemenangan Hati Maria Yang Tak Bernoda yang dijanjikan oleh Bunda Maria di Fatima.

Menurut Anda, apa yang telah dicapai oleh para penyelenggara sinode dari sudut pandang mereka? Kemajuan apa yang telah mereka buat dalam agenda mereka?

Penyelenggara dan protagonis Sinode tentu saja telah mencapai salah satu tujuan mereka: untuk menjadikan Gereja lebih Amazon dan Amazon kurang Katolik. Paradigma Amazon karenanya, bukanlah akhir dari proses transformasi di mana ‘revolusi pastoral’ yang dipromosikan oleh magisterium kepausan saat ini bertujuan. Ini berfungsi sebagai catwalk untuk mengangkut apa yang tersisa dari bangunan Katolik menuju Agama Universal yang tidak jelas.

Paradigma Amazon, dengan pemujaan panteistiknya atas Bumi Pertiwi dan interkoneksi utopis antara semua elemen alam, haruslah bisa (menurut spekulasi teologis yang dikembangkan di wilayah Jerman) mengatasi agama Katolik tradisional melalui ‘Pantheon’ global dan tanpa batas-batas negara. Sinode ini telah berhasil, dalam arti, menciptakan sebuah gereja Amazon yang dibentuk oleh seperangkat kepercayaan, ibadah, praktik pagan-sakramental, liturgi yang diinkulturasi dalam persekutuan dengan Alam, dengan banyak klerus Indian yang menikah, disertai pandangan atau cita-cita untuk menahbiskan wanita. Ini adalah langkah yang menyimpang dan benar-benar signifikan dalam agenda ‘Gereja yang sedang berjalan keluar’ yang sibuk dalam proses Substitusi Besar Agama Katolik dengan Agama Lain, yang memuliakan Manusia sebagai pengganti Tuhan.

Anda adalah mantan nuncio apostolik untuk Amerika Serikat. Apa yang Anda pikirkan tentang kaum awam yang membanjiri Vatikan dan Apostolik Nunciatures dengan surat-surat protes mereka?

Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya.” (Mat. 11:12). Seperti yang dikatakan oleh Profesor Roberto De Mattei kepada kita: “Kita harus melakukan militerisasi hati kita dan mengubahnya menjadi Acies Ordinata. Gereja tidak takut dengan musuh-musuhnya dan selalu menang ketika orang-orang Kristen bertempur. Musuh kita dipersatukan oleh kebencian mereka terhadap hal-hal yang baik, kita harus bersatu di dalam kasih demi kebaikan dan kebenaran. Ini bukanlah pertempuran biasa, tetapi sebuah perang! Sangat mendesak bahwa ada perlawanan umat Katolik yang bersatu dan terlihat dalam menghadapi proses pembongkaran diri Gereja yang sedang berlangsung, juga dengan mengatasi ‘banyak kesalahpahaman yang sering memecah belah medan kebaikan dan mencari di antara kekuatan-kekuatan ini satu kesatuan tujuan dan tindakan, sambil mempertahankan identitas sah mereka yang berbeda-beda ”(De Mattei).

Di saat-saat yang paling mengerikan ini, umat awam, tentu saja, merupakan ujung tombak perlawanan. Dengan keberanian mereka, mereka harus meminta kita (para gembala) dan mendorong kita untuk maju, dengan lebih banyak keberanian dan tekad, untuk membela Mempelai Kristus. Peringatan dari Santa Catherine dari Siena yang ditujukan kepada kita, para gembala: “Bukalah matamu dan lihatlah kesesatan dari kematian yang telah datang ke dunia, dan khusus ke dalam Tubuh Gereja Kudus. Semoga hati dan jiwamu meledak melihat begitu banyak yang menentang Tuhan! Sayang, cukup banyak yang bersikap diam! Teriaklah dengan seratus ribu bahasa. Melalui keheningan, saya melihat itu: dunia sudah mati. Mempelai Wanita Kristus pucat pasi."

Adakah yang ingin Anda tambahkan?

Marilah kita kutipkan perkataan terakhir dari Allah Bapa kepada St Bridget dari Swedia, pelindung Eropa:

Allah Bapa berbicara, sementara seluruh pasukan surgawi mendengarkan, dan Dia berkata:
"Di hadapanmu Aku menyatakan keluhan-Ku bahwa Aku memberikan putri-Ku kepada seorang pria yang akan menyiksanya dengan keras dan mengikat kakinya ke tiang kayu hingga semua sumsumnya terlepas dari kakinya." Sang Putra menjawab, "Bapa, Aku menebusnya dengan Darah-Ku dan mempertunangkan dia dengan diri-Ku sendiri, tetapi sekarang dia telah ditangkap dengan paksa." Dan Bapa berseru, “Putra-Ku, Aku berbagi rasa dengan ratapan-Mu, perkataan-Mu adalah milik-Ku, karya-Mu adalah karya-Ku. Kamu di dalam Aku dan Aku di dalam Kamu. Semoga kehendak-Mu tergenapi."

Kemudian Sang Bunda berkata, “Engkau adalah Tuhan dan Allahku. Tubuhku mengandung anggota tubuh Putra-Mu yang terberkati, yang adalah Putra-Mu yang sejati dan Putraku yang  sejati. Aku tidak menolak apa pun di dunia demi Dia. Demi doa-doaku, kasihanilah putrimu, Gereja!"

Bapa menjawab, “Karena kamu tidak menolak apa pun di dunia, maka Aku juga tidak ingin menolak apa pun di surga. Semoga kehendakmu terjadi."

Setelah ini, para malaikat berkata: "Engkau adalah Tuhan kami. Di dalam Engkau kami memiliki segala hal yang baik, dan kami tidak membutuhkan apa pun selain Engkau. Ketika Engkau memilih Mempelai Wanita ini, kami semua bersukacita; kini kami memiliki alasan untuk bersedih, karena dia telah diserahkan ke tangan orang-orang terburuk yang menentang dia dengan segala macam penghinaan dan pelecehan. Maka kasihanilah dia sesuai dengan rahmat-Mu yang agung, dan tidak ada yang menghibur dan membebaskannya kecuali Engkau, Tuhan, Allah Yang Mahakuasa.”

Kemudian Dia berkata kepada para malaikat: “Kamu adalah para sahabat-Ku dan nyala kasihmu membakar hati-Ku. Aku akan mengasihani putri-Ku, Gereja-Ku, demi kasih kepada doa-doamu.” (Revelations, Book I, Chapter 24).

Sekali lagi, marilah kita mengizinkan St. Bridget untuk berbicara:

“Ketahuilah bahwa jika ada paus yang memberi izin kepada imam untuk melakukan kontrak perkawinan duniawi, dia akan dikutuk secara spiritual oleh Tuhan ... Allah akan sepenuhnya menghentikan paus itu dari penglihatan dan pendengaran spiritual serta kata-kata dan perbuatan spiritual. Semua kebijaksanaan spiritualnya akan menjadi beku sama sekali. Kemudian, setelah kematiannya, jiwanya akan dilemparkan ke dalam neraka untuk disiksa selamanya, di sana dia menjadi makanan iblis untuk selamanya dan tanpa akhir. Ya, bahkan jika Paus St. Gregorius sendiri telah menetapkan hal ini, dia (paus yang memberi izin kepada imam untuk melakukan kontrak perkawinan duniawi) tidak akan pernah memperoleh pengampunan dari hukuman itu, kecuali dia dengan rendah hati mencabut keputusannya sebelum mati.” (Revelations, Book VII, 10).

Tuhan, kasihanilah Gereja-Mu, demi kasih akan doa-doa dan kesengsaraan kami!







No comments:

Post a Comment