Sunday, February 5, 2017

Vol 2 - Bab 56 : Berbagai manfaat

Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah

Bab 56

Berbagai manfaat
Perintah-perintah yang terpuji
St.Magdalen de Pazzi dan Sr.Benedicta
Pastor Paul Haffee
Pastor de la Colombiere Venerabilis
Pastor Louis Corbinelli

St.Magdalen de Pazzi didalam sebuah penampakan dari jiwa yang meninggal, menerima sebuah perintah yang amat baik sekali dalam hal keutamaan kaum religius. Didalam biara itu ada seorang Suster yang bernama Mary Benedicta, yang terkenal karena kesalehannya, kepatuhannya dan segala keutamaan lainnya yang menjadi perhiasan dari jiwa-jiwa yang suci. Dia sangat rendah hati, demikian kata Pastor Cepari, dan selalu mempersalahkan dirinya sendiri sehingga jika tanpa bimbingan dari atasannya, dia akan bertindak sampai kepada hal yang ekstrim, dengan tujuan yang utama agar dia dikenal sebagai orang yang tidak berhati-hati dan sebagai orang yang tanpa pemikiran yang matang. Dia berkata bahwa dia tak bisa merasa iri kepada St.Alexis, yang menemukan cara-cara untuk menjalani kehidupan yang tersembunyi, tidak benar menurut pandangan duniawi ini. Dia amat penurut dan patuh sekali, sehingga dia bertindak seperti anak kecil saja terhadap perintah-perintah dari atasannya. Dan Suster Kepala ini merasa berkewajiban untuk menggunakan kehati-hatian yang besar didalam segala perintahnya kepadanya. Sebab jika tidak, dia akan bertindak berlebihan. Kenyataannya dia bisa mengedalikan segala tingkah lakunya dan selera-seleranya, sehingga sulit sekali untuk membayangkan ada tindakan matiraga yang lebih besar dari yang dilakukannya.
Suster yang baik ini meninggal secara mendadak karena sakit selama beberapa jam saja. Pagi berikutnya, hari Sabtu, selama Misa Kudus yang diadakan, ketika para religius sedang menyanyikan Sanctus, Magdalen mengalami ekstase. Tuhan menunjukkan kepadanya jiwa dari Benedicta dalam wujud jasmani didalam kemuliaan Surga. Dia dihiasi oleh sebuah bintang dari emas, yang dia terima sebagai balasan dari kemurahan hatinya yang besar. Semua jari-jarinya dihiasi oleh cincin yang mahal, karena kesetiaannya terhadap semua tata tertib dan aturan didalam biara, serta perhatian yang dia curahkan untuk menyucikan seluruh tindakannya. Diatas kepalanya dia mengenakan mahkota yang mahal, karena dia selalu mencintai kepatuhan dan penderitaan demi Yesus Kristus. Kenyataannya, dia telah melebihi kemuliaan banyak para perawan yang agung, dan dia selalu merenungkan Mempelainya, Yesus Kristus, dengan rasa keakraban yang amat besar, karena dia sangat mengasihi kerendahan hati, sesuai dengan Sabda Yesus Kristus, Juru Selamat kita : Dia yang merendahkan dirinya akan ditinggikan. Itulah pelajaran utama yang diterima oleh orang kudus itu sebagai ganjaran atas kemurahan hatinya terhadap orang yang meninggal.
Pikiran tentang Api Penyucian telah mendorong kita untuk berusaha keras dan penuh semangat, serta menghindari kesalahan sekecil apapun, agar kita bisa menghindarkan diri dari penebusan dosa yang amat menyakitkan di dunia sana. Pastor Paul Hoffee, yang meninggal secara suci di Angolstadt pada tahun 1608, memanfaatkan pengetahuan ini demi kebaikan dirinya dan orang lain. Dia tak pernah melupakan Api Penyucian, ataupun berhenti meringankan penderitaan jiwa-jiwa malang itu yang sering nampak kepadanya untuk meminta bantuan permohonannya. Ketika dia menjadi Kepala didalam komunitas religiusnya, dia sering mendorong para anggotanya, pertama-tama adalah dengan menyucikan diri mereka sendiri, agar nantinya bisa menyucikan orang lain, dan tak pernah melupakan aturan-aturan yang terkecil sekalipun dari tata tertib mereka. Kemudian dia menambahkan : “Jika tidak begitu, aku takut kalau-kalau kalian akan seperti halnya orang-orang lain, meminta doa-doaku, agar kalian dibebaskan dari Api Penyucian”. Pada saat-saat terakhirnya, dia dipenuhi oleh komunikasi yang amat penuh kasih dengan Tuhan, dengan IbuNya Yang Terberkati, dan dengan para kudus. Dia dihibur oleh sebuah kunjungan dari jiwa yang amat suci, yang telah mendahuluinya memasuki Surga 2 atau 3 hari sebelumnya, dan yang kini mengundangnya untuk masuk kesana dan menikmati kasih yang kekal dari Allah.
Jika kita mengatakan bahwa pikiran akan Api Penyucian membat kita menggunakan segala cara untuk menghindarinya, nyatalah bahwa kita memiliki alasan untuk takut jika kita sampai masuk kesana. Kini berdasarkan apakah kita menjadi takut ? Jika kita merenungkan sebentar tentang kesucian yang dituntut untuk bisa memasuki Surga, serta kelemahan dari sifat manusia, yang menjadi sumber dari begitu banyak kesalahan, maka dengan mudah kita akan mengerti bahwa rasa takut ini memang cukup beralasan. Lebih lagi, bukankah contoh-contoh yang telah kita baca diatas menunjukkan kepada kita dengan jelas bahwa seringkali, bahkan jiwa-jiwa yang paling suci, bisa menjalani penebusan dosa disana.
Pastor Claude de la Colombiere Venerabilis, meninggal didalam kesucian di Paray, 15 Februari 1682, seperti yang dinubuatkan oleh Margaret Mary Terberkati. Segera setelah dia meninggal, ada seorang gadis yang polos yang datang untuk menceritakan kematian itu kepada Sr.Margaret. Religius yang suci itu, tanpa merasa terkejut ataupun menyesal, berkata kepadanya :”Pergilah dan berdoalah kepada Tuhan baginya, dan anjurkanlah doa dimana-mana demi istirahat bagi jiwanya”. Pastor itu meninggal pada jam lima pagi. Malam itu Sr.Margaret menulis surat kepada gadis itu :”Jangan bersedih. Serukanlah namanya. Janganlah takut. Dia lebih kuat didalam menolong kita dari pada sebelumnya”. Kalimat ini membuat kita mengerti bahwa Sr.Margaret menerima pencerahan adikodrati mengenai kematian pria yang suci itu, serta keadaan dari jiwanya di dunia sana.
Kedamaian dan ketenangan dari Sr.Margaret atas kematian seorang Kepala yang telah berjasa kepadanya adalah juga merupakan keajaiban. Suster yang terberkati itu tidak mengasihi apapun juga kecuali Allah dan semuanya adalah bagi Allah. Allah memiliki tempat istimewa didalam hatinya, dan segala keinginan yang lain ditelan oleh api kasihNya. Kepala biara merasa heran dengan ketenangannya itu atas kematian dari misionaris yang suci itu dan lebih terkejut lagi karena Margaret tidak meminta untuk melakukan tindakan penebusan yang besar demi istirahat jiwa itu, seperti yang biasa dilakukannya jika ada kematian sahabatnya. Suster Kepala bertanya kepada hamba Allah itu alasan dari sikapnya itu. Dia menjawab :”Dia tidak membutuhkan hal itu. Dia dalam keadaan siap berdoa bagi kita, karena dia dimuliakan di Surga oleh Hati Kudus dari Tuhan kita. Dia hanya diharuskan untuk menebus kesalahan yang kecil saja didalam menjalankan tindakan Kasih Ilahi, dan jiwanya tak memiliki penglihatan akan Allah hanya dari sejak saat ia meninggalkan tubuhnya sampai saat ketika sisa-sisa tubuhnya dimasukkan kedalam kubur”. Betapa sebentar saja waktu ini !
Marilah kita menambahkan contoh lainnya lagi, dari Pastor Corbinelli. Orang suci ini tidaklah dikecualikan dari Api Penyucian. Memang benar bahwa dia tidak ditahan disana, namun dia harus melewati nyala api itu sebelum diijinkan memasuki kehadiran Allah. Louis Corbinelli dari the Company of Jesus, meninggal secara suci di Roma pada tahun 1591, hampir bersamaan dengan St.Aloysius Gonzaga. Kematian yang tragis dari Henry II, raja Perancis, memberinya sebuah rasa jijik kepada dunia dan dia lalu memutuskan untuk mempersembahkan diri sepenuhnya guna melayani Allah. Pada tahun 1559, perkawinan Princess Elizabeth dirayakan secara besar-besaran di kota Paris. Diantara hiburan-hiburan yang ada, diadakan juga sebuah turnamen, yang menggambarkan semangat kebangsawanan dari ksatria. Raja sendiri ikut hadir ditengah kerumunan para pejabatnya. Diantara para penonton disitu, yang berasal dari berbagaia negara, adalah seorang muda yang bernama Louis Corbinelli, yang berasal dari kota kelahirannya, Florence, untuk ikut serta didalam festival itu. Corbinelli sangat kagum atas kebesaran dari monarchi Perancis, yang kini berada pada puncak dari kekagumannya, ketika tiba-tiba dia melihat sendiri kebesaran itu terjatuh, terpukul oleh sebuah tenda yang ambruk. Tombak yang dipegang oleh Montgomery menembus tubuh si raja yang langsung meninggal dengan berlinangan darah.
Dalam sekejap saja maka seluruh kemuliaan raja itu musnah dan kebesaran kerajaan segera tertutup oleh kain kafan. Peristiwa ini memberi kesan yang amat mendalam didalam diri Corbinelli. Demi melihat kesia-siaaan dari kebesaran manusia yang begitu jelas itu, dia lalu menolak dunia ini dan dia memeluk kehidupan rohani didalam the Society of Jesus. Hidupnya menjadi seperti orang kudus dan kematiannya dipenuhi dengan sukacita pada mereka yang melihatnya. Hal itu terjadi beberapa hari sebelum kematian St.Aloysius, yang saat itu sedang sakit di Roman College. Orang kudus muda itu mewartakan kepada Cardinal Bellarmine bahwa jiwa dari Pastor Corbinelli telah memasuki kemuliaan kekal. Dan ketika Cardinal menanyakan kepadanya apakah ia tidak melewati Api Penyucian, dia menjawab :”Ia melewatinya, tetapi tidak tinggal disitu”.


No comments:

Post a Comment