Tuesday, February 28, 2017

Vol 2 - Bab 62 : Cara-cara untuk menghindari Api Penyucian

Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah

Bab 62

Cara-cara untuk menghindari Api Penyucian
Matiraga
St.John Berchmans
Emily de Verceil Terberkati dan religius yang malas mengikuti koor

Cara ketiga untuk bisa memuaskan keadilan Allah di dunia ini adalah dengan melaksanakan tindakan matiraga dan kepatuhan rohani. “Kami senantiasa membawa kematian Yesus didalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata didalam tubuh kami” (2 Kor. 4:10). Tindakan matiraga dari Yesus ini, yang harus ditanggung juga oleh umat Kristiani, dalam arti luas, yaitu bagian yang dia tanggung dari penderitaan Guru Ilahinya, dengan menanggungnya didalam persekutuan dengan Yesus Kristus segala cobaan yang dijumpainya didalam kehidupan atau penderitaan yang secara sukarela dikenakan pada dirinya sendiri. Tindakan matiraga yang pertama dan terbaik adalah yang terletak didalam tugas kita sehari-hari, rasa sakit yang kita terima, usaha yang harus kita lakukan untuk melaksanakan segala kewajiban kita, serta menanggung segala penentangan setiap hari. Ketika St.John Berchmans berkata bahwa tindakan matiraganya yang utama adalah kehidupan yang biasa ini, dia tidak mengatakan yang lain karena bagi dia kehidupan yang biasa ini berisi segala kewajiban dan tanggung jawab dari keadaannya itu.
Terlebih lagi, dia yang menyucikan kewajibannya dengan penderitaannya setiap hari, sehingga dengan demikian dia melaksanakan tindakan matiraga yang fundamental, akan segera maju, serta secara sukarela mengenakan penderitaan pada dirinya untuk bisa lolos dari sakitnya Api Penyucian.
Tindakan matiraga yang terkecil, kurban yang paling sederhana, jika dilakukan dengan semangat kepatuhan, akan bernilai tinggi di mata Allah.
Emily Terberkati, seorang Dominikan, dan Suster Kepala dari biara St.Mary di Vercelli, mengajarkan kepada para religiusnya dengan semangat kepatuhan yang sempurna dengan selalu mengingat keadaan yang ada didalam Api Penyucian. Salah satu aturannya adalah melarang para religius untuk minum diantara saat makan, tanpa ijin tertulis dari Kepala. Kini Suster Kepala menyadari nilai dari kurban segelas air di mata Allah, dimana secara umum dia sudah terbiasa untuk menolak ijin ini, dimana dia menganjurkan para susternya kesempatan untuk menjalankan sebuah matiraga yang mudah, namun dia menutupi penolakannya itu dengan mengatakan pada mereka untuk mempersembahkan rasa haus mereka kepada Yesus, yang telah disiksa oleh rasa haus yang sangat besar diatas salib. Dia lalu menganjurkan para suster anggotanya untuk menanggung penderitaan yang ringan ini untuk mengurangi siksaan mereka nanti didalam Api Penyucian.
Didalam komunitas itu ada seorang Suster yang bernama Mary Isabella, yang cenderung kurang berhati-hati, suka bicara dan sangat tertarik kepada hal-hal yang kurang baik. Akibatnya, bahwa dia juga tidak begitu rajin berdoa, malas mendaraskan doa-doa the Office, dan hanya memperhatikan tugas utamanya saja dengan rasa kemalasan yang besar. Dia juga malas mengikuti koor, dan segera setelah saat berdoa selesai, dia adalah orang pertama yang meninggalkan tempat berdoa itu. Suatu hari ketika dia merasa terburu-buru meninggalkan koor, dia melewati kamar dari Suster Kepala, yang kemudian menghentikan langkahnya. “Hendak kemana kamu terburu-buru seperti itu, Suster yang baik ?”, sapa Suster Kepala, “dan mengapa kamu begitu cemas hingga kamu keluar lebih dahulu dari pada yang lain ?”. Suster itu merasa terkejut, mula-mula dia terdiam sejenak, tetapi kemudian dia mengakui dengan tulus bahwa doa the Office itu membosankan baginya dan hal itu terlalu panjang. “Itu adalah baik”, kata Suster Kepala, “namun jika hal itu sudah menyiksa dirimu untuk melakukan puji-pujian kepada Allah, dengan duduk ditengah-tengah para Suster lainnya, lalu apa yang akan kau lakukan nanti didalam Api Penyucian, dimana kamu diwajibkan untuk tinggal ditengah-tengah nyala api ? Untuk meluputkan kamu dari hukuman yang mengerikan itu, puteriku, aku memintamu untuk meninggalkan tempat berdoa itu paling akhir”. Suster itu tunduk kepada perintah itu, seperti anak kecil yang patuh. Maka dia menerima balasannya. Rasa jijik yang dia alami selama ini terhadap hal-hal yang dari Allah, berubah menjadi sikap devosi dan sukacita. Lebih lagi, seperti yang diungkapkan Tuhan kepada Sr.Emily Terberkati, setelah dia meninggal beberapa saat kemudian, dia menerima pengurangan yang banyak atas penderitaan yang telah menunggunya didalam Api Penyucian. Tuhan memperhitungkan lamanya waktu di Api Penyucian dengan lamanya waktu yang dia habiskan didalam doa dan semangat kepatuhannya.




No comments:

Post a Comment