Saturday, April 27, 2019

SEORANG PERTAPA TELAH MEMPERINGATKAN PAUS PADA TAHUN 1527



These Last Days News - July 26, 2017

 

 

SEORANG PERTAPA TELAH MEMPERINGATKAN PAUS PADA TAHUN 1527 BAHWA ROMA AKAN DIHUKUM KARENA HOMOSEKSUALITAS ...

 

https://www.tldm.org/news34/a-hermit-warned-the-pope-in-1527-that-rome-would-be-punished-for-homosexuality.htm

 

Rorate-Caeli.blogspot.com reported on December 3, 2015:
by Roberto de Mattei, pendiri Lepanto Institute

Gereja saat ini sedang mengalami sebuah era disorientasi doktrinal dan moral. Perpecahan telah meledak di Jerman, meskipun Paus Francis tampaknya tidak menyadari pentingnya drama yang terjadi disana. Sekelompok kardinal dan uskup menganjurkan perlunya kesepakatan dengan para bidaah. Seperti yang selalu terjadi pada jam-jam paling gelap dalam sejarah, berbagai peristiwa lainnya akan terjadi dan mengikuti satu demi satu dengan sangat cepat.

Pada hari Minggu 9 Mei 1527, pasukan yang turun dari Lombardy mencapai Janiculum. Kaisar, Charles V, marah pada aliansi politik Paus Klemens VII dengan lawannya, Raja Prancis, Francis I, telah menggerakkan pasukan untuk melawan ibukota kerajaan Kristen. Malam itu, matahari terbenam untuk terakhir kalinya pada keindahan Renaisans Roma yang mempesona. Sekitar 20.000 orang, Italia, Spanyol dan Jerman, di antaranya adalah tentara bayaran Landsknecht, dari iman Lutheran, sedang bersiap untuk melancarkan serangan terhadap Kota Abadi. Komandan mereka telah memberi mereka izin untuk mengepung kota itu. Sepanjang malam bel peringatan Campidoglio terus berdentang memanggil orang-orang Romawi untuk mempersenjatai diri, tetapi sudah terlambat untuk mempersiapkan pertahanan yang efektif. Saat fajar pada tanggal 6 Mei, diselimuti oleh kabut tebal, Landsknechts melancarkan serangan ke dinding-dinding kota, antara St. Onofrio dan Santo Spirito.

Para Pengawal Swiss berbaris di sekitar Obelisk Vatikan, bertekad dalam janji mereka untuk tetap setia sampai mati. Yang terakhir dari mereka mengorbankan hidup mereka di altar tinggi di Basilika Santo Petrus. Perlawanan mereka memungkinkan Paus bersama dengan beberapa kardinal kesempatan untuk melarikan diri. Di seberang Passetto di Borgo, jalan penghubung antara Vatikan dan Castel Sant'Angelo, Clement VII mencapai benteng, satu-satunya benteng yang tersisa untuk melawan musuh. Dari ketinggian teras, Paus menyaksikan pembantaian mengerikan yang dimulai dengan pembantaian orang-orang yang berkerumun di sekitar gerbang Kastil untuk mencari perlindungan, sementara orang-orang sakit di Rumah Sakit Santo Spirito di Sassia dibantai, ditusuk oleh tombak dan pedang.

Lisensi tak terbatas untuk mencuri dan membunuh ini berlangsung selama delapan hari dan pendudukan kota selama sembilan bulan. Kita bisa membaca di sebuah akun Veneto 10 Mei 1527, yang dilaporkan oleh Ludwig von Pastor “Neraka tidak ada bandingnya dengan penampilan yang saat ini dihadirkan di Roma” (The History of Popes, Desclée, Rome 1942m, vol. IV, 2, p.261 ). Kaum religius adalah korban utama dari kemarahan Landsknechts. Istana-istana Cardinal dijarah, gereja-gereja dilecehkan, para imam dan rahib membunuh atau dijadikan budak, para biarawati diperkosa dan dijual di pasar. Parodi-parodi upacara keagamaan yang tak terlihat terlihat lagi, piala-piala untuk Misa digunakan untuk mabuk-mabukan di tengah-tengah penghujatan, Hosti Kudus dipanggang dalam wajan dan diumpankan kepada binatang, makam orang-orang kudus dibongkar, kepala para Rasul, seperti St. Andrew, digunakan untuk bermain sepak bola di jalanan. Seekor keledai diberi pakaian jubah gerejawi dan dibawa ke altar gereja. Pastor yang menolak untuk memberikan Komuni kepada binatang itu, dipotong berkeping-keping. Kota itu diobrak-abrik dalam hal simbol-simbol agama dan dalam peringatan-peringatannya yang paling suci”. (lihat juga André Chastel, The Sack of Rome, Einaudi, Turin, 1983; Umberto Roberto, Roma capta. The Sack of the City  from the Gauls to the Landsknechts, Laterza, Bari 2012).

Clement VII, dari keluarga Medici, tidak memperhatikan permintaan pendahulunya, Hadrian VI, untuk megnadakan reformasi radikal dalam Gereja. Martin Luther telah menyebarkan ajaran sesatnya selama sepuluh tahun, tetapi Negara-Negara Kepausan Romawi terus tenggelam dalam paham relativisme dan hedonisme. Namun tidak semua orang Romawi bersifat buruk dan banci, seperti yang diyakini oleh sejarawan Gregorovius. Mereka yang tidak buruk, para bangsawan Giulio Vallati, Giambattista Savelli dan Pierpaolo Tebaldi, yang mengibarkan bendera dengan lencana "Pro Fide et Patria" dan mempertahankan sikap heroik terakhir di Ponte Sisto. Begitu juga siswa-siswa di Capranica College, yang bergegas ke Santo Spirito dan mati dalam membela Paus yang berada dalam bahaya.

Karena pembantaian massal itu, Institut gerejawi Romawi kemudian memakai nama "Almo". Clemens VII bertahan dan memerintah Gereja sampai tahun 1534, berhadapan dengan perpecahan Anglikan yang mengikuti Lutheran, dan dia menyaksikan pengepungan dan penyegelan Kota Abadi namun tidak berdaya untuk melakukan apa pun, dan hal ini, baginya, jauh lebih sulit untuk ditanggung daripada kematian itu sendiri.

Pada 17 Oktober 1528, pasukan kekaisaran telah menyisakan sebuah kota dalam reruntuhan. Seorang saksi mata Spanyol memberi kita gambaran mengerikan tentang Kota Abadi sebulan setelah pengepungann penghancurannya: “Di Roma, ibu kota Kekristenan, tidak ada satu pun lonceng yang berbunyi, gereja-gereja tidak lagi dibuka, Misa tidak dirayakan dan tidak ada hari-hari Minggu atau hari-hari raya lainnya. Toko-toko pedagang kaya digunakan sebagai kandang kuda, istana-istana yang paling indah telah dihancurkan, banyak rumah dibakar, di tempat-tempat lain pintu-pintu dan jendela-jendela hancur dan dijarah, jalan-jalan dirubah menjadi tumpukan kotoran. Bau mayat sangat menyengat dan mengerikan: manusia dan binatang buas memiliki kuburan yang sama; di gereja-gereja aku melihat mayat-mayat digerogoti oleh anjing-anjing. Saya tidak tahu bagaimana cara membandingkan ini dengan bencana yang lain, selain kehancuran Yerusalem. Sekarang saya mengakui hadirnya keadilan Allah, yang tidak pernah lupa bahkan meski Dia datang terlambat. Di Roma semua dosa dilakukan secara terbuka: sodomi, simoni (penjualan surat tanda pengakuan dosa), penyembahan berhala, kemunafikan, dan penipuan; dengan demikian kita tidak dapat percaya bahwa ini semua terjadi secara kebetulan; tetapi ini adalah demi keadilan Ilahi ”. (L. von Pastor, History of Paus, cit. Hlm. 278).

Paus Clemens VII memerintahkan Michelangelo untuk melukis suasana Penghakiman Terakhir di Kapel Sistine, yang mungkin untuk mengabadikan drama-drama yang telah dialami oleh Gereja selama tahun-tahun itu. Semua orang mengerti bahwa itu adalah hukuman dari Surga. Tidak ada yang kurang dalam hal peringatan dan tanda-tanda: kilatan petir yang menyerang Vatikan dan penampilan seorang pertapa, Brandano da Petroio, yang sangat dihormati oleh orang banyak sebagai “Christ's Madman”, yang pada hari Kamis Putih 1527, sementara Clement VII memberkati orang banyak di St. Petrus, tetapi Brandano da Petroio berteriak: "Bajingan sodomi, karena dosa-dosamu Roma akan dihancurkan. Akuilah kesalahanmu dan bertobatlah, karena dalam 14 hari murka Allah akan menimpa kami dan Kota."

Tahun sebelumnya, pada akhir Agustus, pasukan Kristen telah dikalahkan oleh Ottoman di medan perang Mohacs. Raja Hongaria, Louis II Jagiellon tewas dalam pertempuran dan pasukan Suleiman Agung menduduki Buda. Gelombang Islam di Eropa tampaknya tak terhentikan.

Namun, saat hukuman adalah, seperti biasa, merupakan saat belas kasihan. Para pejabat Gereja memahami betapa bodohnya diri mereka dengan mengikuti godaan kenikmatan dan kekuasaan. Setelah pengepungan Kota yang mengerikan itu, kehidupan telah berubah sangat dalam. Roma Renaisans yang hanya mencari kesenangan berubah menjadi Roma Kontra-Reformasi yang keras dan penuh penyesalan.

Di antara mereka yang menderita selama Pengepungan Roma, adalah Gian Matteo Giberti, Uskup Verona, yang pada saat itu tinggal di Roma. Dipenjara oleh para pengepung dia bersumpah bahwa jika dia dibebaskan, dia tidak akan pernah meninggalkan kediaman Episkopalnya. Dia menepati janjinya, dan kembali ke Verona di mana dia mendedikasikan dirinya sepenuhnya untuk reformasi keuskupannya sampai kematiannya pada tahun 1543. Santo Charles Borromeo, yang kemudian menjadi contoh bagi para Uskup Kontra-Reformasi Katolik, merasa terinspirasi oleh teladannya ini.

Carlo Carafa dan St. Cajetan dari Thiene juga berada di Roma. Pada 1524, mereka mendirikan Ordo Theatine, sebuah lembaga keagamaan yang diejek banyak pihak karena sikap doktrinalnya yang keras dan pengabaiannya pada Penyelenggaraan Ilahi, bahkan sampai pada titik menunggu pemberian sedekah tanpa pernah meminta kepada orang lain. Dua pendiri Ordo dipenjara dan disiksa oleh Landsknechts dan secara ajaib lolos dari maut. Ketika Cafara menjadi kardinal dan Presiden Tribunal Sacra Rota dan Inkuisisi Universal pertama, dia menginginkan seorang yang saleh dan suci untuk bersama dia, Pastor Michele Ghislieri, seorang Dominikan. Kedua orang itu, Carafa dan Ghislieri, dengan nama Paul IV dan Pius V, akan menjadi dua Paus par excellence dari Kontra-Reformasi Katolik pada abad XVI.

Konsili Trente (1545-1563) dan Kemenangan Lepanto melawan orang-orang Turki (1571) menunjukkan bahwa, bahkan pada jam-jam yang paling gelap dalam sejarah, dengan pertolongan Tuhan, maka kelahiran kembali adalah mungkin: tetapi pada ujung depan dari kelahiran kembali ini adalah pemurnian yang berupa pengepungan atas Roma.

++++++++++++++++++++++

Berikut ini adalah pesan-pesan dari Baside yang berkaitan dengan artikel diatas:

"Jika kamu terus saja melanjutkan perbuatanmu yang buruk itu, hai para pastor dan mereka yang memerintah Kota Abadi di Roma, tidak akan ada jalan lain selain membuatmu menjadi abu dan membangunnya kembali." - Yesus, Bayside, 1 November 1975

"Aku tidak akan membela para imam-Ku yang memaafkan homoseksualitas dan membiarkannya terjadi di dalam imamat-Ku! ... Aku tidak akan berdiri diam dan Aku akan membiarkan imamat-Ku untuk dihancurkan!" - Yesus, Bayside, 18 Juni 1982

"Aku melihat para imam kepala dari Rumah Tuhan telah menjadi loyo dalam cara hidup mereka. Mereka melayani kepentingan tubuh mereka dan tidak mau melakukan korban dan penebusan dosa. Tidak akan ada jalan yang mudah menuju Kerajaan. Mereka harus merendah dan berlutut, dan mereka harus melaparkan tubuh jasmani mereka sampai mereka bisa membersihkan diri dari setan di dalam diri mereka.

"Kecuali jika kamu sekarang mau mendengarkan perkataanku tentang kehati-hatian, kamu akan jatuh ke dalam jebakan yang sedang dirancang bagimu. Musuh ada di dalam Rumah Allah. Dia akan berusaha untuk menyingkirkan Vikarismu dari antara kamu, dan ketika dia melakukannya, dia akan menempatkan seorang pria dari rahasia-rahasia gelap di Tahta Petrus! " - St. Thomas Aquinas, Bayside, 21 Agustus 1972

”Roma akan kehilangan iman dan akan menjadi tempat kedudukan dari Antikristus.” - Our Lady of La Salette, 19 September 1846

"Tanpa sejumlah besar doa yang dibutuhan untuk menyeimbangkan neraca serta tindakan pemulihan dari anak-anak di dunia, maka akan ditempatkanlah di Tahta Petrus seseorang yang akan menempatkan dan menaruh jiwa-jiwa dan Rumah Allah ke dalam kegelapan yang sangat dalam." - Bunda Maria, Bayside, 18 Maret 1974

No comments:

Post a Comment