Thursday, November 5, 2015

Sinode : Gereja sedang bermain-main dengan bidaah

Sinode : Gereja sedang bermain-main dengan bidaah saat ini



Pat Buchanan: Apakah Paus sedang bermain-main dengan bidaah?


By Patrick J. Buchanan

Apakah Kebenaran-kebenaran Katolik tak bisa berubah? Atau bisakah ia berubah dengan berubahnya waktu?

Inilah pertanyaan yang lebih dalam di balik isu-isu yang berkobar selama tiga minggu Sinode tentang Keluarga dari 250 orang uskup Katolik di Roma yang berakhir Sabtu lalu.

Setahun yang lalu, Kardinal dari Jerman, Walter Kasper, meminta gereja untuk merubah aturan Gereja – dengan menyambut pasangan homoseksual, dan dengan mengizinkan pasangan homosex dan pasangan Katolik yang bercerai dan kemudian menikah lagi untuk menerima Komuni.

Reaksi kaum tradisionalis : Ini adalah bidaah.

Jika paus mengikuti sahabatnya itu, Kardinal Kasper, dan memerintahkan perubahan pada ajaran Katolik dan praktek diosesan, maka dia bisa memicu perpecahan di dalam Gereja.

Perubahan doktrin seperti ini akan mempertanyakan infalibilitas kepausan. Telah dikatakan pada Konsili Vatikan 1869-1870, bahwa doktrin yang disampaikan ketika Paus mengajarkan ex cathedra, dalam hal iman dan moral, dia dilindungi dari kesalahan oleh Roh Kudus. Kebenaran doktrinal yang diajarkan oleh paus dalam persekutuan dengan para uskup, telah berlangsung sepanjang masa, dan tidak bisa berubah.

Namun jika kebenaran Katolik tentang tak terceraikannya perkawinan dan amoralitas intrinsik dari hubungan homoseksual dapat dirubah, maka Gereja telah melakukan kesalahan besar di masa lalu, atau Gereja sedang bermain-main dengan ajaran sesat (bidaah) saat ini.

Sabtu, The Washington Post menggambarkan sinode barusan sebagai "perkelahian atas visi inklusi dari Francis’

Reporter Anthony Faiola membandingkan musyawarah Sinode itu dengan sebuah pemberontakan ‘Tea Party’ yang diusulkan oleh anggota senat John Boehner, dan seorang agen perubahan seperti Barack Obama, yang mendapati dirinya dihambat dan dikecewakan oleh kaum konservatif.

Dokumen hari Sabtu dari sinode itu telah mengabaikan ajakan kepada sikap yang baru dari Gereja terhadap hubungan homoseksual. Dan keputusan itu tetap tidak menyetujui pemberian Komuni bagi pasangan Katolik yang bercerai dan menikah kembali, yang dianggap oleh Gereja pasangan itu telah hidup didalam perzinahan.

Namun, dalam khotbah hari Minggunya paus nampak marah oleh karena pembangkangan dari para uskup yang menolak dan kesimpulan yang dicapai dalam Sinode itu. Bagi Paus Francis, kaum tradisionalis nampaknya telah menempatkan ketentuan hukum moral di atas perintah Injil belas kasih. (Padahal sebenarnya PF sendiri yang tidak melaksanakan belas kasih itu secara semestinya. Sebab belas kasih tak mungkin diberikan tanpa pertobatan).

"Tak satu pun para murid berhenti berjalan, seperti yang Yesus lakukan" kata Francis yang mengambil contoh dari orang buta. "Jika Bartimeus buta, maka mereka tuli. Dan masalah Bartimeus bukanlah masalah mereka.”

"Hal ini bisa membahayakan kita. ... Iman yang tidak tahu bagaimana cara menumbuhkan akar ke dalam kehidupan orang-orang, tetaplah gersang dan ia bukan saja menciptakan oasis, tetapi bahkan menciptakan gurun lainnya."

Paus nampaknya mengatakan bahwa para uskup yang membangkang itu (para uskup tradisionalis, yang tetap mempertahankan ajaran Gereja tradisional), apapun hukum moral yang mereka anut, tak memiliki sikap kemurahan hati, yang merupakan tiga kebajikan teologis yang terbesar.

Dimanakah para uskup ‘Sinode mengenai keluarga’ telah meletakkan dan meninggalkan Gereja? Dalam keadaan kebingungan, dan dengan resiko melewati jalan yang dilalui oleh gereja-gereja Protestan yang terus menimbulkan perdarahan pada jemaatnya.

Renungkanlah.

Dengan diterimanya keluarga berencana pada konferensi Lambeth 1930, Gereja Inggris mulai menyusuri jalan menurun ini, seperti yang dilakukan oleh saudara kembarnya, Gereja Episkopal. Proses itu telah menyebabkan kemerosotan pada keduanya.

Dari keluarga berencana, hingga perceraian dan pernikahan kembali, imam-imam wanita, para klerus gay, uskup-uskup yang homoseksual, pernikahan sesama jenis, Gereja Episkopal lebih dahulu terpecah, dan sekarang nampaknya secara perlahan ia mengucapkan selamat tinggal.

Memang Gereja Inggris dimulai dengan perpecahan, ketika Henry VIII memutuskan hubungan dengan Roma setelah Paus Clement VII menolak untuk menyetujui perceraiannya dengan Catherine dari Aragon dan pernikahannya dengan Anne Boleyn. Menurut Kardinal Kasper, Clement seharusnya melonggarkan beberapa aturan bagi raja Henry.

Dalam pertempuran ini antara kaum tradisionalis dalam sinode dengan para uskup dan mereka yang mendukung penerimaan beberapa atau semua rekomendasi Kasper itu, paus nampaknya berdiri di pihak kaum reformis (Kasper).

Namun adalah Reformasi Protestan-lah yang menghancurkan keutuhan Katolik, lima abad yang lalu, karena ia telah memecah bangsa-bangsa dan menyebabkan konflik agama dan nasionalisme, seperti Perang Tiga Puluh Tahun.

Kini bagaimana Gereja Katolik bisa menghindari kebingungan yang lebih besar di antara umat beriman - setelah ‘berkat virtual’ (dukungan) dari Paus kepada usulan Kasper, dan penolakan sinode atas hal itu – saya belum tahu.

Apa yang dilakukan paus sekarang?

Jika dia mengabaikan perbedaan pendapat didalam Sinode itu dan terus mengarahkan Gereja menuju posisi Kasper, maka paus akan menyulut perpecahan dengan kaum tradisionalis, sebuah skisma. Para uskup dari Dunia Ketiga menolak untuk berubah.

Jika paus tidak bertindak apa-apa, dia akan mengecewakan para uskup dari Barat, imam-imam dan para sekuler Barat yang telah menemukan pengharapan pada paus ini bagi sebuah perubahan bersejarah didalam ajaran dan praktek Katolik.

Jika paus mengijinkan para uskup untuk mengkuti suara hati nurani mereka sendiri didalam diosis atau wilayah mereka sendiri, maka paus akan semakin mendorong perpecahan didalam Gereja.

Hasil yang tak terelakkan dari semua kejadian ini adalah bahwa paus, nampaknya, memilih untuk semakin memperbesar kebingungan diantara umat beriman.

Dan bagi PF sendiri, bagaimanapun juga, dia tetap harus memilih.


Dia bisa meniru Cardinal Wolsey (ikut tersesat) atau St.Thomas More (yang menjadi martir di zaman raja Henry). 

No comments:

Post a Comment