Wednesday, January 25, 2017

Vol 2 - Bab 53 : Berbagai manfaat

Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah

Bab 53

Berbagai manfaat
Kemurahan hati kepada orang yang meninggal mendapatkan ganjaran
St.Thomas Aquino, adiknya dan Br. Romano
Imam Ponzoni dan Don Alphonso Sanchez
Margaret Mary Terberkati dan Bunda Greffier

Doktor Gereja yang suci ini, St.Thomas Aquino, sangat berdevosi kepada jiwa-jiwa yang menderita di Api Penyucian, yang sering nampak kepadanya. Dan kita bisa mengetahui hal itu dari kesaksian doktor itu sendiri.
Dia mempersembahkan kurban dan doa kepada Tuhan, terutama bagi jiwa-jiwa yang meninggal yang telah dikenalnya atau yang dimintakan bantuan darinya. Ketika dia menjadi Profesor Teologi di University of Paris, dia kehilangan adiknya yang meninggal di Capua di biara St.Mary dimana adiknya itu menjadi Kepala biara disitu. Setelah Thomas mendengar adiknya meninggal, dia membawa adiknya itu didalam doanya kepada Tuhan dengan penuh semangat. Beberapa hari kemudian adiknya nampak kepadanya, meminta dia agar mengasihaninya dan meningkatkan lagi doa-doa permohonannya, karena dia sangat menderita sekali didalam nyala api dari Api Penyucian. Thomas segera menyerahkan kepada adiknya segala kepuasan dari pengadilan ilahi dengan sekuat tenaganya dan disertai dengan beberapa permohonan dari para sahabatnya. Begitulah Thomas mendapatkan pembebasan dari adiknya, yang datang kepadanya untuk menyampaikan berita gembira itu.
Beberapa waktu kemudian, setelah dia ditugaskan di Roma, jiwa dari adiknya itu nampak kepadanya didalam kemuliaan dan kemenangan serta sukacita. Adiknya itu mengatakan kepadanya bahwa doa-doa Thomas didengarkan dan dia dibebaskan dari penderitaan dan akan segera menikmati istirahat kekal di dada Allah. Sudah terbiasa dengan komunikasi adikodrati seperti ini, orang kudus itu tidak takut untuk bertanya-tanya kepadanya, dan Thomas menanyakan keadaan dari dua saudaranya yang lain, Arnold dan Landolph, yang telah meninggal beberapa waktu sebelumnya. “Arnold sudah berada di Surga”, jawab jiwa itu, “dan disana dia menikmati kemuliaan yang tinggi derajatnya karena dia telah membela Gereja dan Bapa Suci terhadap agresi dari Kaisar Frederic. Sedangkan Landolph, dia masih berada didalam Api Penyucian dimana dia harus banyak menderita dan sangat membutuhkan banyak pertolongan. Mengenai dirimu sendiri, saudaraku yang terkasih, sebuah tempat yang amat megah telah menunggumu di Surga, sebagai ganjaran atas segala hal yang telah kau lakukan bagi Gereja. Segeralah kamu menyelesaikan tugas yang sedang kau hadapi karena segera kamu akan bersatu dengan kami”. Sejarah mengatakan kepada kita bahwa kenyataannya, dia segera meninggal beberapa saat setelah peristiwa itu. Pada kesempatan yang lain, orang kudus yang sama itu, ketika berdoa di Gereja St.Dominikus di Naples, melihat jiwa dari Br.Romano yang bertugas di Paris menemui dirinya. Orang kudus itu semula mengira bahwa Bruder itu baru datang dari Paris, karena dia belum tahu berita kematiannya. Karena itu dia segera bangkit dan menyambutnya serta menanyakan keadaan kesehatannya dan tujuan dari perjalanannya itu. “Aku tidak lagi berada di dunia ini”, kata religius itu dengan tersenyum, “dan karena kerahiman Tuhan maka aku mendapatkan kebahagiaan kekal. Aku datang kesini atas perintah dari Tuhan kita untuk mendorongmu didalam segala usahamu itu”. “Aku berada dalam keadaan rahmat ?”, tanya Thomas. “Ya, saudaraku yang terkasih, dan karya-karyamu amat berkenan bagi Allah”. “Dan anda sendiri, apakah anda juga pernah menderita didalam Api Penyucian ?”. “Ya, selama 14 hari, karena ketidak-setiaanku, yang belum cukup kutebus di dunia dulu”.
Lalu Thomas yang pikirannya selalu dipenuhi oleh berbagai pertanyaaan teologis, memiliki kesempatan untuk menembus kedalam misteri dari penglihatan kebahagiaan. Namun dia dijawab dengan kutipan dari Injil Mazmur 47 –Sicut audivimus, sic vidimus in civitate Dei nostri --- “seperti yang kita pelajari dengan iman, kita melihat dengan mata kita kedalam kota dari Allah kita”. Dengan mengatakan kalimat ini, penampakan itu menghilang, meninggalkan Doktor Gereja yang suci itu dengan dipenuhi oleh kerinduan akan Kebaikan Kekal. 
Pada abad 16, sebuah karunia yang sama namun lebih menakjubkan lagi, diberikan kepada seorang yang berdevosi kepada jiwa-jiwa di Api Penyucian, seorang sahabat karib dari St.Charles Borromeo, yang bernama Gratian Ponzoni Venerabilis, Pastor dari Arona, yang sangat tertarik menyelidiki jiwa-jiwa yang menderita itu disepanjang hidupnya. Selama terjadinya wabah sampar yang menelan cukup banyak kurban di wilayah Milan, Ponzoni tidak lupa membagikan Sakramen-sakramen kepada orang-orang yang terkena penyakit menular itu, dan dia tidak ragu-ragu menjadi koster Gereja serta menguburkan orang-orang yang meninggal karena penyakit itu. Karena rasa takut telah menguasai pikiran banyak orang, maka tak ada orang disitu yang mau melakukan tugas itu. Dengan penuh semangat dan kemurahan hati yang besar, dia telah menolong banyak orang yang menjadi kurban wabah itu di Arona disaat-saat terakhir mereka, serta menguburkan mereka di pekuburan dekat dengan Gerejanya, St.Mary. Pada suatu hari, setelah selesai suatu ibadah sore, ketika dia berjalan melewati kuburan bersama dengan Don Alphonso Sanchez yang saat itu menjadi gubernur Arona, tiba-tiba dia berhenti, karena tertegun mengalami sebuah penglihatan yang luar biasa. Dia takut kalau-kalau itu hanya tipuan saja, maka dia berpaling kearah Sanchez dan bertanya :”Tuan, apakah anda melihat kejadian yang kusaksikan ini ?”. “Ya”, jawab gubernur itu, “aku melihat sebuah prosesi yang terdiri dari orang-orang mati yang bergerak dari kuburan mereka dan menuju ke Gereja. Dan aku meyakinkan bahwa sebelum anda berbicara tadi, aku tidak mempercayai mataku sendiri”. Yakin akan kenyataan itu, imam itu menambahkan :”Mereka itu mungkin adalah kurban dari wabah sampar, yang mau menunjukkan dirinya bahwa mereka membutuhkan doa-doa kita”. Segera saja dia membunyikan lonceng-lonceng Gereja dan mengundang seluruh umat paroki untuk berkumpul pada pagi berikutnya untuk melakukan upacara yang meriah bagi orang-orang yang meninggal itu”.
Disini kita melihat ada dua orang yang cukup mampu membedakan antara kenyataan dan ilusi, dan yang keduanya pada saat yang sama terkejut oleh penampakan yang sama, menjadi ragu untuk memberikan kepercayaan kepada hal itu hingga mereka diyakinkan bahwa mata mereka telah menyaksikan fenomena yang sama. Tak ada halusinasi disini dan setiap orang yang bisa merasakan harus mengakui realitas dari sebuah kejadian adikodrati yang dibuktikan oleh kenyataan itu. Kita juga tidak boleh menyangsikan penampakan-penampakan seperti itu yang berdasarkan kepada kesaksian dari St.Thomas Aquino, seperti yang diceritakan diatas. Kita juga harus berhati-hati untuk terlalu mudah menolak kenyataan lain dengan sifat yang sama, dari saat hal itu dibuktikan oleh orang-orang yang diakui kesuciannya dan layak dipercaya. Kita haruslah berhati-hati, tidak ragu-ragu, kita harus memiliki kehati-hatian Kristiani yang bersih dari sifat mudah percaya dan dari kecongkakan, semangat kesombongan dengan mana Yesus menegur para muridNya ‘Noli esse incredulus, sed fidelis’ Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah (Yoh. 20:27).
Mgr. Languet, Uskup Soissons, menekankan hal yang sama dalam kaitannya dengan peristiwa yang dia ceritakan didalam biografi Margaret Alacoque Terberkati. Madame Billet, istri dari dokter rumah biara itu, biara Paray, dimana Suster terberkati itu tinggal, telah meninggal dunia. Jiwa dari orang yang meninggal itu nampak kepada hamba Allah itu dan meminta doa-doanya dan meminta tolong untuk memperingatkan suaminya tentang dua peristiwa rahasia yang menyangkut keselamatannya. Suster yang suci itu melaporkan apa yang terjadi kepada Kepala biara, Bunda Greffier. Sr.Kepala ini menertawakan penglihatan itu dan orang yang menceritakana hal itu kepadanya. Dia memaksa Margaret untuk tutup mulut dan melarang dia untuk berbicara atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa itu. “Religius yang rendah hati itu mematuhi dengan sikap rendah hati. Dan dengan kerendahan hati pula dia menceritakan kepada Bunda Greffier permintaan kedua yang dia terima dari orang yang meninggal itu beberapa hari kemudian, namun Sr.Kepala itu bersikap sama, yaitu menghinakan hal itu. Namun pada malam berikutnya Sr. Kepala sendiri tergugah oleh sebuah suara yang menakutkan di kamarnya yang dia kira dia akan mati karena ketakutan. Dia lalu mengumpulkan para Suster anggotanya, dan ketika bantuan itu tiba, dia hampir pingsan. Ketika dia sudah siuman, dia menyesali dirinya yang telah bersikaap tidak percaya seperti itu. Dan tidak ditunda-tunda lagi dia mengatakan kepada dokter itu apa yang telah dinyatakan kepada Sr.Margaret.
“Dokter itu mengenali peringatan itu sebagai berasal dari Allah, dan dia memanfaatkan hal itu. Dan bagi Bunda Greffier sendiri, dengan belajar dari pengalamannya, bahwa jika rasa curiga sudah menjadi kebijaksanaan, maka terkadang kita salah untuk bersikap terus seperti itu, terutama ketika kemuliaan Allah dan manfaat bagi tetangga kita diperhitungkan.



No comments:

Post a Comment