Thursday, May 16, 2019

KAMPANYE POLITIK LGBT BERADA DI BELAKANG PEMILIHAN FRANCIS


These Last Days News - May 15, 2019


Perhatikanlah gelang pelangi (lambang LGBT) yang dipakai oleh paus Francis


KAMPANYE POLITIK LGBT BERADA DI BELAKANG PEMILIHAN FRANCIS SEBAGAI PAUS

EponymousFlower.Blogspot.com reported on May 11, 2019:
by David Martin

Dengan adanya para teolog dan uskup yang terperanjat atas apa yang oleh orang-orang disebut sebagai 'perpecahan paling mengerikan yang pernah terjadi di dunia,' maka diperlukan hierarki gereja Katolik yang mampu untuk melihat lebih dekat pada pemilihan paus 2013, karena tampaknya saat itu telah diangkat ke Tahta Petrus “seseorang tidak terpilih secara kanonik."

Ringkasnya, pada malam konklaf 2013, Kardinal Óscar Rodríguez Maradiaga yang merupakan salah satu ‘aktor kunci’ dalam proses pemilihan paus, sedang sibuk berbicara di  telepon    dengan para kardinal yang akan ikut memilih, yang saat itu berada di kedutaan Honduras di Roma. Upaya teleponnya yang hiruk pikuk itu adalah akhir dari lobi kampanye yang sangat intensif untuk mengamankan suara bagi terpilihnya Kardinal Jorge Bergoglio sebagai paus.

Pada hari yang sama, card. Maradiaga menghadiri pertemuan pribadi para pendukung Bergoglio, yang mencakup para pemain kunci di dalam “Mafia St. Gallen,”dan bersama-sama dengan mereka, dia mengumpulkan janji hingga dua puluh lima suara untuk Bergoglio. Tidak mengherankan jika pemilihan Bergoglio sudah dibuka dengan dua puluh enam suara pada hari pertama konklaf, dan jumlah itu naik menjadi 77 suara pada hari kedua, yang menunjukkan bahwa upaya kampanye ini mendapatkan banyak dukungan. Tiga hari kemudian Paus Francis yang baru terpilih meminta kepada Maradiaga untuk memimpin Dewan Kardinalnya yang kuat, yang dikenal sebagai "Dewan Sembilan."

Enam tahun kemudian, paus dan "wakil paus"-nya (Card. Maradiaga) dituduh meluaskan dan mengabadikan "salah satu krisis terburuk dalam sejarah Gereja Katolik." Sebuah surat terbuka baru-baru ini yang ditujukan kepada para uskup di dunia, telah menuduh Paus Francis "bersalah atas" kejahatan bidaah” dan menuduh bahwa “Paus Francis telah melindungi dan mempromosikan para klerus pelaku homosex aktif dan para pendukung perbuatan homoseksual, dimana hal ini ” mengindikasikan“ bahwa paus Francis percaya jika tindakan atau perbuatan homoseksual tidaklah sepenuhnya berdosa.

Surat itu mengutip adanya dukungan paus Francis yang dinikmati oleh Maradiaga, seorang revolusioner yang dituduh menutup-nutupi kasus uskup homosex, Juan José Pineda Fasquelle. Pineda terpaksa mengundurkan diri di tengah banyaknya tuduhan bahwa dia melakukan pelecehan seksual terhadap para seminaris dan menggelapkan lebih dari $ 1,3 juta untuk "membayar para korban sexualnya itu" dan "mempertahankan sebuah jaringan para penggemar gay.” Laporan mengatakan bahwa card.Maradiaga telah secara brutal menghancurkan karir dari setidaknya enam orang imam yang berteriak membongkar kebusukan uskup Pineda.

Buah-Buah Dari Pemilihan Yang Salah
Selain itu Francis — yang telah bersekongkol dengan barisan dan kelompok anti-kehidupan (anti-life), telah mengkhianati Gereja bawah tanah di Cina, dimana dia telah memecat para imam yang tetap setia kepada ajaran sejati dari Yesus Kristus, memberdayakan kaum homoseksual, memberi penghargaan kepada para pelaku aborsi, memuji-muji Martin Luther, memberkati para pezina, menyangkal keajaiban roti (Ekaristi), dan mengeluarkan berbagai ucapan yang sesat, menduduki Tahta Kepausan saat ini karena kampanye LGBT yang gencar, hingga membuat perbedaan dalam menentukan hasil pemilihan paus 2013. Pada 27 Agustus 2018, koresponden Vatikan, Edward Pentin, mentweet tentang kampanye politik ini.

“Cdl. Danneels & Ex-Cdl McCarrick berkampanye agar Bergoglio menjadi Paus, seperti halnya Maradiaga pada malam menjelang Konklaf 2013, menelepon berbagai kardinal dari kedutaan Honduras di Roma. Terlepas dari masa lalu mereka, ketiga uskup itu, sejak itu telah menjadi penasihat khusus dari paus Francis atau direhabilitasi olehnya.”

Seperti kita ketahui, mendiang Kardinal Danneels adalah seorang pembela secara terbuka terhadap “pernikahan gay” dan McCarrick dicopot dari jabatan uskupnya Februari lalu setelah didakwa atas pemangsaan homosex terhadap para seminaris dan karena menutupi tindakan pelecehan seksual dari banyak seminaris yang dilakukan oleh sekitar 300 imam di bawah yurisdiksinya.

Mafia St. Gallen
Danneels mengaku dalam video pada bulan September 2015 bahwa dia dan beberapa kardinal adalah bagian dari Mafia St. Gallen yang terkenal keji, yang berkonspirasi untuk melengserkan Benediktus XVI dan memilih Kardinal Bergoglio, dan kelompok inilah yang memuncak upaya kampanyenya tepat sebelum Konklaf 2013, menunjukkan dengan jelas bahwa konspirasi ini  memainkan peran kunci dalam hasil konklaf. Pengakuan Danneel sendiri merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Buku Austen Ivereigh, The Great Reformer, mengungkap bagaimana Kard. Murphy O'Connor (seorang homosex aktiv) bersama beberapa kardinal utama lainnya telah mempelopori kampanye lobi yang intens ini, di mana mereka mendapatkan janji dari hampir 30 orang kardinal untuk menyukseskan Kardinal Bergoglio terpilih sebagai paus. Lihat disini: https://fromrome.wordpress.com/2014/12/09/the-great-reformer-francis-and-the-making-of-a-radical-pope/

Menurut Ivereigh, "pertama-tama mereka mendapatkan persetujuan Bergoglio" dan kemudian "mereka mulai bekerja, berkeliling di tengah makan malam para kardinal untuk mempromosikan orang pilihan mereka (Bergoglio)." Hal ini juga telah dikonfirmasikan, dalam kasus Kard. Murphy-O'Connor dan Kard. O'Malley, dalam laporan Wall Street Journal 6 Agustus 2013. Ketika konklaf mendekat, mereka mengadakan serangkaian pertemuan tertutup, yang dikenal sebagai sidang, dimana salah satunya menampilkan Kardinal Bergoglio sebagai pembicara utama, dengan demikian hal ini membuktikan bahwa Bergoglio ikut berkolusi dalam rencana ini.

Hukum Gerejawi Dilanggar
Surat wasiat tersebut di atas menjamin Inkuisisi Episkopal ke dalam pemilihan Paus Francis karena mengandung berbagai pelanggaran terhadap Konstitusi Apostolik Paus Yohanes Paulus II Unversi Dominici Gregis, yang mengatur soal pemilihan paus. Konstitusi memperjelas bahwa pemilihan politik yang melibatkan para kardinal pemilih, adalah dilarang dan bisa mendatangkan ekskomunikasi otomatis terhadap mereka yang terlibat. Silakan membaca yang berikut ini.

“Para Kardinal pemilih, hendaknya menjauhkan diri dari segala bentuk pakta, persetujuan, janji atau komitmen lain apa pun yang dapat membuat mereka wajib untuk memberikan atau menolak suara mereka kepada seseorang atau beberapa orang. Jika hal ini benar-benar dilakukan, bahkan di bawah sumpah, saya putuskan bahwa komitmen semacam itu akan batal demi hukum dan tidak seorang pun akan terikat untuk mematuhinya; dan saya dengan ini menjatuhkan hukuman ekskomunikasi latae sententiae kepada mereka yang melanggar larangan ini. (81)

Aturan Tidak Tertulis
Sementara paus di sini berbicara tentang pemilihan itu sendiri, kita tidak boleh mengesampingkan bahwa larangan ini juga berlaku pada waktu sebelum pemilihan, ketika persiapan sedang berlangsung, karena selama waktu inilah kegiatan politik terlarang itu akan memberikan pengaruh terbesar pada proses dan hasil pemilihan. "Segala bentuk pakta" yang mewajibkan pemilih "untuk memberikan atau menolak suara mereka kepada seseorang" harus diamankan sebelum pemilihan berlangsung.

Kita juga harus mempertimbangkan bahwa pelanggaran yang tidak disebutkan dalam Konstitusi juga bisa mengkriminalkan proses pemilihan. Kejahatan seperti pemerasan atau penyuapan olah kelompok LGBT, yang dilakukan sebelum pemilihan, tentu akan membuat pemilihan itu menjadi terlarang dan menjadi tidak sah, jika pengaruh mereka dibawa masuk ke dalam proses pemilihan.

Paus Juga Mengatakan Dalam Konstitusi:
“Mengkonfirmasikan rumusan dari para pendahulu saya, maka saya juga melarang siapa pun, bahkan meski dia seorang kardinal, selama masa hidup seorang paus dan tanpa berkonsultasi dengannya, untuk membuat rencana mengenai pemilihan penggantinya, atau untuk menjanjikan suara, atau untuk membuat keputusan yang menyangkut masalah ini, melalui pertemuan-pertemuan pribadi."(79)

Sebuah kelompok yang terdiri dari para kardinal telah “membuat rencana” untuk memaksa pengunduran diri Benediktus XVI dan berkampanye untuk “pemilihan penggantinya,” dengan mengumpulkan sampai 25 orang kardinal yang “menjanjikan suara” sehari sebelum pemilihan, dimana hal ini terjadi melalui “pertemuan-pertemuan pribadi,” Dengan demikian hal ini telah mengungkap perilaku terlarang dari para kardinal pemilih itu.

Di bawah sanksi ekskomunikasi latae sententiae, paus melarang “setiap dan masing-masing kardinal pemilih, saat ini dan di masa depan, termasuk juga Sekretaris dari College of Cardinals dan semua orang lain yang mengambil bagian dalam mempersiapkan dan melaksanakan semua hal yang diperlukan untuk pemilihan” untuk mengijinkan "segala bentuk campur tangan yang dimungkinkan, segala penolakan atau pun anjuran, di mana otoritas sekuler dari apa pun tatanan dan derajatnya, atau individu atau kelompok apa pun, dapat berupaya untuk memberikan pengaruhnya pada pemilihan Paus." (80)

Adalah melalui ‘kardinal-kardinal Yudas’ yang bersekutu dengan jaringan LGBT yang busuk dan yang "ikut ambil bagian dalam proses persiapan" pemilihan paus, disitulah kekuatan-kekuatan sekuler dimungkinkan untuk "menggunakan berbagai pengaruhnya pada pemilihan paus."

Pasal 76 Konstitusi Yohanes Paulus II menyatakan:
“Jika pemilihan dilakukan dengan cara selain yang telah ditentukan dalam Konstitusi saat ini, atau jika prasyarat yang ditetapkan di sini tidak dipatuhi, maka pemilihan, dengan alasan-alasan ini, adalah batal demi hukum, tanpa perlu deklarasi mengenai masalah tersebut; dan akibatnya, pemilihan itu tidak memberikan hak apapun kepada orang yang terpilih."(76)

Ada banyak sekali yang bisa dikatakan saat ini mengenai kesalahan dan sikap heterodoks dari Francis, tetapi sedikit sekali yang dikatakan tentang pemilihan paus Francis yang kemudian melancarkan sikapnya yang revolusioner itu. Tidakkah hal ini terpikirkan oleh umat Katolik bahwa pemilihannya yang seperti itu dapat dibatalkan?

Memang, adalah penting bagi badan episkopal Gereja untuk melihat lebih dekat pada pemilihan paus 2013, karena kita bisa menyaksikan penggenapan ramalan Santo Fransiskus dari Asisi, tentang munculnya seorang gembala palsu.


* * * * *


St. Fransiskus dari Assisi (Meninggal3 Oktober 1226)
"Pada saat kesusahan nanti, ada seseorang yang tidak terpilih secara kanonik, akan diangkat pada posisi Kepausan, yang dengan kelicikannya akan berusaha untuk menarik banyak orang ke dalam kesesatan .... Banyak pengkhotbah akan bersikap diam tentang kebenaran, dan yang lain akan menginjak-injak kebenaran dan menyangkalnya. Kesucian hidup akan dicemoohkan bahkan oleh mereka yang secara lahiriah mengakuinya, karena pada masa itu Yesus Kristus akan mengirim kepada mereka bukan seorang pastor yang benar, tetapi seorang perusak." (1226)
(Taken from Works of the Seraphic Father St. Francis of Assisi, R. Washbourne Publishing House, 1882, pp. 248-250, with imprimatur by His Excellency William Bernard, Bishop of Birmingham) 


Bunda Maria - La Salette, 19 September 1846
”Roma akan kehilangan iman dan akan menjadi tempat kedudukan dari Antikristus.”

Seperti yang telah kuperingatkan beberapa dekade yang lalu di La Salette (1846), banyak sekali kardinal, uskup, dan pastor sedang menuju kebinasaan karena perilaku mereka yang tidak murni. Aku telah memperingatkan anak-anakku di La Salette dan aku juga memperingatkan kamu selama bertahun-tahun kemudian, bahwa kegagalan dari para pemimpin Gereja Putraku akan mengakibatkan krisis yang dahsyat. Sekarang kamu bisa mengerti, karena krisis yang dahsyat itu sudah ada di depan matamu.



No comments:

Post a Comment