Friday, May 24, 2019

KEGELAPAN IN ROMA - TEOLOGI PEMBEBASAN TELAH MENANG


SOCCI - "KEGELAPAN IN ROMA: TEOLOGI PEMBEBASAN TELAH MENANG, SEMENTARA ITU KARYA DARI YOHANES PAULUS II DAN BENEDIKTUS XVI SEPENUHNYA DIHAPUSKAN."




Lukisan mural yang memperlihatkan ‘perjamuan malam terakhir’ dimana Yesus digambarkan mengadakan perjamuan bersama Marx, Lenin, Mao, Castro, serta tokoh-tokoh komunis lain, di sebuah dinding sekolah di Caracas, Venezuela (2007)

KASUS D’ESCOTO SERTA MEREKA YANG INGIN MENGHAPUSKAN KARYA DARI YOHANES PAULUS II DAN BENEDIKTUS XVI

Antonio Socci
Libero
September 7, 2014

Di era Bergoglio ini, Vatikan secara praktis merehabilitasi paham Teologi Pembebasan, yang muncul pada tahun 1960-an dan telah menyebabkan bencana yang tak terhitung jumlahnya, terutama di Amerika Latin, dengan mendorong agar Gereja tunduk kepada pemikiran Marxis.

Selama beberapa bulan terakhir telah terjadi beberapa peristiwa yang mengejutkan, seperti "pendaratan" Gustavo Gutierrez ("bapak" dari Teologi Pembebasan) di Vatikan sendiri. Setahun yang lalu, "L'Osservatore Romano" menerbitkan kutipan besar dari salah satu bukunya yang memuji serangannya terhadap neoliberalisme. Musim panas ini ada gerakan lain yang sangat simbolis, yang hampir tidak diperhatikan, sehubungan dengan Miguel d'Escoto Brockmann.

MERAH KOMUNIS
D'Escoto adalah putra dari duta besar Nikaragua untuk Amerika Serikat. Ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1961 ia terlibat dengan Teologi Pembebasan pada Oktober 1977, dan secara terbuka menyatakan dukungannya bagi Front Sandinista, sebuah kelompok revolusioner inspirasi Marxis, yang mengambil alih kekuasaan di Nikaragua pada tahun 1979.

D'Escoto adalah Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Sandinista dari tahun 1979 hingga 1990. Dalam rezim pemerintahan yang sama, imam Jesuit, Fernando Cardenal, menjadi Menteri Pendidikan, dan saudaranya Ernest adalah Menteri Kebudayaan.

Yohanes Paulus II dengan keras mengutuk keterlibatan ketiga imam itu dengan pemerintah Sandinista. Segera setelah pemilihannya, Paus Wojtyla yang bersemangat melawan Teologi Pembebasan, dan selama kunjungannya ke Meksiko pada tahun 1979 dia menyatakan: "Gagasan tentang Kristus sebagai seorang politisi, seorang revolusioner, sebagai subversif dari Nazareth, tidaklah sejalan dengan ajaran Gereja."

Pada tahun 1983, John Paul melakukan kunjungan pastoral ke Nikaragua di mana dia secara terbuka menegur Pastor Ernesto Cardenal karena keterlibatannya dengan pemerintah (komunis). Hal ini menimbulkan kehebohan dan rezim Sandinista saat itu mengorganisir protes publik terhadap Paus selama perayaan Misa.

Namun Paus Wojtyla bukanlah orang yang mudah diintimidasi, dan dari atas altar dia berteriak lebih keras daripada para demonstran, dan dia mengangkat Salib tinggi di udara, menunjukkan satu-satunya Raja Semesta Semesta yang sejati.

Terlepas dari teguran publik ini, ketiga pastor itu merespons secara negatif dan D'Escoto ditangguhkan imamatnya bersama dengan yang lain-lainnya pada tahun 1984.

Pemerintah Sandinista jatuh pada tahun 1990, tetapi D'Escoto terus terlibat dengan politik. Pada 2008 kita bahkan mendapatinya memimpin sidang tahunan Majelis Umum di PBB. Setelah Bergoglio terpilih, D'Escoto, 'mencium kembali aroma udara segar' dan menulis surat kepada Paus yang baru ini (paus Francis) memintanya untuk mengakhiri skorsingnya “a divinis” agar dia dapat merayakan Misa lagi.

Permintaan itu segera dikabulkan.

Pada tanggal 1 Agustus 2014 Bergoglio menandatangani pencabutan sanksi atas D’Escoto. Seperti yang dijelaskan oleh pernyataan Kuria pada 4 Agustus 2014 “waktu dan konteks telah berubah dan yang terutama, dia telah berubah”. D'Escoto - kata mereka – menyadari bahwa dirinya salah dan Paus Francis mengakui ketulusan pertobatannya."

Sehari kemudian (5 Agustus 2014) silakan lihat disini



Judul laporan itu: "D'Escoto berkata: Fidel Castro dipilih oleh Tuhan". Imam dan mantan menteri itu, yang baru saja diijinkan untuk merayakan Misa oleh Bergoglio, menyatakan: "Vatikan dapat membungkam semua orang, tetapi Tuhan akan membuat batu-batu berbicara, dan mereka akan menyebarkan pesan-Nya. Namun Tuhan belum melakukan ini – Tuhan memilih orang Amerika Latin terbesar sepanjang masa: Fidel Castro."

Menurut media "La Prensa", D'Escoto, yang merupakan direktur saat ini untuk masalah perbatasan dan hubungan internasional untuk Pemerintah Presiden Nikaragua, Sandinista, Daniel Ortega "(bukankah dia sudah meninggalkan dunia politik?), juga menambahkan: "Melalui Fidel Castro, Roh Kudus mengirimkan pesan kepada kita. Pesan Yesus ini, tentang perlunya perjuangan untuk menegakkan, dengan tegas dan tidak dapat diubah, Kerajaan Allah di bumi ini, yang merupakan alternatif-Nya bagi kekaisaran". Setelah pujian teologis dari tiran Kuba ini (Fidel Castro), yang telah menindas seluruh populasi negara itu selama beberapa dekade dengan kediktatoran komunis, D'Escoto kemudian menyatakan kegembiraannya atas pencabutan atas penangguhan imamatnya oleh paus Francis.

MEMUSNAHKAN YANG BAIK

Perlakuan diskriminativ yang digunakan Bergoglio terhadap "teman" D'Escoto yang kuat dan terkenal itu, berbeda dengan perlakuan dengan ‘sarung tinju berbalut besi’ yang digunakan untuk memukul seorang yang suci, religius yang rendah hati - Pastor Stefano Manelli, putra spiritual Padre Pio, dan pendiri the Franciscans of the Immaculate. Pastor Manelli juga menulis surat kepada Paus, tetapi suratnya bahkan tidak dipertimbangkan sama sekali.

Keluarganya yang ortodoks (Pastor Stefano Manelli), yang saleh dalam beragama, penuh dengan semangat panggilan, telah dimusnahkan oleh kehendak Bergoglio sendiri, ketika Pastor Manelli berusaha menerapkan Motu Proprio dari Benediktus XVI pada liturgi. Pastor Stefano Manelli memang terlalu ortodoks bagi paus Francis.

Pastor Manelli tidak pernah tidak taat kepada Gereja, tidak pernah menyimpang dari doktrin yang sehat, tidak pernah menceburkan diri ke dalam dunia politik seperti D'Escoto dan tidak pernah memuji tiran Komunis.

Juga bukan kebetulan bahwa Kardinal Braz de Aviz (Prefek Kongregasi untuk Lembaga Kehidupan Religius yang Ditahbiskan dan Masyarakat Kehidupan Kerasulan) yang menandatangani adanya tindakan hukuman. Kardinal Brasil ini (Braz de Aviz) - anehnya, berasal dari kelompok pendukung Teologi Pembebasan sendiri dan dalam beberapa wawancara, dia sering merujuk pada Teologi Pembebasan, mengatakan bahwa teologi itu bukan hanya "berguna", tetapi bahkan "perlu". Dia menambahkan: “Saya tetap yakin bahwa sesuatu yang hebat tetap terjadi di dalam Gereja dengan melalui gerakan (pembebasan) itu.”

Ya, kenyataannya – ini adalah sebuah bencana besar. Beberapa “sahabat” dalam kardinal merah komunis saat ini memegang posisi teratas di Vatikan dan menghukum orang-orang yang selalu setia kepada Gereja.

Kardinal Braz de Aviz dengan gegabah mencela kecaman tak terlupakan terhadap paham Teologi Pembebasan yang dibuat oleh Joseph Ratzinger (dan John Paul II) melalui tulisannya "Libertatis Nuntius" (1984) dan "Libertatis Conscientia" (1986).

Tetapi mereka mengira bahwa mereka telah menang sekarang: Wojtyla sudah mati dan mereka percaya Ratzinger telah kalah.

DUA ORANG YANG HEBAT

Baru-baru ini, Benediktus XVI sendiri, dengan mengingat Yohanes Paulus II, dia menulis:

“Tantangan besar pertama yang kami hadapi adalah Teologi Pembebasan yang menyebar luas di Amerika Latin. Baik di Eropa maupun Amerika Utara, sudah menjadi pendapat umum bahwa itu semua adalah tentang mempertahankan orang miskin dan karena itu ia menjadi alasan yang harus disetujui tanpa pertanyaan lagi. Tetapi ini salah. Iman Kristiani digunakan sebagai kekuatan politik (...). Pemalsuan Iman Kristiani seperti ini perlu ditentang secara khusus, karena ia berkedok demi kasih kepada orang miskin dan demi pelayanan yang harus diberikan kepada mereka.”

Pada 2013 salah satu pendiri Liberation Theology, Clodoveo Boff (saudara Boff yang lain), dan salah satu dari sedikit orang yang benar-benar mempelajari pelajarannya (tidak seperti D'Escoto), mengatakan bahwa Ratzinger benar dalam apa yang telah dilakukannya tiga puluh tahun yang lalu ( atas nama Paus Wojtyla):

“Dia membela rencana esensial Teologi Pembebasan: komitmen kepada orang miskin untuk tujuan iman. Pada saat yang sama, dia mengkritik pengaruh Marxis. Gereja - Clodoveo Boff mencatat - tidak dapat memulai negosiasi mengenai esensi Iman: tidak seperti masyarakat sipil di mana orang dapat mengatakan apa yang mereka inginkan. Kita terikat pada Iman dan jika seseorang menganut keyakinan yang berbeda, mereka secara otomatis dikeluarkan dari Gereja. Sejak awal dia telah melihat dengan jelas pentingnya menempatkan Kristus sebagai dasar dari semua teologi (...). Dalam soal Teologi Pembebasan, saya menjadi sadar bahwa iman kepada Kristus hanya muncul di latar belakang saja. Istilah "Kristen anonim" oleh Karl Rahner, adalah alasan besar untuk mengabaikan Kristus, doa, sakramen-sakramen dan misi, sementara paham Teologi Pembebasan itu berkonsentrasi pada transformasi struktur sosial."

Hari ini, di era Bergoglio ini, kita akan kembali kepada pemikiran Rahner, kepada filosofi yang telah membuat kerusakan tak terhingga bagi para Yesuit dan Gereja. Dalam kekosongan yang luar biasa ini, umat Katolik kembali dilemparkan ke sana-sini “oleh setiap angin doktrin”, agar tunduk kepada setiap ideologi dan terkontaminasi oleh setiap dan semua bidaah.

Sebuah kegelapan besar menyelimuti Roma.

* * * * *



Silakan lihat disini:



No comments:

Post a Comment