Monday, September 30, 2019

KARDINAL BURKE & USKUP SCHNEIDER: “BERSIKAP DIAM TERHADAP KESALAHAN...


 

 

 

KARDINAL BURKE & USKUP SCHNEIDER: “BERSIKAP DIAM TERHADAP KESALAHAN DI BAWAH KEPAUSAN FRANCIS BERARTI MELAKUKAN DOSA BERAT" ...

 


LifeSiteNews.com reported on September 24, 2019:
by Diane Montagna

Kardinal Raymond Burke dan Uskup Athanasius Schneider telah mengeluarkan sebuah pernyataan yang membela kritikan kepada paus Francis, dimana Burke dan Schneider memprotes tuduhan “pencemaran nama baik” yang dilontarkan terhadap para kritikus semacam itu dan mengatakan bahwa diterapkannya kaidah ‘tak bisa salah’ (infalibilitas) dari berbagai pernyataan kepausan telah menghilangkan kemungkinan adanya “debat teologis yang jujur ​​dan intelektual.”

Dalam pernyataan tiga halaman yang dirilis pertama kali oleh National Catholic Register pada hari Selasa, 24 September 2019, para uskup itu bersikeras bahwa mereka memiliki kewajiban untuk berbicara mengenai “kebingungan doktrinal menyeluruh” yang menguasai Gereja saat ini, dan mereka yang berikap diam dalam hal ini berarti melakukan “dosa besar."

Dalam dokumen tersebut, yang berjudul A clarification about the meaning of fidelity to the Supreme Pontiff (Sebuah klarifikasi tentang arti dari kesetiaan kepada Paus,) kedua orang itu menggunakan tulisan-tulisan Beato John Henry, Kardinal Newman - yang akan dikanonisasi oleh Paus Francis pada 13 Oktober - untuk menjelaskan mengapa, berdasarkan hati nurani, mereka memiliki tugas mulia untuk berbicara.

Mereka juga menyatakan bahwa "ungkapan kepedulian" yang tulus seperti itu adalah berasal dari "rasa kasih yang besar bagi jiwa" dan bagi paus Francis tentunya.

Kardinal Burke bertugas sebagai pelindung Ordo Sovereign Malta dan Uskup Schneider adalah uskup pembantu dari keuskupan agung Saint Mary di Astana, Kazakhstan.

Meringkas ke masalah utama dari kebingungan di dalam Gereja saat ini, hal itu menunjuk kepada sikap "ambiguitas" mengenai tidakterceraikannya pernikahan, diberikannya ijin kepada orang yang kumpul kebo untuk menerima Komuni Kudus, semakin meningkatnya persetujuan atas tindakan homoseksual, berbagai kesalahan tentang keunikan Tuhan kita Yesus Kristus dan karya penebusan-Nya; dan pengakuan atas berbagai bentuk paganisme beserta praktik ritualnya, yang kesemuanya itu diusulkan dalam dokumen kerja Sinode Amazon 6-27 Oktober 2019.

Kardinal Burke dan Uskup Schneider bertanya: Bagaimana Rasul St.Paulus, Santo Athanasius Agung atau para pembela iman yang gagah berani lainnya akan bereaksi terhadap Dokumen Persaudaraan Manusia yang ditandatangani bersama oleh paus Francis dan Imam Besar di Abu Dhabi, yang mengatakan bahwa “keragaman agama adalah dikehendaki oleh Allah?" Dan apa yang akan mereka katakan kepada para uskup yang berpartisipasi dalam Sinode Amazon?

Namun, dalam iklim Gereja saat ini, Kardinal Burke dan Uskup Schneider menyesalkan bahwa “ungkapan perhatian yang tulus dan penuh hormat mengenai hal-hal yang sangat penting secara teologis dan pastoral dalam kehidupan Gereja” segera saja “dibungkam dan dilemparkan ke dalam tuduhan negatif dengan celaan dan tuduhan 'menabur keraguan,' tuduhan 'melawan Paus,' atau bahkan menjadi 'skismatik.' ”

Kritikan terhadap ungkapan keprihatinan semacam itu sering beralih menjadi "sentimen" atau "pamer kekuasaan" daripada "alasan yang layak", dan tampaknya paus tidak tertarik untuk terlibat dalam "diskusi teologis yang serius," demikian catat mereka berdua.

Adalah "mustahil" untuk berpikir bahwa Santo Paulus atau Santo Athanasius "akan tetap diam" dalam keadaan seperti itu dan membiarkan diri mereka "diintimidasi" dengan tuduhan "berbicara menentang Paus," kata Burke dan Schneider. Memang, mereka menambahkan, adalah paus Francis sendiri yang meminta parrhesia (kebenaran) "tanpa rasa malu dan tanpa ragu-ragu."

Menegaskan "di hadirat Allah yang akan menghakimi kita" bahwa mereka (Kardinal Burke dan Uskup Schneider) adalah "sahabat sejati paus Francis" dan mereka memiliki "penghargaan supranatural atas pribadi paus dan atas jabatan pastoral tertinggi sebagai Penerus Petrus," kata Kardinal Burke dan Uskup Schneider, dan bahwa mereka "banyak berdoa untuk paus Francis" dan mendorong umat beriman "untuk melakukan hal yang sama."

Mengutip St. John Fisher dan St.Thomas More, Kardinal Burke dan Uskup Schneider mengakhiri dengan menegaskan bahwa membela "integritas dari deposit iman" berarti mendukung "Paus dalam pelayanan Petrus-nya."


Berikut ini adalah teks lengkap dari pernyataan mereka, tertanggal 24 September 2019.


Klarifikasi tentang arti dari kesetiaan kepada Paus

Tidak akan ada orang yang jujur dan tulus yang akan menyangkal terjadinya kebingungan doktrinal yang hampir menyeluruh, yang sedang menguasai kehidupan Gereja di zaman kita sekarang. Hal ini terutama disebabkan oleh sikap ambiguitas mengenai tidakterceraikannya perkawinan, yang sedang direlatifkan melalui diijinkannya orang kumpul kebo untuk menerima Komuni Kudus, karena meningkatnya persetujuan atas tindakan homoseksual, yang secara intrinsik adalah bertentangan dengan alam dan bertentangan dengan kehendak Allah, karena kesalahan pengertian mengenai keunikan Tuhan kita Yesus Kristus dan karya penebusan-Nya, yang sedang direlatifkan melalui penegasan yang keliru tentang keragaman agama, dan terutama karena pengakuan berbagai bentuk paganisme serta praktik ritual mereka, melalui Instrumentum Laboris bagi Sinode para Uskup untuk wilayah Pan-Amazon mendatang.

Mengingat semua kenyataan ini, hati nurani kita tidak memungkinkan kita untuk bersikap diam. Kita, sebagai saudara di dalam Kolese Para Uskup, berbicara dengan penuh hormat dan kasih, sehingga Bapa Suci dapat dengan tegas menolak kesalahan doktrinal yang jelas dari Instrumentum Laboris untuk Sinode Para Uskup wilayah Pan-Amazon yang akan datang dan tidak menyetujui untuk penghapusan praktik selibat imam di dalam Gereja Latin melalui persetujuan penahbisan yang disebut "viri probati".

Dengan campur tangan kita, kita, sebagai gembala dari kawanan domba, mengungkapkan kasih kita yang besar kepada jiwa-jiwa, untuk pribadi paus Francis sendiri dan atas karunia ilahi dari Jabatan Petrine (Paus). Jika kita tidak melakukan hal ini, maka kita akan melakukan dosa besar, yaitu dosa kelalaian dan keegoisan. Karena, jika kita bersikap diam, kita akan memiliki kehidupan yang lebih tenang, dan mungkin kita bahkan akan menerima penghargaan dan kehormatan. Namun, jika kita bersikap diam, kita akan melanggar suara hati nurani kita sendiri. Dalam konteks ini kita ingat akan kalimat terkenal dari calon Santo, Kardinal John Henry Newman, (yang akan dikanonisasi pada 13 Oktober 2019): “Saya akan menerima dari suara hati nurani terlebih dahulu, dan baru kemudian menerima dari Paus” (A Letter Addressed to the Duke of Norfolk on Occasion of Mr. Gladstone’s Recent Expostulation). Kami ingat akan kata-kata dari Melchior Cano yang berkesan dan akrab ini, salah satu uskup yang paling terkenal selama Konsili Trente: “Petrus tidak membutuhkan pujian kita. Mereka yang secara membabi buta dan tanpa pandang bulu membela setiap keputusan Paus Tertinggi adalah mereka yang paling merongrong otoritas Tahta Suci: mereka menghancurkan, bukannya memperkuat fondasinya.”

Dalam beberapa waktu belakangan ini, telah tercipta suasana infalibilisasi yang hampir total dari pernyataan-pernyataan Paus Roma, yaitu, dari setiap kata Paus, setiap pengumuman, dan bahkan dalam dokumen-dokumen pastoral Takhta Suci. Dalam praktiknya, tidak ada lagi ketaatan pada aturan tradisional untuk membedakan tingkat-tingkat yang berbeda dari pernyataan Paus dan jabatannya dengan catatan-catatan teologis mereka dan dengan kewajiban kepatuhan yang sesuai dari pihak umat beriman.

Terlepas dari kenyataan bahwa dialog dan debat teologis telah didorong dan dipromosikan dalam kehidupan Gereja selama beberapa dekade terakhir setelah Konsili Vatikan II, di zaman kita sekarang, tampaknya tidak ada lagi kemungkinan debat intelektual dan teologis yang jujur ​​dan tentang ekspresi keraguan tentang afirmasi dan praktik yang secara serius mengaburkan dan merusak integritas Deposit Iman dan Tradisi Kerasulan. Situasi seperti itu mengarah pada pengabaian terhadap penalaran dan, oleh karena itu, terhadap kebenaran.

Mereka yang mengkritik ekspresi keprihatinan kami hanya menggunakan argumen sentimental atau argumen dari kekuasaan. Mereka tampaknya tidak ingin terlibat dalam diskusi teologis yang serius tentang masalah ini. Dalam hal ini, nampaknya seringkali alasan yang benar telah diabaikan dan penalaran ditekan.

Sebuah ungkapan keprihatinan yang tulus dan penuh hormat mengenai hal-hal yang sangat penting secara teologis dan pastoral dalam kehidupan Gereja saat ini, juga ditujukan kepada Paus Tertinggi, segera dimatikan dan dilemparkan ke dalam cap negatif dengan celaan dan tuduhan “menabur keraguan”, "melawan Paus", atau bahkan menjadi "skismatik."

Sabda Tuhan mengajar kita, melalui para Rasul, untuk memastikan, dengan tegas, dan tanpa kompromi mengenai kebenaran universal dan tidak berubah dari Iman kita, dan untuk menjaga dan melindungi Iman dalam menghadapi kesalahan, seperti Santo Petrus, Paus pertama, menulis: "Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh." (2 Pt. 3:17). St. Paulus juga menulis: “Kita mungkin bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh gelombang dan dibawa-bawa oleh setiap angin doktrin, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. (Ef.4:14-15)

Orang harus mengingat fakta bahwa Rasul Paulus secara terbuka mencela Paus pertama (Petrus) di Antiokhia dalam masalah yang lebih sepele, dibandingkan dengan kesalahan-kesalahan yang pada zaman kita sekarang telah tersebar dalam seluruh kehidupan Gereja.

Santo Paulus secara terbuka menegur Paus pertama karena perilakunya yang munafik dan bahaya yang timbul karena mempertanyakan kebenaran yang mengatakan bahwa rumusan hukum Musa tidak lagi mengikat bagi orang Kristen. Bagaimana reaksi Rasul Paulus atas keadaan Gereja saat ini, jika dia membaca kalimat dalam dokumen Abu Dhabi yang mengatakan bahwa Allah, dalam kebijaksanaannya, juga menginginkan keragaman jenis kelamin, bangsa dan agama (meskipun di antaranya ada agama-agama yang mempraktikkan penyembahan berhala dan menghujat Yesus Kristus)! Pernyataan atau penegasan semacam itu benar-benar berpengaruh pada tindakan merelativkan keunikan Yesus Kristus dan karya penebusan-Nya! Apa yang akan dikatakan oleh Santo Paulus, Santo Athanasius dan tokoh-tokoh besar Kristiani lainnya, ketika membaca pernyataan-pernyataan semacam itu dan kekeliruan-kekeliruan yang diungkapkan dalam Instrumentum Laboris untuk Sinode Pan-Amazon yang akan datang? Adalah tidak mngkin untuk berpikir bahwa tokoh-tokoh mulia ini akan tetap diam, atau membiarkan diri mereka diintimidasi dengan celaan dan tuduhan berbicara "menentang Paus."

Ketika Paus Honorius I pada abad ketujuh menunjukkan sikap yang ambigu dan berbahaya mengenai penyebaran ajaran sesat monothelitisme, yang menyangkal bahwa Kristus memiliki kehendak manusia, maka St. Sophronius, Patriarkh Yerusalem, mengirim seorang uskup dari Palestina ke Roma, untuk meminta berbicara kepada Paus, berdoa dan tidak tinggal diam sampai Paus mengutuk bidaah saat itu. Jika St. Sophronius hidup hari ini, dia pasti akan dituduh berbicara "menentang Paus."

Penegasan tentang keragaman agama dalam dokumen Abu Dhabi dan khususnya kesalahan dalam Instrumentum Laboris untuk Sinode Pan-Amazon mendatang berkontribusi pada pengkhianatan atas keunikan tak tertandingi dari Pribadi Yesus Kristus dan integritas Iman Katolik. Dan hal ini terjadi di depan mata seluruh Gereja dan dunia. Situasi serupa terjadi pada abad keempat, ketika dengan sikap diam dari hampir seluruh uskup, konsubstansialitas dari Putra Allah dikhianati demi penegasan doktrinal yang ambigu tentang semi-Arianisme, suatu pengkhianatan di mana bahkan Paus Liberius berpartisipasi dalam waktu yang singkat. Athanasius tidak pernah lelah secara terbuka mencela ambiguitas semacam itu. Paus Liberius memberikan exkom kepada Athanasius pada tahun 357 "pro bono pacis", yaitu "demi perdamaian", karena berdamai dengan Kaisar Konstantius dan para uskup semi-Arian dari Timur. St Hilary of Poitiers melaporkan fakta ini dan menegur Paus Liberius karena sikapnya yang ambigu. Adalah penting bahwa Paus Liberius, tidak seperti semua pendahulunya, adalah paus pertama yang namanya tidak termasuk dalam Martyrologi Romawi.

Pernyataan publik kami sesuai dengan kata-kata Bapa Suci kita, paus Francis, berikut ini: “Satu syarat umum dan mendasar adalah ini: berbicara dengan jujur. Jangan ada yang mengatakan: "Saya tidak bisa mengatakan ini, mereka akan memikirkan ini atau itu tentang saya ..."

Penting untuk mengatakan dengan parrhesia (kebenaran) tentang semua yang dirasakan seseorang. ... Seorang Kardinal menulis kepada saya, mengatakan: sungguh memalukan bahwa beberapa Kardinal tidak memiliki keberanian untuk mengatakan hal-hal tertentu karena menghormati Paus, dia percaya bahwa Paus mungkin menafsirkan lain. Tetapi ini adalah tidak baik, ini bukan sinodalitas, karena itu perlu untuk mengatakan semua itu, di dalam Tuhan, orang merasa perlu untuk mengatakan: dengan hormat dan sopan, tanpa ragu-ragu. "(Ucapan paus kepada para Bapa Sinode selama Sidang Umum Pertama Kongregasi Sidang Umum Luar Biasa Ketiga dari Sinode Para Uskup, 6 Oktober 2014).

Kami menegaskan di hadirat Allah yang akan menghakimi kami: kami adalah teman sejati paus Francis. Kami memiliki penghargaan supranatural kepada pribadinya dan kepada jabatan pastoral tertinggi sebagai Penerus Petrus. Kami banyak berdoa untuk paus Francis dan mendorong umat beriman untuk melakukan hal yang sama. Dengan rahmat Tuhan, kita siap menyerahkan hidup kita demi kebenaran iman Katolik tentang Keutamaan Santo Petrus dan para penggantinya, seandainya para penganiaya Gereja meminta kita untuk menyangkal kebenaran ini. Kami memperhatikan teladan mulia dari kesetiaan kepada kebenaran Katolik tentang Keutamaan Petrus, seperti St. John Fisher, seorang uskup dan kardinal Gereja, dan St. Thomas More, seorang awam, dan banyak Orang Kudus dan Pengaku Iman, dan kami memohon syafaat mereka.

Semakin banyak umat awam, para imam dan uskup berpegang teguh dan mempertahankan integritas deposit iman, semakin mereka, pada kenyataannya, akan mendukung Paus dalam pelayanan Petrine-nya. Karena Paus adalah yang pertama di Gereja yang menerapkan peringatan dari Kitab Suci ini: “Peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar dari padaku sebagai contoh ajaran yang sehat dan lakukanlah itu dalam iman dan kasih dalam Kristus Yesus. Peliharalah harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada kita, oleh Roh Kudus yang diam di dalam kita.” (2 Tim. 1: 13-14).


Raymond Leo Cardinal Burke
Bishop Athanasius Schneider
September 24, 2019
Feast of Our Lady of Ransom






No comments:

Post a Comment