Thursday, September 5, 2019

PARA TEOLOG RADIKAL DARI TEOLOGI PEMBEBASAN MENDORONG KERUNTUHAN...




Shutterstock.com

NEWSCATHOLIC CHURCH Tue Sep 3, 2019 - 6:20 pm EST

PARA TEOLOG RADIKAL DARI TEOLOGI PEMBEBASAN MENDORONG KERUNTUHAN DOKTRIN KATOLIK PADA SINODE AMAZON


3 September 2019 (LifeSiteNews.com) - Sekelompok pastor dan teolog yang sudah lanjut usia yang terkait dengan "teologi pembebasan" Amerika Latin dan yang terlibat dalam persiapan untuk sinode paus Francis "Pan-Amazon" mendatang, telah menghasilkan sebuah dokumen yang mengemukakan argumen untuk penggulingan doktrin Katolik di berbagai bidang, demikianlah yang telah diketahui oleh LifeSite.

Dokumen yang disebut "Menuju Sinode Pan-Amazon: Tantangan dan Kontribusi dari Amerika Latin dan Karibia," dirilis pada bulan April tahun ini sebagai hasil dari pertemuan di Bogota, Kolombia, oleh para teolog dari dua organisasi yang mempromosikan teologi pembebasan: “Amerindia,” dan “REPAM.” Dokumen kerja sinode Amazon telah merujuk secara eksplisit pada pertemuan Bogota ini sebagai bagian dari proses persiapan sinode. Hal ini dapat dibaca disini  dalam bahasa aslinya, Spanyol.

Dokumen Bogota berupaya untuk melemahkan atau menggulingkan elemen-elemen fundamental dari doktrin Katolik, yang mengklaim bahwa tidak ada satu agama yang benar dan bahwa agama-agama non-Kristen mampu membawa "keselamatan" kepada orang-orang, sementara itu mereka memuliakan tradisi agama pagan dari masyarakat adat di Amazon.

Selain itu, dokumen Bogota juga mendefinisikan kembali Ekaristi sebagai tindakan simbolis dari komunitas, menyerang imamat hierarkis Perjanjian Baru sambil meminta otoritas Gereja untuk membuka kemungkinan penahbisan perempuan sebagai imam, dan menyerukan untuk “mengalahkan perspektif patriarkal." Dokumen ini menganjurkan" teologi feminis dan ekologis" untuk menggantikan ajaran yang ada saat ini. Ia juga mendesak penahbisan pria yang telah menikah untuk menjadi imam.

Dokumen Bogota ditutup dengan doa kepada Tuhan dengan menyebut-Nya sebagai "Bapak dan Ibu kehidupan," setelah sebelumnya menyebut Tuhan sebagai "Pencipta-Creatora."

LifeSite telah mengetahui bahwa dari 28 orang kontributor pada teks dokumen Bogota, empat orang menjalankan peran kunci pada panitia pra-sinode Pan-Amazon, dan dua di antaranya adalah penulis kunci dari dokumen kerja sinode Pan-Amazon. Tulisan mereka atas dokumen tersebut menunjukkan indikasi dari niatan mereka untuk sinode, dimana nama lengkapnya adalah “Majelis Khusus Sinode Para Uskup untuk Wilayah Pan-Amazonian.” Sinode Pan Amazon akan diadakan di Roma dari 6-27 Oktober tahun ini.

Dokumen kerja resmi sinode telah dikecam oleh banyak uskup Katolik, termasuk Kardinal Walter Brandmüller, yang menyebutnya, "sesat."

(Teks lengkap dari dokumen Bogota dapat dilihat di sini.)


‘Itu adalah tidak adil'

Menurut dokumen Bogota, Gereja Katolik seharusnya tidak menyatakan bahwa hanya satu agama yang benar, karena "tidak adil" untuk mengatakan hal itu, sama "tidak adilnya" untuk mengatakan bahwa satu spesies harus menang atas semua spesies yang lain – ini adalah suatu penolakan yang nyata terhadap doktrin Katolik tentang superioritas manusia atas binatang seperti yang diajarkan dalam Alkitab dan Katekismus Gereja Katolik.

Dokumen itu, dengan persetujuan yang sah, telah mengutip tulisan Leonardo Boff, seorang pastor yang sesat (yang sekarang sudah dipecat dari imamatnya) dan teolog dari "teologi pembebasan," yang meninggalkan ordo Fransiskan dan menjalani ‘perkawinan’ dengan seorang wanita, setelah dikecam oleh Vatikan karena serangan-serangannya terhadap doktrin Katolik. Boff adalah pendukung kuat Paus Francis dan dia telah mengenal paus Francis sejak tahun 1970-an.

Dokumen Bogota menyatakan: “Tidak adil kalau kita berpikir dan mengatakan bahwa hanya satu spesies saja yang menang, tetapi sebaliknya; semua spesies memiliki nilai dan bersama-sama mereka mengungkapkan keutamaan misteri kehidupan. Demikian pula, tidak adil untuk mengatakan bahwa hanya satu agama yang benar dan yang lain adalah dekaden, karena mereka semua mengungkapkan misteri Allah dan mengungkapkan banyak cara di mana kita berjalan dengan kesetiaan dan kasih kepada Tuhan .(hal 86).

Dokumen itu juga mengklaim bahwa Gereja Katolik harus beralih "dari eksklusivisme intoleran menjadi sikap hormat yang bersedia menerima bahwa Kekristenan tidak memiliki monopoli historis atas keselamatan" (hal. 84), dan bahwa "pluralisme dan keragaman agama adalah ekspresi dari suatu kehendak ilahi yang bijak ”(hal. 53).

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja Katolik adalah "satu-satunya Gereja Allah" dan "Bapa berkeinginan untuk memanggil seluruh umat manusia bersama-sama menjadi Gereja Putra-Nya." Gereja Katolik juga menegaskan kembali dogma iman bahwa "di luar" Gereja tidak ada keselamatan,”yang artinya bahwa mereka yang secara sadar menolak persatuan dengan Gereja dan mati di luar Gereja, akan menderita kutukan kekal. Doktrin yang sama terkandung dalam banyak ayat dari Perjanjian Baru.

Dokumen Bogota memuat berbagai pernyataan lain yang mempromosikan bid'ah serta perbedaan pendapat terhadap doktrin Katolik, termasuk yang berikut ini:

1. Ekaristi dan sakramen-sakramen lainnya direduksi menjadi sekedar “simbol” komunitas yang mengekspresikan “pengalaman orang” dan “jalan dari komunitas”

Dokumen Bogota menyatakan: “Dalam liturgi, Gereja mengungkapkan imannya dengan cara yang simbolis dan komunal. Konstitusi Sacrosanctum Concilium menjelaskan bahwa liturgi adalah 'puncak' dan 'sumber' kehidupan Kristen. Liturgi adalah 'puncak', karena di kaki meja ada banyak pengalaman dari orang-orang, jalan komunitas dan konteks sosial-budaya di mana ia beroperasi. 'Sumber,' karena dari ingatan yang hidup akan kasih Kristus dan dari perjumpaan dengan saudara-saudari, keinginan dan kapasitas sebagai murid yang lebih koheren dan kesaksian yang lebih efektif, dilahirkan.”(p. 94).

Akan tetapi, Gereja Katolik mengajarkan, bahwa Ekaristi bukan sekadar simbol pengalaman manusia, tetapi merupakan kehadiran sakramental dari tubuh, darah, jiwa, dan keilahian Yesus Kristus, dan presentasi ulang dan partisipasi dalam kurban-Nya di kayu salib. Menurut Katekismus Gereja Katolik, “Pada Perjamuan Malam Terakhir, pada malam Dia dikhianati, Juruselamat kita mengesahkan kurban Ekaristik dari Tubuh dan Darah-Nya. Ini dia lakukan untuk mengabadikan kurban salib selama berabad-abad ke depan sampai Dia datang kembali.”

Mengerdilkan doktrin Katolik hingga menjadi sekedar ‘pengalaman pribadi,’ secara tegas dikutuk oleh Paus Pius X dalam kecamannya terhadap paham modernisme, dalam Pascendi Dominici Gregis (1907), di mana dia mengatakan bahwa doktrin semacam itu mengarah pada atheisme: “Dengan teori-teori semacam itu. . . maka jalan terbuka lebar untuk atheisme. Di sini perlu dicatat sekaligus, mengingat doktrin ‘pengalaman pribadi’ ini yang disatukan dengan doktrin simbolisme lainnya, setiap agama, bahkan agama termasuk paganisme, berarti hal itu harus dianggap benar semua. Apa yang mencegah pengalaman seperti itu bisa bertemu dalam setiap agama?"

2. Gereja akan terputus dari tradisinya sendiri ketika ia mengakui para penatua sebagai imam-imam dalam hierarki dan anggota Ordo Melkisedek.

Dokumen menyatakan: “Dalam kerangka pasca-konsili, teologi mempertanyakan model imamat dari Perjanjian Lama yang diperkenalkan ke dalam praksis dan teologi gerejawi ketika lembaga-lembaga budaya Yudaisme dipindahkan ke dalam komunitas gerejawi untuk menunjukkan kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Baru yang ditentang oleh paham Gnostisisme. Sebagai konsekuensi dari pendirian lembaga imamat, para pemimpin menjadi pejabat dari pemujaan dan jabatan mereka – sebuah tugas imamat dalam melakukan mediasi budaya – dimana hal itu bisa ditafsirkan sebagai sebuah pangkat, yang menetapkan mereka sebagai imam, orang Lewi, putra-putra Aaron, dan bahkan menghubungkan mereka dengan Melkisedek, yang tidak sesuai dengan pengalaman komunitas pertama yang telah terputus dari bentuk-bentuk mediasi agama Perjanjian Lama.”(hal. 112).

Namun Gereja Katolik mengajarkan, bahwa Kristus sendiri melembagakan pelayanan imamat sebagai partisipasi dalam imamat-Nya sendiri: “ 'Pelayanan gerejawi yang dilembagakan secara ilahi dilaksanakan dalam tingkat yang berbeda oleh mereka yang bahkan dari zaman kuno telah disebut sebagai uskup, imam, dan diaken.' Doktrin Katolik, yang dinyatakan dalam liturgi, Magisterium, dan praktik Gereja yang berlaku terus-menerus, mengakui bahwa ada dua tingkat partisipasi pelayanan dalam imamat Kristus: episkopal dan presbiterat. Diakon dimaksudkan untuk membantu dan melayani mereka."

3. Penyimpangan dari doktrin awali adalah dasar untuk mengecualikan wanita dari profesi imamat

Dokumen Bogota juga menyatakan: “Apa yang berfungsi sebagai sebuah argumen untuk menanggapi keadaan tertentu menjadi doktrin dengan elaborasi teologi sakramen imamat, yang terkait erat dengan kurban Ekaristi. Dengan demikian, perspektif budaya tentang imam dituangkan dalam liturgi dan dalam spiritualitas imamat, serta dalam simbol-simbol yang memberikan karakter martabat dan kehormatan pada para pria dalam Gereja. Dalam proses ini posisi perempuan telah disisihkan. . . "(Hlm. 113).

4. Dogma Katolik tentang imamat laki-laki yang eksklusif adalah “posisi” yang dapat dimodifikasi yang harus dapat “direnungkan” oleh para teolog untuk mengenali adanya “tanda-tanda zaman”.

Selanjutnya dokumen Bogota menyatakan: “Kami sepenuhnya menyadari posisi Gereja Katolik dalam masalah ini. Kami merekomendasikan, bagaimanapun, bahwa para teolog, dengan menghormati masalah iman dan dalam persekutuan yang mendalam dengan Magisterium, dapat terus mempertimbangkan, dengan kebebasan penuh, adanya penahbisan imam perempuan, memperkaya analisis mereka dengan sumber daya yang berasal dari bidang psikologi, sosiologi, antropologi, sejarah, filsafat dan hermeneutika, untuk dapat melihat kehadiran Roh yang ada di dalam tanda zaman yang, yang menurut John XXIII, kehadiran perempuan dalam kehidupan publik.”(hal. 105)

Namun, praktik dan doktrin Gereja Katolik yang abadi adalah bahwa wanita tidak dapat secara sah ditahbiskan menjadi imam. Paus Yohanes Paulus II dalam surat apostoliknya Ordinatio Sacerdotalis, yang dikeluarkan pada tahun 1994, menulis, “Karenanya, agar semua keraguan dapat dihilangkan mengenai masalah yang sangat penting, masalah yang berkaitan dengan konstitusi ilahi Gereja itu sendiri, berdasarkan kebajikan pelayanan saya untuk mengukuhkan saudara-saudara (lih. Luk 22:32), saya menyatakan bahwa Gereja tidak memiliki wewenang apa pun untuk melakukan penahbisan imamat pada wanita dan bahwa keputusan ini harus secara definitif dipegang oleh semua umat Gereja yang setia."

5. Wanita di Gereja awali adalah sebagai “diaken” yang menjalankan “fungsi kepemimpinan,” tetapi tidak ada hierarki atau imamat bagi mereka

Dokumen Bogota juga menyatakan: “Teks-teks Perjanjian Baru tidak mencatat tentang kegiatan budaya, tetapi komunitas umat beriman telah bertemu di rumah-rumah, yang menunjukkan bahwa perempuan dapat membawa Firman dan menjalankan fungsi kepemimpinan. Di sisi lain, di komunitas-komunitas ini tidak ada organisasi hierarkis atau figur imamat: para pemimpin (perempuan) mereka tidak menerima gelar imam dan fungsi berbagai pelayanan, yang denominasinya berasal dari bahasa sekuler, dipolarisasi ke dalam triad episcopos, presbiter, diakon pria dan diaken perempuan.”(hlm. 116).

6. “Sebuah Gereja yang menjelma di Amazon” berarti keterbukaan untuk menahbiskan perempuan menjadi “diakonat” serta menahbiskan laki-laki yang sudah menikah, dan hal ini berarti merangkul “teologi kaum feminis dan ekologi.”

Gereja seperti itu termasuk “Memastikan adanya perayaan Ekaristi Minggu di komunitas-komunitas gerejawi dengan penahbisan imam yang sudah menikah. . . . Menyambut dan mendukung. . . teologi feminis dan ekologi sebagai dukungan untuk konfigurasi sebuah Gereja dengan wajahnya sendiri. . . . Membuka kesempatan untuk penahbisan wanita menjadi diakon, serta penciptaan pelayanan-pelayanan gerejawi sendiri, sesuai dengan kebutuhan Gereja lokal.”(hlm. 81).

7. Agama-agama asli pagan diteguhkan, tidak pernah dikritik

Dalam cara yang mirip dengan dokumen kerja sinode Amazon, dokumen Bogota juga menegaskan tradisi agama asli dan pagan tetap berjalan maju tanpa pernah menyebutkan kepercayaan-kepercayaannya  yang salah atau praktik-praktik destruktif di antara mereka sendiri. Seluruh dokumen (Bogota) itu hanya menyebut dua kali kata ‘dosa’ secara singkat, satu kata ‘dosa’ disebutkan dalam doa kuno yang dikutip oleh dokumen. Dokumen tersebut menyerukan agar kita "memahami dan mengakui sekali lagi kebajikan, pengetahuan dan kosmovisi yang ada di antara kelompok-kelompok etnis leluhur, yang masih mempertahankan kemampuan untuk membaca dan memahami alam sebagai ibu sejati mereka." (hal. 34).

8. Tuhan disebut sebagai sosok maskulin-feminin "Pencipta-Creatora"

Dokumen itu menyatakan: “Mereka memiliki sejarah sakral, bahasa, pengetahuan, tradisi, kerohanian, dan teologi mereka. Mereka semua berusaha membangun 'kehidupan yang baik' dan persekutuan orang-orang di antara mereka sendiri, dengan dunia, dengan makhluk hidup dan dengan Pencipta-Creatora. Mereka merasa bahwa mereka hidup dengan baik di 'rumah' yang diberikan oleh Pencipta-Creatora di Bumi,” demikian tulis dokumen (Bogota) itu (hlm. 54).

Dan dokumen itu ditutup dengan doa kepada "Bapak dan Ibu kehidupan" (hlm. 129).


Pentingnya dokumen Bogota

Pada bulan April 2019, 28 orang teolog bertemu di Bogota, Kolombia, untuk membahas Sinode Amazon 6-27 Oktober mendatang. Penyelenggara acara ini adalah dua organisasi: Amerindia dan Repam (Pan-Amazon Ecclesial Network). Hasil konferensi ini dapat ditemukan dalam buklet, "Menuju Sinode Pan-Amazon."

Yang patut diperhatikan disini adalah bahwa dokumen kerja Vatikan sendiri untuk sinode Amazon mendatang, yang merujuk kembali ke acara di Bogota ini sebagai salah satu pertemuan persiapan untuk sinode. Dokumen kerja pertama (Bogota) menyatakan bahwa “Dokumen Kerja ini adalah buah dari proses panjang yang mencakup penyusunan Dokumen Persiapan untuk Sinode pada Juni 2018; dan survei ekstensif komunitas Amazon” dan kemudian menambahkan dalam catatan kaki 1: “Selain proses resmi ini, banyak seminar telah diadakan di Washington DC, Roma dan Bogota, dengan para pakar di berbagai bidang dan perwakilan masyarakat Amazon, untuk merenungkan masalah yang dianalisis di sini."

Empat orang yang terlibat dalam upaya dewan pra-sinode (baik sebagai anggota atau sebagai penasihat) yang diajak oleh paus Francis pada bulan Maret 2018 hadir di pertemuan Bogota:
mereka itu adalah pastor Paolo Suess (kolaborator dekat Uskup Erwin Kräutler yang merupakan anggota dewan pra-sinode) - Suess berpartisipasi sebagai penasihat (peritus) di dewan pra-sinode - Mauricio López (sekretaris eksekutif REPAM dan anggota dewan), imam dan penasihat pribumi, pastor Justino Sarmento Rezende, dan akhirnya pastor Peter Hughes (juga seorang penasihat). Keempat orang ini, menurut sebuah sumber di Spanyol, adalah penulis utama dari dokumen persiapan 2018 Sinode Amazon. Paolo Suess secara umum dipercaya memiliki peran utama dalam dokumen kerja sinode tahun 2019.


Organisasi-organisasi yang dikhususkan untuk mempromosikan 'teologi pembebasan'

Amerindia adalah organisasi yang terdiri dari para teolog yang progresif secara ideologis yang sejak 1978 telah menasihati para uskup Amerika Selatan, terutama mengingat berbagai pertemuan uskup mereka (termasuk Medellin dan Aparedica). Kelompok ini menampilkan Leonardo Boff sebagai salah satu blogger mereka. Boff adalah salah satu pembela Teologi Pembebasan yang paling menonjol, yang dia telah dikecam oleh Vatikan pada pertengahan tahun delapan puluhan. Dia kemudian meninggalkan imamatnya dan menikah. Dia memposting, pada bulan Juli 2019, sebuah artikel di blog Amerindia-nya, di mana dia mendorong diadakannya imam-imam wanita.

Di situs webnya, Amerindia mengatakan misinya adalah untuk "menegaskan kembali pilihan untuk membentuk gereja model baru, gereja komunitarian dan partisipatif, dengan memakai teologi pembebasan sebagai bantuan bagi gereja universal." Ia mengklaim dirinya mewakili "cara baru untuk bertindak, yang mencakup pemahaman diri dan transformasi berdasarkan solidaritas dengan jeritan dari orang-orang yang terpinggirkan dan dari Ibu Pertiwi.” "Organisasi ini mengklaim bahwa ia "memiliki partisipasi yang signifikan dalam Konferensi Aparecida" pada 2007, sebuah konferensi di mana perancangan final dokumen itu dipimpin oleh Uskup Agung Jorge Bergoglio, yang sekarang menjadi paus Francis.

REPAM, sebuah koalisi organisasi yang berkomitmen pada agenda ekologisnya paus Francis, didirikan pada tahun 2014, dan tampaknya hal itu adalah atas perintah paus Francis sendiri.
Salah satu anggotanya, koalisi badan-badan bantuan internasional Katolik Caritas Internationalis, mengatakan tentang organisasi itu bahwa “Ini adalah proyek dari sembilan Gereja di wilayah Amazon, yang diilhami oleh paus Francis dan didukung oleh Konferensi Uskup Amerika Latin, CELAM. Caritas Internationalis adalah anggota pendiri REPAM, dan kantor Caritas nasional di negara-negara Amazon, Eropa dan Amerika Utara juga ikut berpartisipasi.”

Khususnya, deskripsi Caritas tentang REPAM tidak termasuk upaya pertobatan orang-orang Amazon yang sebagian besar penyembah berhala dan orang-orang Protestan Amazon kepada iman Katolik, tetapi sebaliknya, mereka membuat daftar tujuan-tujuan seperti misalnya "Memungkinkan para pemimpin adat untuk didengar suaranya di panggung dunia," "Mendirikan Sekolah untuk mempromosikan hak-hak mereka," "Dukungan untuk kasus-kasus pertahanan hak asasi manusia," "Dialog antara Gereja dan komunitas masyarakat adat," dan "Perlindungan untuk 137 'suku tanpa kontak dengan dunia luar' di Amazon."

Selain Amerindia dan REPAM, dokumen ini disponsori oleh lima organisasi pembangunan internasional Katolik, CAFOD (BRITAIN), CCFD (Prancis), DKA (Austria), dan MISEREOR (Jerman). Ia juga disponsori oleh organisasi Protestan Jerman EMW (“Evangelisches Missionswerk in Deutschland” - Evangelical Mission Work in Germany).  LifeSite pertama kali melaporkan tentang keterlibatan lembaga-lembaga bantuan Jerman dengan sinode, sejak bulan Juli lalu.


Amerindia tidak akan mengatakan siapa yang berkontribusi pada dokumen Bogota

LifeSiteNews menghubungi Amerindia, menanyakan program pertemuan April 2019 di Bogota. Óscar Elizalde Prada, direktur komunikasinya (dan juga peserta acara itu), menjawab, dengan mengatakan bahwa “pertemuan itu sendiri tidak dilakukan melalui konferensi atau panel, tetapi melalui sesi kerja yang intens, yang bertujuan untuk membangun refleksi bersama dari suatu Perspektif teologis-pastoral Amerika Latin dan Karibia, selalu dalam terang Magisterium Gereja dan, lebih khusus lagi, kepausan paus Francis. Karena alasan ini, kami tidak membatasi diri pada program atau agenda itu saja.”

Elizalde Prada lebih lanjut menolak untuk memberikan informasi kepada LifeSite tentang siapa yang menulis bab mana dari dokumen Bogota, dan dia menjelaskan bahwa “sebagaimana layaknya semangat komunitarian dan kolaboratif dari pekerjaan kami di Amerika Latin, tidak mungkin untuk mengaitkan pengarang dari isi dari setiap bab yang telah kami publikasikan dengan menyebut penulisnya atau menunjuk kepada penulis tertentu. Dalam hal ini kami telah mengikuti inspirasi masyarakat adat, lebih peduli kepada pemeliharaan rumah bersama daripada dengan protagonisme mereka sendiri, juga memilih untuk melakukan sebuah perjalanan sinode, dalam dialog dan mendengarkan tangisan yang muncul dari Gereja di Amazon dan 'erangan saudari Bumi', seperti yang dirujuk Bapa Suci dalam ensiklis Laudato Si (LS 53)."



No comments:

Post a Comment