Wednesday, December 18, 2019

Di dalam Lemari Vatikan – 13. Bab 11 – Lingkaran Nafsu


 

 

 DI DALAM LEMARI VATIKAN

Frếdếric Martel




KEKUASAAN

HOMOSEXUALITAS

KEMUNAFIKAN

 

 

DAFTAR ISI


CATATAN DARI PENULIS DAN PENERBIT


Bab 1. Domus Sanctae Marthae
Bab 2. Teori Gender
Bab 3. Siapakah Saya Hingga Berhak Menilai?
Bab 4. Buenos Aires
Bab 5. Sinode
Bab 6. Roma Termini
BAGIAN II - PAULUS
Bab 7. Kode Maritain
Bab 8. Persahabatan Yang Penuh Cinta
BAGIAN III – YOHANES PAULUS
Bab 9. Kolese Suci
Bab 10. Legiun Kristus
Bab 11. Lingkaran Nafsu




   

BAGIAN III


Yohanes Paulus



Bab 11

Lingkaran Nafsu



“Di Vatikan, dia dikenal sebagai Platinette, dan semua orang mengagumi keberaniannya!” Saya diberitahu oleh Francesco Lepore. Julukan itu berasal dari seorang waria yang terkenal di televisi Italia yang mengenakan wig platinum-pirang.

Saya merasa terhibur dengan nama samaran ini yang diberikan secara pribadi kepada beberapa kardinal dan wali gereja. Saya tidak mengada-ada, hanya menunjukkan apa yang diungkapkan oleh beberapa imam Kuria kepada saya: kekejian yang bahkan lebih kejam di dalam Gereja daripada di luarnya.

Seorang diplomat berpengaruh memberi tahu saya tentang kardinal lain yang nama julukannya adalah 'La Mongolfiera'! Kenapa nama ini? Dia memiliki 'penampilan luar biasa, tidak ada apa-apa di dalam dan tidak bisa membawa banyak,' sumber saya menjelaskan, menekankan kesombongan dan keangkuhan orang yang bersangkutan - 'sekeping confetti yang mengira dirinya adalah balon udara panas.'

Cardinals Platinette dan La Mongolfiera menikmati saat ‘kemuliaan’ mereka di bawah John Paul II, yang dekat dengan mereka. Mereka adalah bagian dari apa yang disebut 'lingkaran nafsu' pertama di sekitar Bapa Suci. Lingkaran ‘nafsu’ lainnya juga ada, berkumpul bersama mempraktikkan homoseksual pada tingkat hierarki yang kurang begitu tinggi. Para wali Gereja heteroseksual jarang ditemukan di antara mereka yang dekat dengan John Paul II; namun kesucian memang masih sangat jarang ada. Masih langka.

Sebelum kita melangkah lebih jauh, kita harus melihat dengan lebih detail pada sifat-sifat kardinal yang akan saya ungkapkan. Siapakah saya hingga berhak untuk menghakimi? Sekali lagi, saya berusaha untuk 'tidak menghakimi,' dan saya kurang peduli dengan 'tamasya' para imam daripada dengan menggambarkan suatu sistem -- oleh karena itu para uskup ini akan tetap anonim. Di mata saya, para kardinal, para uskup, dan para pastor ini, memiliki hak untuk memiliki kekasih, dan untuk melampiaskan kecenderungan mereka, apakah itu sifat yang diperoleh atau bawaan. Meski bukan menjadi Katolik, saya tidak bisa acuh tak acuh jika mereka tampaknya mengkhianati kaul kemurnian mereka, atau jika mereka melanggar aturan Gereja. Adapun pelacuran, yang begitu sering terjadi dalam kelompok ini, itu adalah sah di Italia dan tampaknya ditoleransi dengan sangat baik oleh hukum kanon, sebagaimana diterapkan di zona ekstrateritorial Tahta Suci! Namun, kemunafikan yang mendalam dari para klerus semacam itu patut dipertanyakan: itu adalah pokok bahasan utama buku ini, yang menegaskan fakta bahwa infalibilitas paus seakan menjadi faktor pembenar ketika ia menyangkut masalah moral para pengikutnya.

Perhatian saya di sini adalah untuk memecahkan kode dunia paralel atau ‘bermuka dua’ ini dan memberi sebuah tur yang terarah selama masa John Paul II. Terlepas dari La Mongolfiera dan Platinette, kepada siapa saya akan kembali, saya harus mulai dengan diskusi tentang sosok Paul Marcinkus, orang di balik sistem keuangan dan misi rahasia Gereja Katolik, dan salah satu dari mereka yang tugasnya adalah mengelola Kota Vatikan untuk kepentingan Bapa Suci.

Sebuah campuran profesi: diplomat, bodyguard, penerjemah dari bahasa Inggris, pemain golf, pengangkut dana rahasia dan penjahat, maka Uskup Agung Amerika Marcinkus sudah memiliki sejarah panjang di Vatikan ketika John Paul II terpilih. Marcinkus adalah penerjemah utama ke bahasa Inggris untuk Paul VI, sekaligus sebagai pengawalnya. Dia bahkan menggagalkan upaya pembunuhan Paulus VI, dan menduduki beberapa jabatan di nuncatur apostolik sebelum memulai pendakian karir Romawi yang spektakuler.

Dengan alasan-alasan yang misterius, uskup agung Marcinkus menjadi salah satu favorit John Paul II di awal masa kepausannya. Menurut beberapa sumber, Paus memiliki 'kasih sayang yang tulus' kepada tokoh Vatikan yang kontroversial ini. Marcinkus segera diangkat menjadi kepala Bank Vatikan yang terkenal, yang terlibat dalam banyak intrik keuangan dan beberapa skandal spektakuler di bawah naungannya. Wali gereja itu dituduh melakukan korupsi dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan Italia, tetapi untuk waktu yang lama dia bisa menikmati kekebalan diplomatik Vatikan. Dia bahkan dicurigai berada di belakang beberapa pembunuhan, termasuk pembunuhan atas John Paul I, yang meninggal secara misterius setelah sebulan di tahta kepausan, tetapi desas-desus ini tidak pernah terbukti.

Di sisi lain, homoseksualitas uskup agung Marcinkus terbukti dengan jelas. Sekitar selusin uskup Kuria yang berhubungan dengannya mengkonfirmasi bahwa dia adalah seorang petualang sex dengan nafsu ‘makan’ yang besar.

“Marcinkus adalah homoseksual: dia memiliki ‘kelemahan’ terhadap pasukan Garda Swiss. Dia sering meminjamkan mobilnya kepada mereka, Peugeot 504 abu-abu metalik dengan interior kulit yang indah. Pada satu titik saya ingat bahwa dia pergi dengan seorang Garda Swiss dan itu berlangsung selama beberapa waktu,” demikian saya diyakinkan oleh salah satu sumber saya, seorang awam yang dekat dengan uskup agung Marcinkus yang bekerja di Vatikan pada saat itu, seperti yang memang dia lakukan hingga hari ini.

Kita juga tahu tentang hubungan Marcinkus yang lain: hubungan yang dia miliki dengan seorang pastor Swiss, yang dibenarkan oleh penghubung mereka kepada salah satu sumber saya. Dan bahkan ketika dia dipaksa untuk tetap berada di dalam Vatikan setelah dinyatakan bersalah oleh pengadilan Italia, dia terus ‘berlayar di lautan nafsu’ tanpa malu-malu. Dia kemudian dipensiun ke Amerika Serikat, membawa serta segala rahasianya: uskup agung Amerika ini meninggal di sebuah rumah pensiun mewah pada tahun 2006 di Sun City, Arizona. (Pada dua kesempatan ketika - di hadapan Daniele - saya mewawancarai Piero Marini, 'pengatur upacara' Paus John Paul II, Marini dengan polos mengatakan tentang 'kedekatan intim’ Marcinkus dengan 'para pekerja.' Sementara itu, Pierre Blanchard, seorang awam yang sudah lama menjadi sekretaris APSA, Administrasi untuk Warisan Tahta Suci, dan sangat akrab dengan jaringan Vatikan, memberi saya informasi lain.

Terlepas dari uskup agung Marcinkus yang kontroversial itu, rombongan John Paul II memasukkan para homofil lain di antara lingkaran para asisten dan pejabat pembantu Paus. Yang pertama adalah seorang pastor Irlandia, Mgr. John Magee, yang merupakan salah satu sekretaris pribadi Paul VI, dan kemudian sekretaris pribadi singkat untuk John Paul I, tetap dalam posisi itu di bawah John Paul II. Setelah diangkat menjadi uskup di keuskupan Cloyne di County Cork, dia mendapati dirinya berada di pusat kontroversi mengenai kegagalannya bertindak dalam beberapa kasus pelecehan seksual yang mengguncang negara. Seorang saksi seminaris muda di Komisi Investigasi Keuskupan Agung Dublin untuk Keuskupan Cloyne (sehubungan dengan kasus-kasus pelecehan seksual ini) mengatakan bahwa uskup telah memeluknya dengan erat dan mencium dahinya; pernyataan-pernyataan ini dipublikasikan dalam Laporan Cloyne yang diterbitkan oleh Komisi. Mgr. Magee akhirnya dipaksa mengundurkan diri oleh Benediktus XVI.

Salah satu asisten paus lainnya yang secara aktif 'mempraktikkan' homoseksualitasnya adalah seorang imam yang mencampuradukkan penyedotan dana Vatikan dengan rayuan para pemuda (di atas usia yang bisa ditolerir, setahu saya). Dia juga memiliki antusiasme sexual terhadap Garda Swiss dan para seminaris, kecenderungan yang dia lakukan juga terhadap salah satu penyelenggara perjalanan luar negeri paus.

Seorang seminaris muda dari Bologna mengalami perlakukan ini dan, dalam beberapa wawancara, memberi saya kisah terperinci tentang kesalahannya sendiri. Selama kunjungan paus ke kota itu pada bulan September 1997, dua wali gereja yang bertanggung jawab atas perjalanan Paus bersikeras untuk bertemu dengan para seminaris. Mereka segera melihat seorang pemuda yang termasuk tampan, dan berusia 24 tahun saat itu.

“Mereka memelototi kami secara bergantian, dan tiba-tiba mereka menunjuk ke arahku. Mereka berkata: ‘Kamu!’ Mereka meminta saya untuk ikut dengan mereka dan tidak membiarkan saya pergi. Mereka ingin melihat saya sepanjang waktu. Itu adalah bentuk ‘kemajuan’ yang sangat mendesak,” mantan seminaris itu memberi tahu saya (dan dia masih melakukan ‘fungsinya’ ketika saya bertemu dengannya 20 tahun kemudian, sangat menawan!).

Selama kunjungan John Paul II, para kolega dekat Paus mendorong seminaris ini ke depan, membelai dan meraba-raba dia. Mereka menyerahkannya kepada paus secara pribadi dan memintanya naik ke panggung untuk berdiri bersamanya hingga tiga kali.

“Saya mengetahui bahwa mereka ada di sana untuk ‘berburu.’ Mereka menyasar para pemuda dan kemudian memilih saya tanpa ragu-ragu. Di akhir perjalanan, mereka mengundang saya untuk datang dan mengunjungi mereka di Roma dan tinggal bersama mereka. Mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka dapat menempatkan saya di Vatikan dan menunjukkan kepada saya kantor paus. Saya mengetahui apa yang mereka harapkan dari saya. Saya tidak menanggapi keinginan menggebu mereka. Saya telah gagal dalam panggilan saya! Jika tidak,” dia menambahkan, “saya mungkin sudah menjadi uskup saat ini!”

Kecerobohan individu-individu ini tidak memiliki batas. Dua rekan setia Paus lainnya - seorang uskup agung yang menjadi penasihat paus, serta nuncio yang sangat terkenal - juga memperlihatkan seksualitas mereka dengan sangat luar biasa, hingga tingkat yang tidak dapat dipercaya. Hal yang sama juga berlaku untuk seorang kardinal dari Kolombia yang belum bisa kami temui, yang perkenalan dengannya akan segera kami lakukan: seorang 'doktor setan' ini ditugaskan oleh John Paul II untuk menangani kebijakan Vatikan di bidang keluarga, tetapi pada malam hari dia mengabdikan dirinya kepada profesi yang menakjubkan: kunjungan rutin kepada para pelacur pria.

Dalam rombongan langsung dari paus, ada juga trio uskup yang sangat luar biasa dalam perjalanan mereka karena mereka beroperasi sebagai geng, dan saya harus mengatakan sepatah kata tentang masalah ini di sini. Mereka membentuk lingkaran nafsu sexual lain di sekitar paus. Dibandingkan dengan para kardinal terkenal atau para wali gereja yang telah saya sebutkan, para petualang homoseksual ini jika bekerja untuk kekudusan dirinya, bertindak biasa-biasa saja; tapi mereka tidak ‘bermain’ dengan aman.

Yang pertama adalah seorang uskup agung yang selalu ditampilkan sebagai malaikat dengan wajah orang suci, dan yang kecantikannya menyebabkan lidah mengoceh. Ketika saya bertemu dengannya hari ini, hampir tiga puluh tahun kemudian, dia masih menjadi pria yang tampan. Ketika dia dekat dengan Kardinal Sodano, dia juga menjadi favorit Paus. Kecenderungan sexualnya telah dikonfirmasi oleh banyak sumber, dan dia bahkan dikatakan telah dikeluarkan dari dinas diplomatik Vatikan 'setelah ditangkap di tempat tidur dengan seorang pria kulit hitam,' saya diberitahu oleh seorang pastor di Sekretariat Negara yang tidur dengan pria yang dimaksud itu hingga beberapa kali.

Uskup kedua yang dekat dengan John Paul II memainkan peran penting dalam persiapan upacara kepausan. Dia juga muncul di foto-foto di samping Bapa Suci. Dia dikenal karena praktik sadomasokistiknya, dia dikatakan telah mengenakan pkaian berbahan serba kulit ketika dia sering mengunjungi Sphinx, klub pesiar di Roma, yang sekarang sudah ditutup. Sebutan yang digunakan tentang dirinya menjadi terkenal di Vatikan: ‘Pakaian renda pada siang hari; pakaian kulit pada malam hari.'

Adapun uskup ketiga di 'geng' ini, dia digambarkan sebagai orang yang sangat jahat; dia terlibat dalam banyak urusan keuangan dan urusan yang melibatkan syahwat dengan anak laki-laki. Pers Italia sudah lama mengenalinya.

Jadi ketiga uskup ini adalah bagian dari apa yang kita sebut 'lingkaran nafsu' kedua yang berada di sekitar John Paul II. Mereka tidak berada di peringkat pertama; mereka adalah laksana pemain kedua atau pemain cadangan. Paus Francis, yang telah lama mengetahui para penjahat ini, telah menjauhkan mereka dari jalan promosi utama dengan menolak menjadikan mereka sebagai kardinal. Hari ini mereka semua tertutup dua kali lipat di dalam lemari, oleh pekerjaan mereka.

Ketiga tokoh ini bertindak sebagai perantara dan antek, kepala pelayan, pemimpin, penata upacara, penata perayaan, kanon atau kepala protokol untuk John Paul II. Mereka dapat diterima bila diminta demikian, dan mereka kadang-kadang menawarkan ‘layanan khusus’ kepada para kardinal paling terkenal, dan sisanya menghabiskan waktu bersama dengan wakilnya di dalam kesibukan mereka sendiri. (Di antara rombongan Kardinal Angelo Becciu, yang saat itu sebagai 'menteri dalam negeri' di bawah Paus Francis, saya diberi konfirmasi nama-nama uskup ini dalam serangkaian wawancara yang direkam.)

Saya mengadakan pertemuan panjang dengan dua dari tiga ksatria ini, ditemani oleh Daniele, peneliti utama Italia saya. Yang pertama adalah benar soal citranya sebagai seorang pria dan pangeran. Karena takut keluar dari dirinya sendiri, dia selalu berjaga-jaga meskipun tidak ada yang aneh dengan homoseksualitasnya. Yang kedua, yang kami temui beberapa kali di sebuah istana di Vatikan, di zona 'ekstrateritorial,' membuat kami benar-benar terperangah. Di gedung besar yang dia tinggali bersama beberapa kardinal ini, pastor itu menyambut kami dengan mata terbelalak, seolah-olah kami adalah Tadzio dalam kisah Death in Venice! Jelek seperti dosa, dia membuat kemajuan dengan Daniele, peneliti saya, tanpa pendahuluan, dan memberi saya segala macam pujian (ketika dia melihat saya untuk pertama kalinya). Dia memberi kami nomor kontak; kami berjanji untuk mengunjunginya lagi (yang segera kami lakukan). Dan beberapa pintu terbuka, memberi kami jalan pembuka ke layanan protokol Paus dan Bank Vatikan, di mana trio ini jelas tidak kekurangan kontak! Daniele merasa tidak nyaman, terutama ketika saya meninggalkannya sendirian selama beberapa menit untuk pergi ke kamar mandi. "Saya takut dianiaya!" dia menceritakan kepada saya sambil tertawa ketika kami pergi.

Di antara mereka yang dekat dengan John Paul II, hubungan mereka dengan seksualitas dan petualangan nafsu sexual sangat bervariasi. Sementara beberapa kardinal dan uskup berani mengambil risiko, yang lain melipatgandakan kebijaksanaan dan kewaspadaan mereka. Seorang uskup agung Perancis, yang kemudian menjadi seorang kardinal, menurut mantan asistennya, berada dalam hubungan homosex yang stabil, pertama dengan seorang imam Anglikan dan kemudian dengan seorang imam Italia; kardinal Italia lainnya tinggal bersama rekannya, yang dia perkenalkan kepada saya sebagai 'suami mendiang kakak perempuannya,' tetapi semua orang di Vatikan tahu - dimulai dengan Garda Swiss, yang berbicara kepada saya tentang hal itu – tentang sifat sebenarnya dari hubungan mereka. Yang ketiga, seorang Amerika, William Baum, yang kebiasaannya telah diketahui banyak orang, juga tinggal di Roma bersama kekasihnya, salah seorang asistennya.

Seorang kardinal berbahasa Prancis lain yang saya temui beberapa kali, juga dekat dengan John Paul II, dikenal karena sifatnya yang agak tidak biasa: tekniknya adalah berupa mengundang para seminaris atau trainee nuncios untuk makan siang di apartemennya, dan kemudian, mengaku lelah setelah selesai acara makan, dan kemudian dia menyarankan agar mereka ‘bergabung dengannya untuk tidur siang.’ Kemudian kardinal akan berbaring di tempat tidurnya tanpa peringatan, dan tidak mengatakan sepatah kata pun; dia berharap agar novis muda itu akan ‘bergabung’ dengannya. Keduanya mabuk, dan dia akan menunggu dengan sabar, tidak bergerak, seperti laba-laba di tengah jaringnya.

Seorang kardinal John Paul II lainnya dikenal (menurut kesaksian tangan pertama dari dua pastor yang bekerja dengannya) karena ‘berlayar di lautan nafsu’ di luar Vatikan, khususnya di taman-taman di sekitar Campidoglio, dan telah menolak, seperti yang telah saya sebutkan, untuk mendaftarkan mobil resminya dengan pelat diplomatik Vatikan, untuk memberinya kebebasan ekstra.

Namun seorang kardinal lainnya, yang menduduki posisi penting sebagai 'menteri' untuk John Paul II, secara keras dikembalikan ke negaranya setelah melakukan skandal dengan seorang penjaga muda Swiss di mana uang berperan disini; dia kemudian dituduh menutupi kasus pelecehan seksual.

Imam-imam berpengaruh lainnya dalam rombongan John Paul II adalah juga homofilik tetapi lebih ‘bijaksana.’ Mario Luigi Ciappi dari Dominika, salah seorang teolog pribadinya, yang ‘berbagi hidupnya’ dengan 'sosius' (asisten). Salah satu bapa pengakuan paus (menurut mantan asisten Ciappi) adalah juga seorang homofilik yang sangat berhati-hati.

Tapi mari kita kembali ke 'lingkaran nafsu' pertama, di mana para kardinal La Mongolfiera dan Platinette mewakili semacam inti di mana bintang-bintang lain tertarik kedalamnya. Dibandingkan dengan ‘para penyanyi besar,’ maka peringkat kedua dan kardinal periferal lainnya memang nampak tak berarti.

Saya telah diberitahu tentang petualangan mereka dalam mengejar anak lelaki oleh asisten dan kolaborator mereka, dan oleh para kardinal bawahan mereka, dan saya bahkan dapat menginterogasi Platinette, yang keberaniannya dapat saya konfirmasikan: dia meraih bahu saya dan memberikan cengkeraman kencang pada lengan saya, tanpa melepaskan sejenak, tetapi tidak melangkah lebih jauh, selama wawancara saya di Tahta Suci.

Jadi mari kita melangkah ke dalam dunia paralel dan bermuka dua ini, di mana sifat buruk dihargai secara proporsional dengan kelebihannya. Apakah untuk praktik semacam ini hingga bahasa Inggris menciptakan kalimat yang indah: 'Mereka hidup dalam kotak dan dicintai dalam segitiga'? Dalam kasus apa pun, kardinal La Mongolfiera dan Platinette, segera bergabung dengan seorang uskup yang nama samarannya akan saya simpan karena rasa kasihan; dia adalah klien reguler pelacur pria Romawi, dengan siapa mereka menjadi tuan rumah dari perbuatan homosex berempat.

Terperangkap dalam pusaran kehidupan nafsu yang kacau, apakah La Mongolfiera dan Platinette mengambil risiko yang cukup besar? Kita bisa bayangkan begitu. Namun, sebagai kardinal, mereka menikmati kekebalan diplomatik, dan juga dilindungi di tingkat tertinggi Vatikan sebagai teman-teman Paus dan para menterinya. Selain itu, siapa yang akan berbicara? Vatikan belum dirusak oleh skandal seksual. Pers Italia jarang membahas masalah ini; para saksi diam semua; dan kehidupan pribadi para kardinal tidak tersentuh. Jejaring sosial belum ada, dan hanya akan mengubah lanskap media di kemudian hari, setelah kematian John Paul II. Jika hari ini, maka berbagai rekaman video dan foto-foto seronok dan polos mungkin akan diterbitkan di Twitter, Instagram, Facebook atau YouTube. Tetapi pada saat ini kamuflase masih sepenuhnya berhenti di tempat.

Untuk menghindari desas-desus, La Mongolfiera dan Platinette memang mengambil tindakan pencegahan: mereka melembagakan sistem canggih untuk merekrut pengawalan melalui tiga filter. Mereka sendiri menggambarkan kebutuhan mereka kepada seorang 'lelaki dari Yang Mulia,' seorang awam yang sudah menikah dan mungkin heteroseksual, dan yang, tidak seperti kliennya, memiliki prioritas lain selain homoseksualitas. Dia tenggelam dalam banyak transaksi keuangan yang mencurigakan, dan sebagai imbalan atas jasanya, yang terutama dia inginkan adalah dukungan kuat di puncak Kuria dan sebuah kartu kunjungan gratis.

Sebagai imbalan atas pertimbangan yang signifikan, 'lelaki Yang Mulia' ini, yang nama samarannya adalah Negretto, penyanyi dari Nigeria dan anggota paduan suara Vatikan, selama bertahun-tahun membangun jaringan subur yang terdiri dari para seminaris gay, pengawal Italia, dan pelacur pria dari negara asing. Sebuah sistem nyata dari boneka-boneka Rusia, masing-masing cocok dengan yang lain, Negretto meminta bantuan kepada seorang perantara ketiga, yang dia gunakan sebagai pengintai dan perantara. Mereka merekrut ke segala arah, terutama dari para migran yang membutuhkan izin tinggal: jika mereka terbukti 'memahami,' maka pria ini berjanji untuk campur tangan sehingga mereka akan mendapatkan surat-surat yang mereka perlukan. (Di sini saya menggunakan informasi yang diambil dari catatan tertulis panggilan telepon yang dibuat oleh polisi Italia dan digunakan dalam persidangan yang mengungkap perselingkuhan ini.) Sistem ini akan berlangsung selama beberapa tahun, di bawah kepausan John Paul II dan bagian awal dari Benedict XVI, dan menyediakan layanan tidak hanya untuk kardinal La Mongolfiera dan Platinette dan teman uskup mereka, tetapi juga untuk uskup keempat (yang identitasnya tidak dapat saya sampaikan).

Tindakan seperti itu seharusnya terjadi di luar Vatikan, di beberapa tempat tinggal, terutama di sebuah vila dengan kolam renang, beberapa apartemen mewah di pusat kota Roma dan, menurut dua saksi mata, kediaman musim panas paus di Castel Gandolfo. Situs ini, yang saya kunjungi dengan seorang uskup agung dari Vatikan, terletak cukup tepat, di zona ekstrateritorial, dan menjadi milik Tahta Suci dan bukan milik negara Italia, dengan konsekuensi bahwa polisi Italia tidak dapat campur tangan di dalamnya (seperti yang mereka konfirmasi kepada saya). Di sana, jauh dari mata pengintai yang waspada, dengan dalih melatih anjing-anjingnya, seorang wali gereja juga dapat memasukkan dan nempatkan ‘orang-orang favoritnya’ melalui setiap langkah mereka.

Menurut beberapa sumber, titik kritis dari jaringan pengawalan mewah ini adalah cara di mana tindakan itu dibiayai. Tidak hanya para kardinal yang mencari para pelacur pria untuk memuaskan libido mereka; bukan saja mereka homoseksual secara pribadi sementara menganjurkan penentangan keras terhadap homosex di depan umum dan ketika berkotbah; mereka juga berhati-hati untuk tidak membayar para gigolo mereka! Bahkan, mereka menggali jauh ke dalam kas keuangan Vatikan untuk membayar para perantara mereka, yang bervariasi harganya dari waktu ke waktu, seperti halnya pengawalan yang sangat mahal, bahkan merusak, (hingga 2.000 euro per malam untuk pengawalan mewah, menurut informasi yang dikumpulkan oleh polisi Italia yang menangani kasus ini). Beberapa monsignori Vatikan, yang secara luas memberi tahu saya tentang perselingkuhan itu, mereka memakai nama panggilan ironis untuk wali gereja ‘hemat’ ini: 'para imam ATM.'

Pada akhirnya, sistem peradilan Italia secara tidak sengaja mengakhiri jaringan prostitusi ini, dengan menyuruh beberapa dari mereka yang berada di belakang sistem tersebut, untuk ditangkap, karena kasus korupsi yang serius terkait dengan perbuatan mereka. Dua perantara juga ditangkap setelah diidentifikasi dari percakapan telepon. Akibatnya jaringan prostitusi ini ditutup oleh polisi, yang mengetahui seberapa luasnya, tetapi mereka tidak dapat membidik aktor utama, yang menikmati kekebalan diplomatik Vatikan: Kardinal La Mongolfiera dan Platinette.

Di Roma, saya mewawancarai seorang letnan kolonel di carabinieri. Ini kesaksiannya.

"Rupanya para kardinal ini telah diidentifikasi, tetapi tidak dapat dipanggil untuk diperiksa, karena kekebalan diplomatik mereka. Semua kardinal menikmati kekebalan itu. Begitu mereka terlibat dalam skandal, mereka secara otomatis dilindungi. Mereka mencari perlindungan di belakang benteng Tahta Suci. Demikian juga, kami tidak dapat mencari koper-koper informasi mereka, bahkan meski kami mencurigai mereka melakukan perdagangan obat terlarang, misalnya, atau membawanya, untuk diinterogasi.”

Letnan kolonel itu melanjutkan: “Secara teori, polisi Vatikan, yang tidak bergantung pada otoritas Italia, dapat mempertanyakan para kardinal ini dan menuntut mereka. Tetapi mereka harus meminta ijin Tahta Suci lebih dulu untuk melakukannya. Namun, jelas, dalam hal ini, para pendukung perdagangan ini terhubung dengan eselon tertinggi dari Tahta Suci... “

Saya tidak akan menjelaskan secara terperinci tentang kegiatan para kardinal ini, meskipun, menurut catatan polisi, permintaan mereka sangat kreatif. Mereka berbicara tentang pengawalan dalam hal 'file' dan 'situasi.' Para perantara mematuhi, menyarankan orang-orang yang tepat yang hanya berbeda dalam hal tinggi dan berat badan. Bukan dalam hal kwalitas mereka.

Berikut adalah beberapa kutipan percakapan (dari risalah dalam persidangan):

“Saya tidak akan memberi tahu Anda lagi. Tingginya dua meter, ini dan ini beratnya, dan dia usia 33.”

“Saya punya sebuah ‘kenalan’ di Naples ... Saya tidak tahu bagaimana cara memberi tahu Anda, itu benar-benar bukan sesuatu untuk dilewatkan ...”

“32 tahun, 1 meter 93, sangat tampan ... “

"Saya punya seorang ‘kenalan’ orang Kuba."

"Saya baru saja tiba dari Jerman dengan seorang ‘kenalan’ Jerman."

"Saya punya simpanan dua orang kulit hitam."

“X punya ‘teman’ Kroasia yang ingin melihat apakah Anda bisa menyediakan waktu.”

“Saya punya seorang pemain sepakbola.”

"Saya punya seorang pria dari Abruzzo."

Kadang-kadang pertukaran perbincangan ini berputar di sekitar Kristus dan Viagra, yang meringkas kasus busuk ini dengan sangat baik.

Setelah persidangan yang panjang dan beberapa intervensi hukum, para 'pria terhormat' kami dijatuhi hukuman karena perbuatan busuk mereka; paduan suara Vatikan dibubarkan. Negretto sekarang tinggal di kediaman milik gereja Katolik di luar Italia, di mana orang-orang tampaknya memenuhi kebutuhannya untuk membeli sikap diamnya. Adapun para perantara lainnya, yang identitasnya saya tahu, saya belum bisa melacaknya. Bukan saja para kardinal yang terlibat tindak asusila itu tidak pernah dihukum atau ditanyai, bahkan nama asli mereka tidak pernah muncul dalam catatan persidangan.

Paus John Paul II, jika dia pernah diberitahu tentang kasus ini, dia tidak dapat memisahkan di antara lingkaran dalamnya sendiri: gandum dari sekam, mungkin karena proses penghilangan racun seperti itu akan melibatkan terlalu banyak orang. Paus Benediktus XVI tahu tentang file ini, dan melakukan segala yang dia bisa untuk meminggirkan protagonis atau pelaku utama, pada awalnya berhasil, sampai upaya itu akhirnya dituntun, seperti yang akan kita lihat, menuju kegagalannya. Francis, yang juga cukup tahu, menghukum uskup yang terlibat itu dengan menolak menjadikannya sebagai kardinal, terlepas dari janji bahwa dia akan dijadikan kardinal oleh seorang mantan menteri luar negeri. Untuk saat ini, Platinette masih menyimpan portofolionya. Pemimpin jaringan dan penguasa medan perang nafsu ini, La Mongolfiera, mengambil pensiun kardinalnya yang disepuh emas: dia masih hidup dalam kemewahan dan, kata orang-orang, dia tinggal bersama dengan kekasihnya. Tentu saja, para wali Gereja ini sekarang menjadi bagian dari oposisi terhadap Paus Francis; mereka dengan keras mengkritik segala proposal yang dibuat Francis yang menguntungkan kaum homoseksual, dan menuntut kesucian yang semakin besar - meskipun mereka sendiri tetap mempraktekkan kebejatannya.

Perselingkuhan di atas hanya menjadi berita kecil jika bukan karena fakta bahwa itu adalah template untuk perilaku berulang di Kuria Romawi. Ini bukanlah sekedar masalah kecil; ini adalah sebuah sistem. Para wali gereja itu merasa tidak tersentuh dan sepenuhnya menikmati kekebalan diplomatik mereka. Namun, kita tahu kekurangan dan kejahatan mereka hari ini, karena para saksi telah berbicara. Bahkan meski ada upaya dilakukan untuk membuat mereka diam.

Di sini kita harus kembali lebih jauh kepada kisah menakjubkan yang terkait erat dengan perselingkuhan Mongolfiera. Betapa hebat kisahnya! Itulah yang oleh si Penyair disebut 'plot genius' nyata! Kisah ini menyangkut seorang wali gereja yang diam-diam, kepala departemen di Sekretariat Negara, Mgr. Cesare Burgazzi, yang kasusnya dipublikasikan. (Karena Burgazzi menolak untuk menjawab pertanyaan saya, untuk menceritakan kisah dari kasus ini, saya harus mengandalkan pernyataan terperinci dari dua rekan pastornya, dari bukti-bukti yang diberikan oleh polisi dan dari catatan pengadilan yang dihasilkan.)

Suatu malam di bulan Mei 2006, Mgr. Burgazzi ditangkap oleh polisi, di mobilnya, di daerah Roma yang terkenal dengan pengembaraan dan pelacuran pria, Valle Giulia, dekat Villa Borghese. Mobil Mgr. Burgazzi, Ford Focus, telah terlihat beberapa kali meluncur di sekitar area hitam itu. Ketika polisi memberhentikan mobil itu, polisi melihat bayangan bergerak-gerak di dalam mobil yang gelap, yang kursi-kursinya ada di bawah. Polisi berusaha mencoba untuk mengetahui – apakah itu merupakan voyeurisme atau sebuah serangan terhadap moral publik – dan wali gereja yang malang itu, karena ketahuan, segera tancap gas mobilnya. Terjadilah pengejaran mobil selama 20 menit di seluruh Roma yang berakhir, seperti dalam film Hollywood, dalam sebuah kecelakaan besar. Dua mobil polisi rusak, tiga orang polisi terluka. “Kamu tidak tahu siapa saya! Kamu tidak tahu dengan siapa kamu berurusan!" Burgazzi berteriak ketika dia ditangkap, dengan mata membelalak.
(Catatan: Voyeurisme adalah kegiatan mendapatkan kenikmatan seksual dengan melihat (mengintip) bagian-bagian tubuh lawan jenisnya dan biasanya sasarannya adalah orang orang asing. Voyeurisme bisa jadi merupakan gangguan psikologis, karena hal ini merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual.)

Kasus ini amat biasa-biasa saja, dan begitu sering terjadi di Vatikan, sehingga tampaknya tidak menarik. Ada banyak contoh seperti itu yang terkubur dalam arsip kepolisian di seluruh dunia, yang melibatkan para imam, wali gereja, dan bahkan para kardinal. Tetapi dalam hal ini, segalanya tidak sesederhana itu. Menurut versi yang diberikan oleh polisi, yang menyatakan bahwa mereka menunjukkan lencana mereka, beberapa kondom ditemukan di mobil Mgr. Burgazzi serta di saku jubah imamatnya, karena pastor itu ditangkap dengan berpakaian sipil. Terakhir, polisi mengambil telepon Mgr. Burgazzi dan mengidentifikasi adanya beberapa panggilan yang dilakukan kepada ‘waria Brasil bernama Wellington.'

Sementara itu, Mgr. Cesare Burgazzi selalu mengklaim bahwa polisi mengenakan pakaian preman dan mobil mereka tidak bertanda. Mgr. Burgazzi beralasan bahwa dia mengira jika mereka berusaha merampoknya, dan bahwa dia bahkan memanggil layanan darurat beberapa kali. Wali gereja itu juga membantah telah menghubungi waria Wellington, dan memiliki kondom di mobilnya. Dia mengklaim bahwa beberapa poin dalam pernyataan polisi itu salah, dan bahwa cedera mereka kurang serius daripada yang mereka klaim (karena pengadilan menyetujui banding). Pada akhirnya, Burgazzi bersumpah bahwa, karena takut akan upaya perampokan, dia hanya berusaha untuk melarikan diri.

Teori polisi yang menyamar sebagai perampok jalan raya, atau sebaliknya, tampaknya sangat  fantastis. Tetapi uskup itu, Mgr. Cesare Burgazzi, mengulangi perbuatan itu begitu sering, dan polisi tidak mampu membuktikan sebaliknya, bahwa Burgazzi tidak bersalah, sehingga persidangan berlangsung lebih lama dari yang diharapkan. Awalnya, Burgazzi nampak santai, dengan mempertimbangkan ketidakjelasan pernyataan polisi. Tetapi dia mengajukan banding, dan begitu pula penuntutan: agar dia benar-benar dibebaskan; polisi yang memvonisnya, itulah yang terjadi saat naik banding ketika pengadilan menerima fakta kejadian versi polisi. Burgazzi kemudian membawa kasus itu ke pengadilan kasasi, di mana perselingkuhannya berakhir, delapan tahun setelah kejadian, dengan vonis: pembebasan atas semua tuduhan.

Jika putusannya jelas, tetapi keadaan kasusnya tetap tidak jelas. Di antara hipotesis lain, bukan tidak mungkin Burgazzi terperangkap. Menurut ide ini, yang dikemukakan oleh beberapa orang yang akrab dengan kasus ini, harus diingat bahwa Burgazzi adalah orang yang bijaksana, dan berpengetahuan luas. Dalam konteks fungsinya di Vatikan, dia dikatakan telah menemukan praktik keuangan yang memalukan dan kehidupan ganda homoseksual dari beberapa kardinal dari rombongan langsung Paus John Paul II: campuran kasus uang yang membingungkan yang disedot dari Bank Vatikan, akun bank yang paralel dan jaringan prostitusi. Dengan hati-hati dan, diklaim, tidak dapat salah, Burgazzi yang bersemangat bahkan dikatakan telah membuat fotokopi semua dokumentasi dan menyimpannya di brankas, yang kode pembukanya hanya diketahui oleh pengacaranya. Tak lama setelah itu, dengan mengumpulkan semua keberaniannya, dia meminta pertemuan pribadi dengan orang yang paling kuat dari para kardinal, dengan siapa dia berbagi penemuannya dan meminta penjelasan. Kami tidak tahu hasil diskusi mereka. Yang kami tahu, di sisi lain, adalah bahwa Burgazzi tidak menyerahkan file ini kepada pers - bukti kesetiaannya kepada Gereja dan keengganannya terhadap skandal.

Apakah ancaman Burgazzi memiliki hubungan dengan kasus luar biasa di Villa Borghese? Mungkinkah kardinal yang banyak terlibat dalam kasus itu merasa ketakutan dan mencoba menetralisir Burgazzi? Apakah ada jebakan yang dibuat untuk Burgazzi untuk berkompromi dan memaksanya agar diam, dengan bantuan orang-orang yang dekat dengan polisi Italia, dan mungkin petugas polisi yang sebenarnya (seorang kepala polisi diketahui dekat dengan kardinal yang bersangkutan)? Apakah mereka ingin berkompromi dengannya sampai-sampai kemungkinan bahwa fakta yang ada akan kehilangan semua kredibilitas? Semua pertanyaan ini mungkin tidak akan terjawab hingga waktu yang lama.

Tetapi kita tahu bahwa Paus Benediktus XVI, yang dipilih selama proses peradilan yang panjang sesudahnya, bersikeras agar Mgr. Burgazzi dikembalikan ke jabatannya di Sekretariat Negara. Dia bahkan ketika bertemu dengannya selama misa dan berkata kepadanya: “Saya tahu segalanya; teruslah berjalan.” (menurut saksi yang diberitahu kisah ini oleh Burgazzi).

Dukungan tak terduga dari paus secara pribadi ini merupakan indikasi kegelisahan yang disebabkan oleh perselingkuhan di Vatikan, dan memberikan kepercayaan tertentu pada hipotesis manipulasi. Karena sulit untuk tidak terkejut dengan pernyataan meragukan yang diberikan oleh petugas polisi, bukti mencurigakan mereka, yang ditolak pengadilan secara definitif. Apakah hal itu dibuat-buat? Kemana ujungnya? Untuk kepentingan pendukung siapa?

Mungkinkah Mgr. Cesare Burgazzi menjadi korban intrik yang diorganisir oleh salah seorang rekannya untuk membungkamnya atau memerasnya? Bagian kriminal dari pengadilan kasasi Italia, karena menemukan dia secara pasti tidak bersalah dan menentang versi yang diberikan oleh petugas polisi, memberikan kredibilitas terhadap hipotesis ini.

Kasus-kasus yang melibatkan uang dan moral, yang sering dikaitkan dengan erat di Vatikan, karenanya merupakan salah satu kunci dari Lemari. Kardinal Raffaele Farina, salah satu dari mereka yang paling akrab dengan skandal keuangan ini (atas permintaan Francis, dia memimpin komisi untuk reformasi Bank Vatikan), adalah orang pertama yang menempatkan saya di jalur hubungan silang ini. Selama dua wawancara panjang yang dia berikan kepada saya di rumahnya di Tahta Suci, di hadapan peneliti Italia saya, Daniele, Kardinal Raffaele Farina menggambarkan kolusi yang tidak mungkin ini sebagai sesuatu yang digabungkan seperti 'dua kuk-setan yang disumpah untuk tujuan baik,' dalam kata-kata Shakespeare. Sang kardinal, tentu saja, tidak memberi nama, tetapi dia dan saya sama-sama tahu siapa yang dia maksudkan dengan menekankan, dengan keyakinan orang yang memiliki bukti, bahwa di Vatikan: cinta (homosex) kepada anak laki-laki berjalan seiring dengan penyembahan kepada anak lembu emas.

Penjelasan yang diuraikan oleh Kardinal Raffaele Farina dan dikonfirmasi oleh beberapa kardinal lain, uskup dan para ahli di Vatikan sebenarnya adalah aturan sosiologis. Persentase yang sangat tinggi dari kaum homoseksual dalam Kuria Roma pertama-tama menjelaskan - secara statistik, jika kita katakan demikian - bahwa beberapa dari mereka berada di pusat skandal keuangan. Selain itu, ada fakta bahwa untuk mempertahankan hubungan di lingkungan yang tertutup dan terkontrol seperti itu, dibingkai oleh para Pengawal Swiss, polisi dan siapa tahu apa lagi, seseorang harus sangat bijaksana. Dan hal ini hanya menawarkan empat alternatif: yang pertama adalah monogami, yang dipilih oleh sebagian besar wali gereja, yang memiliki lebih sedikit petualangan daripada yang lain. Jika mereka tidak berada dalam pasangan yang menetap dan stabil, maka orang homoseksual akan terlibat dalam kehidupan yang lebih rumit yang melibatkan salah satu dari tiga pilihan yang tersisa: berpergian untuk menemukan kebebasan seksual (yaitu jalan kemewahan yang sering dilakukan oleh para nuncios dan asisten Sekretariat Negara, seperti yang akan kita lihat); pergi ke bar-bar komersial yang khusus; atau mengunjungi para pelacur pria. Dalam ketiga pilihan ini, Anda butuh uang. Namun upah seorang imam biasanya di suatu tempat, sekitar 1.000 hingga 1.500 euro per bulan, sering kali dengan pensiun dan akomodasi kerja yang dimasukkan – itu adalah jumlah yang jauh dari mencukupi untuk memuaskan hasrat sexual yang rumit. Para pastor dan uskup di Vatikan tidak kaya akan dana: mereka, katanya, 'penerima upah minimum yang hidupnya seperti pangeran.'

Pada akhirnya, kehidupan ganda seorang homoseksual di Vatikan menyiratkan kontrol yang sangat ketat terhadap kehidupan pribadi seseorang, sebuah budaya kerahasiaan dan kebutuhan finansial: semua hasutan untuk menyamarkan dan berbohong. Semua ini berfungsi untuk menjelaskan hubungan berbahaya antara uang dan seks, menjamurnya skandal keuangan dan intrik homoseksual, dan lingkaran nafsu yang berkembang di bawah  John Paul II, di sebuah kota yang telah menjadi buah bibir bagi segala kebusukan.

No comments:

Post a Comment