Thursday, December 19, 2019

Di dalam Lemari Vatikan – 14. Bab 12 – Garda Swiss


 

 

 

  

DI DALAM LEMARI VATIKAN
Frếdếric Martel




KEKUASAAN

HOMOSEXUALITAS

KEMUNAFIKAN

 

 

DAFTAR ISI

CATATAN DARI PENULIS DAN PENERBIT


Bab 1. Domus Sanctae Marthae
Bab 2. Teori Gender
Bab 3. Siapakah Saya Hingga Berhak Menilai?
Bab 4. Buenos Aires
Bab 5. Sinode
Bab 6. Roma Termini
BAGIAN II - PAULUS
Bab 7. Kode Maritain
Bab 8. Persahabatan Yang Penuh Cinta
BAGIAN III – YOHANES PAULUS
Bab 9. Kolese Suci
Bab 10. Legiun Kristus
Bab 11. Lingkaran Nafsu
Bab 12. Garda Swiss



  

BAGIAN III


Yohanes Paulus




Bab 12

Garda Swiss


Nathanaël mengalami dua masalah di Vatikan: masalah dengan anak-anak gadis dan masalah homoseksual. Kelangkaan pada yang pertama dan kemahahadiran pada yang terakhir.

Saya bertemu dengan anggota Garda Swiss ini secara kebetulan, ketika saya tinggal di Vatikan. Saya agak tersesat di labirin tangga dan dia menunjukkan jalan. Dia tidak merasa malu dan kami masuk ke dalam percakapan.

Pada awalnya saya berpikir bahwa Nathanael adalah salah satu staf kontrak yang campur tangan dalam urusan Vatikan jika ada yang salah. Berpakaian terusan biru yang dipakainya hari itu, membuatnya tampak seperti pekerja Italia biasa. Namun saya terkejut melihatnya beberapa hari kemudian dengan seragam 'gala' merah, kuning, dan biru: dia adalah seorang Garda Swiss! Penjaga Swiss dengan sebuah kotak peralatannya!

Saya menghubungi Nathanaël lagi beberapa waktu kemudian, pada kunjungan lain di Roma, dan kemudian saya menemui penolakannya yang sopan tetapi tegas untuk tidak menemui saya lagi. Belakangan saya mengetahui bahwa ini adalah salah satu aturan yang diterapkan pada Garda Swiss. Karena berbagai alasan yang tidak akan saya sampaikan di sini, dia akhirnya setuju untuk berbicara dengan saya, dan kami mengembangkan kebiasaan bertemu di Café Makasar, di Borgo, hanya beberapa menit berjalan kaki dari barak Pengawal atau Garda Swiss, tetapi jauh dari tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh monsignori atau wisatawan, dan karenanya pilihan ini adalah bijaksana, dengan cara yang cocok untuk kami berdua.

Tinggi, dengan wajah panjang, menawan, Nathanaël jelas sangat ramah. Pada pertemuan awal kami, dia memberi tahu saya nama depannya (dirubah di sini) dan nomor teleponnya; nama keluarganya diungkapkan kepada saya hanya sesudahnya, dan secara tidak sengaja, ketika saya memasukkan detailnya di ponsel saya dan nomor ponselnya secara otomatis 'cocok' dengan akun Google + miliknya. Namun, Nathanaël tidak ada di Instagram atau Facebook, dan tidak ada foto dia di Google Images, menurut aturan Vatikan yang ketat yang memberlakukan kebijaksanaan ekstrem pada Garda Swiss.

"Tidak ada selfie, tidak ada profil di media sosial," kata Nathanaël menegaskan kepada saya.

Anak-anak gadis dan homoseksual, sebagaimana disebutkan, adalah dua masalah yang dihadapi Garda Swiss di Tahta Suci. Sejak mengambil pekerjaan itu, dia telah berhasil tidur 'dengan sepuluh gadis,' katanya kepada saya, tetapi kewajiban selibat adalah sebuah gangguan baginya. Dan aturannya ketat.

“Kita harus berada di barak sebelum tengah malam dan kita tidak akan pernah bisa keluar. Kami dilarang berpasangan, karena pernikahan hanya diizinkan untuk perwira senior, dan dilarang keras membawa gadis-gadis ke barak. Kami tidak disarankan bertemu dengan mereka di kota, dan kadang-kadang penolakan dilakukan oleh atasan.”

Obsesi yang bijaksana dari para ‘hantu tua’ di Vatikan cukup mengganggu Nathanaël, yang menganggap bahwa pertanyaan-pertanyaan penting, yang melibatkan misi kedaulatan Garda Swiss, tidak diperhitungkan - pertanyaan-pertanyaan mengenai keamanan paus, yang menurut pandangannya menyisakan banyak hal yang harus diperhatikan. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya sering masuk ke Vatikan melalui gerbang yang disebut Arco delle Campare - yang paling ajaib dari semuanya, di bawah jam besar di sebelah kiri St Peter's di Roma - tanpa harus menunjukkan identitas apa pun, dan tanpa tas saya harus digeledah, karena ada seorang kardinal atau pastor biasa yang tinggal di dalam, keluar untuk menjemput saya. Saya menunjukkan kepadanya sebuah kunci yang memungkinkan saya masuk ke Vatikan, tanpa inspeksi apa pun, ketika saya kembali ke apartemen tempat saya menginap. Garda Swiss merasa terganggu oleh pengalaman saya ini.

Selama sekitar selusin pertemuan rahasia di Café Makasar, dia mengungkapkan kepada saya apa yang benar-benar mengganggunya di Vatikan: ‘perbuatan tak senonoh’ berkelanjutan dan kadang-kadang agresif dari para kardinal tertentu.

"Jika hanya satu dari mereka yang menyentuh saya, saya akan menghancurkan wajahnya dan mengundurkan diri," dia memberitahu saya secara eksplisit.

Nathanaël bukanlah gay, atau bahkan gay-friendly. Dia bercerita tentang kejijikannya pada beberapa kardinal dan uskup yang mencoba merayunya (dan dia memberi saya nama-nama mereka). Dia trauma dengan apa yang dia temukan di Vatikan dalam hal kehidupan ganda, perbuatan seksual dan bahkan pelecehan.

“Saya merasa jijik dengan apa yang saya lihat. Saya masih belum bisa mengatasinya. Dan untuk berpikir bahwa saya harus bersumpah untuk ‘mengorbankan hidup saya’ jika perlu, untuk paus!”

Namun, bukankah cacing sudah ada di dalam buah apel sejak awal? Garda Swiss didirikan pada 1506 oleh Paus Julius II, yang sifat biseksualitasnya terbukti dengan nyata. Adapun seragam tentara terkecil di dunia itu, berupa jaket bendera pelangi Renaissance dan topi halberdier berujung dua yang dihiasi dengan bulu bangau, menurut legenda, itu dirancang oleh Michelangelo.

Seorang letnan kolonel polisi di Roma memberi tahu saya bahwa Garda Swiss mematuhi kerahasiaan profesional yang ketat. Ada kepatuhan untuk bersikap diam yang luar biasa. Mereka diajari berbohong demi paus, demi alasan negara. Ada banyak sekali kasus gangguan atau pelecehan seksual, tetapi hal itu ditutup-tutupi dan Garda Swiss selalu secara tidak langsung bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Mereka diberi indoktrinasi untuk memahami bahwa jika mereka berbicara, mereka tidak akan bisa menemukan pekerjaan yang lain. Di sisi lain, jika mereka berperilaku buruk, mereka akan dibantu untuk menemukan pekerjaan lain ketika mereka kembali kepada kehidupan sipil di Swiss. Karier masa depan mereka tergantung pada sikap diam mereka.

Dalam penyelidikan saya, saya mewawancarai 11 orang Garda Swiss. Terlepas dari Nathanaël, yang saya temui secara teratur di Roma, sebagian besar kontak saya dibuat pada saat ziarah militer ke Lourdes atau, di Swiss, dengan para mantan Garda yang dapat saya temui selama lebih dari 30 kali masa tinggal saya di Zurich, Basel, St Gallen, Lucerne, Jenewa dan Lausanne. Mereka telah menjadi sumber informasi yang dapat diandalkan untuk buku ini, memberi tahu saya tentang moral Kuria dan kehidupan ganda banyak kardinal yang, pada kenyataannya, menggoda mereka.

Saya bertemu Alexis di Brasserie Versailles. Setiap tahun, dalam perjalanan ziarah berskala besar, ribuan perwira polisi dan anggota angkatan bersenjata dari seluruh dunia, semua yang beragama Katolik, bertemu di Lourdes, sebuah kota Perancis di Pyrenees. Sebuah pertemuan para Pengawal atau Garda Swiss berlangsung secara tradisional, dan Alexis ada di antara mereka pada tahun ketika saya pergi ke sana. (Nama depannya telah dirubah.)

"Akhirnya inilah Garda Swiss," seru Thierry, manajer resto, senang melihat seragam prajurit berwarna cerah yang menarik bagi pelanggan lain dan meningkatkan omsetnya.

Ziarah militer ke Lourdes adalah sebuah festival dengan warna debu dan beraneka warna lain di mana lusinan negara diwakili: Anda akan melihat topi-topi dengan bulu-bulu berpendar, tajam, pedang yang berkedip, pompom, lelaki dalam kilt dan semua jenis lencana dari bahan kuningan. Mereka berdoa dengan sungguh-sungguh dan mabuk-mabukan, terutama di Pont Vieux. Di sana saya melihat ratusan tentara Katolik bernyanyi, menari, dan mengobrol dengan orang-orang. Ada beberapa wanita; homoseksual ada di tempat persembunyian. Pesta minum untuk umat Katolik!

Dalam pesta minuman keras yang luar biasa ini, para Pengawal Swiss tetap menjadi daya tarik nomor satu, sebagaimana saya diberitahu oleh letnan kolonel carabinieri yang membantu saya menghadiri ziarah Lourdes.

"Anda akan lihat," katanya kepada saya, "jauh dari Roma, para Garda Swiss melepaskan diri sedikit. Tekanannya kurang kuat daripada di Vatikan, kontrol oleh petugas rileks, alkohol membuat suasana lebih cair. Mereka bisa banyak berbicara!"

Alexis, dengan santai berkata: "Di Lourdes, kami tidak mengenakan seragam gala sepanjang waktu," kata pria muda itu begitu dia tiba di Brasserie Versailles. “Tadi malam kami memakai pakaian sederhana. Berbahaya bagi citra kita jika kita mengenakan seragam merah, kuning, dan biru dan kita sedikit mabuk!"

Alexis tidak lebih ramah gay daripada Nathanaël. Dia dengan keras menyangkal gagasan yang diterima bahwa para Pengawal Swiss kepausan memiliki persentase tinggi dalam hal homoseksual. Dia mencurigai empat atau lima rekannya sebagai 'mungkin gay,' dan tentu saja dia tahu desas-desus tentang homoseksualitas salah satu perwira senior di Garda Swiss dari Paus Paulus VI, yang sekarang tinggal bersama rekan homonya di pinggiran kota Roma. Dia juga tahu, seperti semua orang, bahwa beberapa kardinal dan uskup telah menyebabkan skandal di Vatikan dengan menjadi pasangan dari seorang Garda Swiss. Dan, tentu saja, dia tahu kisah pembunuhan rangkap tiga, di dalam Vatikan sendiri, ketika ada seorang kopral muda Garda Swiss, Cédric Tornay, dilaporkan telah membunuh komandan Garda Swiss dan istrinya ‘pada saat kegilaan.’

"Itu adalah versi resminya, tapi tidak ada seorang pun di kalangan para Garda yang mempercayainya," Alexis memberitahu saya. “Sebenarnya bunuh diri Cédric dilakukan. Dia dibunuh bersama dengan komandannya dan istrinya, sebelum sebuah adegan mengerikan dibuat untuk membuat orang percaya pada teori bunuh diri setelah pembunuhan ganda.” (Saya tidak akan bicara di sini dalam kasus dramatis ini, yang telah cukup banyak dibahas di tempat lain, dan tentang hal itu hipotesis paling esoteris telah banyak beredar. Di antara semua ini, untuk keperluan subjek kita, kita hanya perlu menyebutkan bahwa hipotesis hubungan antara kopral muda dan komandannya kadang-kadang dibawa ke permukaan, tanpa benar-benar meyakinkan siapa pun soal hubungan mereka, apakah nyata atau hanya dibayangkan, mungkin telah digunakan untuk menyembunyikan motif lain dari kejahatan itu. Dalam kedua kasus itu, misteri itu tetap ada. Demi keadilan, Paus Francis diharapkan akan membuka kembali berkas yang menyedihkan ini.)

Seperti Nathanaël, Alexis telah dilangkahi oleh puluhan kardinal dan uskup, sampai-sampai dia berpikir untuk mengundurkan diri dari Garda. “Pelecehan itu begitu besar sehingga saya berkata pada diri sendiri bahwa saya akan langsung pulang. Banyak dari kita yang jengkel dengan perbuatan yang sangat tidak bijaksana dari para kardinal dan uskup."

Alexis memberi tahu saya bahwa salah seorang rekannya secara teratur dipanggil pada tengah malam oleh seorang kardinal yang mengatakan dia ‘membutuhkannya’ di kamarnya. Insiden serupa lainnya diungkapkan oleh pers: mulai dari hadiah yang tidak penting yang tertinggal di ranjang Garda Swiss, bersama dengan kartu kunjungan, hingga perbuatan yang lebih tak senonoh yang bisa disebut sebagai pelecehan atau agresi seksual.

“Butuh waktu lama bagi saya untuk menyadari bahwa di Vatikan, kami dikelilingi oleh orang-orang frustrasi yang melihat Garda Swiss sebagai ‘daging segar.’ Mereka memaksakan hidup selibat kepada kami dan menolak untuk membiarkan kami menikah karena sesungguhnya mereka ingin mempertahankan kami untuk diri mereka sendiri, sesederhana itu. Mereka begitu misoginis (anti perempuan), sekaligus sangat sesat! Mereka ingin kita menjadi seperti mereka: homoseksual rahasia!”

Menurut Alexis, Nathanaël dan setidaknya tiga mantan Garda yang saya wawancarai di Swiss, aturan internal mereka cukup tepat terkait dengan homoseksualitas, meskipun hampir tidak disebutkan dalam praktek pelatihan mereka. Garda Swiss diminta untuk menunjukkan 'kesopanan yang luar biasa' terhadap para kardinal, uskup, dan semua monsignori. Yang dianggap sebagai 'burung kecil' diminta untuk menurut dan sangat sopan. Mereka tidak boleh mengkritik seorang ‘eminence’ atau seorang ‘excellency’ (gelar atau panggilan terhadap uskup atau kardinal) atau menolak apa pun keinginan ‘orang-orang yang mulia’ itu. Bagaimanapun, seorang kardinal adalah rasul Kristus di bumi!

Kesopanan ini, bagaimanapun, harus menjadi pedoman kerja, menurut aturan Garda yang tidak tertulis. Segera setelah seorang kardinal memberikan nomor teleponnya kepada seorang prajurit muda, atau menyarankan agar dia bergabung dengannya untuk minum kopi, maka si Garda Swiss itu harus berterima kasih kepadanya tetapi dengan sopan mengatakan kepadanya bahwa dia tidak bersedia. Jika kardinal itu bersikeras, maka dia harus menerima jawaban yang sama setiap kali, dan setiap pertemuan, jika Garda itu diintimidasi untuk datang, permintaan itu harus dibatalkan dengan dalih yang melibatkan tugas penjagaan. Dalam kasus pelecehan yang paling jelas, Garda Swiss diperintah untuk membicarakannya kepada atasan mereka, tetapi dalam situasi apa pun mereka tidak boleh menanggapi, mengkritik, atau melaporkan seorang wali gereja. Perselingkuhannya hampir selalu ‘dibersihkan di bawah karpet.’

Seperti para Pengawal Swiss lainnya, Alexis membenarkan banyaknya kaum homoseksual di Vatikan. Dia menggunakan istilah-istilah yang kuat: 'dominasi', 'omnipresensi', 'supremasi'. Julukan-julukan bagi masalah gay yang diucapkan ini sangat mengejutkan mayoritas Pengawal Swiss yang telah saya wawancarai. Nathanaël, ketika tugas pelayanannya selesai dan 'pembebasannya' selesai, tidak pernah berharap untuk menginjakkan kakinya lagi di Vatikan, ‘kecuali berlibur dengan istri saya.' Pengawal Swiss lainnya, yang saya wawancarai di Basel, menegaskan kepada saya bahwa homoseksualitas para kardinal dan wali gereja adalah salah satu subyek yang paling sering dibahas di barak mereka, dan kisah-kisah yang mereka dengar dari rekan-rekan mereka semakin memperkuat pengalaman yang mereka alami sendiri.

Berbicara dengan Alexis, seperti halnya dengan Nathanaël dan para Garda Swiss lainnya, kami menyebutkan nama-nama yang tepat, dan daftar kardinal dan uskup yang telah ‘merasakan jasa’ mereka, telah dikonfirmasi, dan itu terbukti seperti panjangnya cappa magna (pakaian kebesaran) Cardinal Burke. Meskipun saya tahu tentang masalah ini, pernyataan ini masih mengejutkan saya: jumlah orang yang terpilih untuk saya wawancarai bahkan lebih besar dari yang saya kira.

Mengapa mereka setuju untuk berbicara dengan saya begitu bebas, sampai-sampai mereka terkejut dengan keberanian mereka sendiri? Bukan karena cemburu atau kesombongan, seperti kelakuan beberapa kardinal dan uskup; bukan untuk mendukung penyebabnya, seperti sebagian besar kontak gay saya di Vatikan. Namun karena mereka kecewa, seperti orang yang telah kehilangan daya ilusinya.

Dan sekarang Alexis memberitahu saya rahasia lain. Jika para perwira, seperti yang telah saya katakan, jarang yang homoseksual, hal yang sama tidak dapat dikatakan tentang para bapa pengakuan, pastor dan kapelan, yang mengelilingi Garda Swiss.

“Kami diminta untuk pergi ke kapel yang disediakan untuk kami dan mengaku dosa setidaknya sekali seminggu. Namun saya belum pernah melihat homoseksual sebanyak yang saya miliki di antara para kapelan yang melayani Garda Swiss," kata Alexis memberi tahu saya.

Pria muda itu memberi saya nama dua kapelan dan bapa pengakuan dari para Pengawal yang dia yakini adalah homoseksual (informasinya dikonfirmasi oleh Pengawal Swiss Alemannic lainnya dan seorang pastor Kuria). Saya juga diberi tahu nama seorang kapelan yang meninggal karena AIDS (seperti yang dilaporkan wartawan Swiss, Michael Meier, dalam sebuah artikel di Tages-Anzeiger, dan dia memberikan nama pria itu kepada saya).

Selama berkali-kali tinggal di Swiss, di mana saya pergi setiap bulan selama beberapa tahun, saya bertemu dengan pengacara spesialis dan direktur beberapa asosiasi hak asasi manusia (seperti SOS Racisme dan Diskriminierung in der Schweiz). Mereka memberi tahu saya tentang beberapa jenis diskriminasi yang mempengaruhi para Pengawal Swiss, mulai dari proses rekrutmen hingga kode perilaku baik yang diterapkan kepada para Pengawal Vatikan itu.

Jadi, menurut pengacara Swiss itu, status asosiasi yang merekrut para Pengawal Swiss di masa depan, dalam konfederasi Swiss, dikatakan sangat ambigu. Apakah itu fitur hukum Swiss, atau hukum Italia, atau memang hukum kanon dari Tahta Suci? Vatikan membiarkan ambiguitas itu terus ada agar ia bisa bermain di ketiga level. Namun karena perekrutan warga negara Swiss terjadi di Swiss, maka hal itu harus sesuai dengan hukum perburuhan negara itu, yang berlaku bahkan untuk perusahaan asing yang bekerja di sana. Jadi aturan rekrutmen untuk Pengawal Swiss di Vatikan dianggap diskriminatif: perempuan dilarang (meskipun mereka diterima menjadi tentara di Swiss); seorang pria muda yang sudah menikah atau seorang pria yang telah melamar untuk menjadi petugas Garda Swiss di Vatikan tidak dapat melamar suatu jabatan di tempat lain, hanya bujangan yang diterima; reputasinya harus 'tidak tercela,’ dan dia harus memiliki 'moral yang sehat' (frasa ini dirancang untuk menyingkirkan tidak hanya kaum gay, tetapi juga waria); bagi para migran, yang sangat disukai oleh Paus Francis, mereka juga tidak memenuhi syarat untuk direkrut. Terakhir dari semuanya, tampaknya orang-orang cacat atau orang kulit berwarna, orang kulit hitam atau orang Asia, juga ditolak selama proses seleksi, meskipun teks-teks aturan tidak secara eksplisit menyebutkan mengenai hal ini.

Menurut pengacara yang saya temui, larangan untuk menikah benar-benar ilegal, belum lagi bertentangan dengan prinsip-prinsip Gereja yang mengklaim mendorong pernikahan dan melarang semua hubungan seksual di luar perkawinan.

Saya meminta para pemimpin Garda Swiss yang diinterogasi dalam bahasa Jerman oleh pengacara ini tentang anomali hukum ini, dan jawaban mereka adalah penting. Mereka menolak gagasan diskriminasi, dengan alasan bahwa hambatan militer memberlakukan aturan tertentu (meskipun ini bertentangan dengan aturan spesifik dari tentara Swiss, yang mempertimbangkan aturan militer spesifik terkait dengan usia atau kondisi fisik pelamar). Mengenai homoseksualitas, mereka memberi tahu kami secara tertulis ‘bahwa menjadi gay bukanlah masalah terkait dengan perekrutan, selama seseorang tidak terlalu gay secara terbuka, atau terlalu terlihat atau terlalu feminin.’ Terakhir, peraturan lisan dikeluarkan selama pelatihan Garda Swiss dan kode etik (Regolamento della Guardia Svizzera Pontificia, yang telah saya pegang, dan edisi terakhirnya, dengan kata pengantar oleh Kardinal Sodano, berasal dari tahun 2006) juga mengandung penyimpangan yang berkaitan dengan diskriminasi, hukum perburuhan dan pelecehan.

Berbagai anomali yang tidak hanya bersifat yuridis, dalam hal hukum Swiss, Italia, atau Eropa, tetapi juga menyimpang secara moral dan teologis, dan ini memberi tahu kami banyak hal tentang kekhasan negara (Vatikan) yang jelas-jelas abnormal ini.

No comments:

Post a Comment