Friday, December 20, 2019

Lucy - JANGAN MENGACAUKAN INFALIBILITAS KEPAUSAN DENGAN KETIDAKSEMPURNAAN


JANGAN MENGACAUKAN INFALIBILITAS KEPAUSAN DENGAN KETIDAKSEMPURNAAN
(KONDISI TANPA CACAT CELA)
13 Desember 2019
By Gustavo Solimeo

Ada banyak kebingungan tentang sifat dan ruang lingkup kharisma infalibilitas Paus.

Banyak umat Katolik dengan pengajaran agama rata-rata, berpikir bahwa Paus yang Berkuasa adalah sempurna dalam segala hal yang ia katakan atau lakukan. Namun, ini bukanlah apa yang ditegaskan oleh doktrin Katolik.

Dua Konsep Berbeda Yang Sering Dikacaukan.

Dengan demikian, sebagian besar umat Katolik mengacaukan Infallibility dan Impeccability. Ini adalah dua hak istimewa yang berbeda:

Infallibility adalah kekebalan dari kesalahan.

Impeccability adalah kondisi tidak mampu berbuat dosa.  Seseorang menjadi tidak bisa berbuat dosa.

Yang pertama (infalibilitas) diberikan kepada Paus;  yang terakhir (kondisi tanpa cacat cela) tidak.

Hanya Bunda Maria yang diberikan keistimewaan unik dari kesempurnaan ini (Impeccability): selain dikandung tanpa Dosa Asal. Memang, Maria, dengan hak istimewa yang khusus dari Allah, bebas dari semua dosa, bahkan dosa ringan, selama seluruh hidupnya.

Bahkan Santo Petrus, Paus pertama dan seorang Rasul, tidak dibebaskan dari kelemahan karena Dosa Asal, seperti yang dapat disaksikan ketika Santo Paulus "secara terang-terangan menentang dia" (Gal 2:11) karena tindakan disiplin tertentu yang ambigu yang disebabkan oleh kekurangan dan kelemahannya.

Kondisi yang Diperlukan untuk Infalibilitas.

Dengan demikian, tidak semua yang dikatakan atau dilakukan oleh Paus adalah sempurna. Persyaratan tertentu haruslah dipenuhi agar pernyataan itu sendiri tidak dapat salah.

Konstitusi Pastor Aeternus dari Konsili Vatikan Pertama (1869-1870), memuat definisi dari infalibilitas kepausan. Dokumen itu menegaskan bahwa: Paus tidak bisa salah ketika ia berbicara ex cathedra, yaitu, ketika ia menjalankan tugas sebagai imam dan guru dari semua orang Kristen berdasarkan otoritas kerasulannya yang tertinggi, ia mendefinisikan doktrin iman atau moral yang harus dipegang oleh Gereja universal.

(Konstitusi Pastor Aeternus dari Konsili Vatikan Pertama bisa dibaca di http://www.catholicplanet.org/councils/20-Pastor-Aeternus.htm)

Ada empat syarat yang harus dipenuhi agar pernyataan Magisterium kepausan tidak bisa salah:

1.  bahwa Paus berbicara sebagai Doktor dan Gembala universal;

2.  bahwa dia menggunakan kepenuhan otoritas kerasulannya;

3.  bahwa dia mengungkapkan keinginan untuk mendefinisikan;

4.  bahwa hal-hal yang didefinisikan berhubungan dengan Iman atau moral.

Pernyataan apa pun yang tidak memenuhi keempat persyaratan ini tidak memiliki hak kekebalan dari kesalahan. Tentu saja, keempat kondisi ini tidak ada dalam sebagian besar tindakan dan dokumen Magisterium kepausan biasa. Apalagi dalam kata-kata, gerak tubuh, dan sikap Paus dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Memandang Gereja Sebagaimana Adanya

Selain itu, infalibilitas adalah kemampuan yang berada dalam diri pribadi Paus yang diberkati dengan kecerdasan dan kehendak bebas. Dia mungkin atau mungkin juga tidak menggunakan kekuatan ini sesuai keinginannya.

Konstitusi Pastor Aeternus yang sama juga menetapkan batas-batas dari infalibilitas kepausan: “Roh Kudus tidak menjanjikan kepada para penerus Petrus bahwa melalui pewahyuan-Nya mereka dapat memperkenalkan doktrin baru, tetapi bahwa, dengan pertolongan-Nya mereka dapat terus menjaga dan dengan setia menjabarkan Wahyu, Deposit Iman, yang telah disampaikan melalui para Rasul.”

Karena itu, umat beriman harus memandang Gereja sebagaimana Tuhan kita Yesus Kristus menjadikan dan mendirikan-Nya, bukan seperti yang mereka bayangkan. Umat ​​Katolik yang saleh harus mengenal, mencintai, mengagumi, dan menghormati Gereja sebagaimana Dia sesungguhnya, yakni: Tubuh Mistik Kristus. Umat ​​Katolik harus mengagumi Gereja dalam kesempurnaan dogma-dogma-Nya, kesucian sakramen-sakramen-Nya, kesatuan-Nya dan kekatolikan misi-Nya. Akan tetapi, kasih, kekaguman, dan hormat ini hendaknya tidak membuat mereka berusaha untuk menyembunyikan kekurangan dan ketidaksempurnaan yang mungkin ada dalam elemen manusia-Nya.

Elemen Manusia Tidak Mengaburkan Yang Ilahi
Memang, Kristus mengijinkan adanya kelemahan semacam itu, seperti yang dinyatakan oleh Paus Pius XII:

“Dan jika kadang-kadang di Gereja muncul sesuatu yang menunjukkan kelemahan sifat manusia kita, hal itu tidak boleh dikaitkan dengan konstitusi yuridisnya, tetapi lebih kepada kecenderungan yang disesalkan terhadap kejahatan yang ditemukan dalam diri setiap individu, yang diizinkan oleh Pendiri Ilahinya, bahkan kadang-kadang di dalam diri anggota-anggota yang paling dimuliakan dari Tubuh Mistik-Nya, dengan tujuan untuk menguji kebajikan Gembala yang tidak kurang dari pada kawanan dombanya, dan bahwa semuanya itu dapat meningkatkan jasa iman Kristen mereka.”

(Pope Pius XII, Encyclical Mystici Corporis Christi ─ On the Mystical Body of Christ, June 29, 1943, n. 66. Retrieved from: 

Gereja sendiri, dalam Litani para Orang Kudus, mengakui adanya 'kapasitas untuk menyimpang dari jalan yang benar' ini, ketika Dia mengundang umat beriman untuk berdoa agar Bapa Suci dan para imam lainnya tidak menyimpang dari iman yang benar :

Ut domnum Apostolicum et omnes ecclesiasticos ordines in sancta religione conservare digneris,
R. Te rogamus, audi nos

Agar Engkau melindungi Uskup Tahta Apostolik, dan semua pejabat Gereja di dalam iman yang kudus,
R. Kami mohon kepada-Mu, dengarkanlah kami.

Dengan demikian, elemen manusiawi dari Gereja mungkin gagal dan bahkan benar-benar gagal karena Paus dan anggota hirarki tidak diberkati dengan kondisi tanpa cacat cela (impeccability).  Sebagai manusia, mereka bisa berbuat dosa karena dikaruniai kehendak bebas, mereka dapat menerima atau menolak tindakan kasih karunia. Namun demikian, ketiadaan kondisi tanpa cacat cela dari kepausan tidak mempengaruhi infalibilitas kepausan.

Di tengah krisis saat ini, umat beriman harus selalu menghormati Hirarki Suci, tanpa syarat mematuhi Iman yang benar, dan cinta dengan dedikasi yang ekstrem kepada Gereja, Yang sepenuhnya adil dan tidak ternoda dalam konstitusi ilahi-Nya dan dalam realitas mistik dan supranatural-Nya, menjadi sebagaimana adanya Dia yang adalah Mempelai Kristus.




No comments:

Post a Comment