Thursday, July 18, 2019

Mgr. Bux - SINODE AMAZON BERUSAHA UNTUK MENGHANCURKAN GEREJA DARI DALAM



Monsignor Nicola Bux (Teolog)

By Diane Montagna

NEWSCATHOLIC CHURCHFAITH Wed Jul 17, 2019 - 11:39 am EST


SEORANG TEOLOG BERKATA:
SINODE AMAZON BERUSAHA UNTUK MENGHANCURKAN GEREJA DARI DALAM



ROMA, 17 Juli 2019 (LifeSiteNews) – Seorang teolog terkenal lainnya,  menyampaikan ‘alarm’ atas Sinode Amazon mendatang, dengan mengatakan bahwa itu adalah upaya untuk "menciptakan gereja lain" dengan "menghancurkan" Gereja yang benar, dari dalam.

Monsignor Nicola Bux, seorang teolog dan mantan konsultan pada Kongregasi untuk Ajaran Iman selama masa kepausan Benediktus XVI, mengatakan dalam wawancara baru-baru ini bahwa "apa yang kita hadapi adalah upaya untuk memodifikasi Gereja secara genetika."

Ditanya mengapa dokumen kerja [Instrumentum laboris] untuk sinode mendatang telah begitu banyak dikritik, Msgr. Bux, yang sekarang melayani sebagai teolog konsultan pada Kongregasi untuk penentuan Orang Kudus, mengatakan “…dalam arti tertentu, jawaban itu baru-baru ini telah diberikan oleh Paus Benediktus (dalam sebuah esai yang diterbitkan setelah pertemuan puncak di Vatikan yang membahas soal pelecehan seksual): itu adalah upaya lain untuk 'membuat Gereja yang lain, percobaan yang sudah dicoba dan gagal.' ”

"Para klerus itu tidak mengajukan pertanyaan penting pada diri mereka sendiri, atas dasar ajaran kristiani: apa yang sebenarnya dibawa Yesus kepada kita jika Dia tidak membawa perdamaian dunia, kesejahteraan untuk semua, dan dunia yang lebih baik?," demikian Msgr. Bux berkata.

“Yesus Kristus datang untuk membawa Allah ke dunia, agar manusia dapat menemukan jalan ke surga: itulah sebabnya Dia mendirikan Gereja,” kata Monsignor Italia itu. "Sebaliknya, para klerus itu, saat ini, merawat bumi seolah-olah itu adalah rumah yang permanen dan abadi bagi manusia. Apa gejalanya? Mereka tidak mau berbicara tentang jiwa, dan karena itu, juga tidak mau berbicara soal keselamatan jiwa.”

Msgr. Bux lebih lanjut mencatat bahwa gagasan-gagasan yang pernah "dikecam" oleh Joseph Ratzinger (sebagai prefek Kongregasi untuk Ajaran Iman) sekarang "mulai terjadi" di dalam Sinode Amazon.

“Gereja tidak lagi dianggap sebagai Tubuh Mistik Kristus dan Umat Allah tidak berorientasi pada keselamatan, tetapi mereka memperhatikan sebuah fenomena sosiologis; karena itu manusia harus berurusan dengan ekonomi, ekologi, dan politik, di mana paling banyak manusia hanya dapat melakukan intervensi untuk penilaian moral saja,” demikian kata Msgr. Bux.

Dia menambahkan bahwa, di bawah pengaruh modernisme, para pendukung gagasan ini mengklaim bahwa “zaman telah berubah” dan bersama hal itu, “dogma baru” diperlukan. Namun dia menunjukkan “ini tidak menjawab pertanyaan: siapa yang memutuskan bahwa zaman telah berubah? Dan apakah perubahan itu selalu baik?”

Dalam wawancara itu, yang diterbitkan ulang di Pan-Amazon Synod Watch, Msgr. Bux juga menyatakan keprihatinannya atas dokumen sinode yang meremehkan perlunya iman kepada Kristus agar bisa diselamatkan.

"Keraguan bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya Juruselamat umat manusia telah menyebar di Gereja sejak periode pasca-konsili," Msgr. Bux menjelaskan. “Untuk beberapa sektor Gereja, evangelisasi telah dibalik menjadi 'diinjili,'” mendorong banyak “paroki dan seminari” untuk mengundang “para pemikir atheistik atau yang masih ragu-ragu” untuk berbicara, bukannya umat Katolik yang saleh dan teguh imannya.

Msgr. Bux mengatakan "Hal ini telah menyebabkan kebingungan dan disorientasi," terutama mengingat katekese yang lemah yang diterima banyak umat Katolik dalam beberapa dekade terakhir.

Jika bukan itu masalahnya, dia mencatat, “…seseorang tidak dapat menjelaskan tontonan kejahatan dan kebusukan yang mencekam masyarakat Italia dan Eropa.” Juga tidak seorang pun dapat menjelaskan bagaimana setiap orang diundang untuk menerima Komuni di dalam Misa, terlepas dari apakah mereka dalam keadaan rahmat atau tidak, apakah mereka Katolik atau bukan.

“Para pastor harus mengajarkan doktrin sesuai dengan bentuk kerasulan yang dipercayakan kepada mereka (Rm. 6:17),” kata teolog itu. “Sebagaimana Monsignor Carlo Maria Viganò baru-baru ini menjawab dalam sebuah wawancara [dengan Washington Post]: ‘Pemberontak yang tidak terhormat adalah mereka yang berniat untuk menghancurkan atau mengubah tradisi Gereja yang abadi.’ “

Berbicara tentang dokumen kerja sinode yang menggunakan istilah ‘inkulturasi,’ Msgr. Bux mengatakan “Itu disajikan dengan cara yang terbalik: tujuannya adalah mengembalikan Gereja di Amazon kepada animisme dan spiritualisme, membuatnya menarik diri dari Firman Allah yang disampaikan kepada mereka melalui evangelisasi. Sebuah agama alami dengan topeng Kristen, seperti yang dikatakan Cardinal Brandmüller dalam pernyataannya baru-baru ini."

Ditanya tentang pujian dokumen kerja itu kepada "cosmovision" dari masyarakat adat, Msgr. Bux mengatakan bahwa hal itu mewakili "sebuah penalaran yang kabur" dan sebuah perjalanan kembali kepada "agama alami" dan "spiritualisme."

Namun alam memang memiliki pelajaran berharga yang mengajar kita tentang Gereja, kata teolog Italia itu.

“Perkembangan alami, yang terjadi secara organik (sehingga apa yang salah kemarin tidak mungkin benar hari ini) hendaknya membantu kita untuk memahami bahwa ajaran Gereja adalah sebuah kumpulan doktrin yang organik,” katanya.

“Sebaliknya,” dia mengamati, “para klerus dicemari oleh semacam Darwinisme yang menghasilkan evolusionisme doktrinal dan moral - seperti yang ditulis Kardinal Brandmüller; yang merupakan kebalikan dari pengembangan organik dari subjek yang tetap setia pada identitasnya sendiri."

“Hanya badan inilah yang bisa disebut Gereja, setidaknya berdasarkan konstitusi Vatikan I dan II, Dei Filius, Lumen Gentium dan Dei Verbum,” katanya.

Msgr. Bux, yang juga seorang ahli liturgi, mengatakan bahwa tanda-tanda infeksi ajaran Darwin ini dapat dilihat dalam sikap dokumen kerja sinode terhadap sakramen-sakramen, khususnya Imamat.

“Setelah semua perdebatan pra-konsiliar dan pasca-konflik tentang tidak terpisahnya kuasa untuk memerintah dan kuasa yurisdiksi,” katanya, “Instrumentum Laboris mengusulkan yang sebaliknya untuk membenarkan adanya perutusan yang ditahbiskan bagi perempuan. Karena itu, kita semakin menjauh dari Gereja-Gereja Timur.”

“Identitas episkopal, imamat, dan diakon harus dipahami bahwa itu adalah Allah yang memanggil dan Gereja menegaskannya dengan penahbisan; bukan dari komunitas (manusia), seolah-olah Gereja adalah sebuah demokrasi."

Menolak proposal dokumen untuk menahbiskan pria yang sudah menikah, atau viri probati, Msgr. Bux mengatakan “Sejarah Gereja mengajarkan bahwa krisis panggilan imamat diselesaikan melalui iman yang hidup: di mana iman itu hidup, panggilan misionaris akan lahir, sampai munculnya lembaga-lembaga untuk pembentukan klerus pribumi. Tuhan selalu memanggil manusia untuk mengikuti Dia!”

Mengenai proposal dokumen kerja bahwa ritual Misa hendaknya disesuaikan dengan adat Amazon lokal, Msgr. Bux mengamati bahwa Ritus Romawi telah ditransmisikan ke berbagai bangsa di seluruh dunia dan merupakan "ekspresi persekutuan semua umat beriman dalam Kristus di luar batas-batas bahasa, bangsa, dan ras."

“Sambil menghormati budaya, liturgi mengundang mereka untuk menyucikan dan menguduskan diri mereka sendiri,” katanya. "Sebenarnya," katanya, perlakuan dokumen kerja terhadap liturgi "adalah pertanyaan tentang penentangan yang tersembunyi terhadap Gereja Roma."

Msgr. Bux mengatakan, “Adalah ‘aneh’ yang ingin mereka lakukan setelah berabad-abad evangelisasi benua Amerika, dan adopsi Ritus Romawi.“ Siapa yang memberi tahu penduduk asli Amazon bahwa 'mereka telanjang,' jika tanpa ritual mereka sendiri?,” dia bertanya.

Dia mengatakan usulan adopsi kebiasaan non-Kristiani ke dalam liturgi adalah "tidak sesuai" dan "bertentangan" dengan Ritus Roma, kecuali jika seseorang ingin terlibat dalam "hibridisasi dan sinkretisme yang menuntun umat beriman kepada kesesatan."

"Kita dihadapkan dengan upaya untuk memodifikasi Gereja secara genetis, mempertanyakan iman dan kesatuan ritus Roma yang mengungkapkannya (lih. Sacrosanctum Concilium nn 37-38)," kata Msgr. Bux.

Dalam wawancara, Msgr. Bux juga mengatakan dia merasa "luar biasa" bahwa Amazon dianggap sebagai "tempat teologis," yaitu sumber wahyu yang khusus.

Atas kritik Kardinal Walter Brandmüller terhadap Instrumentum laboris, Mgr. Bux mengatakan bahwa dengan mempertanyakan Wahyu Ilahi, dokumen itu “melepaskan diri dari kebenaran iman Katolik,” dan hal itu berarti “murtad.”

Msgr. Bux mencatat bahwa memang “penting” jika Instrumentum laboris telah menerima “persetujuan yang antusias - dan mungkin saran - dari Leonardo Boff, seorang mantan imam Fransiskan, seorang pembela historis dari teologi pembebasan yang, pada tahun 1970-an, diperingatkan dan ditegur oleh Kongregasi untuk Ajaran Iman.”

Msgr. Bux mengakhiri wawancara dengan mengatakan:

Tidak ada pembebasan tanpa pertobatan kepada Kristus. Instrumentum Laboris tidak pernah menyebutkan kata ini, yang merupakan awal dari Injil Yesus Kristus, tetapi, seperti yang telah diamati oleh para kardinal, imam, dan umat beriman, Instrumentum Laboris bertentangan dengan poin-poin yang menentukan ajaran Gereja yang mengikat - yaitu, di mana setiap umat Katolik terikat kepadanya – dan dokumen itu dapat dikualifikasikan sebagai bidaah. Sebuah serangan terhadap fondasi iman, yang mereduksi agama Katolik menjadi subjektivisme murni. Sepertinya Yesus Kristuslah yang harus bertobat kepada ‘keilahian’ Amazon yang baru. Inikah “iman Katolik yang disampaikan oleh para Rasul,” ketika kita berdoa dalam Kanon Romawi?

No comments:

Post a Comment