Thursday, July 11, 2019

ROH SETAN PAGANISME MEMBAYANGI SINODE AMAZON




ROH SETAN PAGANISME MEMBAYANGI SINODE AMAZON




Sesuatu yang kuno - paganisme – yang sedang berjuang untuk dilahirkan kembali.’ Itulah yang kini sedang  membungkuk-bungkuk menuju kelahirannya kembali, seperti ‘binatang buas’ Yeats, yang berusaha untuk sampai pada waktunya.

Kemunculannya di tengah maraknya apa yang dilakukan oleh seorang pengusir setan, pastor Chad Ripperger, menggambarkan dengan buruk sebagai "generasi keenam." [i] Menurut pastor Ripperger, ‘roh setan’ dari generasi tertentu bisa menimpa atau menyerang generasi yang berbeda. Misalnya, roh setan untuk Generasi X dan Y adalah berupa ‘semangat amoralitas atau ketiadaan religiusitas,’ sementara itu generasi Z - yang secara umum, menerima roh (setan) ‘tidak ada pembentukan moral sama sekali’ – yang berarti bahwa generasi itu ‘diliputi oleh semangat kebobrokan.’

Tetapi ‘generasi keenam’ saat ini -- mereka yang lahir sekitar tahun 2008 dan sesudahnya - akan memiliki semangat atau roh yang tidak seperti semangat atau roh dari generasi sebelumnya.

Sebagaimana pastor Ripperger menjelaskan:

Para pengusir setan tahu bahwa pengenalan ke dalam okultisme hampir selalu dilakukan melalui imoralitas, terutama imoralitas di bidang perintah keenam dan kesembilan (perzinahan dan menginginkan istri orang lain). Generasi sebelumnya secara lebih lambat turun dan jatuh ke dalam kebobrokan seksual, dibandingkan dengan generasi saat ini, yang banyak didorong oleh industri pornografi yang produktif, dimana hal ini telah membuka pintu bagi semangat paganisme.

"Perjalanan kebobrokan moral dan keingintahuan akan hal-hal gaib, akan menghasilkan generasi berikutnya yang menginginkan atau benar-benar memiliki penyembahan secara terbuka terhadap ‘dewa-dewa lain,' " demikian kata pastor exorcist ini.

Berbagai pendapat lainnya juga mengamati adanya gerakan  ’kembali kepada paganisme.

Ross Douthat menyampaikan pendapatnya:

[Pandangan dunia ini mencakup kepercayaan] bahwa keilahian pada dasarnya ada di dalam dunia ini, bukan di luarnya, dan bahwa Tuhan atau para dewa atau Makhluk itu pada akhirnya adalah bagian dari alam, bukan pencipta eksternal, dan bahwa makna dan moralitas dan pengalaman metafisik itu harus dicari di dalam persekutuan yang lebih penuh dengan dunia ‘yang tetap ada,’ daripada lompatan ke arah dunia yang transenden [.] ... Saya melihat tujuan agama dan spiritualitas sebagai lebih terapeutik, sebagai sarana untuk mencari harmoni dengan alam dan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari [.]

Seperti yang dicatat Douthat, terdapat tanda-tanda kebangkitan ‘panteisme intelektual’ dan ‘agama sipil yang berfokus pada dunia’ – dimana hal ini terbukti dalam apa yang disebut sebagai, misalnya, ‘teologi keadilan sosial.’ Dan ada peningkatan dalam ‘supernaturalisme populer’ yang diwujudkan oleh praktik-praktik New Age, paranormal dan medium; dan ‘neo-paganisme eksplisit, Wiccan dan lainnya.’ “

Juga sering dicatat bahwa sekarang ada lebih banyak penyihir daripada orang  Presbyterian di AS.

Douthat mengatakan bahwa kita hanya menunggu ‘para filsuf panteisme dan agama sipil ... untuk membangun jembatan religius menuju New Age dan neo-pagan.’ “Kita hanya menunggu mereka untuk menciptakan ‘cara aktual untuk beribadah, bukan hanya untuk menghargai, tatanan panteistik yang mereka pahami.”

"Mungkin seorang nabi dari paganisme baru yang selaras telah menunggu di sayap-sayap," katanya.

¤ ¤ ¤

Sementara itu, sinode Amazon telah meluncurkan dokumen kerja yang bersifat neo-pagan yang berani - sebuah teks yang memuji-muji ritual penyembahan berhala (IL no. 87) dan ‘iman kepada Allah Bapa- Ibu Pencipta’ (IL no. 121) serta ‘dialog dengan para roh” (IL no. 75).

Dokumen tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh José Antonio Ureta, menganut paham ‘pendewaan alam’ yang dipuji-puji oleh konferensi lingkungan PBB. Ureta menunjuk pada pidato penutup yang diungkapkan oleh pejabat PBB pada konferensi Rio 1992:

Setelah konferensi Rio manusia akan harus mencintai dunia [.] ... Di atas dan lebih tinggi daripada kontrak moral dengan Allah, di atas dan lebih tinggi daripada kontrak sosial, yang dilakukan oleh manusia, kita sekarang harus menyimpulkan kontrak etis dan politik dengan alam [.] ...

Bagi orang-orang dahulu, Sungai Nil adalah dewa yang harus dihormati, seperti halnya Rhine, sumber mitos Eropa yang tak terbatas, atau hutan Amazon, disebut sebagai ‘bunda hutan.’ Di seluruh dunia, alam adalah tempat tinggal para dewa yang memberi sebuah kepribadian kepada hutan, padang pasir atau pegunungan, yang menuntut penyembahan dan penghormatan dari manusia. Bumi memiliki jiwa. Untuk menemukan jiwa itu lagi, untuk memberinya kehidupan baru, itulah inti dari konferensi Rio.

Seperti yang ditunjukkan Ureta, dokumen kerja (IL) sinode Amazon, yang mengutip teks Bolivia, juga menyatakan bahwa hutan ‘adalah makhluk atau berbagai makhluk yang dengan siapa kita musti berhubungan… ‘ (IL no. 23). Hal Ini berlanjut dengan mengidealkan masyarakat pribumi yang ‘belum (dipengaruhi) oleh peradaban Barat’ – yaitu orang-orang dengan ‘kepercayaan dan ritus yang tidak tersentuh dalam hal tindakan-tindakan dari roh, dari banyak nama keilahian yang bertindak dengan dan di wilayah itu" (IL no. 25 ).

Seperti yang dikatakan oleh sejarawan Roberto de Mattei, orang-orang yang ‘istimewa’ ini "telah dibebaskan dari monoteisme dan telah memulihkan kembali animisme dan politeisme." Menurut dokumen itu, "Roh Pencipta yang mengisi alam semesta" yang panteistik telah "memelihara spiritualitas bangsa-bangsa (Amazon) ini selama berabad-abad, "Menghasilkan" buah "yang luar biasa (IL no. 120).

Begitulah, Gereja tampaknya tidak usah bertobat, tetapi Gereja harus belajar dari para nabi (Amazon) seperti itu. Gereja harus mengenali "jalan / jalur lain yang berusaha menguraikan misteri Allah yang tidak pernah habis" - menumpahkan "keterbukaan yang tidak tulus" yang "mencadangkan keselamatan khusus bagi keyakinan seseorang."

Singkatnya, Gereja harus menegaskan bahwa "kasih yang juga hidup di dalam agama apa pun akan menyenangkan Allah" (IL no. 39).

“Teks yang luar biasa ini,” seperti yang ditunjukkan oleh Peter Kwasniewski, “dengan blak-blakan mengesampingkan pandangan tradisional tentang evangelisasi, keselamatan jiwa, dan pengudusan jiwa.” Pada akhirnya, adalah keinginan dan gagasan dari kaum Modernis bahwa “setiap agama, bahkan agama paganisme, harus dianggap benar." (Pascendi).  Mungkin itu sebabnya penulis utama dokumen kerja itu, Uskup Erwin Kräutler, mengatakan, "Saya belum pernah membaptis satu pun orang Indian, dan saya juga tidak akan melakukannya."

Akhirnya, seperti yang dikatakan oleh Ureta:

Dalam dialog antar budaya ini, Gereja juga harus memperkaya dirinya sendiri dengan unsur-unsur kepercayaan kafir dan / atau panteistik yang jelas seperti 'iman kepada Allah Bapa-Ibu Pencipta,' 'hubungan dengan leluhur,' 'persekutuan dan harmoni dengan bumi' (IL no. 121) dan hubungan dengan 'berbagai kekuatan spiritual' (IL no. 13). Bahkan sihir pun tidak dikesampingkan oleh 'pengayaan' ini. 'Menurut dokumen kerja sinode itu: 'Kekayaan flora dan fauna hutan mengandung 'farmakope hidup' dan prinsip-prinsip genetika yang belum dijelajahi '' (IL no. 86). Dalam konteks ini, ‘Ritual dan upacara adat adalah sangat penting untuk kesehatan integral ... Mereka menciptakan harmoni dan keseimbangan antara manusia dan kosmos. Mereka melindungi kehidupan dari kejahatan yang dapat disebabkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Mereka membantu menyembuhkan penyakit yang merusak lingkungan, kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (IL no. 87).

Paganisme baru yang diselaraskan, telah siap dan membungkuk untuk dilahirkan. Sengaja menginginkan atau benar-benar melakukan pemujaan terbuka terhadap 'dewa-dewa' lain…

Saya tidak dapat melupakan kalimat itu dari pikiran saya ketika saya membaca sebuah dokumen sinode resmi, yang oleh Kardinal Walter Brandmüller dikatakan bersalah atas "penyembahan berhala yang bersifat panteistik," "gagasan agama yang murni imanen," "murtad," bidaah, dan lain-lainnya.

¤ ¤ ¤


Apakah roh setan yang sama, yang telah menyerang dan menguasai generasi masa lalu, seperti yang saya katakan di bagian atas dari tulisan ini,  yang menghantui dunia luar, kini dan saat ini juga sedang melanda Gereja? Apakah kebetulan bahwa setelah dua sinode tentang keluarga (2014&2015) dan Amoris Laetitia (2016) yang hasilnya menyerang Perintah Keenam, lalu dokumen kerja dalam sinode Amazon mendatang juga tenggelam dalam bayang-bayang neo-paganisme terbuka?

Ketika generasi keenam muncul, apa yang akan menyelinap ke depan untuk dilahirkan?


[i] Ripperger, Chad. “The Sixth Generation,” Latin Mass Magazine, Summer 2012, pp. 34-38.

Julia Meloni writes from the Pacific Northwest. She holds a bachelor’s degree in English from Yale and a master’s degree in English from Harvard.


No comments:

Post a Comment