Friday, September 28, 2018

ACTION PLAN BAGI UMAT AWAM DI SAAT YANG GELAP SEKARANG




ACTION PLAN BAGI UMAT AWAM DI SAAT YANG GELAP SEKARANG



Paus masih juga tidak bersedia memberikan jawaban bagi kita. Apakah kita benar-benar membutuhkannya pada titik ini?

Uskup-uskup yang telah dipromosikan oleh paus, ramai-ramai membela dia dan terus membelokkan perhatian publik dari dia dan kelompoknya. Dan apa yang kita lakukan sebagai umat yang setia kepada Kristus? Kita duduk, kita khawatir, kita merenung, kita berdoa.

Apa ini cukup?

Menghadapi hierarki yang menutupi diri mereka dan sekutu mereka di tengah skandal ini, serta para klerus yang lebih rendah tak memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan dalam suasana kepausan saat ini, para pemimpin Gereja kita tetap bersikap statis. Tampaknya Gereja, seperti anggotanya yang awam, sebagai sebuah institusi (dengan sikap polos dan penuh rasa bersalah), hanya terhenti, sambil menunggu agar perubahan terjadi pada seorang paus yang tidak memberikan indikasi untuk melakukan perubahan dan reformasi, tidak ada indikasi untuk mengakui kesalahannya, tidak ada indikasi untuk mengundurkan diri.

Jangan lupa apa yang menyulut semua ini: pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, remaja, dan orang dewasa, oleh para klerus dan terus menerus ditutup-tutupi dari tingkat terendah hingga tertinggi Gereja. Para korban ini menyerukan agar kita menghentikan sikap statis, bahkan ketika sudah jelas bahwa Francis dan kelompoknya tidak berniat untuk melakukan tindakan apapun demi kepentingan orang lain, kecuali demi kepentingan kelompok mereka sendiri.

Seruan untuk menegakkan keadilan dan tindakan demi kepentingan para kurban sangat keras. Kita semua telah mendengarnya.

Kita harus bertindak. Namun apa yang bisa kita lakukan sebagai umat awam?

Doa dan Silih

Sementara paus menyerukan keheningan dan doa, tetapi hal itu bukanlah apa yang ingin saya bicarakan di sini, juga bukan apa yang kita butuhkan saat ini.

Padre Pio berkata, “Doa adalah senjata terbaik yang kita miliki.” Ini adalah percakapan langsung kita dengan Tuhan. Ya, kita sudah berdoa untuk para korban. Tetapi penekanan pada penyatuan doa ke dalam kehidupan sehari-hari anda, seperti apa yang diajarkan oleh Benediktus Nursia, membuat segala sesuatu yang kita lakukan merupakan tindakan silih bagi orang yang dilecehkan dan menjadi korban. Mempersembahkan sedikit penderitaan harian, atau silih, adalah suatu bentuk doa. Tuhan kita Yesus Kristus menyatukan penderitaan kita secara kekal dengan penderitaan-Nya di kayu salib untuk keselamatan jiwa kita. Dengan berdoa dan mempersembahkan doa-doa kita sebagai silih, kita menyatukan penderitaan para korban dengan penderitaan kita yang lebih tingan, dan kita mempersembahkan semua itu kepada Yesus Kristus, dimana hanya Dia sendiri yang dapat menebus Gereja-Nya.

Tolaklah modernisme (sebanyak mungkin)

Saya mengusulkan tindakan ini dengan butiran garam, ketika saya menggunakan laptop saya untuk menulis ini. Kita semua tidak bisa menjadi rahib dalam sebuah biara yang tertutup, dan melepaskan semua kehidupan modern sepenuhnya. Tetapi apa yang bisa kita lakukan adalah menolak modernitas yang dipaksakan kepada kita oleh masyarakat sekuler. Ada perbedaan antara penggunaan telepon seluler (untuk perbandingan) dan membengkokkan ajaran moral Katolik sesuai dengan tuntutan sosial pada masalah penggunaan kontrasepsi, misalnya.

Menolak modernisme di sini tidak berarti diam-diam mengikuti ajaran Gereja dalam masalah itu. Sebaliknya, hal itu mengharuskan kita untuk secara aktif berpegang pada senjata kita dan berdiri membela sikap dan pendirian Gereja, tidak peduli meski para pemimpin merendahkan ajaran Gereja. Tetap menjadi suara Gereja Yesus Kristus meski masyarakat luas akan menyebut anda gila karena inilah yang dimaksud dengan kesucian.

Apa hubungannya dengan skandal yang terjadi ini? Di sebuah dunia di mana paus sedang menyakiti Gereja sejak jauh hari sebelum skandal saat ini muncul, di mana dia telah merongrong Gereja (dengan mempromosikan penerimaan Komuni Kudus secara sakrilegi oleh para pezina, misalnya), maka menjadi pembela iman dan doktrin adalah sangat penting bagi umat awam. Hal ini terutama benar mengingat terjadinya skandal ini: ketika kepemimpinan Gereja dituding sebagai pelaku ketidakadilan terhadap umat, maka Gereja akan menuntut munculnya para pembela iman yang teguh dan suci untuk maju ke depan.

Kembali kepada akar-akar kita

Ketika seorang anak terluka, tersakiti, takut, atau khawatir, ke mana dia pergi untuk mendapatkan kenyamanan? Kepada pelukan orang tuanya, tentu. Maka umat dalam Gereja perlu berlari kepada pelukan Bapa kita, Yesus Kristus, dan Ibu (Nya) kita, Perawan Maria Yang Terberkati. Kita harus kembali kepada akar-akar kita, asal kita - yaitu, Keluarga Kudus kita. Seperti dalam perumpamaan anak yang hilang, Yesus Kristus, berperan sebagai ayah, menyambut kita dengan tangan terbuka, siap dan bersedia untuk menghibur kesedihan dan luka-luka yang dialami oleh Gereja-Nya. Cara terbaik untuk mencari penghiburan dari Tuhan adalah dengan kembali kepada dasar-dasar iman kita. Menghadiri Misa harian secara teratur, melakukan adorasi Sakramen Mahakudus, dan secara teratur mengaku dosa kepada seorang bapa pengakuan dalam Sakramen Rekonsiliasi adalah cara luar biasa yang dapat kita manfaatkan untuk kembali kepada apa yang membuat kita menjadi Katolik - dan dengan demikian kita mencari penghiburan yang sangat kita butuhkan sebagai Gereja-Nya yang telah rusak, tetapi tidak sampai terpecah. Selain itu, menghadiri Misa Latin tradisional akan mengembalikan kita kepada akar-akar kita dengan membawa kita ke pada cara seperti yang dimaksudkan oleh para Bapa Gereja awali untuk merayakan liturgi kudus. Kitab Wahyu menggambarkan Perjamuan Anak Domba yang sangat mirip dengan cara Misa Latin tradisional dirayakan setiap hari Minggu. Kita dapat ikut ambil bagian aktif dalam Perjamuan ini, khususnya ketika menghadiri Misa Latin dari para leluhur (para Bapa Gereja) kita.

Berani berbicara

Terakhir, menjadi anggota Gereja yang aktif dan vokal dapat memperkuat pengantin perempuan Kristus yang lemah. Hal ini lebih dari sekedar menulis surat kepada uskup kita, memohon mereka untuk berbicara. Marilah kita merebut kembali tempat kita di dalam Gereja sebagai kekuatan pendorongnya. Hal ini dimulai dengan kegiatan sehari-hari yang tampaknya biasa-biasa saja, dimana kita dapat ambil bagian dalam paroki-paroki lokal kita. Jadilah pemimpin yang kuat di paroki anda. Terlibat dalam kegiatan Gereja. Bergabunglah dengan dewan dan komite di paroki anda dan di keuskupan anda. Jadilah dukungan yang dibutuhkan bagi para korban di komunitas kita sendiri.

Kekuatan Gereja kita secara keseluruhan dimulai dari diri anda. Hal itu dimulai di rumah.

Apa hubungannya semua ini dengan skandal yang kita hadapi sekarang? Paus Fransiskus memanggil kita sebagai umat Katolik untuk menuntun Gereja keluar dari skandal dimana dia sendiri tidak mau menghadapinya. Biarlah dia begitu. Tetapi, beginilah cara kita menuntun Gereja.

Meskipun tanggapan oleh kepemimpinan Gereja belum ada sampai sekarang, Paus Fransiskus dapat memperoleh apa yang dia minta. Dia memanggil kita untuk membawa skandal ini ke tangan kita sendiri. Melalui kelambanan dan sikap diamnya, dia mungkin secara tidak sengaja memprovokasi kita untuk melakukan hal ini. Manfaatkanlah sikap Paus Fransiskus untuk apa yang anda inginkan, karena umat beriman akan menjadi kekuatan yang dibutuhkan Gereja untuk mengatasi saat yang gelap ini. Lakukanlah inisiatif-inisiatif ini - doa yang sungguh-sungguh; keinginan untuk membela ajaran, tradisi, dan nilai-nilai luhur Gereja; dan memungkinkan diri kita untuk memimpin Gereja kita di tingkat lokal kita - mungkin hal ini tampak kecil, tetapi Tuhan menggerakkan gunung dengan tindakan kecil kita.

Bunda Teresa mengatakannya dengan luar biasa: “Tidak semua dari kita dapat melakukan hal-hal yang besar, tetapi kita dapat melakukan hal-hal kecil dengan kasih yang besar.” Itulah yang dibutuhkan Gereja kita sekarang. Itulah yang bisa kita lakukan.

No comments:

Post a Comment