Friday, September 21, 2018

FATIMA DAN DIMENSI KENABIAN DARI KRISIS AMORIS LAETITIA


FATIMA DAN DIMENSI KENABIAN DARI KRISIS AMORIS LAETITIA 

by Thomas L. Mulcahy, M.A.





 (Photo: Public Domain, U.S.A.)


“Masing-masing dari kita tahu betapa pentingnya ajaran yang mewakili tema sentral Ensiklik ini dan yang saat ini sedang disajikan kembali dengan otoritas Penerus Petrus. Masing-masing dari kita dapat melihat keseriusan dari apa yang terlibat, tidak hanya bagi tiap individu, tetapi juga bagi seluruh masyarakat, dengan penegasan kembali universalitas dan keabadian dari perintah moral, terutama yang melarang, yang selalu dan tanpa pengecualian, terhadap tindakan-tindakan yang pada dasarnya adalah  jahat. (Pope John Paul II, Veritatis Splendor, no. 115)

Sejak kenaikan ke surga, rencana Allah mulai dipenuhi. Kita sudah hidup dalam "waktu terakhir" (1 Yoh 2:18). "Jadi sudah tibalah bagi kita akhir zaman (lih. 1 Kor 10:11). Pembaharuan dunia telah ditetapkan, tak dapat dibatalkan, dan secara nyata mulai terlaksana di dunia ini. Sebab sejak di dunia ini Gereja ditandai kesucian yang sesungguhnya meskipun tidak sempurna" (LG 48). Sudah sekarang Kerajaan Kristus menunjukkan kehadirannya melalui tanda-tanda ajaib, yang mengiring pewartaannya oleh Gereja. (Catechism of the Catholic Church, no. 670)

Sejak pertama kali postinang ini ditulis, hampir setahun yang lalu, krisis atas Amoris Laetitia terus bergerak semakin dalam dan semakin cepat, dan di antara mereka yang melihat anjuran kepausan ini (Amoris Laetitia) sebagai "perubahan paradigma" dalam moralitas Katolik, beberapa dari mereka bahkan menyoroti dokumen tersebut yang menunjukkan atau menyiratkan bahwa mungkin diizinkan untuk menyetujui atau memberkati perkawinan homoseksual didalam Gereja (dan tidak sulit untuk menduga bahwa gagasan ini akan mendapatkan momentum lebih lanjut di bawah tuntunan pemikiran Amoris Laetitia). Seluruh gagasan tampaknya adalah bahwa - melalui suatu proses pembedaan pribadi – bahwa sebuah tindakan yang secara intrinsik adalah jahat, hal itu dapat dibenarkan dan dilihat sebagai baik di mata Tuhan (lihat AL 301-303, misalnya).

Dalam beberapa minggu terakhir saya telah membaca laporan tentang sebuah komisi di Vatikan yang mempelajari kemungkinan memodifikasi Humanae Vitae, dari seorang anggota Yahudi dari Akademi Vatikan untuk membahas kemungkinan adanya beberapa pengecualian yang akan membenarkan (mengijinkan) tindakan aborsi dalam keadaan khusus, dan tentu saja, hal itu berarti melanjutkan drama yang melibatkan ucapan Kardinal Marx yang berkaitan dengan kemungkinan memberkati relasi homoseksual (yang berkenaan dengan pemberkatan atas relasi seperti itu,) dimana Kardinal Marx berkata, “Dalam hal ini saya benar-benar harus menyerahkan masalahnya kepada pastor setempat yang mendampingi orang itu”. Perlu dicatat, dalam artikel baru-baru ini oleh Maike Hickson menunjukkan, bahwa Uskup Franz-Josef Bode, Wakil Presiden Konferensi Waligereja Jerman, “telah menyerukan diadakannya diskusi tentang kemungkinan memberkati relasi homoseksual. Dia percaya akan ada 'banyak hal yang positif' dalam hubungan semacam itu.” Tentu saja, jika saja Paus mau mengatakan “berkat ini tidak mungkin diberikan,” yang seharusnya sudah dia lakukan sejak beberapa saat sebelumnya, maka umat awam bisa terhindar dari semua kebingungan dan bahaya bagi iman mereka ke depan.

Beberapa hari yang lalu saya membaca bahwa Kardinal Gerhard Müller, yang diberhentikan oleh Paus Fransiskus dari jabatannya sebagai Prefek untuk Kongregasi Ajaran Iman, "dia (Kardinal Müller) menolak gagasan tentang adanya 'perubahan paradigma' dalam pengajaran Gereja." Artikel dari CWN menambahkan: “Dalam perselisihan publik yang tidak biasa terjadi di antara para kardinal terkemuka, mantan prefek Kongregasi untuk Ajaran Iman ini mempermasalahkan penggunaan sebuah istilah (“ pergeseran paradigma”) yang digunakan oleh Sekretaris Negara, Kardinal Pietro Parolin, dengan merujuk kepada Amoris Laetitia. Kardinal Müller mengatakan bahwa istilah itu 'tampaknya kambuh menjadi cara-cara yang dipakai oleh kaum modernis dan subyektif dalam menafsirkan iman Katolik'.”

Terus terang, istilah “pergeseran paradigma” tampaknya menjadi eufemisme (atau kata-kata kode) untuk menyebutkan “ajaran baru” atau, orang mungkin berpendapat sebagai ‘bidaah kuno yang baik’ (seperti yang tampaknya dimaksudkan oleh Cardinal Muller).

Di sini, di Amerika Serikat, Kardinal Cupich telah mulai mengadakan konferensi untuk para Uskup mengenai penerapan dari Amoris Laetitia (dan Kardinal Cupich senang dengan mengatakan bahwa Amoris Laetitia lebih mendukung moralitas yang berdasarkan kepada hati nurani ‘yang lebih dewasa’ – dimana dia mendukung pendekatan subyektif terhadap Moralitas Katolik). Dan seorang konsultan kepausan yang terkenal, memberikan ceramah di Amerika (di Boston College) di mana dia mengatakan bahwa tidak ada lagi norma-norma moral (Pastor Antonio Spadaro, yang mengatakan: "Tidak mungkin lagi menghakimi orang atas dasar suatu norma yang berdiri di atas semua.”). Ada banyak lagi contoh yang dapat saya berikan tentang serangan fundamental terhadap prinsip-prinsip moral Katolik yang telah membimbing Gereja selama dua ribu tahun ini.

Oleh karena itu pertanyaan yang patut disampaikan adalah: Apakah Gereja Katolik berada di ambang kehancuran moralitasnya sendiri? Dasar pemikiran dari tulisan-tulisan yang disampaikan di bawah ini adalah bahwa hukuman ringan yang dinubuatkan di Fatima, akan berhubungan dengan dimasukkannya ajaran-ajaran sesat ke dalam ajaran Gereja.

‘Etika situasi’ (yang mengedepankan subyektivisme) sangatlah dikecam oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Veritatis Splendor, namun kita semua melihat adanya kerangka berbahaya dari paham subjektivisme ini di dalam Amoris Laetitia (lihat 301-303), dan riak gelombang yang mengalir dari hal ini adalah secara radikal mengubah moralitas Katolik dengan melalui persetujuan atas tindakan yang pada dasarnya adalah jahat. Apakah Gereja berpikir bahwa Tuhan akan bersikap pasif selama serangan yang direncanakan dan disengaja ini terhadap moralitas Katolik, yang sangat bertentangan dengan perintah moral dari pesan Fatima dan ajaran Gereja yang menetap?

Ini adalah catatan pribadi saya mengenai dimensi kenabian dari krisis di dalam moralitas Katolik yang dihasilkan oleh Amoris Laetitia. Penulis tidak memiliki karisma atau keahlian kenabian yang khusus, dan garis besar yang disajikan di sini merupakan hasil dari analisisnya terhadap beberapa materi tertentu (selain Alkitab) yang dirujuk dalam catatan, bersama dengan keadaan yang terjadi saat ini yang menantang Gereja dan dunia. Seperti kutipan di atas, dari Katekismus no. 670, yang menyatakan, "…kita sudah berada di waktu terakhir."

SEBUAH GARIS BESAR PERISTIWA KENABIAN YANG AKAN KITA HADAPI SAAT INI ATAU SANGAT SEGERA:

1. Nubuatan kunci kita adalah dua rahasia pertama Fatima, dan kita akan melihat bahwa pemurnian dan masa damai yang disampaikan dalam nubuat Fatima bertepatan dengan spektrum luas ramalan Katolik secara keseluruhan.

2. Kita juga akan memberikan bobot penting pada pernyataan kenabian berikut ini dari St. Paus Yohanes Paulus II, yang disampaikan selama kunjungannya ke Amerika Serikat pada tahun 1976 ketika dia masih menjadi Kardinal:

“Saat ini kita sedang berdiri di hadapan konfrontasi historis terbesar yang dialami umat manusia. Saya tidak berpikir bahwa lingkaran luas masyarakat Amerika atau lingkaran luas komunitas Kristen menyadari hal ini sepenuhnya. Kita sekarang menghadapi konfrontasi terakhir antara Gereja dan anti-Gereja, antara Injil versus anti-Injil.

“Kita harus siap untuk menjalani cobaan-cobaan besar di masa depan yang tidak terlalu jauh; cobaan-cobaan yang akan menuntut kita untuk siap menyerahkan bahkan hidup kita, dan suatu penyerahan diri secara total kepada Kristus dan bagi Kristus. Melalui doa anda dan doa saya, adalah mungkin untuk meringankan kesengsaraan ini, tetapi tidak mungkin lagi untuk menghindarinya. . . . Berkali-kali pembaruan Gereja telah terjadi di dalam darah! Kali ini tidak akan berbeda dengan sebelumnya.”

3. Kita juga mencatat bahwa St. Louis de Montfort mengatakan bahwa Perawan Maria (dan khususnya mereka yang dikonsekrasikan kepada Maria) akan memainkan peran penting dalam mewujudkan pemenuhan Kerajaan Yesus dalam sejarah (perhatikan juga bahwa para ahli tidak sependapat tentang bagaimana orang kudus ini mengatakan bahwa hal ini akan terjadi). Lihat Buku Pegangan tentang Spiritualitas St. Louis de Montfort, halaman 345-365 tentang “Akhir Zaman.”

Orang kudus yang lain, Maximilian Kolbe, mengatakan berikut ini:
“Zaman modern akan didominasi oleh setan dan akan lebih besar lagi di masa mendatang. Konflik dengan neraka tidak bisa dilakukan oleh manusia, bahkan yang paling pintar sekalipun. Yang Tak Bernoda (Maria) sendiri memiliki janji dari Allah bahwa dia akan memperoleh kemenangan atas setan. Namun, dengan diangkat ke Surga, maka Bunda Allah saat ini membutuhkan kerja sama dengan kita. Dia mencari jiwa-jiwa yang akan membaktikan diri sepenuhnya kepadanya, yang di tangannya akan menjadi instrumen yang efektif untuk mengalahkan Iblis dan demi penyebaran Kerajaan Allah di atas bumi.”(Dari situs web EWTN)

4. Dalam bukunya, Catholic Prophecy:The Coming Chastisement , Yves Dupont memberikan kesimpulan berikut:

“Saya menganggap sudah pasti bahwa akan ada dua tahap yang berbeda. Tahap pertama hanya akan menjadi awal dari dukacita (lihat Mat. 24: 8), dan hal itu akan dipersingkat demi kepentingan umat pilihan, dan kemudian Injil akan diberitakan di seluruh dunia. Ini akan menjadi periode damai di bawah Monarki Agung, periode pertobatan dan kesejahteraan umum yang akan dinikmati oleh kita dan anak-anak - singkatnya, periode perdamaian yang dijanjikan oleh Bunda Maria Fatima”(hal.91).

5. Seorang ilmuwan mengenai nubuatan Katolik lainnya, Pastor Edward Conner, dalam bukunya, Prophecy for Today, melihat urutan peristiwa yang telah dinubuatkan yang berlangsung dengan cara ini:
A.Sebelum Kitab Injil diwartakan dan diterima di seluruh dunia, akan terjadilah beberapa perang di dunia serta disebarkannya doktrin-doktrin berbahaya disertai dengan semakin meluasnya penganiayaan.
B. Era ini akan diakhiri dengan campur tangan langsung dari Tuhan dengan cara menghancurkan sistem yang jahat ataupun orang-orang yang bertanggung-jawab atas berbagai penganiayaan; dan melalui kepemimpinan seorang penguasa sipil yang besar dan seorang pemimpin spirituil yang hebat, sebuah masa damai akan terjadi dimana bangsa-bangsa akan mau mendengarkan dan menerima Iman yang sejati (masa damai ini bertepatan dengan nubuat Fatima tentang sebuah periode damai).”
C. Sebuah kemurtadan besar akan mengikuti (dan antikris akan datang dan mengarah kepada Kedatangan Kedua dari Yesus Kristus serta akhir dunia ini seperti yang dinyatakan dalam Kitab Suci).

6. Sebuah buku nubuatan Katolik yang cukup tebal diterbitkan pada tahun 1996 yang berjudul “Trial, Tribulation and Triumph, yang ditulis oleh Desmond A. Birch, dan secara umum dia setuju bahwa ada sebuah pemurnian kecil (yang berarti bukan pemurnian terakhir pada akhir dunia), sebuah masa damai, sebuah pemurnian besar (antikris) dan kemudian Kedatangan Kedua dari Yesus Kristus. Mengenai pemurnian kecil, yang kemudian diikuti oleh sebuah masa damai, disini merupakan tiga unsur pertama dari kronologi panjangnya tentang bagaimana hal itu akan terjadi:

(1) “Pada titik tertentu di masa depan, ada sebuah zaman yang penuh kebusukan dan ketidak-setiaan, dimana kita hidup sekarang ini, dan ia akan berakhir, baik melalui pertobatan batin dari sejumlah orang yang cukup banyak dimana mereka mulai menjalani kehidupan doa, pengorbanan, dan penebusan dosa, atau akan terjadi sebuah pemurnian. Ini adalah berupa Pemurnian Kecil sebelum Zaman Damai itu terjadi. St Louis de Montfort menggambarkan Zaman Damai  ini sebagai Zaman Maria.
(2) Jika hukuman ini tidak dihindari melalui pertobatan, maka Gereja Latin akan dilanda oleh bidaah dan perpecahan.
(3) Unsur-unsur yang menghukum umat manusia akan datang dalam dua bentuk, (a) buatan manusia dan (b) dikirim dari Surga (halaman 553). Mengikuti uraiannya tentang hukuman atau pemurnian ringan ini, Birch melanjutkan untuk menggambarkan periode damai yang akan terjadi, dan kemudian munculnya Antikristus dan akhir dunia.

7. Sebuah wawasan penting dari Birch adalah bahwa hukuman atau pemurnian kecil yang dinubuatkan di Fatima (jika tidak dihindari melalui doa dan penebusan dosa) akan datang melalui ajaran sesat dan perpecahan yang memasuki Gereja.

8. Rahasia kedua Fatima, yang diberikan kepada para penglihat pada tanggal 13 Juli 1917, bertepatan dengan pemahaman kenabian umum tentang adanya sebuah pemurnian dan kemudian sebuah periode damai yang akan datang. Hal ini menyatakan (dari situs Vatikan) berikut ini:

“Kamu telah melihat neraka (penglihatan atas neraka yang dialami oleh anak-anak di Fatima, adalah merupakan rahasia pertama) di mana jiwa orang-orang berdosa yang malang akan menuju. Untuk menyelamatkan mereka, Tuhan berkenan untuk menetapkan devosi kepada Hatiku Yang Tak Bernoda di dunia. Jika apa yang kukatakan kepadamu ini dilaksanakan, maka banyak jiwa akan diselamatkan dan akan ada damai di dunia. Perang akan berakhir, tetapi jika orang-orang tidak berhenti menentang Tuhan, maka perang yang lebih buruk akan pecah selama kepausan Pius XI. Ketika kamu melihat suatu malam yang diterangi oleh cahaya yang tidak dikenal sumbernya, ketahuilah bahwa ini adalah tanda besar yang diberikan Allah kepadamu bahwa Dia akan menghukum dunia karena kejahatannya, melalui perang, kelaparan, dan penganiayaan terhadap Gereja dan Bapa Suci. Untuk mencegah hal ini, aku akan datang untuk meminta konsekrasi Rusia ke Hatiku Yang Tak Bernoda, dan Komuni silih pada Hari Sabtu Pertama. Jika permintaanku dilaksanakan, maka Rusia akan dipertobatkan, dan akan ada kedamaian; jika tidak, maka Rusia akan menyebarkan kesesatannya ke seluruh dunia, menyebabkan perang dan penganiayaan terhadap Gereja. Orang-orang yang baik akan menjadi martir; Bapa Suci akan banyak menderita; berbagai bangsa akan dimusnahkan. Pada akhirnya, Hatiku Yang Tak Bernoda akan menang. Bapa Suci akan mengkonsekrasikan Rusia kepadaku, dan Rusia akan dipertobatkan, dan sebuah masa damai akan diberikan kepada dunia.”

9. St. Yohanes Paulus II yang dikenal sebagai “Paus Fatima,” membaktikan dirinya secara mendalam kepada pesan Fatima setelah dia ditembak dan hampir terbunuh di Lapangan Santo Petrus pada 13 Mei 1981 (hari peringatan penampakan pertama Maria di Fatima). Suster Lucia, penglihat Fatima, menegaskan bahwa konsekrasi Rusia oleh paus Yohanes Paulus II pada tahun 1992 kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda, telah “diterima oleh Surga” (lihat Fatima for Today, hlm.260). Pada tanggal 13 Mei 1982, Paus Yohanes Paulus II mengucapkan kata-kata berikut selama homili yang diberikan di Fatima, Portugal:

“Didalam cahaya kasih seorang ibu kami memahami seluruh pesan dari Bunda Fátima. Hambatan terbesar bagi perjalanan manusia menuju Tuhan adalah dosa, ketekunan dalam dosa, dan, akhirnya, penolakan terhadap Tuhan. Penghapusan yang disengaja atas Tuhan dari pemikiran manusia di dunia. Melepaskan diri dari Tuhan pada seluruh aktivitas duniawi manusia. Penolakan Tuhan oleh manusia…. (Dia) membacanya lagi dengan rasa gentar di dalam hatinya, karena dia melihat berapa banyak orang dan masyarakat - berapa banyak orang Kristen - telah berjalan ke arah yang berlawanan dengan apa yang ditunjukkan dalam pesan Fatima. Dosa telah menjadikan dirinya berada di rumah sendiri di dunia, dan penyangkalan terhadap Tuhan telah menyebar luas dalam ideologi, angan-angan, dan rencana manusia.”

10. Paus Benediktus XVI tiba-tiba mengundurkan diri sebagai Paus pada 28 Februari 2013, Paus pertama yang mengundurkan diri sejak Paus Gregorius XII pada 1415.

11. Pada 13 Maret 2013 Jorge Mario Bergoglio terpilih menjadi Paus, Paus ke-266, dan Paus Yesuit pertama. Dia memakai nama paus Francis. Rupanya dengan bantuan beberapa Kardinal tertentu, Paus Fransiskus kemudian memulai sebuah kampanye yang intens untuk secara esensial merubah ajaran Katolik mengenai ketidakmungkinan mutlak dari umat Katolik yang diceraikan dan yang kemudian menikah secara sipil, untuk menerima Ekaristi Kudus, ini adalah sebuah tindakan yang, menurut pendapat beberapa klerus tingkat tinggi, pada akhirnya hal itu akan dapat membuka kemungkinan penerimaan Ekaristi Kudus bagi orang-orang yang berada dalam "perkawinan yang tidak teratur/bermasalah" lainnya (yang semuanya akan melemahkan ajaran Katolik mengenai dosa berat, karena penerimaan Ekaristi adalah puncak kehidupan Katolik). Ketika Paus Fransiskus gagal memperoleh konsensus pada Sinode Keluarga untuk melakukan perubahan yang sangat diinginkannya itu, maka dia tetap mendorong adanya pengecualian dalam menerima komuni melalui anjuran Apostoliknya, Amoris Laetitia, dan dengan cerdiknya dia menempatkan bahasa kunci untuk mendapatkan pengecualian dalam penerimaan Komuni di akhir dokumen, pada catatan-kaki no. 351, yang sekarang terkenal itu.

Meskipun de facto telah ada skisma di dalam Gereja Katolik selama beberapa waktu, tindakan yang berani dari Paus Fransiskus telah menandai untuk pertama kalinya: sebuah penentangan terhadap ajaran Katolik yang otentik yang dilakukan di tingkat tertinggi Gereja. Sekarang sedang ada pertempuran besar yang terjadi di dalam Gereja atas Amoris Laetitia, dan Paus Francis tampaknya berniat membawa moralitas Katolik yang baru menjadi ada, secara perlahan-lahan, agar tidak mengecewakan umat beriman sekaligus (secara umum, moralitas baru ini - dalam perkembangan selanjutnya - akan memberi kesempatan kepada orang-orang yang berada dalam "perkawinan yang tidak teratur/bermasalah" hingga mereka bisa menerima Ekaristi, yang merupakan sebuah penafsiran (sesat) yang diajukan oleh beberapa orang, dan bahkan Paus Fransiskus sempat mengatakan bahwa pasangan yang hidup bersama tanpa menikah (kumpul kebo) bisa saja mereka berada dalam “perkawinan yang sejati”). Ini adalah perasaan saya, setelah melakukan evaluasi secara cermat, ke arah mana Amoris Laetitia akan membawa Gereja; Saya bersikap terbuka untuk ditunjukkan di mana saya mungkin salah. Perhatian saya di sini adalah untuk melindungi integritas ajaran Katolik sebagaimana yang diwariskan kepada Gereja dari Yesus dan para rasul.

12. Berdasarkan pada hal-hal di atas (dengan bersandar pada pemahaman Desmond Birch) maka hukuman bersyarat seperti yang diperingatkan oleh Perawan Maria di Fatima terkait erat dengan “Gereja Latin (yang) dirundung oleh bidaah dan skisma.” Kita mungkin telah mencapai titik penting mengenai ramalan Fatima tentang tibanya sebuah hukuman; mungkin hukuman seperti itu memang diperlukan demi pemurnian Gereja dan perlindungan lembaga kepausan, mengingat juga bahwa pergolakan moral besar juga sedang terjadi di dunia. Paus Benediktus XVI pernah berkata, “Kita akan keliru jika berpikir bahwa misi kenabian Fatima sudah selesai.”

13. Bukan tugas saya untuk menyarankan apakah suatu ajaran tertentu merupakan penyimpangan material atau formal. Sebaliknya, saya merasa terpanggil untuk menunjukkan bahwa Amoris Laetitia sangat bertentangan dengan ensiklik agung Santo Yohanes Paulus II tentang teologi moral, Veritatis Splendor, dan bahwa perjalanan akhir dari Amoris Laetitia akan mengarah pada perumusan ulang secara dramatis atas moralitas Katolik, yang memungkinkan orang-orang yang berada dalam apa yang disebut "hubungan tidak teratur" (perzinahan) untuk memiliki akses kepada kepenuhan iman, yaitu Ekaristi (yang pada dasarnya merupakan penentangan atas doktrin Gereja yang infalibel bahwa mereka yang berada dalam dosa berat dilarang menerima Ekaristi). Kemudian pada akhirnya, seluruh sistem moralitas Katolik akan bersifat opsional (boleh meilih). Jika ini yang terjadi, maka Amoris Laetitia akan mewakili penolakan mendalam terhadap moralitas Katolik tradisional, ortodoks.

14. “Pada akhirnya, Hatiku Yang Tak Bernoda akan menang.”

Karena itu marilah kita berdoa Rosario setiap hari seperti yang disarakan oleh Bunda Maria di Fatima. Berdoalah bagi Gereja.


Thomas L. Mulcahy, M.A.


Catatan: Untuk melihat sejauh mana akibat negativ dari Amoris Laetitia pada moralitas Katolik, silakan membaca postingan saya sebelumnya, disini:


Selain itu saya sampaikan pesan dari Perawan Maria Terberkati dalam penampakannya di Akita, Jepang, yang sesuai dengan pesan Fatima.

“Pekerjaan iblis akan menyusup ke dalam Gereja sedemikian rupa sehingga orang akan melihat kardinal melawan kardinal, uskup melawan uskup. Para imam yang menghormati aku akan dicemooh dan ditentang oleh sesamanya (imam-imam lain): gereja-gereja dan altar-altar akan dijarah; Gereja akan penuh dengan mereka yang mau menerima kompromi, dan iblis akan menekan banyak imam dan jiwa yang dikuduskan untuk meninggalkan pelayanan kepada Tuhan.” (Pesan yang telah diakui oleh Gereja, dari Santa Perawan Maria kepada Suster Agnes Sasagawa, Akita, Jepang, 13 Oktober 1973 )

No comments:

Post a Comment