FATIMA
DAN DIMENSI KENABIAN DARI KRISIS
AMORIS LAETITIA
by Thomas L. Mulcahy, M.A.
(Photo:
Public Domain, U.S.A.)
“Masing-masing dari kita tahu
betapa pentingnya ajaran yang mewakili tema sentral Ensiklik ini dan yang saat
ini sedang disajikan kembali dengan otoritas Penerus Petrus. Masing-masing dari
kita dapat melihat keseriusan dari apa yang terlibat, tidak hanya bagi tiap individu,
tetapi juga bagi seluruh masyarakat, dengan penegasan
kembali universalitas dan keabadian dari perintah moral, terutama yang
melarang, yang selalu dan tanpa pengecualian, terhadap tindakan-tindakan yang
pada dasarnya adalah jahat. (Pope John
Paul II, Veritatis Splendor, no. 115)
Sejak kenaikan ke surga, rencana Allah mulai dipenuhi.
Kita sudah hidup dalam "waktu terakhir" (1 Yoh 2:18). "Jadi
sudah tibalah bagi kita akhir zaman (lih. 1 Kor 10:11). Pembaharuan dunia telah
ditetapkan, tak dapat dibatalkan, dan secara nyata mulai terlaksana di dunia
ini. Sebab sejak di dunia ini Gereja ditandai kesucian yang sesungguhnya
meskipun tidak sempurna" (LG 48). Sudah sekarang Kerajaan Kristus
menunjukkan kehadirannya melalui tanda-tanda ajaib, yang mengiring pewartaannya
oleh Gereja. (Catechism of the Catholic Church, no. 670)
Sejak pertama kali postinang ini ditulis, hampir setahun yang
lalu, krisis atas Amoris Laetitia terus
bergerak semakin dalam dan semakin cepat, dan di antara mereka yang melihat anjuran
kepausan ini (Amoris Laetitia)
sebagai "perubahan paradigma" dalam moralitas Katolik, beberapa dari
mereka bahkan menyoroti dokumen tersebut yang menunjukkan atau menyiratkan
bahwa mungkin diizinkan untuk menyetujui
atau memberkati perkawinan homoseksual didalam Gereja (dan tidak sulit untuk
menduga bahwa gagasan ini akan mendapatkan momentum lebih lanjut di bawah
tuntunan pemikiran Amoris Laetitia).
Seluruh gagasan tampaknya adalah bahwa - melalui
suatu proses pembedaan pribadi – bahwa sebuah tindakan yang secara intrinsik
adalah jahat, hal itu dapat dibenarkan dan dilihat sebagai baik di mata Tuhan
(lihat AL 301-303, misalnya).
Dalam beberapa minggu terakhir saya telah membaca laporan
tentang sebuah komisi di Vatikan yang mempelajari kemungkinan memodifikasi Humanae Vitae, dari seorang
anggota Yahudi dari Akademi Vatikan untuk membahas kemungkinan adanya beberapa pengecualian
yang akan membenarkan (mengijinkan) tindakan aborsi dalam keadaan khusus, dan
tentu saja, hal itu berarti melanjutkan drama yang melibatkan ucapan Kardinal
Marx yang berkaitan dengan kemungkinan memberkati relasi homoseksual (yang berkenaan
dengan pemberkatan atas relasi seperti itu,) dimana Kardinal Marx berkata, “Dalam
hal ini saya benar-benar harus menyerahkan masalahnya kepada pastor setempat yang
mendampingi orang itu”. Perlu dicatat, dalam artikel baru-baru ini oleh Maike
Hickson menunjukkan, bahwa Uskup Franz-Josef Bode, Wakil Presiden Konferensi
Waligereja Jerman, “telah menyerukan
diadakannya diskusi tentang kemungkinan memberkati relasi homoseksual. Dia
percaya akan ada 'banyak hal yang positif' dalam hubungan semacam itu.” Tentu
saja, jika saja Paus mau mengatakan “berkat ini tidak mungkin diberikan,” yang seharusnya
sudah dia lakukan sejak beberapa saat sebelumnya, maka umat awam bisa terhindar
dari semua kebingungan dan bahaya bagi iman mereka ke depan.
Beberapa hari yang lalu saya membaca bahwa Kardinal Gerhard
Müller, yang diberhentikan oleh Paus Fransiskus dari jabatannya sebagai Prefek
untuk Kongregasi Ajaran Iman, "dia (Kardinal Müller) menolak gagasan
tentang adanya 'perubahan paradigma' dalam pengajaran Gereja." Artikel
dari CWN menambahkan: “Dalam perselisihan publik yang tidak biasa terjadi di
antara para kardinal terkemuka, mantan prefek Kongregasi untuk Ajaran Iman ini mempermasalahkan
penggunaan sebuah istilah (“ pergeseran paradigma”) yang digunakan oleh
Sekretaris Negara, Kardinal Pietro Parolin, dengan merujuk kepada Amoris Laetitia. Kardinal Müller
mengatakan bahwa istilah itu 'tampaknya kambuh menjadi cara-cara yang dipakai
oleh kaum modernis dan subyektif dalam menafsirkan iman Katolik'.”
Terus terang, istilah “pergeseran paradigma” tampaknya
menjadi eufemisme (atau kata-kata kode) untuk menyebutkan “ajaran baru” atau,
orang mungkin berpendapat sebagai ‘bidaah kuno yang baik’ (seperti yang
tampaknya dimaksudkan oleh Cardinal Muller).
Di sini, di Amerika Serikat, Kardinal Cupich telah mulai
mengadakan konferensi untuk para Uskup mengenai penerapan dari Amoris Laetitia (dan Kardinal Cupich
senang dengan mengatakan bahwa Amoris
Laetitia lebih mendukung moralitas yang berdasarkan kepada hati nurani ‘yang
lebih dewasa’ – dimana dia mendukung pendekatan subyektif terhadap Moralitas
Katolik). Dan seorang konsultan kepausan yang terkenal, memberikan ceramah di
Amerika (di Boston College) di mana dia mengatakan bahwa tidak ada lagi
norma-norma moral (Pastor Antonio Spadaro, yang mengatakan: "Tidak mungkin
lagi menghakimi orang atas dasar suatu norma yang berdiri di atas semua.”). Ada
banyak lagi contoh yang dapat saya berikan tentang serangan fundamental
terhadap prinsip-prinsip moral Katolik yang telah membimbing Gereja selama dua
ribu tahun ini.
Oleh karena itu pertanyaan yang patut disampaikan adalah:
Apakah Gereja Katolik berada di ambang kehancuran moralitasnya sendiri? Dasar pemikiran
dari tulisan-tulisan yang disampaikan di bawah ini adalah bahwa hukuman ringan yang dinubuatkan di Fatima,
akan berhubungan dengan dimasukkannya ajaran-ajaran sesat ke dalam ajaran
Gereja.
‘Etika situasi’ (yang mengedepankan subyektivisme) sangatlah
dikecam oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Veritatis
Splendor, namun kita semua melihat adanya kerangka berbahaya dari paham subjektivisme
ini di dalam Amoris Laetitia (lihat
301-303), dan riak gelombang yang mengalir dari hal ini adalah secara radikal
mengubah moralitas Katolik dengan melalui persetujuan atas tindakan yang pada
dasarnya adalah jahat. Apakah Gereja berpikir bahwa Tuhan akan bersikap pasif
selama serangan yang direncanakan dan disengaja ini terhadap moralitas Katolik,
yang sangat bertentangan dengan perintah moral dari pesan Fatima dan ajaran
Gereja yang menetap?
Ini adalah catatan pribadi saya mengenai dimensi kenabian dari
krisis di dalam moralitas Katolik yang dihasilkan oleh Amoris Laetitia. Penulis tidak memiliki karisma atau keahlian
kenabian yang khusus, dan garis besar yang disajikan di sini merupakan hasil
dari analisisnya terhadap beberapa materi tertentu (selain Alkitab) yang
dirujuk dalam catatan, bersama dengan keadaan yang terjadi saat ini yang
menantang Gereja dan dunia. Seperti kutipan di atas, dari Katekismus no. 670,
yang menyatakan, "…kita sudah
berada di waktu terakhir."
SEBUAH
GARIS BESAR PERISTIWA KENABIAN YANG AKAN KITA HADAPI SAAT INI ATAU SANGAT
SEGERA:
1. Nubuatan kunci
kita adalah dua rahasia pertama Fatima, dan kita akan melihat bahwa pemurnian
dan masa damai yang disampaikan dalam nubuat Fatima bertepatan dengan spektrum
luas ramalan Katolik secara keseluruhan.
2. Kita juga akan memberikan bobot penting pada pernyataan
kenabian berikut ini dari St. Paus Yohanes Paulus II, yang disampaikan selama
kunjungannya ke Amerika Serikat pada tahun 1976 ketika dia masih menjadi
Kardinal:
“Saat ini kita sedang berdiri di hadapan konfrontasi
historis terbesar yang dialami umat manusia. Saya tidak berpikir bahwa
lingkaran luas masyarakat Amerika atau lingkaran luas komunitas Kristen menyadari
hal ini sepenuhnya. Kita sekarang menghadapi konfrontasi terakhir antara Gereja
dan anti-Gereja, antara Injil versus anti-Injil.
“Kita harus siap untuk menjalani cobaan-cobaan besar
di masa depan yang tidak terlalu jauh; cobaan-cobaan yang akan menuntut kita
untuk siap menyerahkan bahkan hidup kita, dan suatu penyerahan diri secara total
kepada Kristus dan bagi Kristus. Melalui doa anda dan doa saya, adalah mungkin
untuk meringankan kesengsaraan ini, tetapi tidak mungkin lagi untuk
menghindarinya. . . . Berkali-kali pembaruan Gereja telah terjadi di dalam darah!
Kali ini tidak akan berbeda dengan sebelumnya.”
3. Kita juga mencatat bahwa St. Louis
de Montfort mengatakan bahwa Perawan Maria (dan khususnya mereka yang dikonsekrasikan
kepada Maria) akan memainkan peran penting dalam mewujudkan pemenuhan Kerajaan
Yesus dalam sejarah (perhatikan juga bahwa para ahli tidak sependapat tentang
bagaimana orang kudus ini mengatakan bahwa hal ini akan terjadi). Lihat Buku
Pegangan tentang Spiritualitas St. Louis de Montfort, halaman 345-365 tentang
“Akhir Zaman.”
Orang kudus yang lain, Maximilian
Kolbe, mengatakan berikut ini:
“Zaman modern akan didominasi oleh setan dan akan lebih besar
lagi di masa mendatang. Konflik dengan neraka tidak bisa dilakukan oleh manusia,
bahkan yang paling pintar sekalipun. Yang Tak Bernoda (Maria) sendiri memiliki janji
dari Allah bahwa dia akan memperoleh kemenangan atas setan. Namun, dengan
diangkat ke Surga, maka Bunda Allah saat ini membutuhkan kerja sama dengan kita.
Dia mencari jiwa-jiwa yang akan membaktikan diri sepenuhnya kepadanya, yang di
tangannya akan menjadi instrumen yang efektif untuk mengalahkan Iblis dan demi
penyebaran Kerajaan Allah di atas bumi.”(Dari situs web EWTN)
4. Dalam bukunya, Catholic Prophecy:The
Coming Chastisement , Yves Dupont memberikan kesimpulan berikut:
“Saya menganggap sudah pasti bahwa akan ada dua tahap
yang berbeda. Tahap pertama hanya akan menjadi awal dari dukacita (lihat Mat.
24: 8), dan hal itu akan dipersingkat demi kepentingan umat pilihan, dan kemudian
Injil akan diberitakan di seluruh dunia. Ini akan menjadi periode damai di
bawah Monarki Agung, periode pertobatan dan kesejahteraan umum yang akan
dinikmati oleh kita dan anak-anak - singkatnya, periode perdamaian yang dijanjikan
oleh Bunda Maria Fatima”(hal.91).
5. Seorang ilmuwan mengenai nubuatan Katolik lainnya, Pastor
Edward Conner, dalam bukunya, Prophecy
for Today, melihat urutan peristiwa yang telah dinubuatkan yang berlangsung
dengan cara ini:
A. “Sebelum Kitab Injil diwartakan dan diterima di
seluruh dunia, akan terjadilah beberapa perang di dunia serta disebarkannya
doktrin-doktrin berbahaya disertai dengan semakin meluasnya penganiayaan.
B. Era ini akan diakhiri dengan campur tangan langsung
dari Tuhan dengan cara menghancurkan sistem yang jahat ataupun orang-orang yang
bertanggung-jawab atas berbagai penganiayaan; dan melalui kepemimpinan seorang
penguasa sipil yang besar dan seorang pemimpin spirituil yang hebat, sebuah
masa damai akan terjadi dimana bangsa-bangsa akan mau mendengarkan dan menerima
Iman yang sejati (masa damai ini bertepatan dengan nubuat Fatima tentang sebuah
periode damai).”
C. Sebuah kemurtadan besar akan mengikuti (dan antikris
akan datang dan mengarah kepada Kedatangan Kedua dari Yesus Kristus serta akhir
dunia ini seperti yang dinyatakan dalam Kitab Suci).
6. Sebuah buku nubuatan Katolik yang
cukup tebal diterbitkan pada tahun 1996 yang berjudul “Trial, Tribulation and Triumph,” yang ditulis oleh Desmond A.
Birch, dan secara umum dia setuju
bahwa ada sebuah pemurnian kecil (yang berarti bukan pemurnian terakhir pada
akhir dunia), sebuah masa damai, sebuah pemurnian besar (antikris) dan kemudian
Kedatangan Kedua dari Yesus Kristus. Mengenai pemurnian kecil, yang kemudian
diikuti oleh sebuah masa damai, disini merupakan tiga unsur pertama dari kronologi
panjangnya tentang bagaimana hal itu akan terjadi:
(1) “Pada titik tertentu di masa
depan, ada sebuah zaman yang penuh kebusukan dan ketidak-setiaan, dimana kita
hidup sekarang ini, dan ia akan berakhir, baik melalui pertobatan batin dari sejumlah
orang yang cukup banyak dimana mereka mulai menjalani kehidupan doa,
pengorbanan, dan penebusan dosa, atau akan terjadi sebuah pemurnian. Ini adalah
berupa Pemurnian Kecil sebelum Zaman Damai itu terjadi. St Louis de Montfort
menggambarkan Zaman Damai ini sebagai
Zaman Maria.
(2) Jika hukuman ini tidak
dihindari melalui pertobatan, maka Gereja Latin akan dilanda oleh bidaah dan
perpecahan.
(3) Unsur-unsur yang menghukum umat
manusia akan datang dalam dua bentuk, (a) buatan manusia dan (b) dikirim dari
Surga (halaman 553). Mengikuti uraiannya tentang hukuman atau pemurnian ringan
ini, Birch melanjutkan untuk menggambarkan periode damai yang akan terjadi, dan
kemudian munculnya Antikristus dan akhir dunia.
7. Sebuah wawasan penting dari Birch adalah bahwa hukuman atau
pemurnian kecil yang dinubuatkan di Fatima (jika tidak dihindari melalui doa
dan penebusan dosa) akan datang melalui ajaran sesat dan perpecahan yang memasuki
Gereja.
8. Rahasia kedua Fatima, yang diberikan kepada para penglihat
pada tanggal 13 Juli 1917, bertepatan dengan pemahaman kenabian umum tentang adanya
sebuah pemurnian dan kemudian sebuah periode damai yang akan datang. Hal ini
menyatakan (dari situs Vatikan) berikut ini:
“Kamu telah melihat neraka (penglihatan atas neraka yang dialami
oleh anak-anak di Fatima, adalah merupakan rahasia pertama) di mana jiwa
orang-orang berdosa yang malang akan menuju. Untuk menyelamatkan mereka, Tuhan
berkenan untuk menetapkan devosi kepada Hatiku Yang Tak Bernoda di dunia. Jika
apa yang kukatakan kepadamu ini dilaksanakan, maka banyak jiwa akan
diselamatkan dan akan ada damai di dunia. Perang akan berakhir, tetapi jika
orang-orang tidak berhenti menentang Tuhan, maka perang yang lebih buruk akan
pecah selama kepausan Pius XI. Ketika kamu melihat suatu malam yang diterangi
oleh cahaya yang tidak dikenal sumbernya, ketahuilah bahwa ini adalah tanda
besar yang diberikan Allah kepadamu bahwa Dia akan menghukum dunia karena
kejahatannya, melalui perang, kelaparan, dan penganiayaan terhadap Gereja dan Bapa
Suci. Untuk mencegah hal ini, aku akan datang untuk meminta konsekrasi Rusia ke
Hatiku Yang Tak Bernoda, dan Komuni silih pada Hari Sabtu Pertama. Jika
permintaanku dilaksanakan, maka Rusia akan dipertobatkan, dan akan ada
kedamaian; jika tidak, maka Rusia akan menyebarkan kesesatannya ke seluruh
dunia, menyebabkan perang dan penganiayaan terhadap Gereja. Orang-orang yang
baik akan menjadi martir; Bapa Suci akan banyak menderita; berbagai bangsa akan
dimusnahkan. Pada akhirnya, Hatiku Yang Tak Bernoda akan menang. Bapa Suci akan
mengkonsekrasikan Rusia kepadaku, dan Rusia akan dipertobatkan, dan sebuah masa
damai akan diberikan kepada dunia.”
9. St. Yohanes Paulus II yang dikenal sebagai “Paus Fatima,”
membaktikan dirinya secara mendalam kepada pesan Fatima setelah dia ditembak
dan hampir terbunuh di Lapangan Santo Petrus pada 13 Mei 1981 (hari peringatan
penampakan pertama Maria di Fatima). Suster Lucia, penglihat Fatima, menegaskan
bahwa konsekrasi Rusia oleh paus Yohanes Paulus II pada tahun 1992 kepada Hati
Maria Yang Tak Bernoda, telah “diterima oleh Surga” (lihat Fatima for Today, hlm.260). Pada tanggal 13 Mei 1982, Paus Yohanes
Paulus II mengucapkan kata-kata berikut selama homili yang diberikan di Fatima,
Portugal:
“Didalam cahaya kasih seorang ibu kami memahami seluruh pesan
dari Bunda Fátima. Hambatan terbesar bagi perjalanan manusia menuju Tuhan
adalah dosa, ketekunan dalam dosa, dan, akhirnya, penolakan terhadap Tuhan.
Penghapusan yang disengaja atas Tuhan dari pemikiran manusia di dunia. Melepaskan
diri dari Tuhan pada seluruh aktivitas duniawi manusia. Penolakan Tuhan oleh
manusia…. (Dia) membacanya lagi dengan rasa gentar di dalam hatinya, karena dia
melihat berapa banyak orang dan masyarakat - berapa banyak orang Kristen -
telah berjalan ke arah yang berlawanan dengan apa yang ditunjukkan dalam pesan
Fatima. Dosa telah menjadikan dirinya berada di rumah sendiri di dunia, dan
penyangkalan terhadap Tuhan telah menyebar luas dalam ideologi, angan-angan,
dan rencana manusia.”
10. Paus Benediktus XVI tiba-tiba mengundurkan diri sebagai Paus
pada 28 Februari 2013, Paus pertama yang mengundurkan diri sejak Paus Gregorius
XII pada 1415.
11. Pada 13 Maret 2013 Jorge Mario Bergoglio terpilih menjadi
Paus, Paus ke-266, dan Paus Yesuit pertama. Dia memakai nama paus Francis.
Rupanya dengan bantuan beberapa Kardinal tertentu, Paus Fransiskus kemudian
memulai sebuah kampanye yang intens untuk secara esensial merubah ajaran
Katolik mengenai ketidakmungkinan mutlak dari umat Katolik yang diceraikan dan
yang kemudian menikah secara sipil, untuk menerima Ekaristi Kudus, ini adalah sebuah
tindakan yang, menurut pendapat beberapa klerus tingkat tinggi, pada akhirnya hal
itu akan dapat membuka kemungkinan penerimaan Ekaristi Kudus bagi orang-orang yang
berada dalam "perkawinan yang tidak teratur/bermasalah" lainnya (yang
semuanya akan melemahkan ajaran Katolik mengenai dosa berat, karena penerimaan
Ekaristi adalah puncak kehidupan Katolik). Ketika Paus Fransiskus gagal
memperoleh konsensus pada Sinode Keluarga untuk melakukan perubahan yang sangat
diinginkannya itu, maka dia tetap mendorong adanya pengecualian dalam menerima komuni
melalui anjuran Apostoliknya, Amoris
Laetitia, dan dengan cerdiknya dia menempatkan bahasa kunci untuk mendapatkan
pengecualian dalam penerimaan Komuni di akhir dokumen, pada catatan-kaki no.
351, yang sekarang terkenal itu.
Meskipun de facto telah
ada skisma di dalam Gereja Katolik selama beberapa waktu, tindakan yang berani dari
Paus Fransiskus telah menandai untuk pertama kalinya: sebuah penentangan terhadap
ajaran Katolik yang otentik yang dilakukan di tingkat tertinggi Gereja. Sekarang
sedang ada pertempuran besar yang terjadi di dalam Gereja atas Amoris Laetitia, dan Paus Francis
tampaknya berniat membawa moralitas Katolik yang baru menjadi ada, secara perlahan-lahan,
agar tidak mengecewakan umat beriman sekaligus (secara umum, moralitas baru ini
- dalam perkembangan selanjutnya - akan memberi kesempatan kepada orang-orang yang
berada dalam "perkawinan yang tidak teratur/bermasalah" hingga mereka
bisa menerima Ekaristi, yang merupakan sebuah penafsiran (sesat) yang diajukan oleh
beberapa orang, dan bahkan Paus Fransiskus sempat mengatakan bahwa pasangan
yang hidup bersama tanpa menikah (kumpul kebo) bisa saja mereka berada dalam
“perkawinan yang sejati”). Ini adalah perasaan saya, setelah melakukan evaluasi
secara cermat, ke arah mana Amoris
Laetitia akan membawa Gereja; Saya bersikap terbuka untuk ditunjukkan di
mana saya mungkin salah. Perhatian saya di sini adalah untuk melindungi
integritas ajaran Katolik sebagaimana yang diwariskan kepada Gereja dari Yesus
dan para rasul.
12. Berdasarkan pada hal-hal di atas (dengan bersandar pada
pemahaman Desmond Birch) maka hukuman bersyarat seperti yang diperingatkan oleh
Perawan Maria di Fatima terkait erat dengan “Gereja Latin (yang) dirundung oleh
bidaah dan skisma.” Kita mungkin telah mencapai titik penting mengenai ramalan
Fatima tentang tibanya sebuah hukuman; mungkin hukuman seperti itu memang diperlukan
demi pemurnian Gereja dan perlindungan lembaga kepausan, mengingat juga bahwa pergolakan
moral besar juga sedang terjadi di dunia. Paus Benediktus XVI pernah berkata, “Kita akan keliru jika berpikir bahwa misi
kenabian Fatima sudah selesai.”
13. Bukan tugas saya untuk menyarankan apakah suatu ajaran
tertentu merupakan penyimpangan material atau formal. Sebaliknya, saya merasa
terpanggil untuk menunjukkan bahwa Amoris
Laetitia sangat bertentangan
dengan ensiklik agung Santo Yohanes Paulus II tentang teologi moral, Veritatis Splendor, dan bahwa perjalanan
akhir dari Amoris Laetitia akan mengarah pada perumusan ulang secara dramatis atas moralitas Katolik, yang
memungkinkan orang-orang yang berada dalam apa yang disebut "hubungan tidak
teratur" (perzinahan) untuk memiliki akses kepada kepenuhan iman, yaitu Ekaristi
(yang pada dasarnya merupakan penentangan atas doktrin Gereja yang infalibel bahwa
mereka yang berada dalam dosa berat dilarang menerima Ekaristi). Kemudian pada
akhirnya, seluruh sistem moralitas Katolik akan bersifat opsional (boleh
meilih). Jika ini yang terjadi, maka Amoris Laetitia akan mewakili penolakan
mendalam terhadap moralitas Katolik tradisional, ortodoks.
14. “Pada akhirnya, Hatiku Yang Tak Bernoda akan menang.”
Karena itu marilah kita berdoa Rosario setiap hari seperti yang
disarakan oleh Bunda Maria di Fatima. Berdoalah bagi Gereja.
Thomas L. Mulcahy, M.A.
Catatan: Untuk melihat sejauh mana akibat negativ dari Amoris
Laetitia pada moralitas Katolik,
silakan membaca postingan saya sebelumnya, disini:
Selain itu saya sampaikan pesan dari Perawan Maria Terberkati
dalam penampakannya di Akita, Jepang, yang sesuai dengan pesan Fatima.
“Pekerjaan
iblis akan menyusup ke dalam Gereja sedemikian rupa sehingga orang akan melihat
kardinal melawan kardinal, uskup melawan uskup. Para imam yang menghormati aku akan
dicemooh dan ditentang oleh sesamanya (imam-imam lain): gereja-gereja dan altar-altar
akan dijarah; Gereja akan penuh dengan mereka yang mau menerima kompromi, dan
iblis akan menekan banyak imam dan jiwa yang dikuduskan untuk meninggalkan
pelayanan kepada Tuhan.” (Pesan yang telah diakui oleh Gereja, dari Santa
Perawan Maria kepada Suster Agnes Sasagawa, Akita, Jepang, 13 Oktober 1973 )
No comments:
Post a Comment