Monday, October 22, 2018

PF AKAN MERAYAKAN RITUS MISA BARU PADA PENUTUPAN SINODE KAUM MUDA



 

PAUS FRANCIS AKAN MERAYAKAN RITUS MISA BARU PADA PENUTUPAN SINODE KAUM MUDA



Kini tinggal menghubungkan titik-titik yang ada…

Pola Penyimpangan Liturgi
Banyak kontroversi saat ini menyelimuti Paus Fransiskus: pemilihannya sebagai paus yang tampaknya tidak sah, pola pengajaran heterodoksnya (modern) yang berkelanjutan, laporan Viganò yang mengindikasikan keterlibatannya dalam kejahatan pelecehan seksual, bencana Amoris Laetitia yang terus berlangsung, penjualan Vatikan kepada Cina Komunis, semua ini membawa bencana bagi Anda.

Karena kegemaran Paus ini untuk “membuat kekacauan” tidak juga menunjukkan tanda-tanda berkurang dan bahayanya bagi jiwa-jiwa telah tak terhitung jumlahnya, maka kami setuju dengan penilaian Chris Ferrara yang dimuat dalam The Remnant, dan seruannya (seperti Uskup Gracida) untuk diadakannya sebuah sinode yang tidak lengkap untuk membela Gereja dari Francis: semacam intervensi keluarga dalam keadaan darurat untuk menghentikan kekerasan seorang ayah yang kasar.

Tetapi setelah memperhatikan kontroversi sebelumnya, kami menyimpulkan bahwa dimensi terburuk dari horribis pontifikatus ini adalah berupa pendekatan revisionis tertentu terhadap ibadah ilahi, yang sekarang telah ditetapkan untuk menampilkan diri dalam bentuk ‘kartu-kartu sekop liturgis’ pada akhir Sinode bagi kaum muda yang sedang berlangsung di Roma saat ini.




Banyak pihak yang telah mengecam pelanggaran liturgis yang dilakukan Francis selama bertahun-tahun ini: mempersembahkan Misa dengan membawa boneka raksasa, balon, dan tarian tango di tempat kudus; dia tidak mau berlutut di hadapan Sakramen Mahakudus; tidak memberi berkat Kepausan kepada umat, tetapi secara umum dia memberkati ramu-ramuan psikotropika yang biasa digunakan untuk ritual pagan; dia juga sering menampilkan barang-barang yang tidak semestinya, bahkan terkesan mencemarkan kekudusan Tuhan, seperti misalnya menaruh bola pantai di altar yang tinggi (lihat gambar diatas); menggunakan bejana-bejana suci, perabotan, dan pakaian dengan desain baru atau bahan-bahan terlarang; dan catatan panjang tentang communicatio in sacris yang telah menyatukan Paus ini dalam pemujaan - bahkan memberikan “berkat-berkat resmi” kepada - bidaah, gereja-gereja skismatik, ibadah Yahudi, dan dukun-dukun. Apakah ini semua adalah berita palsu.

Namun, penyimpangan masa lalu ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang akan terjadi.

Setelah paus Francis menggunakan apa yang tampak oleh seluruh dunia sebagai tongkat atau stang dari seorang Wiccan (dukun sihir) pada saat Misa Pembukaan Sinode, Paus juga mengumumkan bahwa dia akan merayakan Misa bentuk baru pada saat penutupan Sinoda, dengan melakukan liturgi baru yang ditolak dan dicela oleh imam-imam, uskup-uskup, kardinal-kardinal dan para teolog, karena ritus itu hampir tidak dapat dikenali sebagai ritus Katolik.

Hal ini benar-benar buruk.

Bencana Perpecahan Yang Belum Pernah Ada



Awal musim panas ini, salah satu penasihat Paus Fransiskus memunculkan pernyataan jelas yang menegaskan bahwa Paus ini “akan melanggar tradisi Katolik kapan pun dia mau,” dan dia akan menyebutnya sebagai “fase baru” dalam sejarah Gereja, di mana umat beriman tidak lagi mengikuti Kristus seperti yang ada dalam Kitab Suci dan Tradisi, tetapi lebih kepada "diperintah oleh seorang individu" meski tanpa dasar sama sekali. [1]

Meskipun seseorang berada jauh dari ajaran Katolik, tetapi dia hampir tidak bisa menyebut diagnosis ini sebagai tidak akurat. Sejumlah komentator (Katolik dan lain-lainnya) telah menunjukkan penghancuran Francis secara terus-menerus terhadap doktrin dan disiplin tradisional untuk kemudian melahirkan kemiripan yang jelas dengan intrik otokratis dari para penguasa kejahatan yang terorganisir serta diktator sosialis di masa lalu; tetapi tidak satu pun dari berbagai penyimpangan yang dilakukan Francis sebelumnya dari Tradisi Sakral, yang sama mengejutkannya dengan perayaan memakai Misa bentuk baru, yang menggambarkan perpecahan radikal dengan semua bentuk liturgi sebelumnya dalam Ritus Roma. [2]

Paus mengumumkan hal itu sebagai sebuah "inovasi liturgis," sebuah "perubahan dalam tradisi yang mulia" yang akan "mempengaruhi warisan agama turun-temurun kita, yang menikmati hak istimewa untuk menjadi tak tersentuh dan menetap" – dan Francis menyebutnya sebagai  "kesempatan khusus dan bersejarah" dan dia berkata bahwa "kita seharusnya tidak membiarkan diri kita dikejutkan oleh sifat, atau bahkan oleh nuansa apapun, (?!) hanya dengan melihat bentuk luarnya saja."

Apakah ini terdengar seperti "penafsiran atas kontinuitas" bagi siapa pun?

Dari pernyataan yang sama oleh Francis:

“Kita harus siap untuk menerima ‘ketidak-nyamanan dalam banyak sisi’ ini. Ini adalah jenis kekecewaan yang disebabkan oleh setiap pembaharuan yang mengusik kebiasaan kita. Kita harus memperhatikan bahwa orang-orang yang saleh adalah yang paling terganggu, karena mereka memiliki cara mengikuti Misa yang santun, dan mereka akan merasa terguncang dalam pikiran-pikiran biasa mereka hingga mereka terpaksa mengikuti cara orang lain. Bahkan para imam mungkin akan merasa jengkel dalam hal ini. [...] Tetapi pembaharuan ini bukanlah hal kecil.”[3]

Bacalah lagi perkataan Paus. Tradisi? Lupakan itu. Kesalehan? Itu sudah selesai dan usang.

Teman-teman, ini adalah pengumuman dari Tahta Petrus: bahwa upacara sakral, yang dipercayakan oleh Yesus Kristus kepada para rasul-Nya untuk mempersembahkan misteri-misteri kekal, hal itu tidak lagi mengikat atau relevan.

Ini adalah sebuah deklarasi revolusi liturgis.

Tentu saja kita harus mempertimbangkan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan deklarasi itu.

TERUNGKAP: HAL ITU DIRANCANG OLEH KAUM BIDAAH, DAN MENCERMINKAN SIKAP BIDAAH



Awal musim panas ini, banyak orang mencemooh ketika Kardinal Gerhard Müller (mantan Prefek Kongregasi Ajaran Iman) mengecam “proses Protestanisasi yang mencolok” yang dia amati terjadi dalam hierarki Katolik, dengan para uskup yang “membenarkan ketidak-setiaan mereka terhadap iman Katolik disertai dengan keprihatinan pastoral.”[4]

Sekarang, semoga para pencemooh itu dapat berpikir lebih jauh lagi dengan menyaksikan pertunjukkan publik yang sangat jelas dari apa yang dikatakan oleh Kardinal Gerhard Müller: bahwa ada sebuah komite misterius/rahasia (yang tampaknya bahkan banyak kardinal yang tidak tahu siapa yang membentuk komite itu) yang terdiri dari banyak ‘ahli liturgis’ yang telah bekerja cukup lama dalam sesi yang tertutup rapat, atas perintah paus Francis, untuk menyusun ritus Misa yang baru dengan masukan langsung dari para pendeta Protestan dalam prosesnya. [5] Adalah sungguh sangat mengejutkan jika ada anggota hierarki Katolik memiliki keberanian untuk mengarang ritual baru Misa agar sesuai dengan selera kontemporer mereka (dengan mengabaikan anathemas/kutukan yang diucapkan oleh Konsili Trent bagi usaha semacam ini!). Sungguh sangat mengejutkan kita semua bahwa bidaah formal telah diundang untuk berkontribusi pada runtuhnya tradisi liturgi yang paling mulia di dunia ini. Jika kita mengabaikan kenyataan ini, maka betapa bodohnya kita! Orang-orang yang secara rutin melanggar hak-hak ilahi dari Gereja Katolik, menolak sejumlah Sakramen-sakramennya, mencela dan menghinakan Tuhan kita dalam Ekaristi Kudus, dan menyangkal berbagai dogma yang diabadikan dalam Misa Katolik, telah diundang untuk membantu menciptakan sesuatu yang baru dan jahat. Dapatkah seorang Katolik yang taat tidak merasa tersinggung oleh perlakuan yang begitu menghina terhadap hal-hal yang suci dalam Gereja Katolik?




Bahkan kami sempat mewawancai, dalam bahasa Perancis, Jean Guitton, teman pribadi dan orang kepercayaan Paus, dimana dia mengaku (secara tidak sengaja?) bahwa mengubah Misa Katolik sedemikian rupa hingga ia menjadi mungkin bagi orang non-Katolik, adalah salah satu tujuan utama paus Francis:

“Niat dari Paus … sehubungan dengan apa yang biasa disebut Misa, adalah mereformasi liturgi Katolik sedemikian rupa sehingga ia hampir mirip atau bertepatan dengan liturgi Protestan… agar menjadi sedekat mungkin dengan Perjamuan Tuhan ala Protestan … dalam sebuah niatan ekumenis untuk menghapus, atau setidaknya untuk mengoreksi, atau untuk melonggarkan segala sesuatu yang terlalu Katolik dalam pengertian tradisional, di dalam Misa, dan saya ulangi, untuk membawa Misa Katolik lebih dekat kepada Misa Calvinis [sic ]. ”[6] Jadi begitulah yang diusahakan.

Seolah pengakuan Guitton ini belum cukup mengejutkan kita, karena kita telah tahu juga bahwa Uskup Agung Italia yang dipilih oleh Paus untuk membidani penyimpangan ini menegaskan prinsip operasi yang sama: "Membantu dengan cara apa pun jalan menuju persatuan dengan saudara-saudara yang terpisah, dengan cara menghapus setiap batu yang bahkan bisa menjadi kendala atau kesulitan”dalam liturgi. [7]

Uskup agung ini bahkan menggambarkan hasil yang menyedihkan itu sebagai "penaklukan besar terhadap Gereja Katolik." [8]

Bisakah Anda memaafkan?

Bahkan umat awam yang paling bodoh sekalipun dapat melihat bagaimana Protestanisasi ini telah terwujud hanya dengan membaca teks ritus baru yang ditaruh bersebelahan dengan yang lama. Seseorang akan dengan mudah menemukan bahwa Misa Katolik telah dilucuti dari doa-doa yang mengekspresikan ajaran Katolik, dengan sekitar 80% dari konten yang asli dihapus seluruhnya atau secara signifikan diubah dalam ritus baru, yang secara sengaja kurang bersifat Katolik [9] - dan dengan membaca Instruksi pengantar dari paus Francis sendiri, hal itu mengungkapkan adanya sebuah bentuk doktrin Ekaristi bidaah [10]. Kita bisa bertanya: apakah bentuk ibadah seperti ini bisa disebut “Katolik” dalam arti yang sebenarnya?

Teolog Protestan, Max Thurian, nampak sebagai orang pertama yang menyampaikan perasaan was-was (seperti yang banyak ditakutkan, setelah laporan tahun lalu tentang “Misa Ekumene” yang sedang dalam proses perencanaannya): “Sekarang secara teologis adalah mungkin bagi umat Protestan untuk menggunakan Misa yang sama dengan Katolik.“[11] Pada saat yang sama, para imam Katolik di seluruh dunia terdengar menyampaikan ratapan dramatis seperti:   “Pada titik kritis ini, ritual Romawi tradisional, yang telah berusia lebih dari seribu tahun, telah dihancurkan,”[12] dan dalam kata-kata seorang penasihat Yesuit dari komite perusak liturgi itu:

“Tidak hanya kata-kata, melodi, dan beberapa gerakannya yang berbeda. Tetapi ujur saja, itu adalah liturgi Misa yang berbeda, itu adalah liturgi yang lain. Hal ini perlu dikatakan tanpa ragu: Ritus Romawi yang kita kenal selama ini, sudah tidak ada lagi. Telah dihancurkan. ”[13]

Lalu, dimanakah suara para kardinal?

Adakah diantara kardinal-kardinal itu yang Katolik sejati? Adakah diantara mereka yang mau berusaha menyelamatkan ritus-ritus suci?

Memang, ada beberapa orang yang menyampaikan ‘tanda bahaya’ pada penggulingan liturgi ini - meskipun mereka membatasi diri untuk mempublikasikan ‘kekhawatiran’ mereka dengan cara yang berputar-putar, dan tanpa mengambil langkah konkret untuk menghentikan bahtera ‘Gereja Katolik’ yang sedang tenggelam ini. Kita bertanya, betapa buruknya mereka itu jika tidak ada salah satu dari mereka yang memutuskan untuk ‘menolak Cephas ke wajahnya.’ (lht.Gal 2:11)

Namun, kita masih bisa merasa senang karena didorong oleh upaya dua orang Kardinal, Berrhoea dan Colonia di Cappadocia, yang tampaknya mendapat pemberitahuan sebelumnya tentang kegilaan liturgi yang akan datang ini, dan mereka berusaha untuk campur tangan dan berhubungan secara pribadi dengan paus Francis, dan kemudian menerbitkan kritik teologis mereka tentang ritus baru yang palsu itu (sekarang tersedia dalam bahasa Inggris, lihat catatan # 14 di bawah).

Dan kesimpulan mereka memang ritus baru itu sangat buruk.

Kita mengambil satu kutipan saja dari tulisan mereka (penekanan dari kami):



“[Liturgi baru] ini mewakili, baik secara keseluruhan maupun dalam rinciannya, suatu pemisahan yang mencolok dari teologi Katolik dalam Misa… Bentuk baru Misa itu ditolak secara substansial oleh Sinode Episcopal, dan ia tidak pernah disampaikan kepada penilaian kolegial dari Konferensi Episkopal dan tidak pernah diminta oleh umat Katolik. Liturgi baru itu memiliki setiap kemungkinan untuk memuaskan kaum Protestan yang paling modern ... Untuk meninggalkan sebuah tradisi liturgi yang selama empat abad berdiri sebagai tanda dan janji persatuan dalam ibadah, dan menggantinya dengan liturgi lain yang, karena kebebasan yang tak terhitung besarnya yang secara implisit disahkan, tidak bisa tidak, ia adalah bentuk dan tanda tanda dari perpecahan – sebuah liturgi yang dipenuhi dengan sindiran atau kesalahan nyata terhadap integritas Iman Katolik - dimana kita merasa terikat dalam hati nurani untuk menyatakan bahwa ia adalah sebuah kesalahan yang tak terhingga besarnya.”[14]

Paus Francis jelas sudah siap untuk menerima penolakan terhadap ritus ini dari umat Katolik yang setia, sebagaimana dapat dibaca dalam teks pengumumannya:



“[Ritual baru] ini telah dipikirkan oleh para ahli otoritatif Liturgi kudus; telah didiskusikan dan direnungkan dalam waktu yang lama. Kami akan melakukannya dengan baik untuk menerimanya dengan perhatian yang menyenangkan dan menerapkannya tepat waktu, dengan suara bulat dan hati-hati. Jadi tidak usah kita bicara tentang ‘Misa baru.’ Marilah kita berbicara tentang ‘zaman baru’ dalam kehidupan Gereja.”[15]

Mari kita coba menerjemahkan kalimat paus Francis itu dalam istilah umat awam:

"Hal ini (Liturgi Misa baru) telah terjadi. Duduklah dan diamlah. Salam Revolusi!!! "

 

 

 Halo ? Sudah bangun?
Sekarang, jika Anda belum menganggukkan kepala Anda dengan pengakuan dan pengertian yang menyedihkan, maka Anda mungkin ingin menyanggah diri Anda sendiri: karena meskipun akurat, beberapa dari item berita di atas tidaklah benar-benar baru-baru.

Misa Baru yang akan dirayakan Paus Francis pada akhir Sinode Pemuda bulan ini sebenarnya telah diciptakan lima puluh tahun yang lalu. Itu diciptakan dan diterapkan pada Gereja oleh salah satu pendahulunya – seorang inovator malang yang sekarang diklaim telah ‘dikanonisasi,’ yaitu Paus Paulus VI: seorang pria yang kesuciannya masih jauh dari pasti, masih jauh dari teladan (dan tentang "keajaibannya" yang dibuktikan oleh diagnosis medis, tidaklah akurat), dan kepada tangannyalah harus diletakkan (antara lain) tanggung jawab atas bencana terbesar tunggal dalam sejarah Gereja: penggantian total Ritus Misa Roma dengan sebuah ritus baru, yang diciptakan oleh kaum modernis – sebuah upaya aborsi terhadap tradisi liturgi.



Jika Anda lahir setelah 1965, maka bentuk misa baru dari paus Paulus VI - Novus Ordo Missae - kemungkinan ia adalah satu-satunya ritus untuk persembahan Kurban Suci yang pernah Anda ketahui. Kemungkinan besar Anda tidak pernah diberi tahu sejarahnya yang sebenarnya (meskipun banyak dari hal itu ini sekarang menjadi catatan publik yang ditelaah di sini), jadi Anda dapat dimaafkan, karena tidak berjalan keluar dari ritus itu beberapa tahun yang lalu.

Tetapi yang penting Anda harus berusaha keluar sekarang dari ritus itu.

Kalau tidak, mengapa harus waspada terhadap penyimpangan-penyimpangan pontifikat yang terjadi saat ini, atau yang akan datang? Para inovator gerejawi telah berani menyentuh warisan kita yang paling berharga, mencari segala cara untuk menggantikannya dengan produk pabrikan yang bahkan kemudian - Kardinal Ratzinger menyebutnya sebagai "produk dangkal, produk sesaat, asal nemu aja". [16] Marilah kita merenungkan kembali pengamatan St. Vincent of Lerins, tentang pengabaian gila terhadap Tradisi di zamannya sendiri:

"Begitulah kegilaan dari beberapa orang, seperti ketidaksopanan dari pemahaman mereka yang buta, seperti nafsu mereka untuk berbuat kesalahan, bahwa mereka tidak akan puas dengan aturan iman yang disampaikan sekali dan untuk semua orang sejak jaman dahulu; karena mereka setiap hari selalu mencari sesuatu yang baru, dan bahkan yang lebih baru lagi, dan selalu rindu untuk menambahkan sesuatu kedalam agama, atau mengubahnya, atau menguranginya! ”[17]

Syukurlah, karena tidak ada umat Katolik Roma yang bereputasi baik, yang membutuhkan izin khusus untuk kembali kepada ritus sejati dan tradisional kita, apakah kita akan memakai jasa imam tertentu atau untuk menghadiri ritus-ritus lama sebagai anggota umat beriman. Masih lebih menggembirakan lagi adalah kenyataan bahwa liturgi Misa lama semakin tersedia bagi kita, sementara eksodus dari Squishy Church (Gereja model baru) terus berlanjut. Dalam lima puluh tahun, kami memiliki sedikit harapan bahwa “Misa Latin Tradisional” (TLM) sekali lagi akan menjadi praktik liturgis kita yang dominan (meski bukan ‘satu-satunya’. Tetapi kami mohon hal ini ya Tuhan) di seluruh dunia. Memang, tren ini sudah bisa diamati saat ini.

Lebih jauh lagi, pernyataan dari berbagai uskup, imam, dan teolog adalah bahwa TLM sendiri terdiri dari tindakan ibadah yang menyenangkan Tuhan dalam tradisi Romawi, dan kita belum menemukan argumen yang kohesif untuk yang sebaliknya. Lebih lanjut tentang itu silakan baca di sini.

Pertanyaannya sekarang adalah: Apa yang menghalangi Anda dari ibadat yang benar?

Peluklah Ibadah Yang Benar. Tolaklah Revolusi

“Kesalehan sejati tidak mengakui aturan lain selain hal-hal yang telah diterima dengan setia dari leluhur kita, dan hal yang sama juga akan diserahkan dengan setia kepada anak-anak kita; dan itu adalah tugas kita, bukannya untuk memimpin agama ke mana kita suka, melainkan untuk mengikuti agama ke mana ia menuju.”[18]

Bagi Para Imam: Jika Anda Masih Memberikan Novus Ordo, Inilah Saatnya Untuk Berhenti.

Angin sedang berubah. Kembalikanlah kawanan  Anda kepada tradisi liturgi Gereja yang obyektif; persembahkanlah kepada Tuhan ibadah yang layak bagi-Nya, dan berikanlah kepada umat beriman apa yang menjadi hak mereka dengan benar: kekayaan tak terhingga dari ars celebrandi dan rahmat tak terhingga dari warisan kita yang tak ternilai yang ada di dalam Misa tradisional. Jika Anda tidak mengetahuinya, pelajarilah. Mulai hari ini. Kami tahu Anda mungkin akan menderita untuk ini, tetapi sisa umat yang setia yang harus berjalan melewati kegelapan yang sedang tumbuh saat ini, siap membantu Anda. Dan ingat: Anda telah mendaftar dan menanda-tangani menjadi imam untuk memanggul Salib.

Anda seorang imam. Tugas utama Anda adalah mempersembahkan kurban (Misa Kudus) yang layak kepada Allah. Mengenai cura animarum, ibadah yang benar, masih tetap yang paling signifikan dari tugas Anda terhadap umat beriman, sebelum program-program paroki, serta berbagai kesibukan lainnya. Jika anak-anak Tuhan menjadi lapar, kekurangan makanan supranatural yang diberikan oleh Misa yang bertumbuh secara alami selama berabad-abad pengabdian yang setia, hal itu terjadi karena Anda memilih untuk memberi mereka makan dengan konstruksi modernis yang dirancang oleh orang-orang yang tidak setia. Apakah Anda siap untuk bertanggung-jawab jika anda tetap menahan dan menjauhkan Allah dan umat-Nya?

Bagi umat awam: Jika Anda masih merasa sebagai anggota paroki yang melaksanakan Novus Ordo, inilah saatnya untuk pindah.

Bahkan meski ada kemungkinan besar terjadinya kehancuran total terhadap infrastruktur Gereja, Anda masih menanggung kewajiban untuk memberikan penyembahan kepada Allah yang sesuai dengan kemuliaan-Nya, yang telah Dia ciptakan di dalam Gereja-Nya selama berabad-abad: Misa Latin Tradisional. Janganlah menunggu teman dan keluarga Anda untuk memahami hal ini, atau menunggu pastor Anda untuk datang - sampai imam diosesan siap untuk menolak dan menyerang kemuliaan Tuhan lebih jauh lagi (lakukanlah seperti perlakuan St. Lukas” jika memang harus), rubahlah adalah jalan Anda. Biarkan orang mati menguburkan orang mati; dan bagi Anda dan rumah Anda, layanilah Tuhan!
Carilah komunitas FSSP atau ICKSP atau komunitas TLM (Traditional Latin Mass) lainnya, dan bergabunglah di sana. Gantilah pekerjaan Anda, segera berkemas dan pindah jika Anda harus melakukannya (seperti banyak keluarga lain lakukan, terutama mereka dengan anak-anak yang masih harus dididik secara benar), dan lihatlah kepada hari-hari dari abad ke-4 untuk dihidupkan kembali; dimana umat beriman mengerang karena melihat mayoritas uskup mereka merangkul bidaah dan membiarkan gereja-gereja melakukan upacara-upacara yang keliru. Apa yang dilakukan umat awam saat itu? Mereka pergi, bergantung pada sedikit imam yang masih setia yang bisa mereka temukan; mereka sadar bahwa tidak ada yang lebih penting daripada ibadah di dalam Roh dan Kebenaran. St.  Basilius Agung berkata tentang mereka:

"Berbagai persoalan telah datang: orang-orang telah meninggalkan rumah doa mereka, dan sekarang berkumpul di padang pasir – sebuah pemandangan yang menyedihkan; wanita dan anak-anak, orang-orang tua dan orang-orang lemah, tinggal di udara terbuka, di tengah hujan deras dan badai salju serta dan terpaan angin kencang atau di bawah terik matahari di musim panas. Kepada semua penderitaan ini mereka menyerahkan dirinya, karena mereka tak akan memiliki bagian dalam ragi Arianisme yang jahat." (Surat 242)

Sekarang tiba giliran kita. Apakah kita siap?

Tidak ada yang bisa menggantikan tugas manusia untuk memberikan penyembahan yang layak kepada Tuhan, dan Novus Ordo tidak bisa melakukan hal itu. Dengan menempatkan diri kita dalam komunitas-komunitas yang secara eksklusif menawarkan ritual tradisional sangatlah penting untuk mencapai tujuan ini. Dan setelah kita bisa melakukannya, hal itu akan diperlukan untuk bisa menggali dan bertahan, dengan mata memandang ke cakrawala. Karena dalam kenyataannya, tidak ada yang pernah menjalani Novus Ordo  dan merasakan kenyamanan disitu - kita hanya melihat pengulangan-pengulangan disitu. Hal ini merupakan bentuk ritus yang lemah yang tak memiliki format penting yang abadi. Ia tidak memiliki tradisi yang layak untuk diwariskan. Ia tak memiliki pengalaman ‘hari kemarin’ dalam devosinya selama berabad-abad, tetapi ia hanya sebatas pembaharuan untuk besok dan besok dan besoknya lagi ….

Besok yang buruk? Anda akan melihatnya nanti…

Setelah direkayasa sedemikan rupa yang mencerminkan selera pribadi dari pihak selebran dan orang-orang dekatnya, seperti cermin-bola tak berujung, di tengah paganisme yang bangkit kembali di tengah  masyarakat luas, maka Novus Ordo memungkinkan masyarakat yang lebih luas melakukan pengulangan-pengulangan yang semakin buruk. Yang paling buruk masih belum datang, dan kami pikir: segera ia tiba. Maka menjauhlah segera. Cepatlah.

Oh Bunda Kemenangan, Penghancur segala kesesatan, doakanlah kami!

Dan bravo bagi upaya pemulihan!


[1] For this startling admission, see here.
[2] Space does not permit a thorough demonstration of the radical rupture represented by this new liturgical rite. More studies on this point will soon be forthcoming around the world, but the two Cardinals’ intervention referenced in note #14 below makes for a good start.
[3] Emphasis added. See the full text of the Pope’s address here. Pope Paul VI, that is.
[4] Emphasis added. See Cardinal Müller’s full interview here.
[5] After this little detail was mentioned in papers from the Vatican’s L’Osservatore Romano to the Detroit News, another Catholic paper unpacked it here.
[6] As reported in Apropos 12.19.1993 and Christian Order 10.1994.
[7] As declared by Msgr. Bugnini in L’Osservatore Romano 3.19.1965.
[8] Bugnini’s full trumpeting is rather frightening stuff, as reads here: “The liturgical reform is a major conquest of the Catholic Church, and it has ecumenical dimensions, since the other Churches and Christian denominations see in it not only something to be admired in itself, but equally as a sign of further progress to come.” (p. 126)
[9] See a simple chart comparing the two rites here. Find another liturgical scholar’s quantification of the liturgical change in terms of percentages in the work here
[10] That the Pope’s General Instruction was almost immediately retracted and rewritten to try and cover the heretical Eucharistic doctrine it originally expressed (see especially nos. 7 and 48) has done nothing to change the fact that the new rite itself still expresses the same error. See the Cardinals’ critique in #14 below.
[11] Find his comments in La Croix 5.30.1969, as noted by D. Bonneterre at p. 100 here.
[12] This is the lamenting assessment of respected Catholic liturgist Fr. Klaus Gamber at p. 99 of The Reform of the Roman Liturgy (Harrison, NY, 1993).
[13] This is the gleeful assessment of the questionable Jesuit Fr. Joseph Gelineau at pp 9-10 of Demain la liturgie (Paris, 1976).
[14] Read (an English translation of) the full letter and theological study of Cardinals Ottaviani, Bacci, and their team of theologians here.
[15] Find the Pope’s attempt to, in his words, “relieve your minds of the first, spontaneous difficulties which this change arouses” here.
[16] As penned in his Introduction to La Reforme Liturgique en question (Le-Barroux: Editions Sainte-Madeleine), 1992, pp. 7-8.
[17] From Ch. 21 of St. Vincent of Lerin’s Commonitory, readable here.
[18] Ibid., Ch 6

No comments:

Post a Comment