Wednesday, August 31, 2016

CARDINAL GIACOMO BIFFI: FONDASI-FONDASI KEBERADAAN

CARDINAL  GIACOMO  BIFFI: FONDASI-FONDASI  KEBERADAAN

Seorang uskup berbicara

Chiesa e Post Concilio
August 30, 2016






Kita tidak memerlukan para pengkhotbah yang mau merubah Kitab Injil, dengan alasan untuk menyesuaikannya dengan keadaan zaman ini, tetapi kita butuh para pengkhotbah yang berusaha setiap hari, meskipun hanya sedikit hasilnya, untuk merubah dirinya sendiri setiap hari agar semakin selaras dengan Kitab Injil yang tak pernah berubah.


Di dalam rancangan yang diciptakan oleh Allah demi keselamatan manusia, ada tiga buah pilar yang mempertahankan seluruh sendi bangunan keberadaan kita. Jika mereka memberi jalan (bagi tindakan kompromi) maka keruntuhan seluruh nilai-nilai moral tak terelakkan lagi. Hal itu juga termasuk kebenaran-kebenaran yang mengikat kita untuk menerimanya, jika kita ingin disebut sebagai umat Kristiani.

Kebenaran-kebenaran ini adalah: Allah, Bapa dan Sahabat kita; Yesus Kristus, Utusan dan Putera Allah; Gereja, sebagai suatu umat yang ditebus dan sebuah komunitas orang-orang yang menantikan Kerajaan Allah. Ketiga kebenaran ini saling bertautan satu sama lain sehingga jika yang satu hilang, maka cepat atau lambat kebenaran yang lainnya juga hilang. Sejarah selama beberapa abad belakangan ini telah membuktikan hal itu

Empat abad yang lalu untuk pertama kalinya di Eropa, ide mengenai Gereja dipertanyakan, meskipun iman yang dalam kepada Kristus, Allah dan Juru Selamat, tetap dipertahankan. Namun setelah beberapa abad, dimana ide mengenai Gereja menjadi hilang, maka hal itu berakibat pada penghinaan atas Keilahian Kristus, oleh kelompok orang yang menganggap Kristus sebagai manusia biasa, meskipun kelompok orang-orang itu banyak yang jenius. Selanjutnya, semakin menjadi kebiasaan orang-orang merenungkan Kristus sebagai ‘tokoh sosialis pertama’, seorang pejuang kebebasan bagi orang tertindas, dan seorang pengkhotbah keadilan duniawi. Nampak ada kebodohan yang cukup menarik disini: Jika Yesus Kristus bukan Anak Allah yang sejati, maka Dia adalah seorang yang fanatik dan gagal. Jika iman akan Kristus dilemahkan, beserta ide mengenai Allah dilemahkan, yang nampak jelas saat ini, maka sedikit demi sedikit iman itu menjadi luntur. Begitulah untuk pertama kalinya dalam sejarah, atheisme massal memperlihatkan dirinya.

Nampaknya, pada awalnya, meskipun tanpa adanya ide mengenai Allah tetapi ide manusia mengenai keadilan dan moral bisa dipertahankan. Kemudian seseorang yang lebih pandai mulai melihat kemana segala sesuatu ini berjalan: Jika Allah tidak ada, maka segala sesuatu adalah diijinkan, demikian anggapan Dostoyevsky, hingga bahkan pembunuhan akan dibenarkan. Saat ini kita semakin banyak menyaksikan ide semacam ini, dan tentu saja hal ini merugikan kita. Masyarakat yang lancang saat ini, yang telah menghancurkan fondasi-fondasinya sendiri, tidak lagi bisa berdiri di atas kakinya sendiri: tidak ada sesuatu yang bisa dianggap penting, tak ada nilai-nilai moral yang patut dipertahankan. Kita dihadapkan kepada sebuah dunia yang tak memiliki rasa, dimana hal ini tak terelakkan lagi sedang menjurus kepada keputus-asaan massal.

Tentu saja kita tidak boleh menuju kepada keputus-asaan, karena kita telah diberi harapan besar dan setiap perayaan Paskah menawarkan kepada kita sekali lagi motif (harapan ini) dengan mengembalikan kesegaran dan vitalitas kita; selama kita tetap sepenuhnya menyadari tiga pilar diatas, serta hubungan penting dari ketiganya: adalah tidak mungkin untuk menyelamatkan eksistensi manusia tanpa iman kepada Allah; adalah tidak mungkin untuk percaya kepada Allah yang adalah Bapa kita dan yang tidak akan meninggalkan kita, tanpa merenungkan Yesus yang Tersalib dan Bangkit, di mana kasih Allah dinyatakan; adalah tidak mungkin untuk mengetahui siapa Yesus itu sebenarnya, jika kita tidak tinggal di dalam Gereja, yang merupakan 'kolom dasar Kebenaran' dan 'Mempelai tanpa cacat atau kerut', seperti St Paulus mengumpamakan hal itu. Kita tidak bisa bermain-main dengan dasar-dasar keberadaan kita, sebab, siapakah yang akan menarik kita keluar dari puing-puing dan reruntuhan istana megah kita?


Read the full article at Rorate Caeli

No comments:

Post a Comment