Monday, April 18, 2016

Vol 1 - Bab 11 : Rasa sakit inderawi



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 11

Rasa sakit inderawi 
Siksaan api dan dingin 
Bede dan Drithelm Venerabilis

Jika rasa sakit karena kehilangan hanya memiliki arti yang kecil saja bagi kita, maka berbeda sekali dengan rasa sakit inderawi karena siksaan oleh api, siksaan karena suhu dingin yang menggigit dan tajam, yang mengenai indera kita. Inilah sebabnya Kerahiman Ilahi sambil berharap untuk memberikan rasa takut yang suci kepada jiwa kita, hanya berbicara sedikit saja tentang rasa sakitnya kehilangan itu, namun kita terus diperlihatkan kepada api, suhu dingin, dan siksaan-siksaan lain, yang mewakili sakit inderawi. Inilah yang kita dapatkan didalam Injil, dan pada berbagai pewahyuan pribadi, dengan mana Tuhan berkenan menyatakan kepada hamba-hambaNya dari saat ke saat tentang misteri-misteri dari kehidupan dunia sebelah sana. Marilah kita menyebut satu saja dari pewahyuan ini. Pertama-tama marilah kita melihat apa yang dikatakan oleh orang kudus dan pintar ini, Cardinal Bellarmine, yang diambil dari perkataan Bede Venerabilis. Bede menulis :”Inggris telah menyaksikan sebuah keajaiban di zaman ini, yang bisa dibandingkan dengan keajaiban-keajaiban dari zaman permulaan Gereja dulu. Untuk mendorong agar orang-orang memiliki rasa takut terhadap kematian jiwa maka Tuhan mengijinkan manusia setelah menjalani tidur kematiannya, dia bisa kembali kepada kehidupan duniawi ini lagi dan kemudian menceritakan apa yang telah dia lihat di dunia sebelah sana. Detil yang amat mengerikan yang dia ceritakan, serta kehidupan silihnya yang luar biasa itu, yang sesuai dengan perkataannya sendiri, menghasilan suatu perasaan emosi yang bergelora diseluruh negeri. Kini aku akan menceritakan secara ringkas peristiwa itu.
Di Northumberland adalah seorang pria yang bernama Drithelm yang bersama keluarganya telah menjalani kehidupan Kristiani yang baik. Suatu saat dia jatuh sakit dan penderitaannya itu semakin besar hari demi hari, hingga sampailah dia pada akhir hayatnya, dia meninggal. Anak istrinya sangat bersedih akan hal ini. Keluarganya menghabiskan malam itu dengan tangis sedu sedan. Namun pada hari berikutnya, sebelum pemakamannya, mereka melihat tiba-tiba Drithelm hidup kembali, bangkit dan duduk sendiri. Demikianlah semua orang menjadi terkejut dan merasa ketakutan sehingga mereka berlari menjauh, kecuali istrinya, yang dengan gemetaran masih tetap berada disamping suaminya itu. Pria itu meyakinkan istrinya :”Janganlah takut”, demikian katanya, “Tuhanlah yang mengembalikan aku kepada kehidupan ini. Dia ingin menunjukkan, melalui diriku, bahwa ada orang yang bisa bangkit dari mati. Aku telah lama hidup di dunia ini, tetapi kehidupanku yang baru disebelah sana, sangatlah berbeda dari kehidupanku disini”. Kemudian dia pulih sehat sama sekali, dan dia berjalan menuju ke kapel atau Gereja setempat. Disana dia berdoa hingga lama sekali. Lalu dia kembali ke rumahnya untuk berpamitan kepada orang-orang yang dia kasihi dulu, kepada siapa dia menyatakan bahwa dia hanya hidup untuk mempersiapkan dirinya bagi kematian, dan dia menasihati mereka untuk berbuat hal yang sama seperti itu. Lalu dia membagi-bagikan hartanya menjadi 3 bagian, yang satu dia berikan kepada anak-anaknya, yang satu lagi kepada istrinya, dan yang sisanya dia berikan sebagai sedekah. Ketika dia telah selesai membagi-bagikan hartanya kepada orang-orang miskin, dan telah menjadikan dirinya sendiri dalam keadaan miskin sama sekali, dia pergi menuju sebuah biara dan mengetuk pintunya. Dia memohon kepada kepala biara untuk menerima dia sebagai rohaniwan peniten dan bersedia menjadi hamba dari semua orang disitu.
Kepala biara itu memberinya sebuah kamar istirahat yang dia huni hingga akhir hidupnya. Dia menghabiskan waktunya disitu untuk tiga macam kegiatan : berdoa, bekerja keras dan melakukan penebusan dosa yang luar biasa beratnya. Puasa yang sangat ketat masih belumlah apa-apa baginya. Pada musim dingin, terlihat dia menceburkan dirinya kedalam air beku dan tetap tinggal disitu selama berjam-jam lamanya sambil berdoa, sambil dia mendaraskan seluruh Mazmur Daud.
Kehidupan matiraga yang dijalani oleh Drithelm ini, serta matanya yang nampak kelelahan, potongan tubuhnya yang kurus, telah menggambarkan suatu jiwa yang dikuasai oleh rasa takut akan penghakiman Tuhan. Dia tetap berada didalam keheningan hidupnya. Namun karena desakan untuk menceritakan pengalamannya itu, dan demi kepentingan orang lain, tentang apa yang telah dinyatakan oleh Tuhan kepadanya setelah kematiannya itu, lalu dia menceritakan pengalamannya :
“Setelah meninggalkan tubuhku, aku diterima oleh seorang yang amat ramah sekali, yang kemudian menuntun aku. Wajahnya tampak bercahaya dan dia dikelilingi oleh cahaya pula. Dia sampai pada sebuah lembah yang dalam dan luas sekali, yang pada satu sisinya berisi api, dan pada sisi yang lain berisi es dan salju. Di satu pihak, terdapat tungku pembakar yang bernyala-nyala, dan pada pihak yang lain terdapat tiupan angin yang sangat dingin menggigit”.
“Lembah yang misterius itu dipenuhi dengan amat banyak sekali jiwa-jiwa yang diombang-ambingkan oleh angin badai yang dahsyat, dimana jiwa-jiwa itu terlempar dari satu sisi ke sisi yang lain. Ketika mereka tak lagi mampu menanggung kejamnya nyala api itu, mereka mencari keringanan ditengah-tengah es dan salju. Tetapi disitu jiwa-jiwa itu hanya menemukan siksaan yang lain. Lalu mereka melemparkan kembali dirinya ke tengah nyala api kembali”.
“Dengan perasaan gemetar aku merenungkan siksaan-siksaan yang amat mengerikan ini yang terjadi terus menerus, dan sejauh penglihatanku bisa memandang, aku melihat banyak sekali jiwa-jiwa yang menderita tanpa bisa beristirahat walau hanya sejenak. Keadaan mereka yang seperti itu sungguh menakutkan diriku. Semula aku mengira bahwa aku melihat neraka. Namun pemanduku tadi, yang berjalan didepanku, berpaling kepadaku dan berkata :”Bukan, ini bukan seperti yang kau duga, neraka bagi orang-orang yang durhaka”. “Tahukah kamu”, dia melanjutkan, “tempat apakah ini?”. Aku menjawab :”Tidak”. Dia berkata lagi :”Ketahuilah, ini adalah lembah dimana kamu melihat api yang besar dan hamparan es yang luas, ini adalah tempat dimana jiwa-jiwa dari mereka yang dihukum, yang selama hidupnya di dunia tidak mau mengakukan dosa-dosa mereka, dan yang telah menunda-nunda pertobatan mereka hingga saat akhir. Terima kasih atas kemurahan hati yang sangat istimewa dari Allah sehingga mereka bisa memiliki kebahagiaan dengan menyesali sungguh segala dosa-dosa mereka sebelum mereka meninggal, dengan mengakukan dan membenci dosa-dosa mereka. Itulah sebabnya mereka tidak dikutuk, dan pada hari penghakiman yang besar itu mereka akan memasuki Kerajaan Surga. Beberapa dari mereka akan dibebaskan sebelum saat itu, karena jasa dari doa-doa, sedekah dan puasa yang dipersembahkan oleh orang-orang yang hidup demi mereka, dan terutama atas jasa keutamaan dari Kurban Kudus (Misa Kudus), yang dipersembahkan demi mereka”.
Begitulah penjelasan Drithelm. Ketika ditanya mengapa dia memperlakukan tubuhnya sendiri dengan begitu kejamnya, mengapa dia menceburkan dirinya kedalam air es yang dingin membeku, dia menjawab bahwa dirinya telah menyaksikan siksaan-siksaan serta rasa dingin yang menggigit di dunia sana yang lebih berat lagi untuk ditanggung
Ketika semua saudaranya menyatakan kekaguman mereka karena dia telah mampu menanggung semua penyiksaan yang luar biasa itu, maka dia menjawab :”Aku telah menyelesaikan tindakan penebusan dosa yang lebih mengagumkan lagi”. Hingga pada hari dimana Tuhan memanggilnya pulang kepadaNya, dia tak pernah berhenti melakukan tindakan matiraga, dan meskipun tubuhnya dimakan usia, dia tidak mau menerima pengurangan atas penderitaan tubuhnya itu.
Hal ini menimbulkan perhatian yang besar di Inggris. Banyak sekali pendosa yang tersentuh oleh perkataan Drithelm serta mereka tergugah oleh kesederhanaan dan kerasnya kehidupannya hingga mereka menjadi bertobat.
Kenyataan ini, kata Bellarmine, merupakan kebenaran yang tak dapat dibantah. Karena selain hal itu sejalan dengan sabda Kitab Suci, “Biarlah dia berjalan dari air salju menuju panas yang berlebihan”, juga Bede Terberkati menganggap hal itu sebagai peristiwa yang baru terjadi dan cukup terkenal. Lebih dari pada itu, hal itu kemudian diikuti oleh pertobatan dari sejumlah besar pendosa, yang merupakan tanda dari karya Allah, yang sudah biasa melaksanakan karya-karya keajaiban untuk menghasilkan buah didalam jiwa-jiwa.



No comments:

Post a Comment