Tuesday, April 12, 2016

Vol 1 - Bab 9 Sakitnya Api Penyucian, Sifatnya, Kerasnya



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 9

Sakitnya Api Penyucian, Sifatnya, Kerasnya 
Ajaran para teolog  
St.Bellarmine  
St.Francis dari Sales 
Takut dan Percaya

Didalam Api Penyucian maupun di neraka, terdapat dua macam rasa sakit, yaitu rasa sakit karena kehilangan dan rasa sakit sensasi.
Sakit karena kehilangan yaitu karena mereka tak memiliki kesempatan untuk bisa melihat wajah Allah, yang merupakan Kebaikan Yang Utama, merupakan kebahagiaan akhir kita semua, ke tempat mana jiwa kita dicicptakan dan diarahkan, seperti halnya mata kita diciptakan untuk melihat cahaya. Ini adalah sebuah kehausan moral dan mental yang sangat menyiksa jiwa-jiwa. Kemudian rasa sakit sensasi atau penderitaan yang bisa dirasakan, adalah sama seperti kita mengalami rasa sakit pada daging kita. Sifat dari sakit ini tidak dijelaskan oleh ajaran iman, namun itu adalah pendapat yang sudah umum dari para doktor Gereja, dimana sakit ini melibatkan api yang berkobar-kobar serta berbagai jenis penderitaan lainnya. Api dari Api Penyucian, demikian kata para Bapa, adalah seperti api neraka, dimana orang-orang yang doyan makan, menyebutnya sebagai : Quia crucior in hac flamma (Aku menderita dengan amat kejamnya didalam api itu).
Mengenai beratnya rasa sakit itu, karena hal itu diberikan oleh Pengadilan Ilahi, maka hal itu sesuai dengan sifat, beratnya, dan jumlah dosa-dosa yang dilakukan seseorang. Masing-masing orang menerima rasa sakit itu sesuai dengan perbuatannya, masing-masing orang harus menanggung hutang-hutangnya sendiri, dengan mana dia dijatuhi hukuman dihadapan Allah. Hutang-hutang ini sangat berbeda dalam hal kwalitasnya. Beberapa orang ada yang telah menumpuk hutang itu sepanjang hidupnya hingga mencapai 10 ribu talenta seperti yang dikatakan didalam Injil, yaitu jutaan atau bahkan puluhan juta. Sementara orang yang lain dikurangi hingga menjadi beberapa sen saja hutangnya, yaitu sisa-sisa sedikit dari hutang dosa yang belum dibayar selama di dunia ini. Dari kenyataan ini maka jiwa-jiwa akan mengalami berbagai macam penderitaan, berbagai derajat dan tingkat penebusan dosa didalam Api Penyucian, dimana yang satu bersifat lebih kejam dari pada yang lain dan keduanya tak dapat dibandingkan. Namun secara umum, para doktor Gereja sepakat mengatakan bahwa rasa sakitnya itu amat mengerikan sekali. “Api yang sama”, demikian kata St.Gregorius Agung, “telah menyiksa orang-orang terkutuk dan sekaligus memurnikan orang-orang terpilih” (lihat Mzm. 37). “Hampir semua ahli teologi”, kata St.Bellarmine, “mengajarkan bahwa orang-orang yang durhaka dan jiwa-jiwa didalam Api Penyucian menderita oleh api yang sama”.
Bellarmine menambahkan bahwa tak ada bandingannya antara penderitaan di dunia ini dengan penderitaan didalam Api Penyucian. St.Agustinus mengatakan hal yang sama didalam komentarnya mengenai Mzm. 31. “Tuhan”, demikian katanya, “memurnikan aku bukan dengan murkaNya, dan menolak aku bukan dengan apa yang anda katakan kepada orang-orang :’Pergilah menuju api yang kekal’. Tetapi Tuhan, janganlah memurnikan aku dengan murkaMu, murnikanlah aku seperti di dunia ini agar aku tidak perlu dimurnikan dengan api pada kehidupan mendatang. Ya, aku takut akan api yang diperuntukkan bagi orang yang diselamatkan, sungguh, mereka seperti keluar dari api (lihat 1 Kor. 3:15). Tidak diragukan lagi, mereka pasti diselamatkan setelah mengalami cobaan melalui api. Namun cobaan itu amat sangat  menyakitkan sekali, cobaan itu jauh lebih mengerikan dari pada seluruh penderitaan yang paling keras di dunia ini. Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh St.Agustinus dan apa yang dikatakan pula oleh St.Gregorius, Bede Venerabilis, St.Anselmus, dan St.Bernard mengenai hal itu. St.Thomas berbicara lebih jauh lagi tentang hal itu. Dia mengatakan bahwa rasa sakit yang paling ringan didalam Api Penyucian itu masih jauh lebih besar dari pada seluruh penderitaan didalam kehidupan ini. Rasa sakit, kata Peter Lefevre  Terberkati, adalah lebih dalam dan lebih akut jika ia langsung mengenai jiwa dan pikiran dari pada jika ia mengenai keduanya tetapi melalui perantaraan tubuh. Tubuh yang bisa mati ini serta segala indera, menyerap dan mengartikan sebagian dari sakit jasmani dan terutama sakit di bidang mental.
Penulis dari buku Imitation menjelaskan doktrin ini dengan kalimat yang singkat dan mengena. Dia berbicara secara umum tentang penderitaan didalam kehidupan sana :
“Disana, satu jam siksaan akan terasa lebih mengerikan dari pada seratus tahun penebusan dosa yang paling keras di dunia ini”.
Untuk membuktikan doktrin ini, dikatakan bahwa semua jiwa-jiwa didalam Api Penyucian menderita rasa sakit karena kehilangan. Dan rasa sakit ini melebihi penderitaan yang paling berat di dunia. Namun berbicara tentang rasa sakit inderawi saja kita tahu betapa mengerikan api itu, betapapun kecilnya nyala api itu, yang bisa menyelimuti rumah kita, dan betapa besarnya rasa sakit yang timbul akibat luka bakar yang terkecil sekalipun. Betapa jauah lebih mengerikan lagi api yang diberi kayu bakar atau minyak dan yang tak dapat dipadamkan seperti didalam Api Penyucian itu. Dinyalakan oleh hembusan napas Allah untuk menjadi sarana PengadilanNya, api itu akan memerangkap jiwa-jiwa serta menyiksanya dengan kobaran yang tak ada bandingnya. Itulah yang telah kita ceritakan, dan masih akan kita ceritakan lagi dan hendaknya hal itu mengilhami kita dengan rasa takut yang suci yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita. Namun bagi pembaca yang kurang yakin, yang mengabaikan kepercayaan iman Kristiani yang seharusnya bisa menenangkan rasa takut kita, hendaknya mereka bisa melepaskan diri dari rasa takut yang berlebihan dan marilah kita memperhatikan doktrin semula yang diajukan oleh doktor Gereja yang lain, St.Francis dari Sales, yang menceritakan penderitaan Api Penyucian yang bisa dikurangi dengan penghiburan-penghiburan yang menyertai mereka.
Kata orang suci ini dan penasihat yang baik bagi jiwa-jiwa :”Hendaknya kita bisa menarik pelajaran dari pemikiran tentang Api Penyucian ini lebih banyak penghiburan dari pada pemahaman mengenai Api Penyucian. Sebagian besar dari mereka yang mengalami penderitaan Api Penyucian adalah karena mereka lebih memperhatikan dirinya sendiri dari pada memperhatikan kepentingan kemuliaan Allah. Hal ini terjadi karena kenyataan bahwa mereka hanya memikirkan penderitaannya tanpa mau memperhatikan rasa damai dan kebahagiaan yang bisa dinikmati disana oleh jiwa-jiwa yang suci. Memang benar bahwa siksaan disana amatlah berat sehingga penderitaan yang terbesar di dunia ini tak ada bandingnya dengan penderitaan di Api Penyucian. Namun kepuasan batin yang ada disana adalah besar sehingga tak ada kesejahateraan ataupun kepuasan di dunia ini yang bisa menyamainya. Jiwa-jiwa itu bersatu terus menerus dengan Allah. Mereka secara sempurna tunduk kepada kehendakNya, atau keinginan mereka dirubah menjadi keinginan Allah sehingga mereka tak memiliki keinginan sendiri kecuali keinginan Allah. Sehingga jika Surga terbuka bagi mereka, maka mereka akan menjatuhkan dirinya kedalam neraka secara sukarela dari pada mereka menampakkan dirinya dihadapan Allah dengan membawa noda-noda dosanya, dimana mereka telah mampu melihat dirinya dengan noda dosa itu adalah sangat buruk rupanya. Mereka akan memurnikan dirinya secara sukarela dan dengan rasa kasih, karena demikianlah memang kesenangan Ilahi itu.
Mereka ingin tinggal dalam keadaan dimana Allah amat berkenan dan sepanjang keadaan itu menyenangkan Allah. Mereka tak bisa berbuat dosa lagi, ataupun menjalankan tindakan yang kurang sabar sedikitpun juga, ataupun melakukan ketidak-sempurnaan yang kecil sekalipun. Mereka mengasihi Allah lebih besar dari pada mengasihi dirinya sendiri ataupun mengasihi segala benda lainnya. Mereka mengasihi Allah dengan kasih yang sempurna, murni, tulus, tanpa pamrih. Mereka dihibur oleh para malaikat. Mereka diyakinkan akan keselamatan kekal mereka, dan mereka dipenuhi dengan pengharapan yang tak bisa dikecewakan lagi. Kesedihan terbesar mereka disembuhkan oleh damai yang besar. Jika melihat penderitaan mereka, mereka adalah seperti di neraka. Namun jika melihat kesenangan yang diberikan kepada hati mereka, oleh sifat kemurahan hati, kemurahan hati yang lebih kuat dari pada kematian, dan lebih kuat dari pada neraka, maka mereka tergolong makhluk Surgawi. Kemurahan hati yang lampu-lampunya adalah nyala api (Kid. 8). “Keadaan yang berbahagia”, demikian kata Uskup yang suci itu, “yang lebih menggiurkan dari pada kedahsyatan, karena nyala apinya adalah nyala api kasih dan kemurahan hati”.
Demikianlah ajaran para doktor Gereja, dari mana kita bisa mengerti bahwa jika sakitnya Api Penyucian adalah berat dan keras, tetapi hal itu terjadi bukannya tanpa penghiburan. Ketika Tuhan memberikan salibNya kepada kita didalam kehidupan ini, Dia sekaligus mencurahkan rahmatNya yang terbesar, dan didalam memurnikan jiwa-jiwa didalam Api Penyucian seperti emas didalam mangkuk pembakar, Tuhan menenangkan keganasan nyala api itu dengan penghiburan yang tak terkatakan besarnya. Kita tak boleh lupa akan adanya unsur penghiburan ini, sisi yang terang dari gambaran suram dari Api Penyucian, yang akan kita lihat lebih jauh lagi nanti.


No comments:

Post a Comment