Friday, April 29, 2016

Vol 1 - Bab 14 : Rasa sakitnya Api Penyucian



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 14

Rasa sakitnya Api Penyucian
Penampakan dari Foligno 
Religius Dominikan dari Zamora

Kerasnya hukuman yang sama telah dinyatakan juga didalam penampakan yang lebih kemudian, dimana ada seorang religius yang meninggal setelah menjalani kehidupan yang amat baik, dan telah menceritakan penderitaannya dengan cara sedemikian, sehingga bisa mengilhami jiwa-jiwa dengan rasa takut. Peristiwa itu terjadi pada 16 Nopember 1859 di Foligno, dekat Assisi, Italia. Hal itu telah menjadi bahan pembicaraan yang ramai diseluruh negeri. Dan selain terdapatnya tanda yang kelihatan, maka sebuah pertanyaan muncul pada saat yang tepat oleh penguasa setempat yang kemudian menyatakan hal itu sebagai sebuah fakta yang tak bisa disangkal.
Didalam biara Fransiskan, Tertiaries, di Foligno, adalah seorang suster bernama Teresa Gesta, yang telah menjadi novisiat disitu selama bertahun-tahun dan pada saat yang sama dia bertugas didalam sakristi yang ada disitu. Dia lahir di Bastia, Corsica, pada 1797 dan memasuki biara itu pada tahun 1826.
Suster Teresa adalah contoh dari semangat dan kemurahan hati yang bernyala-nyala. Kita tidak usah heran, kata Suster Kepala disitu, jika Tuhan lalu memuliakan dia dengan berbagai keajaiban setelah kematiannya.
Sr.Teresa meninggal secara mendadak pada 4 Nopember 1859 karena serangan stroke.
12 hari kemudian pada 16 Nopember 1859, seorang Suster lain yang bernama Anna Felicia yang melanjutkan tugas-tugas dari Sr.Teresa disitu, pergi ke sakristi. Ketika dia akan masuk kedalam sakristi, dia mendengar teriakan-teriakan yang nampaknya berasal dari dalam kamar. Dengan ketakutan dia segera membuka pintu itu tetapi tak ada orang didalam kamar. Sekali lagi dia mendengar teriakan-teriakan itu, begitu jelasnya hal itu. Meskipun dia seorang pemberani, tetapi dia masih merasa ketakutan. “Yesus ! Maria !”, dia berseru, “apakah itu ?”. Belum selesai dia berbicara seperti itu, tiba-tiba dia mendengar sebuah suara yang disertai dengan helaan napas panjang yang menandakan rasa kesakitan :”Oh Tuhan, betapa aku sangat menderita ! Oh ! Dio che peno tanto !”. Sr.Anna terpaku dan segera dia mengenali suara itu. Itu adalah suara dari Sr.Teresa yang malang. Lalu ruangan itu dipenuhi dengan asap yang tebal dan roh dari Sr.Teresa muncul dihadapannya, bergerak kearah pintu dengan cara meluncur pada dinding. Setelah mencapai pintu, dia berteriak keras :’Lihatlah, tanda dari kerahiman Allah”. Dengan berkata begitu dia memukul bagian atas dari pintu itu hingga meninggalkan bekas tangan kanannya disitu, dimana pada kayu dari pintu itu nampak bekas yang berbentuk tangan Sr.Teresa yang seolah bekas itu terbuat dari sebuah besi panas yang ditekankan pada kayu itu. Lalu Sr.Teresa menghilang.
Sr.Anna Felicia setengah mati rasanya karena ketakutan. Dia berteriak keras meminta tolong. Salah satu sahabatnya berlari kearah tempat dia berada, kemudian disusul oleh yang lain-lainnya hingga seluruh anggota komunitas itu berkumpul di tempat itu. Mereka mengerumuni Sr.Anna dengan rasa terkejut, karena mereka merasakan bau yang kuat dari kayu yang terbakar. Sr.Anna menceritakan apa yang telah terjadi dan menunjukkan pada teman-temannya bekas pukulan tangan yang sangat jelas pada pintu. Segera mereka semua mengenali bahwa itu adalah bekas tangan Sr.Teresa yang kecil bentuknya itu. Dengan diliputi oleh rasa ketakutan mereka berlari menuju ruangan yang lain, dimana mereka menghabiskan malam itu dengan berdoa bersama serta melakukan doa-doa silih bagi Sr.Teresa. Pada pagi harinya semua Suster menerima Komuni Kudus dengan satu ujub yaitu untuk memberi tempat istirahat bagi jiwa dari Sr.Teresa. Kabar itupun tersebar hingga keluar tembok-tembok biara dan masing-masing orang di kota itu menyatukan diri didalam doa bagi Suster biara Fransiskan itu. Pada hari ke 3, 18 Nopember, Sr.Anna Felicia, ketika berjalan menuju kamarnya pada malam hari, dia mendengar namanya dipanggil seseorang dan dia tahu betul bahwa itu adalah suara Sr.Teresa. Pada saat itu juga muncullah sebuah sinar berbentuk bulat yang sangat terang dihadapannya, hingga menerangi seluruh kamar itu dengan terangnya siang hari. Sr.Anna mendengar Sr.Teresa mengucapkan kalimat berikut ini dengan nada bahagia dan kemenangan :”Aku mati pada hari Jumat, hari Kesengsaraan, dan lihatlah, pada hari Jumat pula aku memasuki kemuliaan kekal ! Kuatkanlah dirimu untuk memanggul salib, beranilah menderita, cintailah kemiskinan”. Lalu Sr.Teresa menambahkan :”Adieu, adieu, adieu !”, lalu dia berubah wujud menjadi seperti cahaya berwarna putih dengan awan yang berkilauan, dan dia naik menuju ke Surga serta menghilang dari pandangan.
Selama penyelidikan yang dilakukan segera setelah peristiwa itu, pada 23 Nopember, dihadapan orang banyak yang hadir saat itu, kuburan Sr.Teresa terbuka, dan bekas yang menempel pada pintu sakristi persis sama dengan tangan dari St.Teresa. “Pintu itu dengan gambaran tangan seperti bekas terbakar”, demikian kata Mgr.Segur, “dipertahankan keasliannya dengan sangat hormat didalam biara itu. Bunda Abbes, saksi dari peristiwa itu senang sekali menunjukkan hal itu kepadaku”.
Berharap untuk meyakinkan diriku atas kebenaran dari cerita yang disampaikan Mgr. Segur ini, aku menulis surat kepada Uskup Foligno. Dia menjawab dengan memberiku penjelasan yang mendetil, yang persis sama dengan apa yang telah disampaikan diatas dan disertai dengan sebuah tiruan dari tanda yang ajaib dari tangan Sr.Teresa itu. Penjelasan ini menunjukan alasan dari tindakan penebusan dosa yang dilakukan dengan keras dimana Sr.Teresa menerimanya. Setelah mengatakan :”Ah ! betapa kerasnya aku menderita ! oh ! Dio, che peno tanto !”, dia menambahkan bahwa pemurniannya itu karena dia, sebagai sakristan, telah sedikit menyimpang dari aturan-aturan ketat tentang kemiskinan seperti yang telah diharuskan. Begitulah kita telah melihat Pengadilan Ilahi telah menghukum dengan keras sekali terhadap kesalahan yang kecil sekalipun. Disini bisa dipertanyakan, mengapa penampakan itu, St.Teresa, ketika membuat sebuah tanda yang ajaib pada pintu, menyebutnya sebagai bentuk dari kerahiman Tuhan. Hal itu karena didalam membeirkan peringatan kepada kita dengan cara seperti itu, Tuhan menunjukkan kerahimanNya yang besar kepada kita. Dia mendorong kita dengan cara yang paling mujarab, untuk menolong jiwa-jiwa yang malang yang sedang menderita didalam Api Penyucian, dan untuk selalu berjaga-jaga dan berdoa demi kepentingan kita sendiri.
Sementara berbicara masalah ini, kita bisa meneghubungkan sebuah kejadian yang mirip dengan itu, yang terjadi di Spanyol, dan yang menimbulkan banyak pembicaraan di negeri itu. Ferdinand dari Castile, menuliskan cerita itu didalam History of St.Dominic. seorang religius Dominikan menjalani sebuah kehidupan yang kudus didalam biara Zamora, sebuah kota di wilayah kerajaan Leon. Dia bergabung dengan keluarga persahabatan suci itu bersama kaum religius Fransiskan seperti dia, seorang pria yang amat bijaksana. Suatu hari, ketika sedang berbicara bersama mengenai keabadian, mereka secara bersama-sama berjanji bahwa jika Tuhan berkenan, maka diantara mereka yang meninggal terlebih dahulu, akan menampakkan diri kepada yang lainnya untuk memberikan informasi dan nasihat-nasihat kepada mereka. Begitulah, Wakil Kepala biara meninggal lebih dahulu. Dan suatu hari, ketika sahabatnya, putera dari St.Dominikus, sedang mempersiapkan makan,  orang yang meninggal itu menampakkan diri kepadanya. Setelah menyapa dia dengan penuh hormat dan perhatian, dia mengetakan kepadanya bahwa dirinya kini berada bersama orang-orang pilihan, namun sebelum dia diperkenankan menerima kebahagiaan kekal, masih ada banyak penderitaan yang harus dia alami karena kesalahan-kesalahan kecil yang belum cukup dia tebus selama hidup di dunia dulu. Dia menambahkan :”Tak ada di dunia ini yang bisa menggambarkan beratnya siksaan yang kutanggung, dimana Tuhan mengijinkan aku memberikan bukti yang kelihatan kepadamu”. Dengan kalimat ini dia menaruh tangan kanannya diatas meja di kamar makan itu, dan tanda bekas tangannya itu tetap melekat pada kayu meja itu, seolah hal itu dibuat dengan sebuah besi panas.
Itulah pelajaran yang dibuat oleh mendiang rohaniwan Fransiskan yang tekun itu, kepada semua sahabatnya yang masih hidup. Hal itu sangat bermanfaat bukan saja bagi dia, tetapi juga bagi semua orang yang menyaksikan tanda bekas terbakar pada meja itu, yang sangat berarti sekali : karena meja itu menjadi obyek kesucian yang disaksikan oleh orang-orang dari seluruh negeri. Ia masih bisa dilihat di Zamora”, demikian kata Pastor Rossignoli, “pada saat dimana aku menulis ini”(pertengahan abad yang lalu). “Untuk melindunginya, maka pada titik itu dari meja itu, ditutupi dengan lempengan tembaga”. Ia dipertahankan hingga akhir abad yang lalu. Sejak itu meja itu dihancurkan selama revolusi, seperti halnya yang terjadi pada benda-benda peringatan religius lainnya.


No comments:

Post a Comment