Tuesday, April 5, 2016

Vol 1 - Bab 7 Lokasi Api Penyucian



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 7

Lokasi Api Penyucian 
St.Lidwina dari Schiedam

Marilah kita menyimak penglihatan yang berikutnya terhadap bagian dalam dari Api Penyucian, yang dialami oleh St.Lidwina dari Schiedam, yang meninggal pada 11 April 1433, dimana biografinya telah ditulis oleh seorang imam, yang memiliki nilai otentisitas amat tinggi. Perawan yang terpuji ini, sebuah contoh dari keajaiban kesabaran Kristiani, telah menjadi jiwa kurban dari segala macam rasa sakit yang paling kejam selama 38 tahun. Penderitaannya itu tidak memberinya kesempatan untuk bisa tidur pulas, sehingga dia menghabiskan malam-malam yang panjang dengan doa-doa, dan sering juga, didalam roh, dia dituntun oleh malaikat pelindungnya pergi menuju tempat-tempat yang tersembunyi dari Api Penyucian. Disana dia menyaksikan adanya tempat tinggal, penjara, lembah, dimana yang satu lebih menyeramkan dari pada yang lain. Dia juga berjumpa dengan jiwa-jiwa yang telah dia kenal, dan dia diperlihatkan kepada berbagai macam hukuman yang dialami oleh jiwa-jiwa itu.
Mungkin ada yang bertanya :”Bagaimanakah perjalanan ekstatik itu dilaksanakan ?”. Hal ini sulit dijelaskan, namun kita bisa menyimpulkan dari berbagai keadaan yang ada, ternyata ada lebih banyak realitas dari Api Penyucian dari pada apa yang sudah kita ketahui dan kita percaya. Lidwina, orang cacad yang suci ini, juga melakukan perjalanan-perjalanan serta peziarahan di dunia, di tempat-tempat suci di Palestina, di Gereja-gereja di Roma, dan biara-biara disekitar tempat tinggalnya. Dia memiliki pengetahuan yang amat banyak tentang tempat-tempat yang telah dia kunjungi. Seorang rohaniwan dari biara St.Elizabeth, suatu hari berbicara dengan Lidwina, dimana mereka membicarakan tentang adanya kamar-kamar, ruangan-ruangan, kamar makan, dan sebagainya, dari komunitas rohaniwan itu. Ternyata Lidwina, orang kusus itu, bisa menceritakan secara detil dan benar dari keadaan biara imam itu, seolah dia telah menjalani kehidupannya disana. Rohaniwan itu menyatakan kekagumannya. Dan St.Lidwina berkata :”Ketahuilah, Pastor, bahwa aku telah memasuki biaramu. Aku telah mengunjungi kamar-kamar, melihat malaikat pelindung dari orang-orang yang tinggal didalamnya”. Salah satu perjalanan yang telah dialami oleh St.Lidwina didalam Api Penyucian adalah sebagai berikut :
Ada seorang pendosa yang malang yang terlibat didalam kebusukan dosa dunia ini, akhirnya dia bertobat. Atas jasa dari doa-doa dan permohonan dari St.Lidwina, dia melakukan pengakuan dosa dengan tulus dan kemudian dia menerima absolusi. Tetapi dia tak memiliki waktu untuk melakukan penebusan atas dosa-dosanya tadi di dunia ini, karena sebentar kemudian pendosa itu meninggal karena suatu penyakit.
St.Lidwina mempersembahkan banyak doa-doa serta berbagai penderitaan bagi jiwa orang itu. Beberapa saat kemudian, setelah St.Lidwina dibawa oleh malaikat pelindungnya kedalam Api Penyucian, disitu dia ingin mengetahui keadaan dari orang itu, apakah dia masih berada disana, dan bagaimana keadaannya. Kata malaikat pelindung St.Lidwina :”Dia masih berada disana, dan dia sangat menderita. Bersediakah engkau menanggung rasa sakit untuk mengurangi sakit orang itu ?”. “Tentu saja”, jawab St.Lidwina. “aku bersedia untuk menanggung apapun juga untuk menolongnya”.
Segera saja malaikat pelindungnya menuntun dia menuju sebuah tempat yang ada siksaannya yang amat mengerikan. “Inikah neraka bagi saudaraku itu ?”, tanya St.Lidwina sambil merasa ketakutan. “Bukan”, jawab malaikat pelindung itu. “Tetapi ini adalah bagian dari Api Penyucian yang bersebelahan dengan neraka”. St.Lidwina melihat kesekitarnya yang nampak seperti sebuah penjara yang luas, dikelilingi oleh dinding-dinding yang tinggi serta gelap dengan batu-batu yang besar ada disitu. semua ini menimbulkan rasa takut pada diri St.Lidwina. Mendekati pintu yang suram itu St.Lidwina mendengar suara-suara meratap dan kacau serta membingungkan. Terdengar suara-suara teriakan kemarahan, dentingan rantai-rantai besi dan alat-alat penyiksaan, pukulan-pukulan yang keras yang dilakukan oleh para algojo kepada para tawanan mereka. Suara ini seolah suara keributan diseluruh dunia ini, ditengah suasana peperangan atau suasana badai, tetapi masih tak sebanding dengan suara-suara dari dalam Api Penyucian itu. “Tetapi, apakah yang amat mengerikan itu ?”, tanya St.Lidwina kepada malaikat pelindungnya. “Apakah kamu ingin aku menunjukkan tempat itu kepadamu ?”. “Tidak, aku memohon, tidak”, kata St.Lidwina sambil diselimuti oleh rasa takut. “Suara yang kudengar itu amat menakutkan sekali sehingga aku tak kuat untuk menanggungnya. Bagaimana aku bisa tahan jika melihatnya ?”.
Meneruskan perjalanannya yang misterius ini, St.Lidwina melihat ada satu malaikat yang sedang duduk bersedih didekat sebuah sumur. “Siapakah malaikat itu ?”, tanya St.Lidwina kepada malaikat pelindungnya. “Itu adalah malaikat pelindung dari pendosa yang kau tolong itu. Jiwa orang itu ada didalam sumur itu, dimana dia menjalani Api Penyucian yang khusus disitu”. Dengan perkataan ini, St.Lidwina memandang kepada malaikat pelindung itu. Dia ingin melihat kepada jiwa itu dan akan berusaha untuk melepaskannya dari jurang yang menakutkan itu. Malaikat pelindung orang itu, yang mengerti akan hal itu, lalu membuka tutup dari sumur itu, dan keluarlah nyala api dari dalamnya bersamaan dengan tangisan yang amat menyayat hati dari dalam sumur itu.
“Apakah kamu mengenal suara itu”, tanya malaikat pelindung St.Lidwina. “Ya, celaka !”, kata St.Lidwina, hamba Allah itu. “Apakah kamu ingin melihat jiwa itu ?”, tanya malaikat pelindung. Atas persetujuan dari St.Lidwina malaikat pelindung itu lalu memanggil jiwa pendosa itu dengan menyebut namanya. Segera saja St.Lidwina melihat dari mulut jurang itu seebuah roh yang terbakar oleh api, yang nampak seperti logam yang membara. Jiwa itu berkata kepada St.Lidwina dengan suara yang hampir tak terdenegar :”Oh, Lidwina, hamba Allah, siapakah yang mau menolongku untuk bisa merenungkan wajah Yang Maha Tinggi ?”.
Penglihatan atas jiwa ini, yang menjadi kurban dari siksaan api yang amat mengerikan, membuat St.Lidwina mengalami shock sehingga ikat pinggang yang dia kenakan melilit tubuhnya terputus menjadi dua. Dia tak lagi kuat menanggung pemandangan itu, dan segera dia terbangun dari keadaan ekstasenya.
Orang-orang yang hadir saat itu, yang memperhatikan St.Lidwina dalam keadaan ketakutan yang amat besar, menanyakan hal itu kepadanya. “Celaka sekali !”, kata St.Lidwina. “Betapa amat mengerikan penjara-penjara dari Api Penyucian itu ! Demi menolong jiwa-jiwa itu maka aku mau turun kesana. Jika tanpa tujuan seperti ini, maka aku tak akan mau mengalami rasa takut seperti itu meskipun seluruh isi dunia ini diberikan kepadaku”.
Beberapa hari kemudian malaikat yang sama yang dia lihat dalam keadaan bersedih, nampak kepadanya dengan penampilan yang amat bahagia sekali. Malaikat itu berkata kepada St.Lidwina, bahwa jiwa asuhannya itu telah meninggalkan lembah penyiksaan dan masuk kedalam Api Penyucian yang biasa. Pengampunan sebagian ini belumlah cukup terbayar lunas oleh kemurahan hati Lidwina. Maka St.Lidwina terus berdoa bagi orang yang malang itu dan dia menyerahkan semua jasa-jasa dari penderitaannya bagi orang itu, hingga dia bisa melihat pintu-pintu Surga terbuka bagi orang itu.

No comments:

Post a Comment