Friday, April 8, 2016

Vol 1 - Bab 8 Lokasi Api Penyucian – St.Gregorius Agung



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 8

Lokasi Api Penyucian – St.Gregorius Agung 
Deacon Paschasius dan Imam dari Centumcellae 
Stephanus Terberkati, seorang Fransiskan  dan rohaniwan dari biaranya  Theophilus Renaud  dan wanita yang sakit dari Dole

Menurut St.Thomas dan para doktor Gereja, seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, Pengadilan Ilahi dalam hal-hal tertentu memberikan tempat yang khusus di dunia bagi jiwa-jiwa tertentu. Pendapat ini sejalan dengan beberapa kenyataan, diantaranya adalah dua peristiwa yang diceritakan oleh St.Gregorius Agung didalam buku ‘Dialogues’. Ketika aku masih muda dan masih menjadi orang awam, aku mendengar cerita seperti yang diberitakan kepada para pemimpin biara, yang merupakan orang-orang yang sering menerima laporan-laporan berbagai berita, betapa Deacon Paschasius menampakkan diri kepada Germain, Uskup Capua. Paschasius, Deacon dari Tahta Suci, yang buku-bukunya mengenai Roh Kudus masih banyak dibaca, adalah seorang yang suci, yang sangat rajin melaksanakan tindakan kemurahan hati, bersemangat menolong orang-orang miksin dan paling melupakan kepentingannya sendiri. Setelah dia berdebat masalah pemilihan Paus, Paschasius lalu memisahkan diri dari para uskup, dan dia bergabung bersama kelompok orang yang tidak disetujui oleh Paus. Setelah itu dia meninggal dunia, dengan meninggalkan sebuah reputasi yang baik atas kesuciannya, yang juga ditegaskan oleh Tuhan melalui sebuah keajaiban : penyembuhan spontan pada hari pemakamannya, dengan cara menyentuh kain kafannya. Lama sesudah itu, Germain, Uskup Capua itu, disuruh oleh dokter untuk datang ke tempat pemandian dari St.Angelo. Sangat terkejut sekali dia mendapati Deacon Paschasius sedang bekerja di bagian yang amat penting dari tempat pemandian itu. “Disini aku menebus dosa-dosaku” demikian kata penampakan itu. “atas segala kesalahan yang kulakukan karena aku telah bergabung bersama kelompok yang salah. Aku memohon kepadamu berdoalah kepada Tuhan bagiku. Engkau akan tahu bahwa doamu didengarkan Tuhan jika engkau tidak lagi melihat aku di tempat ini”.
Germain mulai berdoa bagi orang yang telah meninggal itu, Paschasius. Dan setelah beberapa hari kemudian, dia kembali ke tempat pemandian itu, Germain mencari-cari Paschasius disitu, tetapi dia tidak ditemukan. “Dia harus menjalani hukuman sementara”, kata St.Gregorius Agung, “karena dia telah berdosa tidak mau memperhatikan, bukan karena sikap kebencian”.
Paus yang sama juga berbicara tentang seorang imam dari Centumcellae, yang kini bernama Civita Vecchia, yang juga pergi ke tempat pemandian air hangat itu. Tiba-tiba ada seorang pria menghadap kepadanya dan mengatakan bahwa dia bersedia untuk melayani imam itu didalam tugas-tugas yang paling kasar sekalipun. Selama beberapa hari orang itu menunggui dan melayani imam itu dengan amat patuh sekali. Imam yang baik itu berpikir bahwa dia haruslah membalas kebaikan hati dan perhatian yang besar dari orang itu. Pada hari berikutnya imam itu datang dengan membawa dua buah roti, dan setelah menerima pelayanan yang istimewa dari hambanya yang baru itu, dia memberikan roti itu kepadanya. Hamba itu, dengan wajah bersedih, menjawab :”Mengapa, pastor, mengapa anda menawarkan roti ini kepadaku ? Aku tak bisa memakannya. Aku, seperti yang telah anda lihat ini, dahulu adalah penguasa tempat ini, dan setelah kematianku aku dikirim kembali kepada keadaan dimana anda melihatku seperti ini demi penebusan atas segala kesalahanku. Jika anda ingin agar aku berbuat baik, ah !, berikanlah kepadaku Roti Ekaristi saja”.
Dengan kalimat ini tiba-tiba orang itu menghilang, dan dia yang semula dikira oleh imam itu sebagai manusia biasa, ternyata dia adalah suatu roh, karena dia bisa menghilang.
Selama seminggu penuh imam yang baik hati itu mempersembahkan dirinya untuk melakukan silih, dan mempersembahkan Hosti Kudus bagi orang yang telah meninggal itu. Setelah kembali ke tempat pemandian itu, imam itu tidak lagi menjumpai hamba yang setia itu lagi dan dia berkesimpulan bahwa hamba itu telah dibebaskan.
Nampaknya bahwa Pengadilan Ilahi kadang-kadang menghukum jiwa-jiwa untuk menjalani hukuman di tempat yang sama dimana dosa itu dilakukan. Kita membaca didalam tulisan Wakil Kepala biara, bahwa Stephanus Terberkati, rohaniwan dari ordo itu, memiliki devosi kepada Sakramen Terberkati, sehingga dia menghabiskan sebagian besar waktunya pada malam hari untuk melakukan adorasi dihadapan Sakramen Terberkati. Pada suatu saat, ketika dia sendirian didalam kapel, dimana kegelapan didalamnya hanya dipecahkan oleh secercah sinar kecil dari lampu tabernakel, tiba-tiba dia melihat seorang rohaniwan datang kesitu. Stephen mendekatinya dan menanyakan kepadanya apakah dia telah mendapat ijin untuk meninggalkan kamarnya pada jam seperti itu. “Aku telah meninggal dunia”, jawabnya. “Atas perintah dari Pengadilan Allah, aku harus menjalani Api Penyucian, karena disini aku telah berdosa melalui sikap tidak ramah dan mengabaikan Tahta Suci. Tuhan mengijinkan aku untuk menjelaskan keadaan yang kualami ini kepadamu agar kamu bisa menolongku melalui doa-doamu”.
Tersentuh oleh kalimat itu, Stephen Terberkati segera berlutut untuk mendaraskan doa-doa De Profundis dan doa-doa lainnya. Dan dia melihat bahwa sementara dia berdoa itu, maka penampilan dari orang yang telah meninggal itu semakin bahagia. Beberapa kali pada malam-malam berikutnya, dia melihat penampakan itu dengan cara yang sama, namun setiap kali orang itu nampak semakin bahagia karena dia semakin mendekati saat pembebasannya. Akhirnya, setelah doa yang terakhir dari Stephen Terberkati, jiwa itu naik dalam keadaan bercahaya dari kamarnya, dan jiwa itu menyatakan rasa terima kasih kepada Stephen Lalu dia menghilang di tengah kemuliaan yang bercahaya. Kejadian berikutnya adalah amat menakjubkan, sehingga kita agak takut untuk memberitakan hal itu”, demikian kata Canon Postel, dimana hal itu belum diceritakan oleh Pastor Theophilus Renaud, seorang teolog, yang menganggap hal itu sebagai peristiwa yang terjadi pada zamannya dan dihadapan matanya.
Abbe Louvet, menambahkan bahwa VikJen dari Uskup Agung Besancon, setelah memeriksa semua detilnya, maka dia memahami kebenaran yang ada disitu. Pada tahun 1629, di Dole, Franche-Compte, Hugette Roy, seorang wanita setengah baya, terbaring di tempat tidur karena penyakit paru yang sangat membahayakan hidupnya. Para dokter saat itu berkesimpulan untuk mengambil sebagian darahnya dengan jalan memotong sebuah arteri pada lengan kirinya, tetapi hal ini justru semakin mempercepat penurunan keadaan wanita itu. Hari berikutnya, pada pagi hari, wanita itu melihat seorang gadis muda memasuki kamarnya dengan berpakaian putih dan tingkah lakunya amat sopan sekali. Gadis muda itu menanyakan kepada wanita itu, Hugette Roy, apakah dia bersedia menerima pertolongannya dan dirawat olehnya. Wanita yang sedang sakit itu merasa senang dengan tawaran itu, karena tak ada lainnya yang bisa lebih menyenangkan dia dari pada tawaran itu. Dan saat itu juga gadis asing itu menyalakan api dan mendekati Hugette. Dia merawat Hugette di tempat tidurnya dengan sangat hati-hati sekali, dan gadis itu terus menjaga Hugette dan melayani dia seperti seorang perawat rumah sakit yang paling setia. Tetapi betapa menakjubkan ! Bersentuhan dengan tangan gadis yang tidak dikenal sebelumnya itu begitu bermanfaat sekali sehingga Hugette yang sudah sekarat itu merasa berkurang banyak dari sakitnya dan segera dia merasa sembuh sama sekali. Lalu Hugette itu ingin mengetahui siapa sebenarnya gadis yang asing itu. Hugette memanggil gadis itu untuk bertanya kepadanya. Namun gadis itu tiba-tiba menghilang sambil mengatakan bahwa dia akan kembali kesitu malam nanti. Sementara itu kebingungan dan rasa takjub menguasai hati Hugette dan berita mengenai penyembuhannya itu secara mendadak sudah tersebar luas, dan di kota Dole ini tak ada lagi yang dibicarakan orang banyak kecuali peristiwa misterius kesembuhannya itu.
Ketika tamu tak dikenal itu kembali lagi pada malam harinya, dia berkata kepada Hugette, tanpa berusaha menyembunyikan dirinya :”Ketahuilah kemenakanku yang terkasih, aku adalah bibimu sendiri, Leonarde Collin, yang telah meninggal 17 tahun yang lalu dan memberimu warisan harta yang sedikit itu. Aku berterima kasih kepada Kelimpahan Ilahi karena aku diselamatkan melalui Perawan Terberkati, dimana aku telah berdevosi kepadanya, yang telah memperoleh kebahagiaan ini bagiku. Jika tanpa dia maka aku pasti musnah. Ketika secara tiba-tiba maut merenggutku, aku dalam keadaan berdosa berat. Tetapi Perawan Maria yang sangat murah hati itu telah mendapatkan karunia penyesalan hati bagiku dan menyelamatkan aku dari hukuman yang kekal. Sejak itu aku berada didalam Api Penyucian dan Tuhan telah mengijinkan aku untuk menyelesaikan penebusan dosaku dengan cara melayani kamu seperti ini selama 14 hari. Pada akhir dari waktu itu, aku akan dilepaskan dari rasa sakitku jika kamu bersedia untuk melakukan 3 kali ziarah ke tiga tempat suci dari Perawan Terberkati demi aku”.
Hugette merasa takjub dengan kenyataan ini. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Tidak mampu dia mempercayai kenyataan dari penampakan itu dan dia merasa takut kalau-kalau dirinya tertipu oleh roh jahat. Lalu dia berkonsultasi kepada bapa pengakuannya, Pastor Antony Roland, seorang Jesuit. Pastor itu menganjurkan Hugette untuk memperlakukan gadis asing itu dengan doa-doa pengusiran setan dari Gereja. Ternyata ancaman ini tidak bisa mengusik gadis itu. Dengan perlahan gadis itu berkata bahwa dirinya tidak merasa takut kepada doa-doa Gereja itu. ‘Hal itu tak akan bisa”, katanya, “karena hal itu hanya berpengaruh terhadap setan dan orang-orang yang terkutuk. Dan tak ada yang bisa mempengaruhi jiwa-jiwa pilihan, yang berada dibawah naungan rahmat Allah, seperti aku ini”. Hugette masih belum yakin. Dia bertanya kepada gadis muda itu :”Bagaimana engkau bisa mengaku sebagai bibiku, Leonarde ? Dia sudah tua dan jompo, tak bisa diikuti jalan pikirannya dan suka bertingkah laku aneh, sementara engkau masih muda, cakap dan lembut”. “Ah, kemenakanku’, jawab gadis itu, “tubuhku yang sebenarnya sudah ada didalam kubur, dimana ia akan tetap berada disana hingga saat kebangkitan nanti. Tetapi yang ini, yang kau lihat ini, adalah yang diciptakan secara ajaib dari udara, agar aku bisa berbicara kepadamu, melayani kamu dan menerima doa-doa permohonanmu. Mengenai sifatku yang lemah itu, 17 tahun aku telah menebusnya dengan cara mengalami penderitaan yang amat menyakitkan dan aku telah mengajari diriku untuk bersabar dan bersikap tunduk dan tulus. Ketahuilah bahwa didalam Api Penyucian kami diteguhkan didalam rahmat, ditandai dengan meterai orang-orang pilihan, dan karena itu kami bisa bebas dari segala kebusukan”.
Setelah penjelasan itu, rasa tidak percayanya telah musnah. Saat itu juga Hugette berterima kasih dan sekaligus merasa takjub, dan dia menerima pelayanan dari gadis itu dengan gembira selama 14 hari seperti yang telah direncanakan. Hanya dia saja yang bisa melihat dan mendengar kehadiran gadis itu, yang datang kepadanya pada jam-jam tertentu saja, dan kemudian menghilang secara tiba-tiba. Segera setelah kekuatannya pulih, maka dengan amat setia dia melakukan ziarah seperti yang diminta oleh gadis itu.
Pada akhir dari 14 hari itu, penampakan itu berhenti. Leonarde menampakkan diri untuk terakhir kalinya dan dia mewartakan pembebasannya. Dia kemudian berada dalam keadaan kemuliaan yang tak ada bandingnya, bercahaya seperti bintang, dan penampilannya menunjukkan rasa sukacita yang paling sempurna. Lalu Leonarde menyatakan rasa terima kasihnya kepada kemenakannya itu, dan dia berjanji untuk berdoa baginya dan bagi seluruh keluarganya. Leonarde menasihati Hugette agar selalu ingat, ditengah segala penderitaan kehidupan di dunia ini, akan akhir dari keberadaan kita semua, yang merupakan keselamatan dari jiwa kita.


No comments:

Post a Comment