Saturday, March 11, 2017

Vol 2 - Bab 65 : Cara-cara untuk menghindari Api Penyucian

Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah

Bab 65

Cara-cara untuk menghindari Api Penyucian
Menerima kematian secara suci
Pastor Aquitanus
St.Alphonsus Liguori
Francis dari Pampeluna Venerabilis  dan orang yang tak mau mati 
Pastor Vincent Caraffa dan orang yang terkutuk
Sr. Mary of the Joseph dan Bunda Isabella
St.John dari Salib
Manisnya kematian dari para kudus

Cara ke enam untuk menghindari Api Penyucian adalah menerima kematian secara pasrah dan rendah hati sebagai penebusan atas dosa-dosa kita. Hal ini adalah merupakan tindakan yang murah hati dimana dengan hal itu kita melakukan suatu kurban atas kehidupan kita bagi Allah, didalam persekutuan dengan kurban Yesus Kristus diatas salib.
Apakah anda ingin contoh dari penyerahan diri yang suci dari kehidupan ini kepada tangan Sang Pencipta ? Pada tanggal 2 Desember 1638 di Brisach, di sisi barat Sungai Rhine, telah meninggal Pastor George Aquitanus dari the Society of Jesus. Dua kali dia membaktikan hidupnya bagi pelayanan kepada orang-orang yang terserang penyakit sampar. Terjadilah bahwa pada dua buah kejadian, penyakit sampar itu menyerang dengan hebatnya sehingga hampir-hampir tidak mungkin untuk mendekati kurbannya tanpa tertular olehnya. Semua orang berlari menjauh dan mengabaikan orang yang sekarat karena penyakit itu, dengan nasib mereka yang malang itu. Namun Pastor Aquitanus telah menaruh hidupnya di tangan Allah dan menjadikan dirinya sebagai hamba dan murid dari orang yang sakit itu. Dia mengerahkan segala tenaganya untuk meringankan penderitaan mereka dan memberikan Sakramen-sakramen kepada mereka.
Tuhan telah mempertahankan keselamatan dirinya selama serangan pertama dari wabah penyakit itu. Namun ketika wabah itu menyerang kembali dengan lebih hebat lagi, dan hamba Allah itu dipanggil untuk yang kedua kalinya, untuk membaktikan dirinya guna merawat orang-orang yang sakit, maka kali ini Tuhan menerima kurbannya.
   Sebagai kurban dari sikap kemurahan hati, ketika dia tergeletak tak berdaya di tempat tidurnya, dia ditanya apakah bersedia mengurbankan hidupnya bagi Allah, dan dia menjawab dengan gembira :”Oh, jika saja aku memiliki sejuta kehidupan untuk kupersembahkan kepadaNya, Dia tahu betapa senangnya aku akan memberikan hal itu kepadaNya”. Tindakan seperti ini, mudah sekali untuk dipahami, adalah amat mendatangkan jasa di mata Allah. Bukankah hal itu mirip dengan tindakan kemurahan hati yang utama yang dilaksanakan oleh para matir yang mati bagi Yesus Kristus, yang seperti Pembaptisan, menghapus semua dosa dan menghapus semua hutang-hutang ? “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13).
Melakukan tindakan seperti ini pada saat sakit, adalah amat berguna sekali, bahkan perlu sekali, dimana penderita menyadari akan keadaan dirinya dan mengetahui bahwa saat akhir hidupnya sudah mendekat. Hal itu memang cukup melukai bagi dirinya, untuk menyimpan pengetahuan ini dalam dirinya. St.Alphonsus berkata :”Kita harus berhati-hati memberitahukan kepada orang yang sakit mengenai informasi atas bahayanya ini”.
Jika penderita berusaha untuk menipu dirinya sendiri dengan berbagai ilusi, bukannya menyerahkan dirinya kepada tangan Tuhan, dimana dia hanya berpikir akan kesembuhannya saja, terutama jika dia telah menerima semua Sakramen-sakramen, maka dia telah berbuat kesalahan yang patut disesalkan.
Kita bisa membaca didalam biografi Bunda Frances Venerabilis dari Sakramen Terberkati, seorang religius dari Pampeluna, bahwa suatu jiwa dihukum didalam Api Penyucian hingga lama karena tidak mau menyerah kepada Kehendak Ilahi diatas tempat tidur kematiannya. Sebenarnya dia adalah seorang muda yang saleh, namun ketika tangan kematian yang dingin beku sudah menyentuh dirinya, pada usia mudanya yang sedang berkembang, maka sifat alami menjadi ciut nyalinya, dan dia tidak berani menyerahkan dirinya kepada tangan Bapa Surgawinya yang selalu mengasihi. Namun ternyata dia tidak juga meninggal. Dia menghembuskan napasnya namun, Bunda Frances Venerabilis yang sering menerima kunjungan dari jiwa-jiwa orang-orang mati, mengetahui bahwa jiwa ini harus menebus dosa melalui penderitaan yang panjang karena dia tak mau menyerah kepada titah dari Penciptanya.
Biografi dari Pastor Caraffa Venerabilis, menyelimuti kita dengan contoh lainnya yang menyenangkan.
Pastor Vincent Caraffa, Kepala dari the Society of Jesus dipanggil untuk mempersiapkan kematian seorang bangsawan yang hukuman matinya akan segera dilaksanakan, dan yang merasa dirinya telah dihukum secara tidak adil. Meninggal didalam usia seseorang yang sedang berkembang seperti dia itu, dalam keadaan kaya, bahagia, dan ketika masa depan nampak tersenyum kepadanya, adalah sulit untuk diterima. Namun seorang kriminal yang menjadi mangsa dari penyesalan suara hatinya bisa saja menyerah kepada nasibnya dan menerima nasib itu sebagai sebuah pemurnian untuk menebus kejahatannya. Namun apa yang akan kita katakan tentang seseorang yang tidak bersalah ?
Imam itu memiliki tugas yang sulit untuk dilaksanakan. Namun dengan dituntun oleh rahmat, dia mengetahui bagaimana mengatasi orang yang bersedih ini, dan dia berbicara dengan sangat hati-hati dan bijaksana atas kesalahan-kesalahannya pada waktu yang lalu serta perlunya melakukan penebusan dosa demi kepuasan Pengadilan Ilahi. Dia membuat pria itu mengerti betapa Allah mengijinkan terjadinya hukuman sementara itu demi kebaikannya, dimana dia harus mematikan sifat pemberontakannya dan merubah segala sifat jelek didalam hatinya. Pria muda itu memperhatikan perkataan imam itu sebagai sebuah penebusan yang akan mendatangkan pengampunan dari Allah baginya, dan dia menaiki panggung hukuman kematian bukan saja dengan kepasrahan, tetapi juga dengan kebahagiaan Kristiani yang sejati. Hingga saat-saat terakhir, terutama dibawah bayang-bayang kapak para algojo, dia memberkati Allah dan memohon kemurahanNya, dan demi kebaikan orang-orang yang berperanan didalam eksekusinya itu.
Pada saat kepalanya terjatuh terpisah dari tubuhnya, Pastor Caraffa bisa melihat jiwanya naik ke Surga dengan jaya. Segera saja Pastor menemui ibu dari orang muda itu dan menghibur dia dengan mengatakan apa yang telah dilihatnya. Pastor Caraffa sangat bahagia sekali sehingga ketika sampai di kamarnya dia tidak henti-hentinya berseru :”Oh, orang yang berbahagia ! Oh, orang yang berbahagia !”.
Keluarganya berkeinginan untuk menyelenggarakan Misa Kudus sebanyak-banyaknya bagi jiwanya. “Hal itu tidak berguna”, kata Pastor Caraffa, “lebih baik kita berterima kasih kepada Tuhan dan bersukacita, dan aku menyatakan kepadamu bahwa jiwanya tidak perlu melewati Api Penyucian”. Pada hari yang lain, ketika sedang bekerja, tiba-tiba Pastor Caraffa berhenti dan wajahnya nampak berubah, dan dia memandang kearah Surga. Terdengar dia berteriak :”Oh, orang yang berbahagia ! Oh, orang yang berbahagia !”. dan ketika sahabatnya bertanya kepadanya dia menjawab :”Ah Pastor yang baik”, katanya, “itu adalah jiwa dari orang muda yang dihukum mati itu yang nampak kepadaku didalam kemuliaan. Oh betapa sangat bermanfaat baginya penyerahan dirinya dulu !”.
Sr.Mary dari St.Joseph, salah satu dari empat karmelit yang pertama yang mengikuti reformasi dari St.Teresa. Dia adalah seorang religius yang amat bijaksana. Akhir dari karirnya semakin dekat dan Tuhan berharap agar mempelaiNya itu diterima didalam Surga didalam kemenangan pada saat dia menghembuskan napas terakhirnya, memurnikan dan menghiasi jiwanya dengan penderitaan yang menandai akhir hidupnya.
Selama empat hari terakhir yang dia lewati di dunia ini, dia tak bisa berbicara dan tak bisa merasakan apa-apa. Dia menjadi mangsa dari penderitaan, dan religius itu sangat menderita hatinya demi melihatnya seperti itu. Bunda Isabella dari St.Dominikus, Suster Kepala dari biara itu, mendekati religius yang sakit itu dan menyarankan kepadanya untuk melakukan tindakan-tindakan penyerahan diri serta mengabaikan dirinya sendiri di tangan Allah. Sr.Mary dari St.Joseph mendengarnya, dan melakukan tindakan yang disarankan itu didalam hatinya, namun dia tak bisa menunjukkan tanda-tanda yang kelihatan dari luar.
Dia meninggal dalam keadaan suci dan pada hari kematiannya, ketika Bunda Isabella sedang mengikuti Misa Kudus dan berdoa bagi istirahat jiwanya, Tuhan menunjukkan kepadanya jiwa dari mempelaiNya yang setia itu dimahkotai dengan kemuliaan, dan berkata :”Dia termasuk didalam bilangan orang-orang yang mengikuti Anak Domba”. Sr.Mary dari St.Joseph berterima kasih kepada Bunda Isabella atas segala kebaikan yang diberikan kepadanya pada saat kematiannya. Dia menambahkan bahwa tindakan penyerahan diri itu, yang disarankan kepadanya, telah berperanan besar didalam kemuliaan besar di Surga dan telah meluputkan dia dari sakitnya Api Penyucian. Betapa bahagianya meninggalkan kehidupan yang menyedihkan di dunia ini, serta memasuki satu-satunya kehidupan sejati dan terberkati. Kita semua bisa menikmati kebahagiaan ini, jika kita menerapkan cara-cara yang diberikan Yesus Kristus kepada kita untuk melakukan penebusan dosa ini di dunia dan mempersiapkan jiwa kita secara sempurna untuk hadir dihadapan Allah. Jiwa yang dipersiapkan seperti ini pada saat terakhirnya dipenuhi dengan kepercayaan yang paling manis. Dia merasakan lebih dahulu rasa dari Surga. Pengalaman seperti ini telah ditulis oleh St.John dari Salib, atas kematian seorang kudus didalam buku ‘Living Flame of Love’.
“Kasih sempurna kepada Allah”, katanya, “menerima kematian dengan sukarela, sehingga membuat jiwa merasakan manis yang sangat besar. Jiwa yang mengasihi diselimuti oleh kebahagiaan yang besar dengan datangnya saat ketika dia akan menikmati kepemilikan yang penuh akan Kekasihnya. Pada saat dia dibawa keluar dari penjara tubuhnya, dia nampak sedang merenungkan kemuliaan Surga, dan semua hal didalam dirinya dirubah menjadi kasih”.



No comments:

Post a Comment