Sunday, June 23, 2019

APAKAH SINODE AMAZON SEDANG MENUNTUN KITA MENUJU ECO-SOSIALISME?


Top of Form






APAKAH SINODE AMAZON SEDANG MENUNTUN KITA MENUJU ECO-SOSIALISME?

April 30, 2019 | Mathias von Gersdorff 




Sudah sejak lama muncul kecurigaan bahwa Sinode Amazon 2019 nanti akan menjadi sebuah festival yang progresif, terutama mengingat seruan kunci untuk "penghapusan selibat" karena alasan-alasan pseudo-pastoral. Selama ini bukti nyata untuk mendukung kecurigaan ini masih kurang. Dan sekarang, bukti-bukti ini secara bertahap mulai muncul.

Universitas Georgetown, milik Yesuit, di Washington D.C., yang telah lama terkenal dengan eksperimen-eksperimen teologisnya yang luar biasa, baru-baru ini mengadakan simposium untuk mempersiapkan Sinode Amazon.

Kantor Berita Katolik dari Konferensi Waligereja Jerman (KNA) melaporkan soal diskusi-diskusi itu: “Adveniat, sebuah organisasi yang melaksanakan bantuan untuk Amerika Latin, telah menyatakan dukungannya bagi tujuan yang jelas: 'prioritas absolut harus diberikan pada perlindungan komprehensif bagi orang-orang miskin yang terpinggirkan serta ciptaan yang terluka,' demikian Chief Executive, Michael Heinz, menyatakan."

Secara konkret, hal ini berarti bahwa tujuan-tujuan pastoral hendaknya disatukan dalam sebuah program untuk melindungi “kelas sosial yang terpinggirkan” dan “ciptaan” yang terluka.

Kaitan ini mungkin terdengar aneh di telinga orang Amerika non-Latin, tetapi ini cukup umum di kalangan reformis progresif dari lingkaran Katolik di Amerika Latin. Kaitan kepada masalah ekologi merupakan evolusi dari teologi pembebasan klasik (yang menggunakan agama Katolik sebagai kedok untuk mempromosikan perjuangan kelas serta tujuan-tujuan komunis) ke arah penyatuan dengan ekologi neo-pagan dan sosialis-komunis.


Silakan membaca catatan tentang Filsafat dan Teologi Laudato Si’ yang Tidak Dapat Diterima


Selama tiga puluh tahun terakhir, arus paham ekologis telah memasuki penyatuan dengan teologi pembebasan, terutama di Amerika Latin. Perjanjian aliansi ini semakin diperkuat setelah Kardinal Ratzinger mengutuk teologi pembebasan pada tahun 1984. Setelah dikutuk oleh Kongregasi untuk Doktrin Iman, teologi pembebasan bersembunyi di balik jubah ‘demi perlindungan lingkungan.’ Dengan demikian, para aktivis agama sekarang mengklaim bahwa ekonomi pasar bebas telah mengeksploitasi tidak hanya apa yang disebut kaum proletariat tetapi juga lingkungan. Tujuan lama mereka selalu sama: membangun masyarakat sosialis yang disamarkan dengan hiasan dan warna Katolik.

Kaum progresif mengklaim bahwa "eksploitasi" ini harus diatasi dengan cara menghapuskan harta milik pribadi dan membentuk sebuah rezim Marxis. Masyarakat seperti itu akan membawa manusia kembali ke "negara primordial" di mana semua orang akan hidup dengan cara primitif tanpa peradaban, tetapi dalam keharmonisan dengan alam. Jauh di lubuk hati, ini adalah sebuah agama alam dengan warna Katolik. Ini tidak lain adalah mengejar tujuan politik Marxis di bawah jubah "Katolik".

Tujuan dari Sinode nanti adalah untuk mengumumkan revolusi ini dengan cara yang lebih universal. Tidak ada alasan mengapa revolusi itu harus dibatasi hanya bagi penduduk Amazon. Dengan demikian, Kantor Berita Katolik (KNA) mengutip Thomas Wieland, yang mewakili kelompok Adveniat di simposium Georgetown: “Hak-hak masyarakat adat secara perlahan akan diinjak-injak ketika minyak diambil dari Amazon untuk menjalankan mobil kita, ketika batubara digali untuk pabrik kita, atau ketika ternak digemukkan untuk memuaskan rasa lapar kita akan daging.”

Retorika semacam itu dengan jelas mengulangi slogan-slogan sosialistik klasik tahun enam puluhan dan tujuh puluhan. Dalam kasus ini, asosiasi ide socialis-populis ini menerapkan tema-tema tersebut ke belahan bumi Selatan yang miskin yang dieksploitasi oleh orang kaya di Utara.


Apa yang dikatakan paus Francis tentang sosialisme, silakan membaca disini.


Faktanya sangatlah berbeda. Berkat reformasi pasar bebas dan investasi (dari “Utara” yang dibenci), negara-negara Amerika Latin kini secara teknologi dan ekonomi telah sejalan dengan negara-negara industri. Hal ini dilakukan melalui pertukaran perdagangan dan ekonomi dengan negara-negara kapitalis seperti Amerika Serikat, Jerman dan Jepang.

Ketika negara-negara Amerika Latin biasa berputar-putar di sekitar pinggiran kediktatoran komunis seperti Uni Soviet atau Kuba, mereka tetap terbelakang dan mencapai tingkat pertumbuhan minimal. Bencana ini terutama berlaku untuk negara-negara di lembah Amazon.

Semua ini berubah pada tahun delapan puluhan dan sembilan puluhan, ketika reformasi ekonomi pasar bebas memungkinkan sejumlah besar orang miskin untuk memasuki kelas menengah. Kaum progresif tidak pernah menyebut pencapaian ini di Eropa atau Amerika Serikat, karena mereka ingin menumbuhkan citra Amerika Latin yang terbelakang dan miskin.

Setelah menghadiri simposium, Kardinal Reinhard Marx juga berbicara di Berkeley. KNA melaporkan bahwa "Kardinal Reinhard Marx, presiden Konferensi Episkopal Jerman, menekankan pentingnya secara politik dari Sinode Amazon (yang akan diadakan) di musim gugur nanti."


No comments:

Post a Comment