Friday, June 28, 2019

IMAM-IMAM JERMAN YANG SETIA: AJARAN POPE FRANCIS MENGENAI PERKAWINAN BERTETANGAN DENGAN...




John-Henry Westen / LifeSiteNews.com

BLOGSCATHOLIC CHURCHFAITHMARRIAGE Thu Jun 27, 2019 - 8:46 am EST

IMAM-IMAM JERMAN YANG SETIA:
AJARAN POPE FRANCIS MENGENAI PERKAWINAN BERTETANGAN DENGAN HUKUM-HUKUM TUHAN


by MAIKE HICKSON

27 Juni 2019 (LifeSiteNews) — Communio veritatis, sekelompok imam-imam Jerman, baru-baru ini menerbitkan, pada Pesta Kelahiran Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis, sebuah pernyataan yang memuji para kardinal dubia yang “pemberani” dan mengingatkan kita akan kesaksian Santo Yohanes Pembaptis, yang mati karena pembelaannya atas kesucian perkawinan.

Berbicara tentang anjuran pasca-sinode dari paus Francis, Amoris Laetitia, para imam itu menyatakan bahwa anjuran itu menciptakan "kontradiksi" dengan hukum Allah tentang pernikahan. Ketika Paus Francis menerbitkan Amoris Laetitia pada bulan Oktober 2017, dalam AAS (Official Acts of the Apostolic See), yaitu pedoman para uskup Buenos Aires untuk mengijinkan beberapa orang yang bercerai dan kemudian ‘menikah kembali’ untuk menerima Komuni Kudus, hal ini akan menimbulkan "pelanggaran secara terbuka," tambah mereka.

“Sekarang nampak jelas betapa Magisterium dari nashat Apostolic Familiaris Consortio dan pengajaran kosong dari Amoris Laetitia berada dalam pertentangan yang jelas satu sama lain, dan orang yang dapat berpikir, akan memiliki keuntungan yang jelas atas hal ini.”

Para imam Jerman yang setia ini memuji Santo Yohanes Pembaptis karena kemartirannya dan menyatakan bahwa St.Yohanes telah ‘menyerahkan kepalanya demi kebenaran.’ “Dia bersaksi atas kebenaran dan menegur perzinahan yang dilakukan oleh raja: 'Tidak sah bagimu untuk memiliki istri saudaramu' (Markus 6:18)!” Demi kebenaran ini orang suci itu harus mati. "Apakah St.Yohanes akan mau mempresentasikan bab kedelapan dari Amoris Laetitia," Communio veritatis melanjutkan, "…kemungkinan besar dia akan dipekerjakan sebagai pemimpin agama di istana Herodes dan kemudian, beberapa dekade kemudian, dia akan meninggal dengan damai."

Bagi para imam Jerman ini, kesaksian St. Yohanes Pembaptis menunjukkan bahwa “kejelasan dalam hal kebenaran adalah mutlak diperlukan.” Di sini, mereka merujuk pada Nasihat Apostolik Familiaris Consortio dari Paus Yohanes Paulus II, di mana Paus itu “…dengan jelas menegaskan kembali, sejalan dengan Kitab Suci, tentang praktik Gereja, yang dengan hal itu orang-orang yang bercerai dan menikah kembali dan hidup secara more uxorio [sebagai suami dan istri] tidak boleh menerima Komuni Kudus."

Selain itu, kelompok imam-imam yang setia ini juga mengingatkan kita bahwa pada tahun 1994, Kardinal Joseph Ratzinger telah merujuk kembali kepada Familiaris Consortio dan dia bersikeras bahwa "tidak ada pengecualian untuk kasus-kasus tertentu maupun setelah adanya keputusan dari hati nurani," demikian pernyataan para imam itu. Katekismus Gereja Katolik (CCC 1650) juga menyatakan bahwa mereka yang “menikah kembali” setelah perceraian, “tidak dapat menerima Komuni Kudua selama situasi mereka masih berlanjut,” karena kehidupan mereka secara objektif adalah menentang hukum Allah.

Ketika Amoris Laetitis pasal delapan muncul, hal itu ”menimbulkan kontradiksi yang membingungkan, dan empat orang kardinal pemberani menyampaikan dubia mereka dengan kuat untuk memenuhi tanggung jawab mereka di hadapan Allah,” jelas para imam itu. "Tidak adanya jawaban sama sekali dari pihak paus Francis atas dubia mereka, adalah merupakan jawaban yang paling jelas dari semuanya."

Karena paus Francis tidak mau menanggapi, maka Kardinal Gerhard Müller – yang waktu itu menjadi kepala Kongregasi untuk Ajaran Iman - yang kemudian membuat sebuah pernyataan, pada Februari 2017. Para imam Jerman ini mengutip sebuah wawancara di mana Kardinal Müller menyatakan bahwa hanya pasangan yang hidup dalam keadaan pantang (atas hubungan sexual) yang boleh menerima sakramen-sakramen, sama seperti yang diperintahkan oleh Yohanes Paulus II di dalam Familiaris Consortio. "Orang tidak boleh mengatakan bahwa ada keadaan-keadaan tertentu di mana perzinaan bukanlah dosa berat," seperti yang dikatakan Müller saat itu. “Ini adalah substansi Sakramen,” lanjutnya, “dan tidak ada kuasa di surga atau di bumi, malaikat maupun Paus, konsili, atau hukum yang dikeluarkan oleh para uskup yang bisa merubah hal ini.”

Dalam konteks pernyataan-pernyataan ini, kelompok imam-imam ini melihat adanya “pelanggaran yang jelas” sebagaimana dilakukan pada Oktober 2017, ketika paus Francis memerintahkan penerbitan pedoman para uskup Buenos Aires di AAS. Pedoman ini, kata para imam itu, secara eksplisit menyatakan bahwa beberapa orang yang bercerai dan kemudian menikah secara sipil, bisa menerima sakramen-sakramen bahkan jika mereka tidak mau hidup secara berpantang (atas hubungan sexual).

“Dalam suratnya kepada Uskup Buenos Aires, Uskup Roma (paus Francis) tidak hanya menyetujui 'pedoman' ini, tetapi juga memberi mereka status eksklusif,” tambah imam-imam Jerman itu. Pedoman ini “sepenuhnya menjelaskan arti dari bab kedelapan Amoris Laetitia. Tidak ada interpretasi lain,” karena seperti itulah tulisan paus, sebagaimana para imam ini mengingatkan kita.

No comments:

Post a Comment