Friday, June 21, 2019

KARD.BURKE - MELONGGARKAN PRAKTEK SELIBAT IMAMAT DI WILAYAH AMAZON...



NEWSCATHOLIC CHURCHFAITHThu Jun 20, 2019 - 10:41 am EST

MELONGGARKAN PRAKTEK SELIBAT IMAMAT DI WILAYAH AMAZON AKAN MEMPENGARUHI SELURUH GEREJA UNIVERSAL


by Diane Montagna

ROMA, 20 Juni 2019 (LifeSiteNews) - Kardinal Raymond Burke menentang pernyataan baru-baru ini yang dibuat oleh para penyelenggara Sinode Amazon, dengan mengatakan bahwa adalah sebuah tindakan yang ‘tidak jujur’ jika mengatakan bahwa pertemuan Oktober mendatang hanyalah untuk "menangani masalah selibat bagi klerus di wilayah itu saja."

"Jika [sinode] berniat untuk menjawab pertanyaan itu, yang saya pikir tidak tepat untuk dilakukan, karena hal itu akan mempengaruhi seluruh disiplin Gereja universal," kata Kardinal Burke kepada LifeSiteNews pada 19 Juni.

“Sebenarnya,” kardinal itu menambahkan, “sudah ada seorang Uskup di Jerman yang telah mengumumkan bahwa, jika Bapa Suci memberikan kelonggaran pada kewajiban selibat yang sempurna bagi para klerus di Wilayah Amazon, maka para Uskup Jerman akan meminta hal yang sama."

Komentar Kardinal ini muncul sebagai tanggapan terhadap komentar yang dibuat oleh penyelenggara sinode pada hari Senin, saat peluncuran dokumen kerja yang kontroversial [Instrumentem laboris], yang akan menjadi dasar dari diskusi dan keputusan bagi pertemuan selama tiga minggu pada bulan Oktober mendatang.

Pertanyaan saat peluncuran dokumen kerja sinode
Pada konferensi pers di Vatikan 17 Juni lalu, wartawan LifeSiteNews bertanya kepada penyelenggara sinode, Kardinal Lorenzo Baldisseri dan Uskup Fabio Fabene, tentang kemungkinan dampaknya bagi Gereja universal.

Koresponden ini bertanya:
Saat membaca dokumen kerja, saya mendapat kesan bahwa ide itu tidak hanya untuk membantu wilayah Amazon saja, tetapi juga untuk memberi kepada seluruh Gereja "sebuah wajah Amazon," ini adalah istilah yang digunakan oleh paus Francis dalam berbagai kesempatan. Akankah Sinode ini memiliki implikasi dan konsekuensi bagi seluruh Gereja?

Dan mengingat bahwa selibat [dalam arti luas dari tindakan pantang yang sempurna] adalah milik dari tradisi apostolik, seperti misalnya yang dikatakan oleh Kardinal Robert Sarah, tidakkah lebih baik untuk mengirimkan imam-imam misionaris yang baik ke Amazon, untuk memperkuat gereja lokal, dan berdoa memohon adanya panggilan imamat?

Uskup Fabene, wakil sekretaris Sinode Para Uskup, menanggapi pertanyaan pertama, dengan menegaskan bahwa “sinode ini adalah sinode khusus yang hanya menyangkut wilayah Pan-Amazon. Karena itu, sinode ini akan menjawab tuntutan dari komunitas-komunitas Kristiani disana.”

“Bukannya kami ingin membuat wajah dari seluruh Gereja universal menjadi ‘berwarna’ Amazon, tetapi hanya wajah gereja Amazon saja,” kata Uskup Fabene.

Dia menambahkan: “Bisa jadi hasil sinode ini mungkin memiliki beberapa implikasi dari sudut pandang pastoral dan juga bagi Gereja, terutama saya percaya akan akibatnya di bidang ekologi, karena ada wilayah-wilayah, seperti yang telah disebutkan, misalnya Kongo, yang serupa dengan Amazon."

"Karena itu, pasti akan ada dampaknya," katanya. “Tapi sinode itu adalah sinode yang khusus untuk Amazon. Ini jelas."

Menanggapi pertanyaan kedua tentang selibat imam, Uskup Fabene menegaskan bahwa “tidak ada orang di sini yang ingin menentang selibat.” Dia melanjutkan:

Anda mendengar ketika kami berbicara tentang nomor 129 [dari Instrumentum laboris], dengan jelas apa yang tertulis di sana: ‘Menegaskan bahwa selibat adalah sebuah karunia bagi Gereja.’ Karena itu, pertama-tama ada penegasan selibat. Kemudian, mengenai pengiriman imam dari benua lain dan dari negara-negara lain ke Amazon, para misionaris selalu melakukan ini, sejak evangelisasi pertama. Namun, saya percaya bahwa saatnya juga tiba, sesuai dengan permintaan itu sendiri, bahwa panggilan bagi penduduk asli bangkit dan tumbuh.

Kardinal Lorenzo Baldisseri, sekretaris jenderal sinode para uskup, mendukung tanggapan Uskup Fabene tentang selibat, dengan mengatakan "jawabannya adalah benar, dalam arti bahwa yang satu tidak mengecualikan yang lain."

Kardinal itu menambahkan bahwa "menghargai" masyarakat adat juga "secara alami menyiratkan mempromosikan panggilan bagi penduduk asli" yang akan "memikul tanggung jawab" di wilayah tersebut.

Menyoroti rekomendasi dokumen kerja untuk mempelajari kemungkinan menahbiskan "penatua" yang "telah memiliki keluarga" [dokumen tersebut tidak menggunakan kata "menikah" untuk menggambarkan para penatua ini], Kardinal Baldisseri mengatakan ini akan dilakukan "dengan kriteria yang sangat spesifik" dan "akan menjadi sebuah pengecualian."

"Kami sudah memiliki kehadiran Anglicanorum coetibus, atau Gereja-Gereja Timur," katanya. "Ini bukanlah pertanyaan dogmatis tapi pertanyaan tentang disiplin, yang tergantung pada keadaan yang ada."

Dalam wawancara lebih lanjut setelah konferensi pers, LifeSiteNews bertanya kepada Kardinal Baldisseri tentang masalah selibat imam dalam tradisi kerasulan.

Kami bertanya kepadanya: “Dokumen itu mengatakan bahwa selibat adalah sebuah karunia bagi Gereja, tetapi itu juga milik tradisi kerasulan, seperti yang dikatakan Kardinal Sarah dan yang lain-lainnya. Jadi, apa yang saya katakan adalah bahwa, mengingat [selibat] bukan hanya karunia, tetapi juga bagian dari tradisi kerasulan ... "

"Apakah Anda tahu apa artinya tradisi kerasulan?" tanya Kardinal menyela.

"Ya," jawab kami.

"Apakah Anda pikir itu hanya bagi para rasul?" tanya dia.

“Tidak, juga bagi para penerus para rasul,” jawab kami.

“OK, penerus para rasul. Apakah Anda tidak ingat St. Paul ketika dia pergi dan mendirikan sebuah gereja? "

"Ya," jawab kami.

“Dia menyerahkan kepada para penatua setempat sebagai kepala gereja. Dia adalah seorang misionaris, dan seperti itulah bagaimana presbiteriat dilahirkan; dan ini adalah bersifat apostolik dalam pengertian ini, karena St. Paulus mewakili Gereja dan imam-imam yang ditahbiskan, para presbiteriat.”

“Ya, tetapi apakah mereka hidup selibat atau tidak?” kami bertanya kepada kardinal.

"Mereka laki-laki. Tidak tertulis bahwa mereka selibat. Itu tidak benar, "katanya.

"Itu tidak benar?" kami bertanya.

"Itu tidak benar bahwa mereka selibat. Tidak, tidak, ”dia bersikeras. “Mereka adalah penatua. Titik!."

"Saya mengerti. Anda mengatakan bahwa mungkin mereka sudah menikah,” kami melanjutkan.

"Tentu saja," katanya.

Kami masih ingin kejelasan atas masalah ini, kami menyela dan berkata: "Maaf, sudah menikah tetapi tidak hidup selibat, karena ada perbedaan besar antara pria yang menikah dan pria yang menikah tetapi meninggalkan segalanya untuk Tuhan, seperti St. Peter, sebagai contohnya. Dia selibat."

Kardinal Baldisseri menjawab:

St. Petrus meninggalkan segalanya dan kemudian dia pergi, dia pergi bersama Tuhan. Tetapi coba pikirkan, bahwa komunitas yang dibentuk bukan hanya berada di tangan para rasul. Karena para rasul hanya berjumlah dua belas orang. Titik. Lalu apa yang terjadi setelah itu, tidak ditentukan di mana pun, jika mereka yang datang dalam keadaan selibat atau jika mereka menikah. Begitu banyak Gereja-Gereja Timur tetap  mempertahankan kebebasan, dan mereka masih melanjutkan dengan dua kemungkinan ini, hidup selibat atau tidak. Sangat menarik karena gereja-gereja Timur memberi tahu kita hal ini: bahwa untuk menjadi uskup ... di sana Anda melihat dengan lebih baik peranan Paulus, yang berpindah dari satu komunitas ke komunitas lain seperti pengawas. Faktanya, inilah yang dimaksud dengan 'episkopal': pengawas atas presbiterat di tempat itu. Dan karena pada saat itu selibat tidak dianggap sebagai sesuatu yang sangat diperlukan, kami tidak menemukannya datanya di mana pun. Faktanya, Anda tahu bahwa St. Paul mengatakan bahwa seorang uskup harus hanya memiliki satu istri. Bacalah surat-surat St. Paulus dan Anda akan menemukan kualitas seorang imam di sana.

Kardinal Burke berkata:
Dalam komentarnya kepada LifeSiteNews pada 19 Juni 2019, Kardinal Burke mengatakan bahwa dia menemukan "banyak elemen" dalam wawancara dengan Uskup Fabene dan Kardinal Baldisseri (mengenai disiplin selibat sempurna bagi para klerus) dengan menyebutnya sebagai "cara yang membingungkan."

Yang Mulia Card.Burke mengatakan bahwa selibat yang sempurna bagi para klerus "pastilah berasal dari semangat kerasulan, seperti yang ditunjukkan oleh buku yang berisi penelitian klasik Pastor Christian Cochini, S.J., Les origines apostoliques du célibat sacerdotal.”

Buku tersebut diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul Apostolic Origins of Priestly Celibacy (Ignatius Press). Dalam karya ilmiah ini, Pater Cochini menelaah pertanyaan tentang tradisi selibat imam yang dimulai di Gereja Latin dan melacaknya kembali ke asalnya pada para rasul dulu.

Dia menunjukkan “melalui sumber-sumber patristik dan dokumentasi konsili sejak permulaan Gereja, meskipun para pria yang menikah dapat menjadi imam, tetapi mereka diharuskan bersumpah selibat sebelum ditahbiskan, yang berarti mereka bermaksud menjalani kehidupan pantang (dalam hubungan sex). Faktanya, semua ini dibahas secara mendalam pada saat Sidang Umum Biasa Kedua dari Sinode para Uskup pada tahun 1971, yang membicarakan tentang dua masalah: Perutusan Imamat dan Keadilan di Dunia."

Card.Burke mengatakan bahwa selama masa setelah KV II, ada kekacauan besar mengenai selibat wajib bagi klerus serta sebuah dorongan yang kuat untuk menjadikan selibat klerus sebagai hal yang opsional (pilihan).

Dia mengatakan bahwa “terlepas dari tekanan yang hebat, para Uskup, dalam dokumen akhir Sinode, Ultimis temporibus (30 November 1971), diikuti oleh ajaran dan disiplin abadi yang telah ditetapkan dalam Surat Ensiklik Paus Paul VI Sacerdotalis Caelibatus (24 Juni 1967)."

Dalam Sacerdotalis Caelibatus, Paul VI mengatakan bahwa Gereja "menyadari adanya kekurangan imam yang kritis bila dibandingkan dengan kebutuhan spiritual penduduk dunia."

Tetapi Paus menambahkan bahwa Gereja “… yakin akan harapannya yang didasarkan pada kekuatan rahmat yang tak terbatas dan misterius, bahwa kualitas spiritual yang tinggi dari para utusannya (imam-imam) akan membawa peningkatan juga dalam jumlah mereka, karena segalanya adalah mungkin bagi Allah.”

“Pada akhirnya,” Kardinal Burke menjelaskan, “Gereja semakin memahami kehendak Tuhan bagi mereka yang dipanggil untuk ikut serta dalam perutusan Apostolik, kehendak yang juga dicontohkan-Nya sendiri, melalui kehidupan-Nya sendiri, dengan melalui selibat-Nya yang sempurna.”

“Karena itu,” dia menambahkan, “Gereja telah memahami bahwa, ketika Tuhan kita memanggil seseorang untuk menjadi imam, Dia juga memanggilnya untuk menjalani selibat yang sempurna sebagai ekspresi esensial dari identitas imam dengan diri-Nya sebagai Kepala dan Gembala dari kawanan domba, dan dengan kemurahan hati pastoral-Nya."

"Kepada mereka yang Dia panggil Dia juga memberikan rahmat untuk menjawab panggilan-Nya," katanya.

Yang Mulia Card.Burke juga mencatat bahwa karunia atau rahmat dari selibat yang sempurna diberikan “di setiap saat dan di setiap tempat, seperti yang diilustrasikan secara luar biasa oleh sejarah Gereja.” Dia melanjutkan:

Dalam hal itu, saya ingat akan kunjungan bersama seorang Uskup Brasil, selama kunjungan saya ke Brasil pada Juni 2017, dimana dia telah menjadi Uskup di Wilayah Amazon selama lebih dari satu dekade. Selama percakapan kami, saya bertanya kepadanya tentang panggilan imamat di Wilayah Amazon karena saya telah mendengar dari berbagai sumber bahwa para pemuda di Wilayah Amazon tidak bisa menerima tindakan selibat. Dia segera menjawab bahwa, jika Uskup menjalankan panggilannya secara baik, akan ada tanggapan yang bersemangat terhadap panggilan imamat dan mereka akan mau memeluk tindakan selibat yang sempurna.

Kardinal Burke mengakhiri komentarnya dengan tiga pengamatannya.

Pertama, dia berkata: “…bagi saya, tampaknya pertanyaan tentang selibat klerus di antara para klerus di Wilayah Amazon dicampuradukkan dengan gagasan evangelisasi yang keliru, yang pada akhirnya akan menerima praktik-praktik adat yang, pada kenyataannya, justru membutuhkan pemurnian dan peningkatan, dimana rahmat dari Kristus akan selalu membawa orang-orang ke suatu tempat melalui evangelisasi yang benar."

"Kedua," tambahnya, "…adalah tidak jujur ​​untuk mengatakan bahwa sinode Pan Amazon sedang menangani masalah selibat klerus hanya bagi wilayah itu saja."

“Jika hal itu menyulut pertanyaan, yang menurut saya (penghapusan selibat) tidak benar untuk dilakukan, hal itu akan berhubungan langsung dengan disiplin Gereja universal. Bahkan, sudah ada seorang Uskup di Jerman yang menyatakan bahwa jika Bapa Suci memberikan pelonggaran terhadap kewajiban selibat sempurna bagi para klerus di Wilayah Amazon, maka para Uskup Jerman akan meminta pelonggaran yang sama.”

Terakhir,” mantan prefek Signatura Apostolik itu mencatat bahwa “…mengemukakan kasus seorang Anglikan yang menikah dengan orang Katolik, atau para pendeta Protestan yang telah diterima dalam persekutuan penuh Gereja Katolik Roma, dan ditahbiskan menjadi imam, hal itu belum mempertimbangkan bahwa praktik yang menyangkut selibat klerus, membutuhkan studi dan klarifikasi yang lebih mendalam."

No comments:

Post a Comment